Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN REVIEW JURNAL PENINGKATAN RESPON KOGNITIF DAN

SOSIAL MELALUI RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT)


PADA KLIEN PERILAKU KEKERASAN

UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIK PROFESI NERS STASE JIWA

Pembimbing :
Ibu. Budi Winarti

Oleh Kelompok I :
1.
2.
3.
4.
5.

Opan Chrisdianto
Pungki Rifat Hasmoro T
Reni Nur Lathifah
Riska Panduita
Rizky Damayanti

(201506057)
(201506060)
(201506062)
(201506064)
(201506066)

PROGRAM STUDI NERS S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KARYA HUSADA KEDIRI
2016
LEMBAR PENGESAHAN
1

PENINGKATAN RESPON KOGNITIF DAN SOSIAL MELALUI RATIONAL EMOTIVE


BEHAVIOUR THERAPY (REBT) PADA KLIEN PERILAKU KEKERASAN
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS DI STASE JIWA

Telah disetujui dan disahkan pada :


Hari

Tanggal

Malang,

Pembimbing Ruangan

Februari 2016

Pembimbing Akademik

Kutilang,

(
Safii, S. Kep, Ners
)
S.Kp.,M.Kep)
NIP : 19701105199203 1002

(Ns. Dina Zakkiyatu Fudah,


NIDN : 0731056901
Mengetahui,
Kepala Ruangan
Kutilang,

KATA PENGANTAR
2

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmad-Nya yang memberi kesehatan,
kelancaran dan petunjuk-nya sehingga laporan review jurnal yang berjudul Peningkatan
Respon Kognitif dan Sosial Melalui Rational Emotiv Behaviour Therapy
(REBT) Pada Klien Perilaku Kekerasan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ns. Dina Zakkiyatu Fuadah, S.Kp.,M.Kep selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan ini yang telah memberikan dukungan baik materil maupun non materil
sehingga laporan ini dapat terseleseikan.
2. Bapak Phietoet selaku Kepala Ruangan Kutilang dan bapak Safii selaku pembimbing
Ruangan (Clinical Educator) di Ruang Kutilang yang telah memberikan kritik dan
saran yang membangun dalam penyeleseian laporan ini.
3. Kepada ibu dan keluarga tercinta yang telah memberi doa dan semangat juang yang
tak henti-hentinya.
Semoga Allah SWT memberi balasan dan berkahNya. Harapan penulis semoga laporan ini
berguna bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapan demi kesempurnaan laporan ini.

Lawang, Februari 2016

Kelompok I

DAFTAR ISI
JUDUL............................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iv
BAB I
1.1 REVIEW JURNAL...................................................................................................6
1.2 LAPORAN ...............................................................................................................8
1.2.1 Konsep dan Model Teori dalam Jurnal...........................................................10
1.2.2 Metode Penelitian dalam Jurnal.....................................................................11
1.2.3 Hasil Penelitian dalam Jurnal.........................................................................12
BAB II
2.1 Pengkajian................................................................................................................. 19
IDENTITAS PASIEN.........................................................................................19
ALASAN MASUK.............................................................................................19
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG DAN FAKTOR PRESIPITASI..............19
FAKTOR PREDISPOSISI..................................................................................20
PEMERIKSAAN FISIK.....................................................................................20
PENGKAJIAN PSIKOSOSIA............................................................................21
STATUS MENTAL.............................................................................................22
KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG............................................................25
MEKANISME KOPING....................................................................................25
MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN.........................................26
ANALISA DATA................................................................................................26
ASPEK MEDIS..................................................................................................26
2.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................................26
2 .3 Intervensi.................................................................................................................27
2.4 Implementasi dan Evaluasi ......................................................................................32
4

BAB III
PEMBAHASAN.............................................................................................................48
BAB IV
PENUTUP.......................................................................................................................50
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................50
4.2 SARAN.....................................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................51

BAB I
LAPORAN REVIEW JURNAL
1.1 REVIEW JURNAL
Literatur

Judul :
Peningkatan Respon Kognitif dan Sosial Melalui
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Pada
Klien Perilaku Kekerasan
Penulis, Penerbit, Tahun :
Dewi Eka Putri, Budi Anna Keliat, Yusron Nasution. Jurnal

Konsep dan Model Teori

Keperawatan Indonesia Volume 15 no 3. November 2012


Menurut Wahyuningsih (2009), perilaku kekerasan

pada

kelompok yang mendapat terapi generalis dan assertive training


menurun secara bermakna pada respon fisik, respon kognitif,
respon perilaku, dan respon sosialklien. Menurut Fauziah (2009),
terapi perilaku kognitif dapat meningkatkan kemampuan kognitif
dan perilaku klien skizoprenia dengan perilaku kekerasan. Respon
kognitif merupakan hasil penilaian terhadap kejadian yang
menekan, pilihan koping yang digunakan, reaksi emosional,
fisiologis, perilaku, dan sosial individu (Stuart &Laraia, 2005).
Berdasarkan teori tersebut maka perlu adanya intervensi pada
klien dengan perilaku kekerasan yang mengarah kepada fisik,
afektif (emosi), kognitif, fisiologis, perilaku, dan sosial. Terapi
Asssertiveness Trainning, terapi musik, dan terapi perilaku
kognitif belum mengarahkan intervensi secara langsung pada
emosi klien dengan perilaku kekerasan. Adapun terapi yang dapat
dilakukan untuk itu adalah REBT.
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) ditemukan oleh
Albert Ellis. REBT adalah suatu metode untuk memahami dan
mengatasi masalah emosi dan perilaku. Tujuan umum REBT
adalah untuk mengurangi keyakinan tidak rasional dan enguatkan
keyakinan rasional yang dapat efektif pada anak dan dewasa yang
marah dan agresif melalui pembelajaran dan latihan kognitif,
emosi dan perilaku. Berdasarkan penelitian Rieckert dan Moller
6

(2000), terapi REBT secara signifikan dapat mengurangidepresi,


kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, dan harga diri yang
rendah.
Subjek :

Metode

Dalam penelitian ini sample yang digunakan berjumlah 53 orang,


dengan 28 kelompok control dan 25 orang kelompok intervensi
Alat ukur :
Kuesioner
Analisis :
Quasy Eksperiment Pre Post Test with Control Groub
Hasil analisis peneitian ini menunjukkan pada klien perilaku

Kesimpulan

kekerasan

memperlihatkan hasil adanya peningkatan respon

kognitif, dan sosial serta penurunan respon emosi, perilaku, dan


Keterkaitan

fisiologis secara bermakna setelah dilakukan intervensi REBT


Dengan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dirasakan

Penelitian

tepat untuk diterapkan pada klien dengan masalah perilaku


kekerasan karena melalui terapi REBT klien dilatih untuk dapat
mengevaluasi diri sendiri dengan mengidentifikasi kejadian yang
pernah dialami, pikiran-pikiran yang tidak rasional yang timbul
dengan kejadian yang berhubungan dan mempengaruhi perasaan
(emosi) klien sehingga menghasilkan perilaku maladaptif yang

Ringkasan

tidak diinginkan.
Rancangan Kelebihan :

Originalitas

Yang

1. Jurnal ini merupakan jurnal yang menarik karena hasil

Dengan

penelitian berkonstribusi dalam terapi penanganan pada

Yang Sudah Ditulis Pada

klien perilaku kekerasan


2. Metode penelitian dari jurnal ini menurut kami sudah

Membedakan

Jurnal Sebelumnya

relevan karena menunjukkan adanya peningkatan respon


kognitif, dan sosial serta penurunan respon emosi,
perilaku, dan fisiologis secara bermakna setelah dilakukan
intervensi REBT
3. Hasil penelitian ini sangat aplikatif bagi perawat jiwa
dalam menangani pasien dengan perilaku kekerasan
Kekurangan :
1. Dalam penelitian ini tidak disebutkan desain penelitian.

Hanya disebutkan konsep penelitian dari peneliti yang


7

menggunakan metode pre dan post test. Melihat metode


tersebut, maka desain penelitian yang dapat dikembangkan
dalam

penelitian

ini

adalah

desain

penelitian

Eksperiment baik True Eksperiemnt maupun Quasi


Eksperiment.
2. Dalam jurnal ini tidak dicantumkan manfaat penelitian
bagi mahasiswa institusi pendidikan.

1.2 LAPORAN
Seiring dengan perkembangan masyarakat saat ini, yang banyak mengalami perubahan
dalam segala aspek kehidupan sehari-hari, sebagai manusia tentu saja tidak terlepas dari
masalah. Setiap individu mempunyai cara tersendiri untuk mengatasi masalah tersebut.
Besar kecilnya suatu masalah dalam kehidupan memang harus dihadapi, tetapi tidak sedikit
pula individu yang tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Hal inilah yang
dapat mempengaruhi seseorang mengalami masalah psikologi atau gangguan kesehatan
jiwa. Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah skizofrenia. Menurut UU No. 36
Tahun 2009 tentang kesehatan, tercantum bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif

secara

sosial

dan

ekonomis. Untuk mencapai tingkat kesehatan

jiwa secara optimal, pemerintah Indonesia menegaskan perlunya upaya peningkatan


kesehatan jiwa, seperti yang dituangkan dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan Bab IX pasal 144 yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa
ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang
sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu
kesehatan jiwa. WHO

(2009)

memperkirakan

sebanyak 450 juta orang di seluruh

dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami
gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan
jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit
secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030,
gangguan jiwa juga berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta
kasus bunuh diri setiap tahunnya akibat gangguan jiwa. Gangguan jiwa ditemukan di
semua negara, pada perempuan dan laki- laki, pada semua tahap kehidupan, orang
miskin maupun kaya baik di pedesaan maupun perkotaan mulai dari yang ringan sampai
8

berat. Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia


mengalami gangguan jiwa, dimana panik dan cemas adalah gejala paling ringan.
Gambaran gangguan jiwa berat di Indonesia pada tahun 2007 memiliki prevalensi
sebesar 4.6 permil, artinya bahwa dari 1000 penduduk Indonesia terdapat empat sampai
lima diantaranya menderita gangguan jiwa berat (Puslitbang Depkes RI, 2008).
Penduduk Indonesia pada tahun 2007 (Pusat Data dan Informasi Depkes RI,
2009)

sebanyak 225.642.124 sehingga klien gangguan jiwa di Indonesia pada tahun

2007 diperkirakan 1.037.454 orang. Provinsi Jawa Barat didapatkan data individu yang
mengalami gangguan jiwa sebesar 0,22 % (Riskesdas,2007). Skizofrenia

adalah

gangguan, multifaktorial perkembangan saraf dipengaruhi oleh faktor genetik dan


lingkungan serta ditandai dengan gejala positif, negatif dan kognitif (Andreasen
1995; Nuechterlein et al 2004;. Muda et al. 2009 dalam Jones et al, 2011). Gejala
kognitif sering mendahului terjadinya psikosis, dan pengobatan yang segera dilakukan
diyakini sebagai prediktor yang lebih baik dari hasil terapi (Green, 2006; Mintz dan
Kopelowicz, 2007 dalam Jones et al, 2011). Gejala positif meliputi waham, halusinasi,
gaduh gelisah, perilaku aneh, sikap bermusuhan dan gangguan berpikir formal.
Gejala

negatif

meliputi

sulit memulai pembicaraan, afek tumpul atau datar,

berkurangnya motivasi, berkurangnya atensi, pasif, apatis dan penarikan diri secara
sosial dan rasa tidak nyaman (Videbeck, 2008). Konsep diri merupakan semua perasaan
dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri,

dimana

hal

ini meliputi

kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan kepada klien isolasi sosial dan harga
diri rendah adalah terapi generalis dan terapi spesialis (terapi psikososial/psikoterapi)
yang ditujukan kepada klien sebagai individu, kelompok klien, dan keluarga klien, serta
komunitas disekitar klien (Carson, 2000; Chen, et, al.,2006; Eiken, 2012). Tindakan
keperawatan spesialis diberikan kepada pasien yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan bersosialisasi adalah latihan ketrampilan sosial (Cacioppo, et, al, 2002).
Kneisl (2004) menyatakan bahwa social skills training adalah metode yang didasarkan
pada prinsip-prinsip sosial pembelajaran dan menggunakan teknik perilaku bermain
peran, praktik dan umpan balik untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan
masalah. Social skills training didasarkan pada keyakinan bahwa keterampilan dapat
dipelajari oleh karena itu dapat dipelajari bagi seseorang yang tidak memilikinya (Stuart
& Laraia, 2005). Terapi ini merupakan metode yang didasarkan prinsip-prinsip sosial
9

dan menggunakan teknik perilaku bermain peran, praktek dan umpan balik guna
meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah. Teori Peplau
sangat tepat diaplikasikan pada klien yang mengalami isolasi sosial dan harga diri
rendah karena menjelaskan proses hubungan antara perawat dan klien dimulai dari
tahap orientasi dimana perawat merupakan orang asing yang baru dikenal oleh klien,
selanjutnya masuk kedalam tahap identifikasi dan eksploitasi dimana terjadi proses
hubungan terapeutik untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
oleh klien dan diakhiri dengan tahap resolusi dimana klien diupayakan untuk tidak
tergantung kepada perawat karena telah dilakukan latihan mengatasi masalah oleh
perawat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan
memperhatikan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut Penerapan terapi latihan ketrampilan social pada klien isolasi social dan
harga diri rendah dengan pendekatan model hubungan interpersonal peplau di RS DR
Marzoeki mahdi bogor.

1.2.1 Konsep dan Model Teori dalam Jurnal


Konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya
sendiri, dimana hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan
dan penampilan diri. Teori keperawatan Hildegard Peplaus menjelaskan tentang
kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang menggunakan dasar
hubungan antar manusia yang mencakup 4 komponen sentral yaitu klien, perawat,
masalah kecemasan yang terjadi akibat sakit (sumber kesulitan), dan proses interpersonal.
Dalam penelitian ini menggabungkan tindakan keperawatan dengan pendekatan
hubungan interpersonal Peplau. Hubungan interpersonal didefinisikan sebagai proses
interaksi secara simultan dengan orang lain dan saling pengaruh-mempengaruhi satu
dengan lainnya dengan tujuan untuk membina suatu hubungan. Penelitian ini menerapkan
proses interaksi melalui Terapi Latihan Keterampilan Sosial atau sering disebut dengan
SST (Social Skill Training). Terapi Latihan Keterampilan Sosial atau sering disebut
dengan SST (Social Skill Training) merupakan salah satu teknik modifikasi perilaku yang
digunakan untuk membantu penderita yang mengalami kesulitan dalam bergaul. Teknik
ini dapat digunakan sebagai teknik tunggal maupun teknik pelengkap yang digunakan
bersama-sama dengan teknik psikoterapi lainnya. Latihan ketrampilan sosial maksudnya
adalah latihan yang bertujuan untuk mengajarkan kemampuan berinteraksi seseorang
10

dengan orang lain (Ramdhani, 2008). Dan penelitian oleh Roekani (2012) menyimpulkan
bahwa terapi Terapi Latihan Keterampilan Sosial atau Social Skill Training (SST) dapat
meningkatkan kemampuan sosialisais pada klien isolasi sosial dan harga diri rendah.
Semua klien telah mampu melakukan latihan berbicara yang baik, melakukan latihan
berbicara untuk menjalin persahabatan, melakukan latihan berbicara untuk bekerja sama
dan melakukan latihan berbicara untuk menghadapi situasi yang sulit. Latihan
keterampilan sosial dapat menurunkan tanda dan gejala pada klein yang mengalami
isolasi sosial dan harga diri rendah. Rata rata respon secara keseluruhan pada harga diri
rendah sebelum diberikan latihan keterampilan sosial sebesar 60,92% dan sesudah
diberikan terapi latihan keterampilan sosial sebesar 40,17%.

1.2.2 Metode Penelitian dalam Jurnal


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analisis eksperimen dengan pre
test dan post test yang membandingkan kemampuan sosialisais pada klien isolasi sosial
dan harga diri rendah pada terapi latihan keterampilan sosial atau social skill training
( SST ). Pendekatan teori keperawatan yang digunakan adalah Hildegard Peplaus yang
menjelaskan tentang kemampuan dalam memahami diri sendiri dan orang lain yang
menggunakan dasar hubungan antar manusia (Ramdhani, 2008). Pre test diadakan
sebelum diberikan terapi dan post test dilakukan setelah diberikan terapi. Penelitian ini
dilaksanakan pada 10 September hingga 9 November 2012 di Ruang Antareja Rumah
Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi Bogor.

1.2.3 Hasil Penelitian dalam Jurnal


1. Karakteristik klien
a. Usia
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa rentan usia pasien yang
mengalami perilaku kekerasan berada dalam rentang usia 19-56 tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa masa dewasa merupakan masa kematangan dari
aspek kognitif, emosi, dan perilaku. Sehingga kegagalan yang dialami
seseorang untuk mencapai tingkat kematangan tersebut akan sulit
memenuhi tuntutan perkembangan pada usia tersebut yang dapat
berdampak terjadinya gangguan jiwa (Yusuf, 2010). Pendapat tersebut
didukung oleh Stuart (2009) yang menyatakan bahwa usia merupakan
11

aspek sosial budaya terjadinya gangguan jiwa dengan risiko frekuensi


tertinggi mengalami gangguan jiwa yaitu pada usia dewasa.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan bagian dari aspek sosial budaya faktor
predisposisi dan presipitasi terjadinya gangguan jiwa. Pada penelitian ini
klien . Menurut Fausiah dan Widury, (2005) bahwa laki-laki lebih mungkin
memunculkan gejala negatif dibandingkan wanita dan wanita tampaknya
memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Didukung pula
oleh pendapat Sinaga (2007), yang menyatakan prevalensi Skizofrenia
berdasarkan jenis kelamin, ras dan budaya adalah sama. Dimana wanita
cenderung mengalami gejala yang lebih ringan, lebih sedikit rawat inap
dan fungsi sosial yang lebih baik di komunitas dibandingkan dengan lakilaki. Laki-laki lebih banyak mengalami harga diri rendah dan isolasi sosial
karena disebabkan tuntutan terhadap tanggung jawab atau peran yang
harus dipenuhi seorang laki-laki didalam keluarga lebih tinggi dibanding
perempuan, sehingga stresor yang dialami juga lebih banyak.
c. Pendidikan
Latar belakang pendidikan klien dalam penelitian ini sebagian besar adalah
sekolah menengah (SMP-SMA), yaitu 11 klien (61,1%). Hal ini
menunjukkan bahwa klien mempunyai latar belakang pendidikan yang
cukup memenuhi syarat dalam menerima informasi baru. Klien sebagian
besar mampu memahami penjelasan, pengarahan, melakukan latihan
seperti yang disampaikan oleh perawat dalam pelaksanaan terapi latihan
ketrampilan sosial. Dengan demikian faktor pendidikan mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Hal ini senada dengan pendapat Kopelowicz (2002) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan seseorang akan
berkorelasi positif dengan keterampilan koping yang dimiliki. Pendidikan
sebagai sumber koping berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
menerima informasi yang dapat membantu mengatasi masalah yang
dihadapi seseorang.
d. Status Pekerjaan
Dalam penelitian ini sebagian besar memiliki pekerjaan sebelum dirawat
yaitu (50,0%). Hal ini memberikan gambaran bahwa klien sebelum masuk
ke rumah sakit, mampu terlibat aktif dan produktif dalam menjalankan
12

peran

sehari-hari

dilingkungannya.

Pekerjaan

juga

mencerminkan

produktivitas dan penghasilan seseorang. Hal ini sesuai dengan fungsi


ekonomi keluarga yang memberikan tugas anggota, terutama kepala
keluarga untuk mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi
fungsi-fungsi keluarga yang lain terutama memenuhi kebutuhan keluarga
(WHO, 1978, dalam Effendy, 1998). Pekerjaan merupakan salah satu
faktor predisposisi dan presipitasi sosial budaya proses terjadinya
gangguan jiwa. Faktor status sosioekonomi yang rendah lebih banyak
mengalami gangguan jiwa dibanding pada tingkat sosioekonomi tinggi.
Pendapat tersebut juga didukung oleh Townsend (2009) yang menyatakan
bahwa salah satu faktor sosial yang menyebabkan tingginya angka
gangguan jiwa termasuk skizofrenia adalah tingkat sosial ekonomi rendah.
Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang berada dalam
sosial ekonomi rendah dan tidak memiliki pekerjaan lebih berisiko untuk
mengalami berbagai masalah terutama kurangnya rasa percaya diri dalam
menjalankan aktivitas hidup sehari-hari. Terapi latihan ketrampilan sosial
sangat tepat dilakukan terhadap individu yang mengalami masalah kurang
percaya diri sehingga klien memiliki pengetahuan bagaimana cara
membina hubungan dengan orang lain, cara melakukan kerja sama dengan
orang lain yang dapat dijadikan sebagai mekanisme koping konstruktif.
e. Status Perkawinan
Sebagian besar klien dalam penelitian ini sudah menikah yaitu sebanyak
12 klien (66,7%). Hal ini menunjukkan bahwa status perkawinan dapat
menjadi factor terjadinya gangguan jiwa sebagaimana pendapat Hawari
(2001) dan Kintono (2010) yang menyatakan bahwa berbagai masalah
perkawinan dapat menjadi sumber stress bagi seseorang dan merupakan
salah satu penyebab umum gangguan jiwa.

13

2. Faktor Predisposisi
a. Aspek Biologis
Sebagian besar dalam penelitian ini, faktor predisposisi pada klien yang
diberikan terapi latihan ketrampilan sosial adalah adanya riwayat genetik
yaitu sebanyak 66,7%. Faktor genetik memiliki peran terjadinya gangguan
jiwa pada klien yang menderita skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007).
b. Aspek Psikologis
Sebagian besar dalam penelitian ini, faktor predisposisi pada aspek
psikologis adalah adanya riwayat kegagalan/kehilangan (77,8%). Menurut
Erickson (1963 ), dalam Townsend 2009) menyatakan bahwa pengalaman
penolakan orang tua pada masa bayi akan membuat anak menjadi tidak
percaya diri dalam berhubungan dengan orang lain. Kondisi ini akan
membuat individu lebih cenderung merasa rendah diri. Pemberian terapi
latihan ketrampilan sosial dapat membantu klien mengembangkan
mekanisme koping dalam memecahkan masalah terkait masa lalu yang tidak
menyenangkan. Klien dilatih untuk mengidentifikasi kemampuan yang
masih dapat digunakan yang dapat meningkatkan harga dirinya sehingga
tidak akan mengalami hambatan dalam berhubungan sosial.
c. Aspek Sosial Budaya
Sebagian besar dalam penelitian ini, faktor predisposisi pada aspek sosial
budaya, didapatkan pendidikan menengah dan sosial ekonomi rendah yang
masing- masing sebanyak 11 klien (61,1%). Menurut Townsend (2009)
status sosioekonomi yang rendah lebih rentan mengalami gangguan jiwa
dibanding pada tingkat sosioekonomi tinggi. Kemiskinan yang dialami oleh
seseorang menjadikan terjadinya keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan
pokok seperti nutrisi, pemenuhan kesehatan, kurangnya perhatian terhadap
pemecahan masalah yang dapat menimbulkan munculnya stres. Terapi
latihan ketrampilan sosial akan melatih klien dalam meningkatkan hubungan
dengan orang lain dengan cara memberikan pengetahuan serta kemampuan
bagaimaa menjalani hubungan dengan orang lain yang akan meningkatkan
kemampuan untuk mencapai harga diri yang positif.
14

2. Faktor Presipitasi
Hasil pengkajian terhadap 18 klien yang mengalami isolasi sosial dan harga diri
rendah kronis diperoleh bahwa 6 klien (33,3%) mengalami putus obat. Ratarata klien menyampaikan bahwa mereka merasa bosan dan merasa sudah
sembuh sehingga tidak perlu lagi minum obat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa seluruh klien yang mengalami masalah isolasi sosial dan harga diri
rendah memiliki stresor berasal dari diri klien sendiri dan juga ditambah
dengan stresor dari luar diri pasien. Hal ini sesuai dengan pendapat Stuart dan
Laraia (2005) bahwa stresor dapat berasal dari internal maupun eksternal. Dan
pendapat Stuart dan Laraia, ( 2005) bahwa setiap stresor atau masalah yang
muncul membutuhkan penyelesaian sehingga semakin banyak stresor yang
dimiliki oleh individu maka individu tersebut makin dituntut untuk memiliki
penyelesaian koping yang adekuat dan makin bervariasi dalam mengatasi
stresornya.
3. Penilaian Terhadap Stresor
Berdasarkan hasil penilaian terhadap stresor pada klien yang memiliki masalah
isolasi sosial didapatkan rata- rata respon kognitif 27,50, respon afektif sebesar
15,89, respon perilaku sebesar 14,94, respon sosial sebesar 19,61, respon
fisiologis sebesar 15,17 dan secara keseluruhan respon klien harga diri rendah
sebesar 93,11. Sedangkan penilaian stresor pada masalah harga diri rendah
didapatkan gambaran rata-rata respon kognitif klien sebelum diberikan terapi
latihan ketrampilan sosial sebesar 16,06, respon afektif sebesar 13,61, respon
perilaku sebesar 17,61, respon sosial sebesar 13,44, respon fisik sebesar 7,94
dan secara komposit didapatkan respon klien harga diri rendah sebesar 60,92.
Respon klien dengan isolasi sosial dan harga diri rendah dalam menghadapi
stresor tersebut sesuai dengan pendapat Stuart dan Laraia (2005) yang
melihatnya dari aspek kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial. Kelima
aspek tersebut dijadikan pedoman dalam penilaian terhadap respon klien
dengan isolasi sosial dan harga diri rendah kronis dalam karya ilmiah ini.
Didapatkannya penilaian terhadap stresor pada kelima respon tersebut
mendorong penulis untuk memberikan terapi latihan ketrampilan sosial yang
bertujuan untuk membantu meningkatkan respon kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku, dan sosialnya. Terapi latihan ketrampilan sosial merupakan proses
pembelajaran dengan menggunakan teknik perilaku bermain peran, praktik dan
15

umpan balik untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah (Kneisl,


2004). Proses pembelajaran sosial mengacu kepada kekuatan berpikir tentang
bagaimana belajar memberikan pujian dan hukuman, termasuk beberapa pujian
dan model yang akan diberikan. Pembelajaran sosial meliputi motivasi, emosi,
pikiran, penguatan sosial, penguatan diri. Penguatan sosial bisa berbentuk
perhatian, rekomendasi, perhatian dan lainnya yang dapat membuat individu
terus berperilaku ke arah yang lebih baik.
4. Ketepatan Penerapan
Manajemen Terapi Latihan Ketrampilan Sosial pada Klien Isolasi Sosial dan
Harga Diri Rendah Kronis dengan Menggunakan Pendekatan Model Hubungan
Interpersonal Peplau. Penurunan respon tersebut menunjukkan bahwa terapi
latihan ketrampilan sosial memiliki pengaruh yang signifikan setelah dilakukan
pada klien yang mengalami masalah isolasi sosial. Pada klien isolasi sosial,
latihan ketrampilan sosial diberikan berdasarkan hasil identifikasi masalah
klien yang didapatkan adanya ketidaktahuan dan ketidakmampuan klien dalam
membina dan melakukan hubungan sosial. Adanya latihan ketrampilan sosial
terbukti dapat membantu meningkatkan kemampuan sosial klien yang dapat
dilihat pada respon kognitif, sektif, psikomotor, sosial dan fisik. Pada klien
harga diri rendah juga didapatkan penurunan respon kognitif, afektif, perilaku,
sosial dan fisik. Hal ini diakibatkan karena sebelum diberikan terapi, klien
merasa malu, minder dan tidak percaya diri untuk membina hubungan sosial
dengan lingkunganya. Setelah diberikan terapi, didapatkan pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan sosial klien. Pelaksanaan terapi latihan
ketrampilan sosial yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan model
hubungan interpersonal Peplau pada klien dengan masalah isolasi sosial dan
harga diri rendah. Model interpersonal dapat dilakukan secara efektif karena
proses tahap pertama dalam hubungan perawat dengan klien yang disebut tahap
orientasi diawali dengan membina hubungan saling percaya dimana perawat
dan klien belum saling mengenal dan perawat merupakan orang asing bagi
klien. Tahap identifikasi dilakukan oleh perawat dengan melakukan pengkajian
secara mendalam terhadap masalah yang muncul pada klien. Pada tahap ini
hubungan perawat dan klien sudah terbina dengan baik sehingga perawat dapat
menggali permasalahan yang klien alami. Setelah mendapatkan berbagai data,
16

perawat dengan klien bersama-sama menentukan tujuan untuk membantu


mengatasi masalah yang termasuk dalam tahap eksploitasi. Pada tahap
eksploitasi ini perawat melatih klien tentang kemampuan untuk meningkatkan
hubungan sosial melalui terapi latihan ketrampilan sosial. Terapi latihan
ketrampilan sosial terdiri dari 4 sesi dimana pada tiap-tiap sesi dilakukan ratarata 3 kali pertemuan, dan masing-masing pertemuan dilakukan selama 30-45
menit. Tahap eksploitasi ini dilakukan bersama klien sampai klien benar-benar
menguasai baik secara kognitif maupun psikomotor untuk tiap-tiap sesi latihan
terapi. Setelah perawat merasa yakin bahwa klien telah mampu menguasai
terapi yang dilatihkan, selanjutnya perawat melakukan identifikasi kembali
terhadap kemampuan klien dalam melaksanakan kemampuan yang telah
dilatihkan serta perawat membantu klien untuk mempersiapkan lepas dari
ketergantungan terhadap perawat dalam melakukan hubungan sosial dengan
lingkungan sekitarnya yang termasuk dalam tahap akhir yaitu tahap resolusi.

BAB II
LAPORAN APLIKASI PENERAPAN TERAPI LATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL
PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG NUSA INDAH RSJ DR RADJIMAN
WDIODININGRAT LAWANG - MALANG
2.1 Pengkajian
17

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. W
Umur
: 43 tahun
Alamat
: Malang
Pendidikan
: MI
Agama
: Islam
Status
: Janda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kel : Perempuan
No RM : 104503

II.

ALASAN MASUK
a. Data primer:
Saya selalu dikamar, saya tidak ingin orang tau kalau saya sakit, saya malu
b. Data sekunder
Pada tahun 2012 kilen pernah memukul anak dan tetangganya sehingga
dipasung selama 2 tahun kemudian dilepas dirumah berbicara sendiri, suka
menyendiri, marah-marah, dan merusak pintu kamar.
c. Data Saat Pengkajian
Kontak mata kurang, isi pembicaraan merendah, tidak berinisisataif
berinteraks dengan orang lain.

III.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG DAN FAKTOR PRESIPITASI


Pada saat dirumah, 2 bulan yang lalu klien pernah bermimpi berjumpa dengan
kakaknya yang sudah meninggal dari situ klien mulai berbicara sendiri,
menyendiri dikamar, tidak mau bersosialisasi, mendengar suara-suara yang selalu
menyuruh dia untuk tetap diam dikamar, suara itu muncul sewaktu-waktu, dan
sehari 2-3 kali sehari..

IV.

FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu

Ya

Tidak
Jika ya jelaskan:
Klien sudah 7 kali masuk rumah sakit jiwa sejak tahun 2002
2. Pengobatan sebelmnya
Berhasil
18

Kurang berhasil
Tidak berhasil
Jelaskan : selama dirumah klien measa sudah sembuh dan tidak rutin minum
obat
V.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 26 Januari 2015
1. Keadaan umum :
Cukup, GCS : 4,5,6
2. Tanda vital :
TD
: 110/80 mmHg
N
: 88 x/menit
S
: 366C
P
: 22x/menit
3. Ukur : BB = 56 kg
TB = 160 cm
4. Keluhan fisik : pasien tidak mengeluh nyeri

VI.

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Genogram:

X
X
X
Keterangan Gambar :
: Laki-laki
: Perempuan
X

: Meninggal
: Pasien

Jelaskan:
Klien merupakan anak kedua dari 4 bersaudara, klien tinggal dengan ibu dan
adik, ernah menikah 2x dan cerai. Perikan kedua klien punya anak perempuan.
Masalah keperawatan : Koping keluarga tidak efektif
19

2. Konsep Diri
a. Citra Tubuh: klien mengatakan seluruh tubuhnya semua sakit dan tidak
suka dengan penyakitnya.
b. Identitas: klien sebagai ibu dai satu anak dan anaknya dititipkan pada ibu
klien karena takut anaknya tertular.
c. Peran: sejak klien hanya didalam kamar dan jarang menyapa
d. Ideal diri: klien ingin cepat sembuh sembuh dan pulang kerumah
e. Harga diri: klien merasa malu akan sakit yang dideritanya sebagai aib
Masalah keperawatan : Harga diri rendah situasional
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
Ketika diajak komunikasi tentang orang yang berarti atau terdekat, pasien
mengataan ibu kandung yang paing dekat.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Ketika diajak komunikasi tentang peran serta pasien dalam kegiatan
kelompok atau masyarakat, klien mengatakan aktif dalam kelompok
pengajian.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: ketika diajak
komunikasi tentang hambatan pasien dalam berhubungan, kliean
mengatakan malu dengan penyakitnya.
Masalah keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien beribadah didalam kamarnya dan berharap sembuh
b. Kegiatan ibadah
Dijalankan namun tidak rutin
VII.

STATUS MENTAL
1. Penampilan
Klien sering lupa utuk menutup kancing baju dan merapikan kerahnya,
rambut tidak tersisir rapi.
Masalah keperawatan : Deficit perawatan diri (berhias)
2. Pembicaraan
Pasien berbicara lambat, dan menjawab pertanyaan setelah diulang
beberapa kali pertanyaan.
Masalah keperawatan : penurunan komunikasi verbal
3. Aktivitas motorik/psikomotor
Hipokinesia, Hipoaktifitas : klien nampak malas dan lamban dalam akifitas
20

Masalah keperawatan : Intoleransi aktfitas


4. Afek dan Emosi
a. Afek: Labil
Disaat klien aktif dalam berinteraksi dan tiba-tiba terdiam dan
mengalihkan pandangan
Masalah keperawatan : kerusakan interaksi sosial
b. Emosi: Cemas sedang
Klien takut jika ada yang tau penyakitnya.
Masalah keperawatan: ansietas sedang
5. Interaksi selama wawancara
Kontak mata kurang, klien tiba-tib mengalihkan pandangan dan diam saat
bercakap-cakap
Masalah keperawatan: Kerusakan interaksi sosial
6. Persepsi-sensorik
Pasien berhalusinasi pendengaran
Jelaskan : klien merasa penyakit jiwa yang dialami sebagai aib yang
membedakan dirinya dengan orang lain. Klien pernah mendengar suara-suara
ketika dirumah.
7. Proses pikir
a. Arus pikir
Blocking : pasien tiba tiba berhenti dan diam ketika diajak berbicara
Diagnosa keperawatan Kerusakan Komunikasi Verbal
b. Isi pikir
Pesimisme
c. Bentuk pikir
Non realistik : klien mengatan sering mendengarkan suara suara tanpa ada
wujutnya.
Masalah keperawatan: halusinasi pendengaran
8. Kesadaran
Kuantitas: Composmentis (sadar penuh)
Kualitas: GCS :456
Pasien sadar, mampu berbicara dan bergerak
Masalah keperawatan: 9. Orientasi
Klieb dapat berorientai dengan waktu, tempat dan orang
Masalah keperawatan: 10. Memori
Tidak ada gangguan dengan memori
Masalah keperawatan: 11. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Bisa berhitung penjumlahan 1-100
Masalah keperawatan: 12. Kemampuan Penilaian
21

Pasien saat diajak bicara tentang kemampuan penilaian diri pasien diam
Masalah keperawatan: 13. Daya Tilik Diri
Klien dapat menyiapkan makanan dan menghabiskan makanan sendiri.
Masalah keperawatan : -

VIII.

KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Bantuan minimal : Pasien mampu makan secara mandiri
Diagnosa keperawatan: 2. BAB/BAK
BAK klien dengan mandiri.
Diagnosa keperawatan: 3. Mandi
Klien mandi dengan mandiri
Diagnosa keperawatan: 4. Berpakaian/berhias
Klien mampu menyisir rambut namun tidak tersisir rapi.
Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri : berhias
5. Istirahat dan tidur
Istirahat klien tercukupi
Masalah keperawatan: 6. Penggunaan obat
Klien mampu minum obat dengan mandiri, obat sudah disiapkan oleh perawat
Masalah keperawatan: 7. Pemeliharaan kesehatan
Klien dalam perawatan lanjutan dan dalam monitoring perawat dan keluarga.
Masalah keperawatan: 8. Aktivitas dalam rumah
Klien hanya membantu kegiatan rumah tangga
9. Aktivitas di luar rumah
Tidak ada

IX.

MEKANISME KOPING
Klien mengikuti instruksi dalam ADL dan tidak melakukan kegiatan apapun jika
tidak diberi perintah.

X.

MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


1. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya
Klien kurang interaktif dalam bersosial, menunggu untuk ditegur dahulu.
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
22

Klien cenderung menyendiri dan berada dalam kamar.


3. Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
Klien hanya selesai pendidikan dasar.
4. Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya
Klien hanya membantu rumah tangga, klien beraktifitas jika ada perintah.
5. Masalah dengan perumahan, spesifiknya
Saat klien diajak berbicara klien tidak menjawab, sehingga masalah dengan
perumahan belum diketahui.
6. Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Saat klien diajak berbicara klien tidak menjawab, sehingga masalah dengan

XI.

XII.

ekonomi belum diketahui.


Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri rendah)
ASPEK MEDIS
Diagnosa medis :
Axis 1 = Skizofrenia (F20.1.0) Heberfenik berkelanjutan
Axis 2 = Tertutup, pendiam
Axis 3 = Obs. Leukositosis
Axis 4 = Primary support group
Axis 5 = GAF 20 11
ANALISA DATA
NO

DATA

DS:
Saya malu dengan penyakit ini, penyakit ini
adalah aib
DO:
- Px menyendiri
- Interaksi kurang
- Kontak mata kurang
- Isi pembicaraan merendah (pesimis)
2.2 . DIAGNOSA KEPERAWATAN

MASALAH/DIAGNOSA
KEPERAWATAN

Konsep Diri : Harga Diri


Rendah

1. HARGA DIRI RENDAH

23

2.3 Intervensi
1. SESI I: MELATIH KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI

TUJUAN:
a) Klien menyetujui langkah-langkah yang akan dijalani dalam Terapi Latihan
Ketrampilan Sosial (Social Skills Training).
b) Klien mampu menggunakan sikap tubuh yang baik dalam berkomunikasi.
c) Klien mampu mengucapkan salam.
d) Klien mampu memperkenalkan diri.
e) Klien mampu menjawab pertanyaan.
f) Klien mampu bertanya untuk klarifikasi.
SETTING
a) Pertemuan dilakukan di salah satu ruangan yang ada di sekolah.
b) Suasana ruangan harus nyaman dan tenang.
c) Klien duduk menghadap terapis.
ALAT
a) Format evaluasi
b) Format jadwal kegiatan harian
c) Alat tulis
METODE
a) Diskusi dan tanya jawab
b) Modelling /demonstrasi dari terapis
c) Role model/ redemonstrasi dari Klien
d) Feed back dari terapis
e) Transfer training yang dilakukan oleh Klien kepada Klien lain

24

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
a) PERSIAPAN
Membuat kontrak dengan Klien bahwa terapi akan dilaksanakan secara dalam 5
(lima) sesi, dimana sesi 1 (pertama) sampai sesi 4 (empat) dilakukan 3 (tiga) kali,
sesi 5 (lima) dilakukan satu kali dengan waktu pelaksanaan 30 sampai 45 menit.
Jika Klien berhasil melewati masing-masing sesi sesuai kriteria maka Klien dapat
melanjutkan ke sesi berikutnya, jika tidak maka Klien akan mengulangi sesi
tersebut dan mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
b) PELAKSANAAN
1.

ORIENTASI
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis.
2. Perkenalan nama dan panggilan terapis.
3. Menanyakan nama dan panggilan Klien.
b.

Evaluasi/validasi
1.

Menanyakan bagaimana kabar dan perasaan Klien saat ini.

c. Kontrak
1. Menyepakati pelaksanaan

social skills training

sebanyak 3 (tiga) kali

pertemuan.
2. Menyepakati sesi pertama yaitu melatih kemampuan Klien berkomunikasi.
3. Menjelaskan tujuan sesi pertama yaitu:
Membantu Klien mampu memahami langkah-langkah yang akan dijalani
dalam social skills training.
Menjelaskan kepada Klien kemampuan yang akan dilatih pada sesi 1 (satu)
yakni kemampuan berkomunikasi meliputi; sikap tubuh yang baik,
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjawab pertanyaan dan
bertanya untuk klarifikasi. Keterampilan ini dilakukan dengan metode
pemodelan/demonstrasi dari terapis, Klien melakukan keterampilan yang telah
dimodelkan oleh terapis, pemberian unpan balik terhadap apa yang telah
dilakukan Klien dan Klien mempraktekan kembali kemampuan yang telah
dilatih kepada Klien lain.
4. Terapis menjelaskan aturan main sebagai berikut:
25

Lama kegiatan 30 sampai 45 menit.

Klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

Klien berperan aktif dalam mengungkapkan perasaan, pikiran dan


perilakunya.

2. FASE KERJA
a.

Terapis mendiskusikan

dengan Klien

tentang

kemampuan yang telah dilakukan dalam berkomunikasi meliputi: menggunakan


bahasa tubuh yang tepat, mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjawab
pertanyaan dan bertanya untuk klarifikasi.
b.

Memberikan pujian atas keterampilan yang telah


dilakukan Klien.

c.

Melatih kemampuan Klien menggunakan bahasa tubuh


yang baik dalam berkomunikasi.

a.

Terapis memodelkan/mendemonstrasikan bahasa tubuh yang baik


dalam berkomunikasi ( kontak mata, duduk tegak, tersenyum).

b.

Klien melakukan kembali/redemonstrasikan

bahasa tubuh yang

baik dalam berkomunikasi.


c.

Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah


dilakukan Klien.

d.

Klien mempraktekan kembali sikap tubuh yang baik dalam


berkomunikasi kepada Klien lain.

h.

Melatih

kemampuan

Klien

mengucapkan

Klien

memperkenalkan

salam

(selamat pagi, siang, malam, Assalamualaikum).


i.

Melatih

kemampuan

diri

(memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, asal, hobi, dan lama sakit).
j.

Melatih kemampuan Klien

menjawab pertanyaan

terkait dengan kegiatan sehari-hari yang dilakukan Klien dirumah atau dirumah
sakit dengan menggunakan metode;
k.

Melatih kemampuan Klien untuk klarifikasi

h . Terapis memberikan pujian atas komitmen dan semangat Klien.


26

3. TERMINASI
1. Evaluasi
a. Menanyakan perasaan Klien setelah

melakukan latihan keterampilan

berkomunikasi.
b. Memberikan umpan balik positif atas kerjasama Klien yang baik.
2. Tindak lanjut
a. Menganjurkan Klien melatih kembali menggunakan sikap tubuh yang baik
dalam berkomunikasi, cara mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
menjawab pertanyaan, dan bertanya untuk klarifikasi.
b. Memberikan kesempatan kepada Klien mempraktekan kembali kemampuan
yang telah dilakukan kepada Klien lain diruangan.
3. Kontrak yang akan datang
a. Menyepakati kegiatan untuk melatih kemampuan menjalin persahabatan
meliputi memberi pujian, meminta dan memberi pertolongan.
b. Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan sesi 2 (dua).
EVALUASI DAN DOKUMENTASI
Evaluasi proses : evaluasi dilakukan saat proses social skills training berlangsung,
khususnya pada tahap fase kerja. Aspek yang dievaluasi pada sesi 1 (satu) adalah
kemampuan Klien berkomunikasi meliputi : menggunakan bahasa tubuh yang tepat,
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjawab pertanyaan, dan bertanya untuk
tujuan klarifikasi.
2. SESI II: MELATIH KEMAMPUAN MENJALIN PERSAHABATAN
TUJUAN:
Klien mampu menjalin persahabatan dengan Klien lain meliputi:
1.

Dapat memberikan pujian kepada orang lain.

2.

Dapat memberi pertolongan kepada orang lain

3.

Dapat meminta pertolongan kepada orang lain


SETTING

1.

Pertemuan dilakukan di salah satu


ruangan yang ada di ruang rawat nginap
27

2. Suasana ruangan harus nyaman dan tenang


3. Klien duduk berhadapan dengan terapis
ALAT
1.

Jadwal kegiatan Klien

2.

Format evaluasi.

3.

Alat tulis
METODE

1.

Diskusi dan tanya jawab.

2.

Modelling /demonstrasi dari terapis.

3.

Role model/ redemonstrasi dari Klien.

4.

Feed back dari terapis.

5.

Transfer training yang dilakukan oleh Klien kepada Klien lain.


LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN

A. PERSIAPAN
1. Mengingatkan kontrak dengan Klien
2. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

B. PELAKSANAAN
1.

ORIENTASI
a. Salam terapeutik
b. Salam dari terapis kepada Klien.

c. Evaluasi/validasi

Menanyakan apakah Klien telah melatih keterampilan yang telah dilakukan


sebelumnya.

Menanyakan kemampuan komunikasi yang telah dilakukan Klien meliputi


sikap tubuh, mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjawab
pertanyaan dan bertanya untuk klarifikasi.

Meminta Klien mengulang latihan yang telah dilakukan sebelumnya.

Berikan pujian jika Klien telah melakukannya.

d. Kontrak
28

1. Menyepakati terapi sesi 2 (kedua) yaitu melatih kemampuan Klien menjalin


persahabatan.
2. Menjelaskan tujuan pertemuan sesi 2 (kedua) yaitu melatih kemampuan Klien
menjalin persahabatan meliputi memberi pujian, meminta dan memberi
pertolongan.
3. Menyepakati tempat dan waktu pertemuan.
2. FASE KERJA
a.

Terapis mendiskusikan
Klien tentang kemampuan yang telah dilakukan

dengan

dalam menjalin persahabatan

meliputi: memberi pujian, meminta dan memberikan pertolongan kepada orang


lain.
b.

Memberikan

pujian

atas

keterampilan yang telah dilakukan Klien.


c.

Melatih kemampuan Klien cara


memberikan pujian dengan menggunakan metode:
1.

Terapis memodelkan/mendemonstrasikan cara memberikan pujian.

2.

Klien melakukan kembali/ redemonstrasikan

cara memberikan

pujian.
3.

Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah


dilakukan Klien.

4.

Klien mempraktekan kembali cara memberikan pujian kepada Klien


lain atau perawat diruangan.

d.

Melatih kemampuan Klien cara


minta pertolongan dengan menggunakan metode:
1. Terapis memodelkan/mendemonstrasikan cara minta pertolongan.
2.

Klien melakukan kembali/ redemonstrasikan cara minta pertolongan.

3. Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah dilakukan


Klien.
4. Klien mempraktekan kembali cara minta pertolongan kepada Klien lain atau
perawat diruangan.
e.

Melatih kemampuan Klien cara


memberi pertolongan dengan metode;
29

1. Terapis memodelkan/mendemonstrasikan cara memberi pertolongan.


2. Klien melakukan kembali/ redemonstrasikan cara memberi pertolongan.
3. Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah dilakukan
Klien.
4. Klien mempraktekan kembali cara memberi pertolongan kepada Klien lain
atau perawat diruangan.
f. Terapis memberikan pujian atas komitmen dan semangat Klien.
3. TERMINASI
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan Klien setelah mengikuti social skills training
sesi 2 (kedua).
2. Terapis menanyakan kepada Klien perilaku yang diperlukan dalam menjalin
persahabatan.
3. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan Klien mengungkapkan perasaan
dan menjawab pertanyaan perawat terkait perilaku dalam menjalin
persahabatan.
4. Minta Klien mengulang latihan yang telah diajarkan .
5. Berikan pujian jika Klien melakukannya
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan Klien mempraktekan kegiatan yang telah dilatihkan
2. Memberikan kesempatan kepada Klien mempraktekan kembali kemampuan
yang telah dilakukan kepada Klien lain diruangan.
3. Masukan kegiatan yang telah dilatih dalam kegiatan harian Klien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati topik pada sesi 3 (tiga) yaitu melatih kemampuan Klien terlibat
dalam aktifitas bersama dalam kelompok.
2. Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan sesi 3 (tiga).
EVALUASI DAN DOKUMENTASI
Evaluasi Proses: evaluasi dilakukan saat proses social skills training

berlangsung,

khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan Klien dalam

30

menjalin persahabatan meliputi memberikan pujian, memberi dan meminta


pertolongan.

3. SESI

III : MELATIH KEMAMPUAN KLIEN TERLIBAT DALAM

AKTIFITAS

BERSAMA
TUJUAN
Klien mampu bekerja sama dalam suatu permainan dengan melatih kemampuan
berfikir, berhitung, fokus , dan mengambilkan suatu keputusan dalam suatu tim.
SETTING
1.

Pertemuan dilakukan di salah satu tempat

2. Suasana ruangan harus nyaman dan tenang.


3. Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran.
ALAT
1. Batu domino.
2.

Format evaluasi.

3.

Format jadwal kegiatan harian

4.

Alat tulis

METODE
1.

Diskusi dan tanya jawab

2.

Modelling /demonstrasi dari terapis.

3.

Role model/ redemonstrasi dari Klien.

4.

Feed back dari terapis.

5.

Transfer training yang dilakukan oleh Klien kepada Klien lain


atau perawat

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
A. PERSIAPAN
1. Mengingatkan kontrak dengan Klien
2. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
B. PELAKSANAAN
31

1. ORIENTASI
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada Klien.
b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan bagaimana perasaan Klien saat ini
2. Menanyakan pada Klien latihan menjalin persahabatan yang telah dilatih
sebelumnya.
3. Meminta Klien mengulang kegiatan yang telah dilatihkan.
4. Berikan pujian jika Klien telah melakukanya.
c. Kontrak
1. Menyepakati terapi sesi 3 (tiga)
2. Menjelaskan tujuan sesi 3 (tiga) yaitu

melatih kemampuan Klien dalam

melakukan suatu aktifitas bersama dalam bentuk permainan batu domino.


3. Menyepakati tempat dan dan waktu.
2. FASE KERJA
a. Melatih kemampuan Klien dalam suatu aktifitas bersama dalam bentuk suatu
permainan dengan metode:
b. Terapis memodelkan/mendemonstrasikan cara

melakukan permainan batu

domino dengan langkah-langkah permainan sebagai berikut;


1.

Terapis

membagi Klien

untuk setiap kelompok 4 orang

atau

berpasangan (2orang - 2 orang).


2.

Terapis meminta Klien membagi habis batu domino masing-masing


mendapatkan 7 (tujuh) batu.

3.

Terapis meminta Klien yang memiliki batu kosong-kosong (tampa titik


dalam batu) menurunkan batunya terlebih dahulu.

4.

Lawan main Klien diminta menurunkan batu yang sama diturunkan


oleh lawan main.

5.

Klien diminta memikirkan bagaimana supaya lawan main tidak


memiliki batu yang sama dengannya.

6.

Pasangan berikutnya berusaha menurunkan lagi batu yang dimiliki


dengan syarat jumlah titik-titik pada mata batu salah satunya sama.

7.

Begitu seterusnya sampai tidak ada lagi lawan main mempunyai titiktitik mata batu yang sama dengan Klien.

32

8.

Klien dan pasangannya dinyatakan menang dalam permainan apabila


ketujuh batu domino yang dimiliki habis terlebih dahulu.

9.

Diakhir permainan pasangan yang batunya habis terlebih dahulu,


diminta menghitung berapa banyak titik-titik yang ada pada batu domino
lawan mainnya. Jumlah ini dihitung dan dicatat pada selembar kertas dan
dinyatakan serbagai poin bagi pasangan yang terlebih dahulu batunya
habis.

10.

Nilai yang dikumpulkan paling tinggi dari 2 (dua) pasangan dinyakan


menang.

11.

Diakhir permainan berikan pujian untuk setiap kemenangan pasangan


dengan memberi tepuk tangan.

c.

12.

Permainan diakhiri dengan saling berjabat tangan.

13.

Klien melakukan kembali/ redemonstrasikan permainan batu domino.

Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah dilakukan Klien
dan jelaskan apa makna yang dapat diambil dari permainan batu domino.

d.

Klien mempraktekan kembali permainan batu domino kepada Klien lain diruangan.

e.

Terapis memberikan pujian atas komitmen dan semangat Klien

3. TERMINASI
a.

Evaluasi
1. Terapis menanyakan pada Klien perasaannya setelah mengikuti social skills
training sesi 3 (tiga).
2. Memberikan pujian atas keberhasilan Klien bersama pasangannya dalam
permainan batu domino.

b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan Klien mempraktekan latihan berfikir, berhitung, fokus dan
mengambil suatu keputusan bersama dalam kegiatan seharihari baik dalam
bentuk permainan maupun aktifitas diruangan, misalnya menghitung kursi
sebanyak Klien yang dirawat saat jam makan dalam bentuk kerjasama,
menghitung jumlah pakaian kotor yang akan dicuci .
2. Bantu Klien memasukkan kegiatan bekerjasama dalam jadwal kegiatan harian
Klien
c. Kontrak yang akan datang

33

1. Menyepakati topik pada sesi 4 (empat) yaitu melatih kemampuan Klien


menghadapi situasi sulit meliputi: menerima kritik, menerima penolakan dan
minta maaf.
2. Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan sesi 4 (empat).
C. EVALUASI DAN DOKUMENTASI
Evaluasi proses yaitu evaluasi dilakukan saat proses social skills training
berlangsung, khususnya pada fase kerja. Aspek yang dievaluasi adalah
kemampuan Klien bekerjasama dalam suatu kelompok.

5. SESI IV: MELATIH KEMAMPUAN KLIEN MENGHADAPI SITUASI SULIT

TUJUAN
1. Klien mampu menerima kritik dari orang lain
2. Klien mampu menerima penolakan dari orang lain.
3. Klien mampu minta maaf kepada orang lain.
SETTING
1. Pertemuan dilakukan di salah satu ruangan yang ada di ruang rawat nginap.
2. Suasana ruangan harus nyaman dan tenang.
3. Klien duduk berhadapan dengan terapis.
ALAT
1. Format evaluasi proses.
2. Format jadwal kegiatan harian.
3. Alat tulis.
METODE
1.

Diskusi dan tanya jawab.

2.

Modelling /demonstrasi dari terapis.

3.

Role model/ redemonstrasi dari Klien.

4.

Feed back dari terapis.

5.

Transfer training

yang dilakukan oleh Klien kepada Klien lain atau

perawat.
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
A. PERSIAPAN
34

1. Mengingatkan kontrak dengan Klien.


2. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
B. PELAKSANAAN
1. ORIENTASI
a.

Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada Klien.

b.

Evaluasi/validasi
1. Menanyakan bagaimana perasaan Klien saat ini.
2. Menanyakan pada Klien tentang kemampuan mempraktekan perilaku dalam
melakukan aktifitas bersama dalam kelompok.
3. Memberikan pujian atas keberhasilan Klien mempraktekan perilaku yang telah
dilakukannya.

c.

Kontrak
1. Menyepakati pertemuan sesi 4 (empat)
2. Menjelaskan tujuan terapi sesi 4 (empat) yaitu melatih kemampuan Klien
menghadapi situasi sulit meliputi: menerima kritik, menerima penolakan dan
minta maaf.
3. Menyepakati tempat dan waktu pertemuan sesi 4 (empat).

2. FASE KERJA
a. Terapis mendiskusikan dengan Klien tentang kemampuan yang telah dilakukan
dalam menghadapi situasi sulit meliputi; menerima kritik, menerima penolakan
dari orang lain dan minta maaf.
b. Memberikan pujian atas keterampilan yang telah dilakukan Klien.
c. Melatih kemampuan Klien menerima kritik dengan menggunakan metode:
1. Terapis memodelkan/mendemonstrasikan cara menerima kritik.
2. Klien melakukan kembali/ redemonstrasikan cara menerima kritik.
3. Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah dilakukan
Klien.
4. Klien mempraktekan kembali cara menerima kritik.kepada Klien lain atau
perawat diruangan.
d. Melatih kemampuan Klien

menerima penolakan dari orang lain dengan

menggunakan metode:
35

1.

Terapis memodelkan/mendemonstrasikan

cara menerima penolakan dari

orang lain.
2.

Klien melakukan kembali/ redemonstrasikan

cara menerima penolakan

dari orang lain.


3.

Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah


dilakukan Klien.

4.

Klien mempraktekan kembali cara menerima penolakan dari orang lain


kepada Klien lain atau perawat diruangan.

e.

Melatih kemampuan Klien cara minta maaf dengan


menggunakan metode;
1.

Terapis memodelkan/mendemonstrasikan cara minta maaf.

2.

Klien melakukan kembali/ redemonstrasikan cara minta maaf.

3.

Terapis memberikan unpan balik terhadap kemampuan yang telah


dilakukan Klien.

4.

Klien mempraktekan kembali cara minta maaf kepada Klien lain atau
perawat diruangan.

f.

Terapis memberikan pujian

atas komitmen dan

semangat Klien.
3.TERMINASI
a.

Evaluasi
1. Menanyakan perasaan Klien setelah mengikuti social skills training sesi 4
(empat)
2. Menanyakan manfaat belajar perilaku dalam menghadapi situasi sulit bagi
Klien.
3. Memberikan pujian atas keberhasilan Klien mengungkapkan perasaannya
mendapatkan umpan balik dan menyebutkan manfaaat belajar menghadapi
situasi sulit bagi Klien.
4. Minta Klien mengulang latihan yang telah diajarkan .
5. Berikan pujian jika Klien melakukannya.

b.

Tindak lanjut
1. Memberikan kesempatan Klien mempraktekan kembali kemampuan yang telah
dilakukan kepada Klien lain diruangan.
36

2. Menganjurkan Klien untuk tetap menerapkan perilaku yang disepakati


3. Masukkan kegiatan dalam jadwal kegiatan harian Klien.
c.

Kontrak yang akan datang.


1.

Menyepakati kegiatan berikut, yaitu mengevaluasi kegiatan social skills


training.

2.

Menyepakati waktu dan tempat.

EVALUASI DAN DOKUMENTASI.


Evaluasi proses yaitu evaluasi dilakukan saat proses social skills training berlangsung,
khususnya pada tahap fase kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan Klien
menghadapi situasi sulit meliputi; menerima kritik, menerima penolakan dan minta maaf.
5. SESI V: EVALUASI SOCIAL SKILLS TRAINING
TUJUAN
Klien mampu

menyampaikan pendapatnya tentang manfaat kegiatan social skills

training yang telah dilaksanakan.


SETTING
1. Pertemuan dilakukan di salah satu ruangan yang ada di ruang rawat nginap.
2. Suasana ruangan harus nyaman dan tenang.
3. Klien duduk berhadapan dengan terapis.
ALAT
1. Format evaluasi proses.
2. Format jadwal kegiatan harian.
3. Alat tulis.
METODE
1.

Diskusi dan tanya jawab.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
A. PERSIAPAN
1. Mengingatkan kontrak dengan Klien.
2. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
B. PELAKSANAAN
1. ORIENTASI
a. Salam terapeutik
37

1. Salam dari terapis kepada Klien.


b. Evaluasi/validasi
1.

Menanyakan bagaimana perasaan Klien saat ini.

2.

Menanyakan pada Klien

tentang kemampuan

mempraktekan kemampuan menghadapi situasi sulit.


3.

Memberikan

pujian

atas

keberhasilan

Klien

mempraktekan perilaku yang telah dilakukannya.


c. Kontrak dengan Klien
1.

Menyepakati pertemuan sesi 5 ( lima).

2.

Menjelaskan tujuan sesi 5 (lima) yaitu melatih kemampuan Klien


menyampaikan manfaat dari 4 (empat) kali pertemuan dalam skills training
yang telah dilaksanakan.

3.

Menyepakati tempat dan waktu pertemuan sesi 5 (lima).

2. FASE KERJA
a. Terapis minta Klien menyampaikan manfaat apa yang didapatkan Klien dalam
latihan kemampuan komunikasi yakni; sikap tubuh yang baik, cara mengucapkan
salam, memperkenalkan diri, menjawab pertanyaan dan bertanya untuk klarifikasi.
b. Memberikan pujian atas keberhasilan Klien menyampaikan pendapatnya terkait
manfaat yang didapatkan Klien dalam latihan kemampuan komunikasi yang telah
dilaksanakan.
c. Terapis minta Klien menyampaikan manfaat apa yang didapatkan Klien dalam
latihan menjalin persahabatan yakni; cara memberikan pujian, meminta dan
memberikan pertolongan kepada orang lain.
d. Memberikan pujian atas keberhasilan Klien menyampaikan pendapatnya terkait
manfaat yang didapatkan Klien dalam latihan kemampuan menjalin persahabatan
yakni; memberikan pujian, menerima dan memberikan pertolongan kepada orang
lain yang telah dilaksanakan.
e. Terapis minta Klien menyampaikan manfaat apa yang didapatkan Klien dalam
kemampuan aktifitas bersama dalam bentuk permainan.
f. Memberikan pujian atas keberhasilan Klien menyampaikan pendapatnya terkait
manfaat yang didapatkan Klien dalam aktifitas bersama saat melakukan suatu
permainan yang telah dilaksanakan.

38

g. Terapis minta Klien menyampaikan manfaat apa yang didapatkan Klien dalam
berlatih kemampuan menghadapi situasi sulit.
h. Memberikan pujian atas keberhasilan Klien menyampaikan pendapatnya terkait
manfaat yang didapatkan Klien dalam berlatih kemampuan menghadapi situasi
sulit.
b. TERMINASI
a. Evaluasi
1.

Menanyakan perasaan Klien setelah mengikuti social skills training


dari sesi 1 (satu) sampai sesi 5 (lima).

2.

Menanyakan kembali manfaat bagi Klien setelah mengikuti seluruh


tahapan sesi social skills training.

3.

Memberikan pujian atas keberhasilan Klien.

b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan Klien melatih kembali untuk semua kemampuan yang telah
dimiliki, baik dirumah sakit maupun dirumah.
2. Kerjasama dengan perawat ruangan untuk memonitor perilaku Klien dalam
berkomunikasi, menjalin persahabatan, melakukan aktifitas bersama dan
menghadapi situasi sulit.
3. Masukan dalam jadual kegiatan harian Klien.
c. Kontrak yang akan datang
Menyepakati rencana evaluasi kemampuan secara periodik.

39

EVALUASI DAN DOKUMENTASI


Evaluasi proses yaitu evaluasi dilakukan saat proses social skills training berlangsung,
khususnya pada tahap fase kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan Klien
menyampaikan manfaat social skills training yang telah berlangsung 5 (lima).
2.2 Implementasi dan Evaluasi
Sesi 1 : Melatih kemampuan berkomunikasi
No
1

Aspek yang dinilai


Kemampuan komunikasi:
Menggunakan

Nilai
Tanggal : 26 01 - 2015

bahasa

tubuh

yang tepat.

a. Mengucapkan salam.

b. Memperkenalkan diri.

c. Menjawab pertanyaan.

d. Bertanya untuk klarifikasi.


Mengungkapkan
perasaan
setelah

mendapatkan

umpan

balik terkait kemampuan Pasien


berkomunikasi meliputi:
1. Menggunakan bahasa tubuh
2.
3.
4.
5.
3

yang tepat
Mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri.
Menjawab pertanyaan.
Bertanya untuk klarifikasi.

1
1
1
1
1

Menyebutkan manfaat berlatih


kemampuan

berkomunikasi

meliputi:

1. menggunakan bahasa tubuh

yang tepat,
mengucapkan salam
memperkenalkan diri
menjawab pertanyaan
bertanya untuk klarifikasi

2.
3.
4.
5.

1
1

40

Sesi 2 Melatih kemampuan menjalin persahabatan

No
1

Aspek yang dinilai


Kemampuan

Nilai
Tanggal : 26 01 - 2015

pasien menjalin

persahabatan meliputi;

a. Memberikan pujian

b. Meminta pertolongan

c. Memberikan pertolongan
Mengungkapkan perasaannya

setelah mendapatkan umpan


balik

dalam

melakukan

kemampuan

menjalin

persahabatan meliputi:

a. memberikan pujian

b. meminta pertolongan.

c. memberikan pertolongan.
Menjelaskan manfaat berlatih

kemampuan

dalam

menjalin

persahabatan meliputi;
a. Memberikan pujian

b. Meminta pertolongan

c. Memberikan pertolongan.

Sesi 3 Melatih kemampuan Pasien bekerjasama dalam kelompok


No

Aspek yang dinilai

Nilai
Tanggal: 26-1-2015

Kemampuan untuk fokus terhadap suatu

2
3

permainan.
Kemampuan berhitung.
Kemampuan
pasien

1
1

menentukan

41

pemenang.
Kemampuan pasien memberi kepada

orang lain.
Sesi 4 Melatih kemampuan Pasien menghadapi situasi sulit
O

Aspek yang dinilai

Nilai

No
Tanggal: 26 - 01 - 2015
1

Kemampuan pasien menghadapi


situasi sulit:
1. menerima kritik
2. menerima penolakan
3. minta maaf.

1
1
1

Mengungkapkan
setelah
balik

mendapatkan
terkait

menghadapi

perasaan

perilaku
situasi

umpan
dalam
sulit

meliputi;

1. menerima kritik
2. menerima penolakan
3. minta maaf.
Menyebutkan manfaat berlatih

0
1

kemampuan menghadapi situasi


sulit meliputi;
1. menerima kritik
2. menerima penolakan
3. minta maaf.

1
0
1

Penilaian:
1. 1 jika : perilaku tersebut dilakukan
2. 0 jika : perilaku tersebut tidak dilakukan
3. Nilai 3 : pasien dapat melanjutkan ke sesi berikutnya
4. Nilai 2 : pasien harus mengulangi sesi 4
Sesi 5 Evaluasi social skills training
42

Nilai
No

Aspek yang dinilai


Tanggal: 26-01-2015

a. Kemampuan pasien

menyebutkan manfaat
berlatih kemampuan
berkomunikasi meliputi:
b. Menggunakan

bahasa

tubuh yang tepat


c. Mengucapkan salam.

d.

Memperkenalkan diri.

e. Menjawab pertanyaan.

f. Bertanya

untuk

klarifikasi.
2

Menyebutkan manfaat berlatih


kemampuan menjalin
persahabatan meliputi:

a. Memberikan pujian

b. Meminta pertolongan

c. Memberikan pertolongan.
Menyebutkan manfaat berlatih

0
1

kemampuan untuk terlibat dalam


aktifitas bersama dalam
kelompok
Menyebutkan manfaat berlatih
kemampuan menghadapi situasi
sulit meliputi;
a. menerima kritik.

b. menerima penolakan.

c. minta maaf.

Keterangan :
1. 1 jika : perilaku tersebut dilakukan.
43

2. 0 jika : perilaku tersebut tidak dilakukan.


3. Nilai 3 : pasien mampu.
4. Nilai 2 : pasien belum mampu.

44

BAB III
PEMBAHASAN

Sosial skill training atau latihan keterampilan sosial dapat melatih kemampuan pasien dalam
berkomunikasi meliputi penggunaan sikap tubuh yang baik saat berkomunikasi,
mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjawab pertanyaan dan bertanya untuk
klarifikasi. Selain itu dapat melatih kemampuan pasien dalam menjalin persahabatan seperti
memberikan pujian, meminta dan memberikan pertolongan. Disini peran terapis sangat
penting sebelum dilakukan sosial skill training atau latihan keterampilan sosial terapi
melakukan pengkajian kepada pasien terhadap rasa percaya diri pasien yang meliputi
kemampuan dalam berkomunikasi, menjalin persahabatan dan menghadapi situasi sulit.
Setelah itu terapis mengumpulkan pasien dengan rasa percaya diri yang rendah dan
menerapkan pelaksanaan sosial skill training dimana dijelaskan terlebih lanjut langkah
langkah yang akan dilakukan dalam terapi ini. Untuk lebih efisiennya terapis terlebih dahulu
memodelkan atau mendemonstrasikan ketrampilan berkomunikasi yang baik. Kriteria peserta
untuk mengikuti terapi sosial skill training atau latihan keterampilan sosial yaitu pasien yang
bersedia mengikuti 5 sesi program sosial skill training atau latihan keterampilan sosial. Terapi
dilaksanakan dalam 5 sesi yaitu sesi pertama melatih kemampuan pasien berkomunikasi
yakni menggunakan bahasa tubuh yang baik, mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
menjawab pertanyaan dan bertanya untuk klarifikasi. Sedangkan sesi 2 melatih kemampuan
pasien dalam menjalin persahabatan meliputi kemampuan memberikan pujian, meminta dan
memberikan pertolongan kepada orang lain. Pada sesi 3 melatih kemampuan pasien untuk
terlibat dalam aktifitas bersama dengan pasien lain diruangan. Sesi 4 melatih kemampuan
pasien menghadapi situasi sulit meliputi menerima kritik, menerima penolakan dan minta
maaf. Pada tahap terakhir yaitu pada sesi 5 tahap evaluasi kemampuan pasien dalam
mengungkapkan pendapatnya tentang manfaat kegiatan sosial skill training atau latihan
keterampilan sosial yang telah dilakukan.
Pada tanggal 26 januari 2015 pukul 16.00 telah dilakukan terapi sosial skill training atau
latihan keterampilan sosial di ruang nusa indah dengan pasien HDR Ny. W pada sesi pertama
didapatkan pasien mampu berkomunikasi dengan nilai 5, pada sesi kedua didapatkan pasien
mampu menjalin persahabatan dengan nilai 6, pada sesi tiga didapatkan pasien mampu
terlibat dalam aktifitas bersama dengan nilai 4, pada sesi empat didapatkan pasien mampu
45

menghadapi situasi sulit dengan nilai 7, pada sesi lima didapatkan pasien mampu
mengungkapkan pendapatnya tentang manfaat kegiatan sosial skill training atau latihan
keterampilan sosial dengan nilai 8.
Pasien pada sesi satu menunjukkan kemampuan berkomunikasi yang baik, menggunakan
bahasa tubuh yang baik, mengucapkan salam, memperkenalkan diri, menjawab pertanyaan
dan bertanya untuk klarifikasi. Pada sesi dua pasien mampu menjalin persahabatan meliputi
kemampuan memberikan pujian, meminta dan memberikan pertolongan kepada orang lain.
Pada sesi tiga pasien menunjukkan kemampuan untuk terlibat dalam aktifitas bersama dengan
remaja lain diruangan. Pada sesi empat pasien menunjukkan kemampuan untuk menghadapi
situasi sulit

meliputi: menerima kritik , menerima penolakan dan

minta maaf. Pada sesi

lima pasien menunjukkan kemampuan mengevaluasi, melatih kemampun mengungkapkan


pendapatnya tentang manfaat kegiatan social skills training yang telah dilakukan.
Melihat skor atau nilai yang didapat pasien setelah dilakukan sosial skill training ada
peningkatan kepercayaan diri pada pasien dengan ditunjukkan peningkatan kemampuan
berkomunikasi.

BAB IV
46

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Terapi sosial skill training atau latihan keterampilan sosial, efektif diterapkan pada
pasien dengan harga diri rendah dengan ditunjukkan hasil dari rata rata nilai yang
didapatkan ( > 3 ) pasien mampu melalui tahap tahap sosial skill training atau latihan
keterampilan sosial ( 5 sesi ). Melihat hal tersebut terapi ini bisa di aplikasikan dalam
salah satu intervensi keperawatan untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi pasien dan harga diri rendah.
5.2 SARAN
a. Bagi Rumah Sakit
Terapi sosial skill training atau latihan keterampilan sosial bisa dimasukkan dalam
SOP intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa Harga Diri Rendah.
b. Bagi Ruangan
Terapi sosial skill training atau latihan keterampilan sosial bisa diterapkan pada
pasien Harga Diri Rendah dengan atau tanpa modifikasi ataupun kolaborasi dengan
terapi lain.
c. Bagi Mahasiswa
Terapi sosial skill training atau latihan keterampilan sosial bisa dijadikan bahan
penelitian lebih lanjut untuk menegtahui tingak kepercayaan diri dan komunikasi
pada pasien Harga Diri Rendah.
d. Bagi Perawat
Terapi sosial skill training atau latihan keterampilan sosial bisa jadi rujukan untuk
menambah wawasan dalam menerapkan intervensi pada pasien dengan diagnosa
Harga Diri Rendah dengan harapan tercapainya asuhan keperawatan jiwa yang
profesional.

DAFTAR PUSTAKA

Nyumirah Sri, November 2013. Jurnal Keperawatan Jiwa, Volume 1, No. 2. Penerapan
Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah
Dengan Pendekatan Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bog.
Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia.
47

Fauzi, fuad S. Kep. 2014. Skripsi Efektifitas sosial skill training terhadap pembentukan rasa
percaya diri pada remaja di SMA
Wakhid Abdul, Achir Yani S. Hamid, Novy Helena CD. 2013. Penerapan Terapi Latihan
Ketrampilan Sosial Pada Klien Isolasi Sosial Dan Harga Diri Rendah Dengan Pendekatan
Model Hubungan Interpersonal Peplau Di Rs Dr Marzoeki Mahdi Bogor. AKPER Ngudi
Waluyo, Ungaran, 50515, Indonesia. Departemen Keperawatan Jiwa: Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia.
Sadock, B.J., & Sadock, V.A. (2007). Kaplan and Sadocks Synopsis of

Psychiatry

Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins


Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th ed.
Missouri: Mosby, Inc.
Kopelowitz, dkk (2002), Psycosocial treatment for schizofrenia, NewYork, Oxford University
Riskesdas, (2007), Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelitian Kesehatan Nasional, Jakarta.

48

Anda mungkin juga menyukai