Anda di halaman 1dari 103

ANALISIS PENGELOLAAN MODAL KERJA, PROFIT MARGIN,

OPERATING ASSETS TURNOVER, DAN UKURAN PERUSAHAAN


SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT RENTABILITAS
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh
Mutia Desanti
NIM: 104081002472

Di bawah Bimbingan
Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM

Herni Ali H.T, SE, MM

NIP. 150 317 955

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008/1429H

ANALISIS PENGELOLAAN MODAL KERJA, PROFIT MARGIN,


OPERATING ASSETS TURNOVER, DAN UKURAN PERUSAHAAN
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT RENTABILITAS
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Mutia Desanti
NIM: 104081002472

Di bawah Bimbingan
Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM

Herni Ali H.T, SE, MM

NIP. 150 317 955


Penguji Ahli

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS


NIP. 131 474 891
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008/1429H

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama

: Mutia Desanti

2. Tempat & Tgl Lahir : Jakarta, 24 Desember 1985


3. Alamat

: Perumahan Taman Kedaung Jl. Melati Raya


B7 No.1A, Pamulang Tangerang 15415

4. Telepon

: 08568724809 / 92009655

II. PENDIDIKAN FORMAL


1. SDN IV Ciputat

: 1992 s/d 1998

2. SMPN 2 Ciputat

: 1998 s/d 2001

3. SMAN 1 Ciputat

: 2001 s/d 2004

4. Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta

: 2004 s/d 2008

III. PENDIDIKAN NON FORMAL


1. Computer Course Microsoft Office, SMAN 1 Ciputat (2002)
2. English Course, IEC Ciputat (2003)
3. Pelatihan

Simulasi

Operasional

Perbankkan,

dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidyatullah (2007)

Fakultas

Ekonomi

ABSTRACT

The objective of this research is to discover influence between working


capital turnover, profit margin, operating assets turnover, and firm size to the
level rentability of manufacturing companies. This study used secondary data
from Financial Statement of 28 manufacturing companies which are listed on
Indonesia Stock Exchange (IDX) for period year 2003 to 2007. These companies
sample achieved by purposive sampling technique. The data are processed
through an SPSS (Statistic Product and Service Solution) computerized program
to obtain the result of the analysis and tested through: regression analysis, t-test,
and F-test to find out the significant level.
The result of this research show that working capital turnover has significant
negative effects to the rentability rates in level of significancy at 5 %, while others
independent variables (profit margin, operating assets turnover, and firm size)
has significant positive effects to the rentability rates in level of significancy at
1%. This study also shown that profit margin has dominant effects to the
rentability rates of manufactures.
The conclusion of the research is based on the result of the coefficient
determination (Adj R2) calculation shows 82,9 %, it means 82,9 % of companys
rentability is affected by the working capital turnover, profit margin, operating
assets turnover, and firm size, and the remaining 17,1 % is affected by other
factors not covered in this research.
Key Word: Working Capital, Profit Margin, Operating Assets Turnover, Firm
Size, Rentability.

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara


perputaran modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran
perusahaan terhadap tingkat rentabilitas pada perusahaan manufaktur. Penelitian
ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan dari 28 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun
2003 hingga 2007. Sampel perusahaan diperoleh dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Data diproses dengan menggunakan program komputer SPSS
(Statistic Product and Service Solution) untuk memperoleh hasil berdasarkan
pengujian dan analisis melalui: analisis regresi, uji-t, uji-F untuk memperoleh
tingkat signifikan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perputaran modal kerja
memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat rentabilitas pada level signifikan 5 %,
sementara varibel independen lainnya (profit margin, operating assets turnover,
dan ukuran perusahaan) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat rentabilitas
pada level signifikan 1 %. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa profit margin
memiliki pengaruh paling dominan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan
manufaktur.
Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan perhitungan koefisien determinasi
(Adj R2) menunjukan nilai sebesar 82,9 %, hal ini berarti 82,9 % tingkat
rentabilitas perusahaan dipengaruhi oleh perputaran modal kerja, profit margin,
operating assets turnover, dan ukuran perusahaan, serta sisanya sebesar 17,1 %
dipengaruhi oleh faktor lain di luar model dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Modal Kerja, Profit Margin, Operating Assets Turnover, Ukuran
Perusahaan, Rentabilitas.

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas


rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan judul Analisis Pengelolaan Modal Kerja, Profit Margin, Operating
Assets Turnover, dan Ukuran Perusahaan Serta Pengaruhnya Terhadap
Tingkat Rentabilitas Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Sarjana Strata-1 (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi
ini jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan
penulisan skripsi ini.
Selama menyusun skripsi ini maupun dalam mengikuti kegiatan akademik di
lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, banyak pihak yang turut
memberikan bantuan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, motivasi, doa, serta semangat yang sangat
berarti dalam penyusunan skripsi ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Mohammad Faisal Badroen, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Pembantu Dekan Bid. Akademik
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, sekaligus selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

memberikan saran, petunjuk, ilmu pengetahuan, serta telah meluangkan


waktunya yang sangat berguna bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Herni Ali H.T., SE, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta dengan penuh kesabaran telah
memberikan saran dan dorongan kepada penulis hingga terselesaikannya
skripsi ini.
5. Terima kasih kepada seluruh dosen-dosen di Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmuilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini, semua itu
sangat berarti untuk masa depan yang lebih baik lagi.
6. Terimakasih kepada Papa dan Mama tercinta atas semua yang telah kalian
berikan kepada saya terutama atas curahan rasa cinta yang tiada batas yang
memberikan saya keyakinan untuk terus melangkah. Mungkin hanya kado
kecil ini yang dapat saya berikan untuk kalian. Untuk abang dan adikku
tersayang Zaky Riadi dan Moh.Ardi Iradat yang telah memberikan masukan
dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga besarku Abah, Embu, Uwa edi, Mang ijun, Bi umin, Bi eni, Uwa
uum, Uwa toto, Mamak to, Ni zulfa terimakasih atas masukan, dukungan, dan
doanya yang telah diberikan sehingga menjadi energi besar untuk saya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Saudara sepupuku Teh selis, Dwi, Teh uum, Teh
neni, Teh ety, Aa toto, Fran, Dani, Mira, Suci terimakasih atas support dan
doanya.
8. Terimakasih untuk Razka Hadhista Putra (Keka), atas kasih sayang, perhatian,
semangat, dan terlebih doanya yang telah kamu berikan untuk aku dalam
proses penulisan skripsi ini dan terimakasih telah memberikan warna-warna
terindah dalam hidupku ini.
9. Teman-teman terdekat dan sepermainanku Pipiiiit, Edoy, Rendy, Dwi, Maxus,
Nita, Dimas, Dewiii, Riri, Mala, Novies, Puput, Meta, Frieda, Vany, Wulan,
Saski, Tika yang telah membantu memberikan informasi, smangat, dan
pertemanan yang telah terjalin begitu indah dalam suka dan duka, kalian
teman-teman terbaik saya.

10. Teman-teman seperjuanganku Nanaaaa, Dina, Tuti, Kania, Titin, Lia, Iin,
Fera, Icha, Finda, Sulis, Lia, Titi, Santi, Ita yang telah mengisi hari-hari
penulis dan penelitian ini tidak ada apa-apanya tanpa kalian yang dengan sabar
mengingatkan saya tentang teori-teori dan statistik.
11. Teman-temanku keluarga besar manajemen B dan keuangan A angkatan 2004
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syahid Jakarta, terimakasih telah
membuat masa kuliah aku menjadi lebih berwarna dan tidak akan mungkin ku
lupakan.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
untuk membalas kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis selama
ini dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Jakarta, Desember 2008

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ABSTRACT

ii

ABSTRAK

iii

KATA PENGANTAR

iv

DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

Bab I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

B. Perumusan Masalah

12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

12

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

15

A. Modal Kerja

15

B. Profit Margin

30

C. Operating Assets Turnover

31

D. Ukuran Perusahaan

32

E. Rentabilitas

34

F. Penelitian Terdahulu

38

G. Kerangka Pemikiran

41

H. Rumusan Hipotesis

43

Bab III : METODOLOGI PENELITIAN

44

A. Ruang Lingkup Penelitian

44

B. Metode Penentuan Sampel

45

C. Metode Pengumpulan Data

46

D. Metode Analisis

47

E. Definisi Operasional Variabel

52

Bab IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

55

A. Gambaran Umum Objek Penelitian


1. Sejarah singkat Bursa Efek Indonesia

55
55

2. Lembaga-lembaga yang terkait di Bursa Efek Indonesia 60


3. Industri Perusahaan Manufaktur

63

B. Analisis Deskriptif

64

C. Hasil dan Pembahasan

67

1. Pengujian Asumsi Klasik

67

a. Uji Normalitas

67

b. Uji Autokorelasi

68

c. Uji Multikolinieritas

69

d. Uji Heterokedastisitas

70

2. Pengujian Regresi Linier Berganda

71

3. Pengujian Hipotesis

74

a. Uji Simultan (Uji-F)

74

b. Uji Parsial (Uji-t)

76

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

82

BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

84

A. Kesimpulan

84

B. Implikasi

85

DAFTAR PUSTAKA

87

LAMPIRAN

90

DAFTAR TABEL
Tabel

Hal.

1.1

: Pertumbuhan Industri Manufaktur dan pertumbuhan PDB

4.1

: Hasil Analisis Deskriptif

65

4.2

: Hasil Uji Frequency Ukuran Perusahaan

66

4.3

: Uji Autokorelasi Durbin-Watson

69

4.4

: Pengujian Multikolinearitas

69

4.5

: Hasil Uji Regresi Linear Berganda

71

4.6

: Hasil Uji Regresi Simultan ( F-test )

75

4.7

: Hasil Uji Regresi Parsial ( t-test )

76

4.8

: Pengujian Koefisien Determinasi

83

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Hal.

1.1

: NPL Kredit Modal Kerja Dan Investasi

1.2

: Pertumbuhan Laba, Modal Kerja, Sales, Dan Total Assets Perusahaan


Manufaktur

2.1

: Kerangka Pemikiran

42

4.1

: Hasil Uji Normalitas Data

68

4.2

: Uji Heterokedastisitas

70

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

Hal.

: Sampel Perusahaan Manufaktur

90

: Analisis Deskriptif

91

: Uji Asumsi Klasik

92

: Analisis Regresi Berganda

94

: Rasio Keuangan Tahun 2003

97

: Rasio Keuangan Tahun 2004

98

: Rasio Keuangan Tahun 2005

99

: Rasio Keuangan Tahun 2006

100

: Rasio Keuangan Tahun 2007

101

10

: Kategori Ukuran Perusahaan (Variabel Dummy)

102

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Era globalisasi yang melanda dunia saat ini memberi dampak yang
signifikan bagi kehidupan manusia. Perekonomian dunia akan terintegrasi
secara global dengan semakin kuatnya tuntutan terhadap penerapan prinsip
perdagangan bebas. Di mana batas-batas negara dalam perdagangan dan
perekonomian menjadi semakin kurang jelas, sehingga persaingan dunia usaha
semakin ketat.
Tantangan yang terjadi dewasa ini adalah para pelaku ekonomi harus
segera menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Perusahaan harus segera melakukan restrukturisasi dan meningkatkan
profesionalisme untuk dapat bersaing di pasar global. Dalam mewujudkan
seluruh tuntutan tersebut diperlukan suatu prinsip pengelolaan yang efektif,
efisien, dan produktif terhadap semua bagian yang ada di dalam perusahaan
serta ditunjang suatu tindakan pengendalian yang efektif untuk mencegah
timbulnya penyimpangan yang bersifat negatif yang dapat mengakibatkan
terganggunya kesinambungan hidup perusahaan. Manajemen harus dapat
mengambil keputusan yang tepat dalam menetapkan kebijakan yang mantap
dan strategis. Semua tindakan tersebut dilakukan agar perusahaan dapat
meningkatkan kinerjanya sehingga dapat bersaing dan mempertahankan
kesinambungan hidup perusahaan.

Efisiensi modal kerja sangat diperlukan agar perusahaan selalu dapat


menjalankan aktivitas dan efisiensinya dari penggunaan modal kerja yang
memegang peranan penting yaitu sebagai pengukur terhadap keberhasilan
perusahaan. Efisiensi penggunaan modal kerja tidak dapat dilihat dari jumlah
modal yang besar, tetapi dilihat dari penggunaan dan pengalokasian modal
kerja tersebut (Indri Yuliafitri, 2005). Jumlah modal kerja yang terlalu besar
akan berakibat ada sebagian dana yang tidak produktif. Hal ini akan
merugikan perusahaan, karena kesempatan untuk memperoleh laba akan
sia-sia. Terlebih lagi apabila sampai terjadi kekurangan modal kerja, maka
suatu perusahaan tidak akan dapat membiayai pengeluaran sehari-harinya (Tri
Siswantini, 2006).
Besarnya tingkat modal kerja yang dikelola oleh perusahan di Indonesia
secara umum tergambar melalui tingkat Non Performing Loan (NPL) kredit
modal kerja dan investasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Gambar 1.1

Sumber: Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/

Berdasarkan gambar 1.1 diperoleh data pergerakan tingkat NPL kredit


modal kerja dan investasi dalam kurun waktu 2003-2007 mengalami

pergerakan yang fluktuatif setiap tahunnya. Pada semester I tahun 2003


sampai dengan kuartal II tahun 2004 tingkat NPL kredit modal kerja dan
invetasi mengalami penurunan di bawah 10%. Kemudian pergerakan tingkat
NPL kredit modal kerja dan investasi kembali mengalami peningkatan mulai
2005-2006 dan kembali menurun di awal semester I tahun 2007. Hal ini
menggambarkan bahwa pergerakan fluktuatif tingkat kredit modal kerja
disebabkan keadaan iklim investasi di Indonesia yang belum stabil, sehingga
perusahaan sangat berhati-hati dalam pengelolaan modal kerjanya.
Perusahaan yang tergolong ke dalam sektor manufaktur merupakan
perusahaan-perusahaan

yang

dalam

kegiatan

operasionalnya

banyak

membutuhkan dana investasi yang cukup besar sehingga dengan sendirinya


modal kerja yang digunakan juga sangat besar. Berpijak pada kondisi
perusahaan yang banyak memerlukan modal kerja yang cukup besar, maka
diperlukan suatu evaluasi terhadap keefektivitasan pengelolaan modal kerja
tersebut. Industri manufaktur merupakan sektor terbesar di dalam Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Seperempat dari keseluruhan produksi
barang dan jasa berasal dari sektor ini (Kompas, Maret 2003). Hal ini
menegaskan bahwa betapa pentingnya sektor industri manufaktur dalam
pembentukan PDB. Namun, pertumbuhan sektor yang demikian penting ini
tengah mengalami trend yang terus menurun. Gambar berikut ini menyajikan
data pertumbuhan industri manufaktur dan pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) selama kurun waktu 2003 2007.

Tabel 1.1
Pertumbuhan Industri Manufaktur dan Pertumbuhan PDB (dalam %)
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007

Pertumbuhan Manufaktur
5,3
6,4
4,6
4,7
7,2

Pertumbuhan PDB
4,7
5,1
5,6
5,2
6,3

Sumber: Bank Indonesia

Observasi yang lebih rinci pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa


pertumbuhan industri manufaktur memang terus menurun selama kurun waktu
2003-2006. Sebelum krisis, pertumbuhan sektor industri mencapai rata-rata
9% per tahun, setelah krisis hanya 5%. Namun, yang lebih mengkhawatirkan,
sampai dengan triwulan III 2003, pertumbuhan ini terus menurun. Industri
pengolahan hanya tumbuh 2,3% sedangkan selama 2002 tumbuh 4,1%
(Kompas, Juni 2004). Sejak 2005 hingga sekarang, pertumbuhan industri
manufaktur merosot menjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan PDB. Dengan Perkembangan industri manufaktur yang terpuruk
maka mengakibatkan kualitas pertumbuhan PDB pun menjadi buruk. Hal ini
karena persentase pertumbuhannya sangat lambat, bahkan lebih lambat dari
inflasi (Kwik Kian Gie, Desember 2007).
Secara historis, kinerja perusahaan seringkali diukur dari tinggi rendahnya
laba yang dihasilkan. Laba juga menunjukkan efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Untuk mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba dilihat dari tingkat rentabilitasnya.
Dari data yang diperoleh melalui Capital Market Electronic Document
Services (CMEDS) dalam kurun waktu 2003-2007 laba bersih 28 perusahaan

pada sektor manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia berkisar


diantara Rp. 170.164.506.071 Rp. 269.148.365.934. Besarnya nilai modal
kerja yang dimiliki perusahaan selama periode penelitian pun mengalami
peningkatan yang rendah setiap tahunnya. Sedangkan tingkat Penjualan dan
total assets perusahaan mengalami peningkatan yang signifikan setiap
tahunnya. Gambar berikut ini menyajikan data pertumbuhan laba, modal kerja,
sales, dan total assets pada industri manufaktur selama kurun waktu 2003
2007.
Gambar 1.2
Pertumbuhan Laba, Modal Kerja, Sales, dan Total Assets
Perusahaan Manufaktur
3,500
3,000
2,500
milliar

Total Assets
2,000

Sales
EBIT

1,500

Working Capital
1,000
500
0
2003

2004

2005

2006

2007

tahun

Sumber: Data diolah, financial report CMEDS

Pada perusahaan industri seringkali dijumpai masalah-masalah yang


timbul dalam pengelolaan modal kerja menjadi penyebab terjadinya
mismanagement. Dari fenomena yang ada pada beberapa perusahaan terdapat
kondisi modal kerja yang kurang efisien, terutama apabila perusahaan sudah
mendapatkan posisi yang baik dalam pasar, terlepas dari faktor pendukung
lainnya.

Tujuan setiap perusahaan adalah memperoleh tingkat keuntungan yang


maksimal, salah satu caranya adalah dengan melakukan efisiensi pengelolaan
modal kerja. Agar tujuan perusahaan bisa tercapai maka diperlukan suatu
kemampuan perusahaan di dalam mengelola modal kerja secara efisien guna
memperoleh

tingkat

rentabilitas

yang

tinggi.

Tingkat

rentabilitas

mencerminkan kemampuan modal kerja menghasilkan keuntungan, berarti


dengan tingkat rentabilitas yang tinggi mencerminkan adanya penggunaan
modal kerja secara lebih efisien.
Sebagian besar sumber daya yang dimiliki perusahaan berada di dalam
modal kerja. Sehingga masalah modal kerja merupakan hal yang penting dan
memerlukan perhatian besar dengan tindakan cermat dalam pengelolaannya.
Modal kerja penting bagi setiap perusahaan, hal ini dikarenakan beberapa
alasan yaitu: Pertama, tanpa modal kerja perusahaan tidak dapat melakukan
kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Kedua, sebagian besar waktu dari
manajer dicurahkan untuk mengelola modal kerja perusahaan (JF Weston &
Brigham, 2000). Ketiga, pada beberapa perusahaan manufaktur, investasi
modal kerjanya dapat mencapai lebih 50% dari total aktiva perusahaan. Oleh
karena itu modal kerja perusahaan perlu dikelola dengan baik (Federal Trade
Commision) dalam Sudana dan Widyaningrum (2003).
Sumber-sumber modal kerja dapat menggunakan modal kerja sendiri
(intern) dan pinjaman dari pihak lain. Pembiayaan yang menggunakan modal
sendiri jumlahnya sangat terbatas, sedangkan kebutuhan untuk pembiayaan
modal kerja sangat besar. Maka perusahaan membutuhkan modal kerja dari

pihak lain berupa pinjaman. Walaupun besarnya kebutuhan dapat dipenuhi


akan tetapi timbul tambahan beban dalam penggunaannya, yaitu berupa bunga
pinjaman. Kebutuhan dana yang besar akan mengakibatkan penggunaan dana
pinjaman yang besar pula, sehingga menyebabkan tingginya beban. Oleh
karena itu, modal kerja harus dikelola secara efektif dan efisien (Siswantini,
2006).
Mengingat pentingnya modal kerja dalam

menunjang suksesnya

perusahaan perlu adanya pertimbangan-pertimbangan yang mendetail dalam


menentukan besarnya modal yang diperlukan dan dari mana sumber modal itu
diperoleh. Penggunaan modal yang tepat diberbagai aktivitas perusahaan dan
pengalokasiannya adalah salah satu indikator yang menunjukkan sukses
tidaknya perusahaan. Salah satu unsur atau komponen rentabilitas adalah
efisiensi penggunaan modal kerja (Indri, 2005).
Selain itu, efektivitas dan efisiensi perusahaan dapat dilihat dari kecepatan
perputaran operating assets dalam suatu periode tertentu. Semakin cepat
perputaran operating assets berarti semakin efisien penggunaan operating
assets perusahaan tersebut. Kemudian faktor lain yang mempengaruhi tingkat
rentabilitas perusahaan selain operating assets turnover, yaitu tingkat profit
margin (Riyanto, 2001).
Alasan mengapa topik ini menarik untuk diteliti, karena perusahaan pada
umumnya lebih mengutamakan masalah laba daripada masalah rentabilitas,
dengan laba yang besar bukan berarti bahwa perusahaan itu telah bekerja
dengan efektif dan efisien. Efisiensi barulah dapat diketahui dengan

menghitung

tingkat

rentabilitasnya.

Penelitian-penelitian

sebelumnya

mengenai efektivitas kinerja perusahaan dengan indikator perputaran modal


kerja dan analisis rasio serta hubungannya dengan laba telah banyak
dilakukan.
Vedavinayagam Ganesan (2007) melakukan penelitian tentang analisa
efisiensi pengelolaan modal kerja pada industri perlengkapan telekomunikasi
selama periode 2001 2006 dengan menggunakan Uji F pada analisis regresi,
mengemukakan bahwa efisiensi pengelolaan modal kerja memiliki hubungan
negatif dengan tingkat profitabilitas pada perusahaan industri perlengkapan
telekomunikasi di USA.
Hasil penelitian Ganesan (2007) sependapat dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kesseven Padachi (2006) tentang trend dalam pengelolaan
modal kerja dan implikasinya terhadap perusahaan manufaktur di Mauritius,
Afrika selama periode 1998-2003. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
tingginya tingkat investasi dalam persediaan dan piutang usaha berhubungan
dengan rendahnya tingkat profitabilitas pada perusahaan manufaktur.
Susi Dwimulyani dan Shirley (2007) melakukan penelitian tentang
pengaruh faktor-faktor seperti rasio keuangan, laba bersih, dan ukuran
perusahaan terhadap prediksi pertumbuhan laba pada periode mendatang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
memprediksi pertumbuhan laba usaha pada perusahaan manufaktur, yaitu rasio
kemampulabaan, laba bersih, dan ukuran perusahaan.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Suryo Luhur W.A dan Triani Pujiastuti
(2006) mengemukakan bahwa profit margin dan perputaran aktiva lancar
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas modal kerja. Selain
itu, profit margin ternyata memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap
tingkat rentabilitas modal kerja.
Indri Yuliafitri (2005) mengemukakan tentang pengaruh kecepatan
perputaran modal kerja dan operating assets turnover terhadap tingkat
rentabilitas pada perusahaan yang bergerak di sektor industri dasar dan kimia
yang diobseravasi selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai 2003.
Berdasarkan uji F yang dilakukan terhadap 48 sampel, diperoleh hasil
penelitian adalah secara bersama-sama atau simultan terdapat pengaruh yang
signifikan antara efektivitas modal kerja dan operating assets turnover
terhadap tingkat rentabilitas. Sedangkan pengujian secara parsial atau
individual menemukan bukti bahwa efektivitas modal kerja dan operating
assets turnover tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
rentabilitas. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Aprilia (2003)
yang menyatakan bahwa perputaran modal kerja dan operating assets turnover
secara individual tidak berpengaruh terhadap rentabilitas. Dari temuan ini
menunjukkan bahwa kedua variabel (perputaran modal kerja dan operating
assets turnover) akan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
rentabilitas apabila keduanya berfungsi secara bersama.
Selanjutnya Tria Siswantini (2006) melakukan penelitian yang membahas
tentang pengaruh pengelolaan modal kerja, khususnya perputaran kas,

perputaran piutang, dan perputaran persediaan terhadap tingkat profitabilitas


pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian yang
diperoleh menunjukkan bahwa perputaran kas memberikan pengaruh negatif
secara signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan perputaran piutang dan
perputaran persediaan memberikan hasil yang positif dan signifikan serta
berpengaruh terhadap profitabilitas. Berbeda dengan hasil penelitian Nugroho
(2004) bahwa pengujian secara parsial menunjukkan perputaran kas dan
perputaran persediaan masing-masing memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap profitabilitas. Sedangkan perputaran piutang secara individual tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji konsistensi dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) dan Tri Siswantini
(2006) dengan melihat pengaruh pengelolaan modal kerja dan operating assets
turnover terhadap tingkat rentabilitas.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) dan Tri Siswantini (2006). Adapun
perbedaan dalam penelitian ini terletak pada:
1. Variabel independen yang digunakan merupakan kombinasi dari kedua
penelitian di atas, yaitu pengelolaan modal kerja, operating assets turnover,
dan rentabilitas. Selain itu, pada penelitian ini ditambahkan variabel
independen lainnya, yaitu profit margin dan ukuran perusahaan.
2. Periode observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah tahun 2003
2007. Periode ini merupakan lanjutan dari periode penelitian yang telah

dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) yang melakukan penelitian pada


periode tahun 2001 2003, sedangkan Tri Siswantini (2006) melakukan
penelitian pada periode tahun 2003.
Dengan demikian maka penulis tertarik untuk menganalisa masalah
pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran
perusahaan serta pengaruhnya terhadap tingkat rentabilitas perusahaan, yang
diungkap dalam skripsi dengan judul Analisis Pengelolaan Modal Kerja,
Profit Margin, Operating Assets Turnover, dan Ukuran Perusahaan Serta
Pengaruhnya

Terhadap

Tingkat

Rentabilitas

Pada

Perusahaan

Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.


Penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang terdapat pada penelitian
ini, yaitu antara lain: adanya perbedaan ukuran perusahaan berdasarkan nilai
total assets pada perusahaan yang tergolong ke dalam sektor manufaktur;
tingkat rentabilitas perusahaan dipengaruhi oleh beberapa variabel diantaranya
working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm
size; serta mengidentifikasi dari keempat variabel independen tersebut yang
paling dominan dalam mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan
manufaktur.
Dalam penulisan ini, terdapat batasan-batasan yang perlu ditentukan agar
pembahasan penelitian ini lebih terfokus dan tidak mencakup hal yang lebih
luas. Pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain: menganalisis
tingkat rentabilitas perusahaan yang tergolong ke dalam sektor manufaktur
selama periode penelitian, yaitu mulai tahun 2003 hingga 2007; kemudian

menganalisis pengaruh variabel working capital turnover, profit margin,


operating assets turnover, dan firm size berdasarkan nilai total aktiva terhadap
tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur dengan menggunakan metode
regresi linier berganda; selanjutnya data keuangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah laporan keuangan per semesteran pada perusahaan
manufaktur antara lain berupa neraca, laporan laba rugi, serta laporan
perubahan modal.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh variabel working capital turnover, profit margin,
operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas
perusahaan?
2. Dari keempat variabel independen (working capital turnover, profit
margin, operating assets turnover, dan firm size), manakah yang paling
dominan mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sejauh
mana pengaruh working capital turnover, profit margin, operating assets
turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas perusahaan

manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Secara operasional tujuan penelitian


adalah:
a. Menganalisis pengaruh antara working capital turnover, profit margin,
operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas
perusahaan.
b. Menganalisis keempat variabel independen tersebut dan menentukan
variabel yang paling dominan mempengaruhi tingkat rentabilitas
perusahaan.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat oleh beberapa
pihak sebagai berikut:
a. Bagi internal perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan berguna
dalam mengevaluasi pengelolaan modal kerja, profit margin, operating
assets turnover, dan total aktiva sebagai indikator ukuran perusahaan
(firm size) dalam meningkatkan rentabilitas perusahaan dan sebagai
informasi untuk menilai kinerja manajemen dalam memaksimalkan
sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan secara efektif dan
efisien.
b. Bagi pihak eksternal, penelitian ini diharapkan berguna untuk dapat
mengevaluasi sampai sejauh mana perusahaan mengelola modal kerja,
profit margin, operating assets turnover, dan total aktiva sebagai
indikator ukuran perusahaan (firm size) serta hubungannya dengan
tingkat rentabilitas perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi

yang relevan kepada pihak investor sebagai dasar pertimbangan dalam


pengambilan keputusan investasi suatu perusahaan.
c. Bagi penulis, untuk mengetahui lebih jauh mengenai pengaruh
pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan
ukuran perusahaan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan, serta
sebagai bahan perbandingan

atau

referensi

khususnya

untuk

pengkajian topik-topik yang berkaitan dengan masalah pengelolaan


modal kerja, profit margin, operating assets turnover, ukuran
perusahaan, dan rentabilitas perusahaan.
d. Bagi akademisi, sebagai bahan referensi yang dapat membantu dalam
penelitian sejenis serta menambah wawasan pembaca.
e. Bagi peneliti berikutnya, sebagai perbandingan dan acuan untuk
penelitian-penelitian yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Modal Kerja
Setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk membiayai kegiatan
operasionalnya sehari-hari. Modal kerja tersebut diharapkan dapat kembali
dalam jangka pendek, biasanya kurang dari satu tahun, sehingga dapat
dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional selanjutnya.
Dengan demikian modal kerja tersebut terus menerus akan berputar selama
perusahaan itu berjalan.
Pengelolaan modal kerja meliputi usaha mendapatkan dan menyediakan
dana yang dibutuhkan serta usaha untuk menggunakan dana tersebut secara
efektif dan efisien dengan tetap mempertahankan arus pendapatan guna
kelangsungan perusahaan dalam membiayai operasi selanjutnya. Oleh karena
itu, diperlukan manajemen yang baik terhadap pengelolaan modal kerja.
1. Pengertian modal kerja
Definisi modal kerja banyak dijelaskan oleh para ahli ekonomi.
Menurut Weston dan Brigham (1993) dalam Sudana dan Widyaningrum
(2003), mengemukakan bahwa modal kerja adalah investasi perusahaan
pada aktiva jangka pendek, seperti kas, sekuritas yang mudah dipasarkan,
piutang usaha, dan persediaan.
Kemudian menurut Keown (1993) yang dikutip oleh Indri Yuliafitri
(2005), working capital is defined as the firms total investment in current

assets. Net working capital, on the other hand, is the difference between
the firms current assets and its current liabilities. Hal senada
diungkapkan oleh Wild, etc (2004) bahwa working capital is defined as
the excess of current assets over current liabilities.
Weston dan Copeland (2001) menerangkan bahwa modal kerja
merupakan investasi perusahaan dalam bentuk uang tunai, surat berharga,
piutang dan persediaan, dikurangi kewajiban lancar yang digunakan untuk
membiayai aktiva lancar perusahaan. Jumlah ini disebut modal kerja
bersih (net working capital). Pemahaman senada diungkapkan oleh Alwi
(2003), modal kerja mengandung dua pengertian pokok, yaitu gross
working capital yang merupakan keseluruhan dari aktiva lancar dan net
working capital yang merupakan selisih antara aktiva lancar dengan
hutang lancar.
Definisi-definisi di atas menjelaskan net working capital, yaitu
aktiva yang benar-benar dapat digunakan oleh perusahaan tanpa
mengurangi likuiditasnya. Prinsip modal kerja yang dimaksud adalah
selisih aktiva lancar (current assets) di atas hutang lancar (current
liabilities). Secara umum, aktiva lancar terdiri dari: kas atau uang tunai,
surat-surat berharga (marketable securities), piutang (account receivable),
dan persediaan (inventory). Sedangkan hutang lancar terdiri dari: hutanghutang jangka pendek (short-term liabilities), hutang wesel (notes), hutang
usaha, dan hutang-hutang pada bank yang berusia kurang dari satu tahun,
serta hutang jangka panjang (long-term liabilities) yang jatuh tempo.

Berkaitan dengan pengertian modal kerja ini dapat dikemukakan


beberapa konsep modal kerja. Riyanto (2001) mengemukakan tiga konsep
pengertian modal kerja, yaitu: konsep kuantitatif, konsep kualitatif, dan
konsep fungsional.
a. Konsep kuantitatif
Konsep
dipergunakan

kuantitatif
untuk

berdasarkan

mencukupi

pada

kebutuhan

kuantitas

yang

perusahaan

dalam

membiayai operasinya yang bersifat rutin, atau menunjukkan jumlah


dana (fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam
konsep ini menganggap bahwa modal kerja merupakan keseluruhan
dari jumlah aktiva lancar (gross working capital).
b. Konsep kualitatif
Konsep kualitatif berdasarkan pada kualitas modal kerja, dalam
konsep ini modal kerja merupakan kelebihan aktiva lancar terhadap
hutang lancar (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang
berasal dari pinjaman jangka panjang maupun pemilik perusahaan.
c. Konsep fungsional
Konsep fungsional berdasarkan pada fungsi dari dana yang
dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha
pokok perusahaan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal kerja
merupakan kekayaan atau aktiva yang diperlukan perusahaan sehari-hari
dan selalu berputar. Dengan demikian modal kerja berupa investasi dari

aktiva jangka pendek perusahaan yaitu kas, efek-efek jangka pendek,


piutang dagang dan persediaan. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan akan
jumlah modal kerja setiap perusahaan tidak sama, umumnya perusahaan
yang berhasil menyediakan modal kerja lebih dari cukup.
Beberapa pengaruh terhadap penyediaan modal kerja yang melebihi
keperluan antara lain (Riyanto, 2001):
a. Modal kerja yang berlebihan dapat menambah resiko terhadap
hilangnya modal kerja itu sendiri karena tidak dapat dipergunakan
secara efisien.
b. Modal kerja yang berlebihan juga bisa mengakibatkan mengurangi
hasil (laba), karena modal kerja ini tidak produktif dengan adanya dana
secara ekonomis tidak dapat digunakan sebagai keuntungan yang
semestinya dicapai tetapi tidak dapat dicapai.
c. Modal kerja

yang berlebihan bisa

menambah kegiatan dan

produktivitas perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya.


Menurut S. Munawir (2005) keuntungan yang lain dari modal kerja
sebagai berikut:
a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal hanya karena turunnya
nilai dari aktiva lancar.
b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban kewajiban
tepat pada waktunya.

c. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan, semakin besar dan


memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya atau
kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.
d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup
untuk melayani para konsumen.
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang
lebih menguntungkan kepada para pelanggan.
f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih
efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa
yang dibutuhkan.
2. Jenis-jenis modal kerja
Manajemen harus dapat mengetahui dan menetapkan jenis modal
kerja yang harus selalu ada atau yang hanya ada sewaktu-waktu
dibutuhkan. Riyanto (2001) menggolongkan modal kerja dalam beberapa
jenis, yaitu:
a. Modal kerja permanen (permanent working capital)
Modal kerja permanen merupakan modal kerja yang harus tetap
ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan
kata lain modal kerja secara terus menerus diperlukan untuk
kelancaran usaha. Modal kerja permanen dibedakan dalam:

1) Modal kerja primer (primary working capital)


Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum
yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas
usaha.
2) Modal kerja normal (normal working capital)
Modal kerja normal merupakan jumlah modal kerja yang
diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal
dalam artian yang dinamis.
b. Modal kerja variabel (variable working capital)
Modal kerja variabel merupakan modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini
dibedakan dalam:
1) Modal kerja musiman (seasonal working capital)
Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang
jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim.
2) Modal kerja siklis (cyclical working capital)
Modal kerja siklis merupakan modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur.
3) Modal kerja darurat (emergency working capital)
Modal kerja darurat merupakan modal kerja yang jumlahnya
berubah-ubah disebabkan karena keadaan darurat yang tidak
diketahui sebelumnya (misalnya: pemogokan buruh, banjir,
perubahan keadaan ekonomi yang mendadak).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi modal kerja


Modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung atau
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagaimana dikemukakan oleh
S. Munawir (2005) sebagai berikut :
a. Sifat atau type dari perusahaan
Modal kerja dari suatu perusahaan jasa akan lebih rendah bila
dibandingkan dengan perusahaan industri karena perusahaan jasa
tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun
persediaan. Sedangkan perusahaan industri harus mengadakan
investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak
mengalami kesulitan dalam operasinya sehari-hari. Oleh karena itu
apabila dibandingkan dengan perusahaan jasa, perusahaan industri
membutuhkan modal kerja yang lebih besar.
b. Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan yang berhubungan
langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang
yang akan dijual, bahan dasar akan diproduksi sampai barang tersebut
dijual. Makin panjang waktu yang diperlukan untuk memproduksi
atau memperoleh barang tersebut, maka makin besar pula modal kerja
yang dibutuhkan. Disamping itu harga pokok produksi barang juga
akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan,
semakin besar harga pokok produksi barang yang dijual akan semakin
besar pula kebutuhan akan modal kerja.

c. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan


Syarat pembelian bahan dasar atau barang dagang yang akan
digunakan untuk memproduksi barang sangat dipengaruhi jumlah
modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika
syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan,
maka makin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan dalam
persediaan bahan atau barang dagangan. Namun, sebaliknya bila
pembayaran atas bahan atau barang dagangan yang dibeli tersebut
harus dilakukan dalam jangka waktu yang pendek maka uang kas
yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula.
d. Syarat penjualan
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada
para langganannya atau pembelinya akan mengakibatkan semakin
besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam
piutang. Untuk memperoleh dan memperkecil jumlah modal kerja
yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil
resiko adanya piutang yang tidak dapat tertagih, maka sebaiknya
perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli. Dengan
demikian para pembeli akan tertarik untuk segera membayar utangnya
dalam periode diskonto tersebut.
e. Tingkat perputaran persediaan
Tingkat perputaran persediaan menunjukkan beberapa kali
persediaan tersebut diganti dalam arti dijual kembali. Semakin tinggi

tingkat perputaran persediaan maka modal kerja yang dibutuhkan


(terutama yang diinvestasikan pada perusahaan) semakin rendah,
sehingga untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi maka
harus dilakukan perencanaan dan pengawasan persediaan secara
teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat
perputaran akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang
disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera
konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan
pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.
4. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Analisa sumber dan penggunaan modal kerja sangat penting bagi
penganalisa intern dan ekstern. Maksud utama dari analisa ini adalah
untuk mengetahui dari mana modal tersebut dipergunakan. Dengan kata
lain, analisa sumber dan penggunaan modal kerja erat kaitannya dengan
dana yang diperoleh dan dapat dipergunakan oleh perusahaan dalam
kegiatan operasinya sehari-hari dalam suatu periode tertentu. Sumber
modal kerja perusahaan pada umumnya diperoleh melalui (Syahyunan,
2003):
a. Penambahan jumlah hutang tidak lancar
Pengeluaran obligasi misalnya akan mengakibatkan pertambahan kas
(harta lancar) tanpa diikuti oleh pertambahan dalam hutang jangka
pendek.

b. Penambahan modal saham.


Pengeluaran saham biasanya akan mengakibatkan pertambahan kas
atau harta lancar tanpa dibarengi oleh pertambahan dalam hutang
jangka pendek. Pengecualian dalam hal ini ialah bila pengeluaran
saham baru disertai dengan penurunan dalam hutang jangka panjang
misalnya obligasi dikonversikan kepada modal saham.
c. Penambahan jumlah laba yang ditahan.
Suatu

pertambahan

dalam

jumlah

laba

yang

ditahan

akan

mengakibatkan penambahan dalam modal kerja. Dalam hal ini


pendapatan atau laba bersih merupakan sumber modal kerja.
d. Pengurangan harta tidak lancar.
Suatu pengurangan dalam jumlah harta tidak lancar biasanya akan
merupakan suatu pertambahan dalam jumlah modal kerja. Penjualan
gedung, mesin, dan peralatan berat lainnya akan mengakibatkan
pertambahan kas tanpa diikuti oleh pertambahan dalam jumlah hutang
jangka pendek.
Sedangkan penggunaan-penggunaan modal kerja perusahaan secara
umum meliputi (Syahyunan, 2003):
a. Pengurangan jumlah hutang tidak lancar
Pengurangan dalam jumlah hutang tidak lancar biasanya akan
mengurangi jumlah modal kerja. Misalnya pelunasan hutang jangka
panjang akan mengurangi kas tanpa diikuti oleh pengurangan dalam
hutang jangka pendek.

b. Pengurangan jumlah modal saham


Suatu pengurangan jumlah modal saham akan mengakibatkan
berkurangnya modal kerja. Pembelian dan pemilikan kembali sahamsahamnya oleh perusahaan akan memerlukan penggunaan modal
kerja.
c. Pengurangan jumlah laba yang tidak dibagi
Pengurangan dalam jumlah laba yang tidak dibagi biasanya
mengakibatkan

pengurangan

jumlah

modal

kerja.

Misalnya

pembayaran dividen akan mengurangi modal kerja, tetapi pengeluaran


stock dividen tidak akan mempengaruhi jumlah modak kerja karena
hanya akan mengurangi jumlah laba yang tidak dibagi di satu pihak
dan penambahan modal saham di lain pihak dengan jumlah yang
sama.
d. Penambahan harta tidak lancar
Suatu pertambahan dalam harta tidak lancar akan mengakibatkan
pengurangan modal kerja, misalnya pembelian mesin dan peralatanperalatan baru akan mengurangi kas atau harta lancar tanpa diikuti
pengurangan yang sama dalam jumlah hutang jangka pendek.
Jika jumlah modal kerja pada suatu saat lebih besar dari pada
jumlah modal kerja pada saat sebelumnya berarti ada kenaikan modal
kerja. Hal ini disebabkan karena sumber-sumbernya lebih besar dari
penggunaannya sehingga mempunyai efek netto yang positif terhadap
modal kerja. Sebaliknya kalau penggunaannya lebih besar dari sumbernya

maka efek nettonya akan memperkecil modal kerja. Kalau besarnya


sumber persis sama dengan besarnya penggunaan berarti tidak ada efek
nettonya terhadap modal kerja sehingga besarnya modal kerja tidak
berubah.
5. Pengelolaan modal kerja
Sebelum memahami pengelolaan modal kerja perusahaan, maka
harus diketahui terlebih dahulu pengelolaan setiap komponen modal kerja
yang paling likuid diantara komponen lainnya, yaitu kas, piutang, dan
persediaan (Siswantini, 2006).
Komponen modal kerja tersebut di atas harus dikelola dengan baik
agar tersedia dengan cukup dan menguntungkan karena berhubungan
dengan kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Dengan demikian,
setiap perusahaan harus selalu mengawasi, merencanakan, serta menjaga
tingkat modal kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan atau
dengan kata lain perusahaan harus melakukan manajemen modal kerja
yang efektif, efisien, serta berdaya guna.
a. Perputaran kas
Kas merupakan salah satu komponen modal kerja yang paling
likuid. Perusahaan dapat menggunakan uang kas bagi kegiatan
operasionalnya sehari-hari maupun untuk investasi baru dalam aktiva
tetap.
Kas sangat menentukan tingkat likuiditas suatu perusahaan. Hal
ini disebabkan karena diantara seluruh aktiva, kas mempunyai

likuiditas yang paling tinggi. Makin tinggi jumlah kas yang dimiliki
suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula likuiditas perusahaan
tersebut. Kendati demikian, jumlah kas yang besar tidak selalu berarti
baik bagi suatu perusahaan.
Menurut Indriyo Sudarmo (1998) yang dikutip oleh Tri
Siswantini (2006) menyatakan bahwa jumlah kas yang harus
diperhatikan dalam posisi keuangan perusahaan yang baik (well
finance) sebaiknya tidak kurang dari 5% sampai dengan 10% dari
jumlah aktiva lancar. Besarnya uang kas yang harus dipertahankan
juga dapat dikaitkan dengan tingkat penjualan. Perbandingan antara
penjualan dengan jumlah kas rata-rata menggambarkan tingkat
perputaran kas (cash turnover). Semakin tinggi tingkat perputaran kas
maka akan semakin efisien pula penggunaan kasnya, tetapi cash
turnover (CTO) yang terlalu cepat berputarnya berarti kas yag tersedia
terlalu kecil untuk volume penjualan yang bersangkutan.
b. Perputaran piutang
Dalam menghadapi persaingan usaha antara perusahaan sejenis,
maka umumnya setiap perusahaan melakukan kebijaksanaan transaksi
penjualan secara kredit. Akan tetapi tidak jarang menimbulkan risiko
bagi perusahaan, yaitu apabila terjadi kredit macet. Oleh sebab itu,
pengelolaan piutang usaha perlu dilakukan dan umumnya menyangkut
masalah pengendalian jumlah piutang, pengendalian pemberian dan

pengumpulan piutang, terakhir dilakukan evaluasi terhadap politik


kredit yang dijalankan perusahaan.
Pengendalian piutang secara efektif dapat dilaksanakan dengan
mengatur kebijaksanaan pemberian kredit, syarat-syarat penjualan,
ditetapkannya kredit maksimum bagi pembeli dan cara penagihannya.
Perlu diketahui bahwa pengurusan kredit secara efisien dapat
menghasilkan perputaran piutang yang tinggi. Suatu perputaran
piutang yang tinggi harus disertai dengan penagihan piutang yang
relatif cepat. Apabila tidak, maka modal kerja akan terikat untuk
waktu yang lebih lama dan oleh karena itu tidak akan tersedia cukup
modal kerja untuk digunakan segera dalam siklus usaha perusahaan.
c. Perputaran persediaan
Persediaan merupakan komponen harta lancar yang memiliki
tingkat likuiditas paling rendah dibandingkan dengan kas dan piutang
usaha. Persediaan yang terlalu besar akan memperbesar beban bunga,
memperbesar

biaya

penyimpanan

dan

pemeliharaan,

ada

kemungkinan rugi karena kerusakan, turunnya kualitas maupun


keuangan

yang

kesemuanya

dapat

memperkecil

keuntungan

perusahaan. Sedangkan persediaan yang terlalu kecil juga berdampak


resiko pada pelanggan sehingga menekan keuntungan karena adanya
kekurangan persediaan material.
Pengendalian

persediaan

yang

efektif

diperlukan

untuk

memelihara jumlah, jenis, dan kualitas barang yang sesuai dan untuk

mengatur investasi dalam persediaan. Suatu program persediaan dan


pembelian yang efisien akan menyebabkan suatu perputaran
persediaan yang lebih cepat dengan kecepatan putaran yang lebih
tinggi. Lebih cepat persediaan berputar, maka akan lebih sediakit
risiko kerugian jika persediaan itu turun nilainya, atau jika terjadi
perubahan mode. Disamping itu biaya yang berhubungan dengan
perputaran persediaan juga semakin berkurang.
Perusahaan industri umumnya mengenal tiga jenis persediaan,
yaitu persediaan bahan baku, barang dalam proses produksi, dan
persediaan barang jadi. Sedangkan perusahaan perdagangan hanya
mengenal satu jenis persediaan yang punya sifat perputaran yang sama
dan tidak mengalami proses lebih lanjut yang berakibat pada
perubahan bentuk, yang dikenal sebagai Merchandise Inventory
(persediaan barang dagang).
d. Perputaran modal kerja
Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam
perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan
usaha. Periode perputaran modal kerja dimulai dari saat dimana kas
diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat
dimana kembali lagi menjadi kas (Riyanto, 2001).
Efektivitas modal kerja ditunjukkan dengan rasio perputaran
modal

kerja

(working

capital

turnover),

yaitu

rasio

yang

memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian


penjualan.

B. Profit Margin
Menurut Suryo Luhur W.A. dan Triani Pujiastuti (2006) pengertian profit
margin adalah jumlah dari laba bersih yang dapat dihasilkan dari penjualan
bersih. Dengan kata lain, profit margin adalah perbandingan antara laba
bersih dengan penjualan bersih dan dinyatakan dalam persentase.
Profit margin mengukur persentase dari laba yang diperoleh dari tiap
penjualan sebelum dikurangi dengan biaya bunga dan pajak. Pada umumnya
semakin tinggi tingkat profit margin semakin baik, dan semakin rendah biaya
relatif dari barang yang dijual.
Besar kecilnya profit margin pada setiap transaksi penjualan ditentukan
oleh 2 faktor, yaitu penjualan bersih dan laba usaha. Besar kecilnya laba
usaha atau net operating income tergantung pada hasil penjualan dan besarnya
buaya usaha. Dengan jumlah biaya usaha tertentu profit margin dapat
diperbesar dengan memperbesar penjualan, atau dengan jumlah penjualan
tertentu profit margin dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil
biaya usaha. Dengan demikian maka terdapat 2 alternatif dalam usaha untuk
memperbesar profit margin, yaitu:
1. Dengan menambah biaya usaha sampai tingkat tertentu diusahakan
tercapainya tambahan penjualan yang sebesar-besarnya, atau dengan kata
lain tambahan penjualan harus lebih besar daripada tambahan biaya usaha.

2. Dengan mengurangi pendapatan dari penjualan sampai tingkat tertentu


diusahakan adanya pengurangan biaya usaha yang sebesar-besarnya atau
dengan kata lain mengurangi biaya usaha relatif besar daripada
berkurangnya pendapatan dari penjualan. Meskipun jumlah penjualan
selama periode tertentu berkurang, tetapi oleh karena disertai dengan
berkurangnya biaya usaha yang lebih sebanding maka akibatnya ialah
bahwa profit margin akan lebih besar.

C. Operating Assets Turnover


Mengenai operating assets turnover sering dibahas oleh para ahli
ekonomi, terutama dalam menganalisa income ratio, Riyanto (2001)
mengatakan bahwa operating assets turnover adalah kecepatan berputarnya
operating assets dalam suatu periode tertentu. Sedangkan pengertian
operating assets seperti dijelaskan oleh Wild (2004) bahwa investment
activities refer to a company acquisition and maintenance of investments for
purpose of conducting the companys business operations, such assets are
called operating assets.
Operating assets turnover diukur dengan rasio yang menghubungkan
antara penjualan dengan aktiva yang digunakan. Turnover yang tinggi
menunjukkan manajemen yang efektif. Perputaran yang lamban dari aktiva
menunjukkan adanya hambatan.
Kemungkinan turunnya penjualan akan mempengaruhi rasio ini.
Diharapkan operating assets turnover akan semakin baik yang berarti

pemakaian lebih efisien. Tingkat operating assets turnover selama periode


tertentu ditentukan oleh dua faktor yaitu net sales dan operating assets.
Dengan jumlah operating assets tertentu, makin besarnya jumlah penjualan
selama periode tertentu mengakibatkan makin tinggi perputarannya.
Demikian pula luas sales tertentu dengan makin kecilnya operatig assets akan
mengakibatkan makin tinggi perputarannya. Apabila dihubungkan dengan
profit margin yang tetap dan semakin tinggi operating assets turnover maka
akan menghasilkan rentabilitas yang tinggi.
Menurut Riyanto (2001), usaha untuk mempertinggi operatig assets
turnover dapat ditempuh dengan cara:
1. Menambah modal usaha (operating assets) sampai tingkat tertentu
diusahakan tercapainya tambahan penjualan yang sebesar-besarnya.
2. Mengurangi penjualan pada tingkat tertentu diusahakan penurunan atau
pengurangan operating assets sebesar-besarnya.

D. Ukuran Perusahaan (Firm Size)


Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar
maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini
digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili
seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin
banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin
banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin

besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Dari ketiga variabel ini, nilai aktiva
relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan
dalam mengukur ukuran perusahaan (Sudarmadji dan Sularto, 2007).
Ukuran perusahaan secara tdak langsung menentukan kemampuan suatu
perusahaan dalam mengendalikan dan menghasilkan laba. Ukuran suatu
perusahaan salah satunya dapat dilihat dari aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan, karena aktiva menggambarkan tersedianya sumber daya untuk
kegiatan perusahaan dimana kegiatan tersebut cenderung dilakukan untuk
memperoleh laba. Hal tersebut membuktikan bahwa ukuran suatu perusahaan
secara tidak langsung juga menentukan laba yang diperoleh perusahaan (Susi
Dwimulyani, 2007).
Menurut Agnes Sawir (2004) Ukuran perusahaan dinyatakan sebagai
determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan untuk
sejumlah alasan berbeda. Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan
tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal.
Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang
terorganisir, baik untuk obligasi maupun saham. Kalaupun mereka punya
akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi
penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan
kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan
harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan
return lebih tinggi secara signifikan.

Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam


kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari
berbagai

bentuk

hutang,

termasuk

penawaran

spesial

yang

lebih

menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin


besar jumlah uang yang terlibat, semakin besar kemungkinan pembuatan
kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti
dari penggunaan kontrak standar hutang.
Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return
membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba.
Akhirnya, ukuran diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur
keuangan, yaitu perusahaan kecil sering tidak mempunyai staf khusus, tidak
menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi
mereka menjadi suatu sistem informasi manajemen. Ukuran perusahaan dapat
ditentukan berdasarkan laba, aktiva, tenaga kerja, dan lain-lain, yang
semuanya berkorelasi tinggi (Agnes Sawir, 2004).

E. Rentabilitas
Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba
dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain
rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba
selama periode tertentu (Riyanto, 2001).
Jumlah modal yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan
keuntungan yang semakin meningkat merupakan suatu faktor yang sangat

perlu diperhatikan dalam menganalisis nilai rentabilitas suatu perusahaan.


Rentabilitas sering digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan
modal kerja dalam suatu perusahaan dengan membandingkan antara laba
dengan modal yang digunakan dalam operasi. Oleh karena itu, keuntungan
yang besar tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut rentabel, sehingga
bagi manajemen atau pihak-pihak lain, rentabilitas yang tinggi lebih penting
daripada keuntungan yang besar.
Berhubungan dengan pernyataan tersebut maka bagi perusahaan pada
umumnya dalam menjalankan kegiatan lebih diarahkan untuk mendapatkan
titik rentabilitas maksimal daripada laba maksimal. Jadi yang penting bagi
perusahaan adalah bagaimana caranya untuk meningkatkan rentabilitas
perusahaan.
Menurut Bambang Riyanto (2001), Rentabilitas suatu perusahaan
menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan
suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
Berbeda dengan pengertian laba, maka rentabilitas di dalam faktor modal
atau aktiva telah diperhitungkan juga sehingga dengan demikian bahwa
rentabilitas ekonomi menunjukkan efisiensi penggunaan modal dalam
perusahaan. Rasio ini mencerminkan keuntungan yang diperoleh tanpa
mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan tingkat efisiensi
perusahaan dalam melaksanakan operasi perusahaan.

Riyanto (2001) menyatakan bahwa rentabilitas disebut juga earning


power, yang dipengaruhi oleh profit margin dan operating assets turnover.
Semakin tinggi tingkat profit margin atau operating assets turnover masingmasing atau keduanya akan mengakibatkan naiknya earning power.
Rentabilitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: rentabilitas
ekonomi dan rentabilitas modal sendiri.
1. Rentabilitas Ekonomi
Rentabilitas ekonomis adalah perbandingan antara laba usaha dengan
modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan
laba tersebut yang dinyatakan dalam persentase.
Oleh karena pengertian rentabilitas sering digunakan untuk mengukur
efisiensi suatu perusahaan maka rentabilitas ekonomis dimaksudkan
sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modalnya yang ada
untuk menghasilkan laba.
2. Rentabilitas Modal Sendiri
Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba
dengan modal sendiri di pihak lain. Atau dengan kata lain bahwa
rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan
modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan.
Namun dalam perhitungan laba di sini ada perbedaan dengan rentabilitas
ekonomis, yaitu laba yang diperhitungkan adalah laba yang berasal dari
operasi perusahaan.

Sedangkan laba

yang

diperhitungkan dalam

rentabilitas modal sendiri adalah laba usaha setelah dikurangi dengan


bunga modal asing atau bunga pinjaman dan pajak perseroan.
Masalah penggunaan modal asing maupun modal sendiri mempunyai
pengaruh besar terhadap besar kecilnya rentabilitas ekonomis dan rentabilitas
modal sendiri, karena dengan menghitung kedua rentabilitas tersebut dapat
diketahui apakah perusahaan telah menggunakan modal secara efisien atau
tidak.
Dengan demikian maka jelaslah perbedaan antara rentabilitas ekonomis
dengan rentabilitas modal sendiri baik dari segi modal yang diperhitungkan
ataupun dari laba yang dipergunakan untuk menentukan tingkat rentabilitas
bagi suatu perusahaan.
Semua perusahaan dalam menjalankan usaha baik dalam industri maupun
jasa akan selalu memerlukan modal kerja. Modal kerja merupakan jumlah
yang digunakan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan usaha perusahaan.
Tujuan dari usaha tersebut adalah mendapatkan laba setinggi-tingginya. Laba
yang dihasilkan dari kegiatan/perputaran modal kerja tersebut yang akan
dijadikan dasar penentuan tingkat rentabilitas perusahaan.
Menurut S. Munawir (2005), hubungan rendahnya rentabilitas dengan
modal kerja dapat ditunjukkan dengan kemungkinan sebagai berikut:
1. Adanya

over

investment

dalam

aktiva

yang

digunakan

dalam

hubungannya dengan volume penjualan yang diperoleh dalam aktiva


tersebut.
2. Adanya efisiensi baik dalam produksi, pembelian maupun pemasaran.

3. Adanya kegiatan ekonomi yang menurun.


Karena tingkat rentabilitas mencerminkan kemampuan modal perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan, maka dengan demikian tingkat rentabilitas
yang tinggi merupakan pencerminan efisiensi yang tinggi pula.

F. Penelitian Terdahulu
Vedavinayagam Ganesan (2007) dalam penelitiannya tentang analisa
efisiensi pengelolaan modal kerja pada industri perlengkapan telekomunikasi
selama periode 2001 2006 dengan menggunakan Uji ANOVA pada analisis
regresi, mengemukakan bahwa efisiensi pengelolaan modal kerja memiliki
hubungan negatif dengan tingkat profitabilitas pada perusahaan industri
perlengkapan telekomunikasi di USA.
Kesseven Padachi (2006) melakukan penelitian tentang trend dalam
pengelolaan modal kerja dan implikasinya terhadap perusahaan manufaktur di
Mauritius, Afrika selama periode 1998-2003. Hasil analisis regresi
menunjukkan bahwa tingginya tingkat investasi dalam persediaan dan piutang
usaha berhubungan dengan rendahnya tingkat profitabilitas pada perusahaan
manufaktur.
Suryo Luhur W.A. dan Triani Pujiastuti (2006) mengemukakan bahwa
profit margin dan perputaran aktiva lancar memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap rentabilitas modal kerja. Selain itu, profit margin ternyata memiliki
pengaruh yang paling dominan dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas
modal kerja.

Susi Dwimulyani dan Shirley (2007) melakukan penelitian tentang


pengaruh faktor-faktor seperti rasio keuangan, laba bersih, dan ukuran
perusahaan terhadap prediksi pertumbuhan laba pada periode mendatang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat
memprediksi pertumbuhan laba usaha pada perusahaan manufaktur, yaitu
rasio kemampulabaan, laba bersih, dan ukuran perusahaan.
Wenty dan Murtanto (2001) mengemukakan bahwa rasio perdagangan
memiliki hubungan yang sangat erat dan positif dengan rasio ROA dan
hubungan yang cukup erat dan negatif dengan rasio debt to total assets. Hal
ini menunjukkan bahwa keberhasilan strategi modal kerja perusahaan
bergantung pada kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva secara
efektif dan pemanfaatan hutang secara maksimal untuk menghasilkan
keuntungan.
Indri Yuliafitri (2005) mengemukakan tentang pengaruh kecepatan
perputaran modal kerja dan operating assets turnover terhadap tingkat
rentabilitas pada perusahaan yang bergerak di sektor industri dasar dan kimia
yang diobservasi selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai 2003. Dari uji
ANOVA didapat hasil pengujian yang dilakukan terhadap 48 sampel
perusahaan yang tercatat dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri
dasar dan kimia yang diobservasi selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2001
sampai 2003, maka diperoleh kesimpulan bahwa efektivitas modal kerja dan
operating assets turnover secara individu tidak berpengaruh terhadap tingkat
rentabilitas perusahaan.

Selanjutnya Tri Siswantini (2006) melakukan penelitian yang membahas


tentang analisis pengelolaan modal kerja dan pengaruhnya terhadap
profitabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Adapun
variabel yang dianalisa hanyalah komponen-komponen yang sangat erat
kaitannya dengan modal kerja, dan diberi simbol sebagai variabel bebas (X),
yaitu: cash turnover, account receivable turnover, dan inventory turnover.
Sedangkan variabel terikat (Y) merupakan keuntungan atau profit yang
diperoleh perusahaan dalam suatu periode, yang biasa disebut profitabilitas.
Data yang diambil sebagai sampel adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan diambil secara random sebanyak 40
perusahaan.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perputaran kas
memberikan pengaruh negatif secara signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini
disebabkan adanya pemesanan barang yang terus-menerus dan dalam jumlah
besar serta mendadak bagi perusahaan manufaktur yang menghasilkan barang
musiman dan tidak tahan lama. Sedangkan perputaran piutang dan perputaran
persediaan memberikan hasil yang positif dan signifikan serta berpengaruh
terhadap profitabilitas, yang artinya semakin cepat perputaran piutang akan
mempercepat pula perputaran persediaan

menandakan ada peningkatan

volume penjualan. Dengan meningkatnya volume penjualan berarti meningkat


pula profitabilitas. Berkaitan dengan hasil penelitian yang diperoleh
dibuktikan bahwa dari persamaan regresi linier berganda, hasil perputaran
persediaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas yang artinya dengan

adanya penambahan perputaran persediaan akan meningkatkan volume


penjualan yang akhirnya dapat juga meningkatkan laba atau profit penjualan.

G. Kerangka Berpikir
Manajemen modal kerja merupakan salah satu aspek terpenting dari
keseluruhan manajemen pembelanjaan perusahaan. Dengan adanya modal
kerja yang cukup sangat penting bagi perusahaan karena memungkinkan
untuk beroperasi seefisien mungkin. Berhubungan dengan itu, maka pada
penelitian ini akan dibahas mengenai pengaruh working capital turnover,
profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat
rentabilitas perusahaan. Salah satu upaya untuk menganalisa hubungan
tersebut adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan. Dimana dengan
penerapan tersebut, terdapat beberapa hal yang diketahui yaitu apakah
pengelolaan modal kerja sudah efisien atau belum dalam memperoleh laba.
Selain itu juga untuk mengetahui apakah working capital turnover, profit
margin, operating assets turnover, dan firm size mempengaruhi tingkat
rentabilitas bagi perusahaan.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu mengetahui apakah ada
pengaruh atau tidak secara parsial (secara individu) variabel independen
terhadap variabel dependen dan uji F dilakukan untuk mengetahui apakah
secara bersama-sama (simultan) ada pengaruh atau tidak antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Uji multikolinearitas dilakukan untuk
mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara

variabel independent atau tidak. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui


apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji
heroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan lain atau tidak.
Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2003 sampai dengan 2007

Profit
Margin

Working capital
turnover

Operating
Assets Turnover

Firm
Size

Rentabilitas

Analisis Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda


Normalitas
Multikolinieritas
Heteroskedastisitas
Autokorelasi

Analisis Uji Statistik Regresi Berganda


Uji Adjusted R2
Uji t-test
Uji F-test

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


H. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka
pemikiran di atas, maka hipotesis yang ada pada dasarnya merupakan jawaban

sementara terhadap suatu masalah yang harus dibuktikan kebenarannya.


Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang siginifikan antara variabel working
capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm
size secara parsial terhadap tingkat rentabilitas perusahaan.
Ha : Terdapat pengaruh yang siginifikan antara variabel working capital
turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size
secara parsial terhadap tingkat rentabilitas perusahaan.
2. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang dominan dan signifikan antara variabel
profit margin terhadap tingkat rentabilitas perusahaan.
Ha : Terdapat pengaruh yang dominan dan siginifikan antara variabel
profit margin terhadap tingkat rentabilitas perusahaan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm
size terhadap tingkat rentabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis regresi berganda dengan periode penelitian selama 5
tahun mulai tahun 2003 hingga 2007.
Alasan pemilihan tahun penelitian pada periode 2003 2007 yaitu karena
pada awal tahun 2003 terjadi pengumuman kebijakan yang dilakukan pada
zaman pemerintahan Megawati Soekarno Putri dalam menaikkan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM), Tarif Daya Listrik (TDL), dan tarif telepon secara
bersamaan (Kompas, Januari 2003). Kemudian pada zaman pemerintahan
selanjutnya

yaitu

tahun

2004-2007,

pemerintahan

Susilo

Bambang

Yudhoyono pun melakukan kebijakan menaikkan harga BBM untuk sektor


industri sampai sebesar 150% (Tempo, Oktober 2005). Akibatnya tingkat
inflasi dalam negeri meningkat dan daya beli masyarakat menurun Oleh
karena itu, beban operasional yang ditanggung oleh perusahaan industri
semakin meningkat namun penjualan mengalami peningkatan yang rendah,
sehingga tingkat pertumbuhan pada sektor industri (manufaktur) mengalami

penurunan. Hal ini menjadi dasar untuk melihat apakah dalam keadaan
pertumbuhan sektor manufaktur yang sedang menurun, variabel-variabel
independen yang terdiri dari pengelolaan modal kerja, profit margin,
operating assets turnover, dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur.
Data yang digunakan adalah data historis keuangan berupa laporan
keuangan semesteran pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.

B. Metode Penentuan Sampel


Populasi dalam penelitian ini, yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia dengan periode observasi tahun 2003 hingga 2007.
Dasar pertimbangan dalam menentukan populasi dalam penelitian ini yaitu
karena perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang dalam kegiatan
operasionalnya banyak membutuhkan dana investasi yang cukup besar
sehingga dengan sendirinya modal kerja yang digunakan juga sangat besar.
Berpijak dengan kondisi perusahaan saat ini banyak memerlukan modal kerja
yang cukup besar, maka diperlukan evaluasi terhadap efektivitas pengelolaan
modal kerja tersebut dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
tingkat rentabilitas perusahaan. Sample dalam peneliatian ini berjumlah 28
perusahaan manufaktur. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive
sampling dengan kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada


periode tahun 2003 2007.
2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangannya secara
semesteran dan berkelanjutan, mulai periode laporan keuangan per 30 Juni
2003 hingga 31 Desember 2007.
3. Laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan adanya saldo modal
kerja bersih serta total aktiva yang bernilai negatif dan atau mengalami
kerugian selama tahun 2003 2007.
4. Laporan keuangan telah diaudit oleh Auditor Independent dan telah
dipublikasikan di Pusat Referensi Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data


Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
berupa laporan keuangan semesteran pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2003 2007.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan data sekunder atau studi kepustakaan dengan cara:
1. Field Research
Untuk memperoleh data, penulis mengadakan penelitian langsung ke
Bursa Efek Indonesia untuk memperoleh data-data yang diperlukan
melalui pusat layanan informasi pada pusat referensi pasar modal.
2. Library Research

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan literatur teori-teori


yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sebagai data penunjang.
Sumber-sumber ini digunakan sebagai tinjauan pustaka untuk menganalisis
dan membahas permasalahan penelitian ini.

D. Metode Analisis Data


1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian yang dilakukan dalam uji asumsi klasik adalah sebagai berikut:
a. Normalitas
Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi
normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan, yaitu jika data
menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi mengikuti asumsi normalitas, sedangkan jika data
menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis
diagonal maka model regresi tidak mengikuti asumsi normalitas
(Santoso, 2002 ).
b. Multikolinieritas
Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika

terjadi maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas (Santoso,


2002:203). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem
multikolinieritas ini salah satunya dilakukan dengan melihat nilai
Tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF). Di mana model
regresi yang bebas multikolinieritas adalah mempunyaii nilai VIF di
sekitar angka 1 dan mempunyai angka TOL mendekati 1 (Santoso,
2002)
c. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi varians dari residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan
ke pengamatan lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara
untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan
melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED)
dengan

residualnya

(SRESID).

Deteksi

ada

tidaknya

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola


tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED di mana
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual
(Y prediksi Y sesungguhnya) yang telah di-studentized (Ghozali,
2001:69). Dasar pengambilan keputusan yaitu jika ada pola tertentu,
seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur

(bergelombang,

melebar

kemudian

menyempit),

maka

terjadi

heteroskedastisitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta


titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2002).
d. Autokorelasi
Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik adalah yang
bebas dari problem autokorelasi. Deteksi adanya autokorelasi dengan
menggunakan Durbin-Watson, di mana angka D-W di bawah -2 berarti
ada autokorelasi positif, angka D-W di antara -2 sampai +2 tidak ada
autokorelasi, dan angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
(Santoso, 2002:219).
2. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan
statistik analisis regresi berganda untuk melakukan analisis terhadap
variabel independen yaitu pengelolaan modal kerja, profit margin,
operating assets turnover, dan ukuran perusahaan terhadap variabel
dependen yaitu tingkat rentabilitas, maka digunakan persamaan regresi
berganda seperti di bawah ini:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 +
Dimana:

= Rentabilitas

= Konstanta

X1

= Perputaran Modal Kerja

X2

= Profit Margin

X3

= Operating Assets Turnover

X4

= Ukuran Perusahaan

bi

= Parameter yang mencerminkan koefisien regresi variabel ke i

= Error

3. Pengujian Hipotesis Penelitian


a. Uji Statistik F
Uji Statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabelvariabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
dependen. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independent
secara

bersama-sama

mempengaruhi

variabel

dependen,

maka

digunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05. jika nilai probability F lebih


besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk
memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
dependen. Sebaliknya jika nilai probability F lebih kecil dari 0,05 maka
model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel
dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2001).

b. Uji Statistik t
Uji Statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masingmasing variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masingmasing variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen digunakan tingkat signifikansi 0,05. jika nilai probability t
lebih besar dari 0,05 maka tidak ada pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel dependen (koefisien regresi tidak signifikan),
sedangkan jika nilai probability T lebih kecil dari 0,05 maka terdapat
pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen
(koefisien regresi signifikan) (Santoso, 2002:168).
c. Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi)
Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat
menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien
determinasi (Adjusted R-Square). Jika Adjusted R-Square adalah sebesar
1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh
variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan
fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R-Square berkisar hampir 1,
berarti

semakin

kuat

kemampuan

variabel

independen

dapat

menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai Adjusted RSquare semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah kemampuan

variabel independen dapat

menjelaskan fluktuasi variabel dependen

(Ghozali, 2001)

E. Definisi Operasional Variabel


Variabel-variabel yang berperan dalam penelitian ini adalah hanya pada
analisis pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan
ukuran perusahaan serta kemudian dihubungkan dengan tingkat rentabilitas
perusahaan. Untuk lebih memperjelas variabel yang akan diuji, maka dibawah
ini diterangkan variabel-variabel tersebut:
1. Variabel Bebas (independent variable)
a. Working Capital Turnover
Working Capital Turnover, yaitu rasio yang memperlihatkan adanya
keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan. Riyanto
(2001:335) merumuskan formula untuk menghitung perputaran modal
kerja, sebagai berikut:
Sales
Working Capital Turnover =
Current Assets Current Liabilities
b. Operating Assets Turnover
Operating Assets Turnover, yaitu perbandingan antara penjualan dengan
assets yang digunakan dalam operasi perusahaan. Operating Assets
Turnover dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Sales
Operating Assets Turnover =
Operating Assets

c. Profit Margin
Profit margin merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum
bunga dan pajak (EBIT) dengan penjualan dan dinyatakan dalam
persentase. Profit margin dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Net Operating Income
Profit Margin =
Sales
d. Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Besar kecilnya ukuran perusahaan diukur berdasarkan pada rata-rata
total assets perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia mulai tahun
2003 hingga 2007. Menurut Yenny Charlemagne (2005) dalam Asnawi
dan Wijaya (2006), Ukuran perusahaan berdasarkan total assets
dikategorikan menjadi dua kriteria, yaitu:
1) Perusahaan kecil, kriteria: total assets kurang dari 400 Milliar.
2) Perusahaan besar, kriteria: total assets lebih besar dari 400 Milliar.
Variabel ukuran perusahaan berdasarkan besarnya total assets dibentuk
menjadi variable dummy, yaitu: perusahaan kecil dengan nilai dummy 0
dan perusahaan besar dengan nilai dummy 1.

2. Variabel Terikat (dependent variable)


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat rentabilitas. Tingkat
rentabilitas yaitu membandingkan antara laba dengan jumlah modal yang

digunakan. Menurut Riyanto (2001) tingkat rentabilitas dapat diukur


dengan formula:
Rentabilitas = Profit Margin x Operating Assets Turnover
Net Operating Income
Rentabilitas =

Sales
X

Sales
Net Operating Income
Rentabilitas =
Operating Assets

Operating Assets

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian


1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia
Objek penelitian ini adalah laporan keuangan konsolidasi semesteran
yang berakhir setiap tanggal tutup buku per 30 Juni dan 31 Desember pada
perusahaan-perusahaan industri manufaktur yang dipublikasikan di Bursa
Efek Indonesia dan telah diaudit oleh auditor independen. Alasan Bursa
Efek Indonesia dipilih sebagai sumber dari objek penelitian ini karena
Bursa Efek Indonesia merupakan Bursa tertua yang ada di Indonesia.
Sejarah Bursa Efek Indonesia awalnya pada saat pemerintahan Hindia
Belanda mendirikan di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang
diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel. Pada tanggal 11
Januari 1925 dibuka Bursa Efek di Surabaya, dan disusul dengan
pembukaan Bursa Efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.
Kemudian pada tahun 1956 pemerintah mengaktifkan pasar modal sebagai
sarana pembiayaan ekonomi.
Pada tanggal 13 Juli 1992 Bursa Efek Indonesia diswastakan
kemudian pada tahun 1995 Bursa Efek Indonesia meluncurkan sistem
perdagangan yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading System)
sistem ini memberikan fasilitas pada perdagangan saham secara fair dan
transparan sehingga informasi dapat diserap oleh investor dengan cepat,

dan pada tahun 2002 Bursa Efek Indonesia juga mulai menerapkan sistem
perdagangan jarak jauh yang disebut Remote Trading System (RTS),
sebagai upaya meningkatkan akses pasar, kecepatan, dan frekuensi
perdagangan.
Pada tahun 2007 dilakukan penggabungan Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang kemudian berubah nama menjadi
Bursa Efek Indonesia (BEI). Bursa Efek Indonesia dipimpin oleh Direktur
Utama Erry Firmansyah, mantan direktur utama BEJ. Mantan Direktur
Utama BES Guntur Pasaribu menjabat sebagai Direktur Perdagangan
Fixed Income dan Derivatif, Keanggotaan dan Partisipan.
Menurut Jogianto (2003) era pasar modal di Indonesia dibagi menjadi
enam periode:
a. Periode Pertama (1912-1942): Periode Zaman Belanda
Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi 13 broker dibentuk
di Jakarta. Asosiasi ini diberi nama Belandanya sebagai Vereniging
voor Effectenhandel yang merupakan cikal bakal pasar modal
pertama di Indonesia. Setelah perang dunia I, pasar modal di Surabaya
mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di
Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. karena masih dalam zaman
penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga didirikan oleh
Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan di sana juga
merupakan saham-saham perusahaan Belanda dan afiliasinya yang
tergabung dalam Dutch East Indies Trading Agencies.

b. Periode Kedua (1952-1960): Periode Orde Lama


Setelah Jepang meninggalkan Indonesia,

pada

tanggal 1

September 1951 dikeluarkan Undang-Undang Darurat no. 12 yang


kemudian dijadikan Undang-Undang No. 15 tahun 1952 tentang Pasar
Modal.Melalui keputusan Menteri Keuangan No. 289737/UU tanggal
1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya dibuka kembali
pada tanggal 3 Juni 1952.
Tujuan dibuka kembali bursa efek ini untuk menampung obligasi
pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Tujuan lainnya adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan
Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar modal di Jakarta pergi
ke luar negeri. Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan
kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang
terdiri dari 3 bank dengan Bank Indonesia sebagai anggota
kehormatan.
c. Periode Ketiga (1977-1988): Periode Orde Baru
Bursa Efek Jakarta dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam
periode orde baru sebagai hasil Keputusan Presiden No. 52 tahun
1976. Keputusan ini menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa.
Presiden Soeharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada
tanggal 10 Agustus 1977. PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan
pertama yang tercatat di BEJ.

d. Periode Keempat (1988-1995): Periode Bangun dari Tidur yang


Panjang
Setelah tahun 1988, selama tiga tahun yaitu sampai tahun 1990,
jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan
127 perusahaan. Kemudian pada tahun 1996 jumlah perusahaan yang
terdaftar meningkat menjadi 238 perusahaan. Pada periode ini, Initial
Public Offering (IPO) menjadi peristiwa nasional.
e. Periode Kelima (mulai 1995): Periode Otomatisasi
Peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi
kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan
kegiatan transaksi di bursa. System otomatisasi yang diterapkan di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) di beri nama Jakarta Automated Trading
System (JATS) dan mulai beroperasi pada hari senin tanggal 22 Mei
1995.
Selain itu, untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan
transaksi yang meningkat, maka pada tanggal 19 September 1996 BES
menerapkan system otomatisasi yang disebut Surabaya Market
Information and Automated Trading System (S-MART).
f. Periode Keenam (mulai Agustus 1997): Kritis Moneter
Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda Negara-negara
di Asia, termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terjadi ini dimulai
dari penurunan nilai-nilai mata uang Negara-negara Asia tersebut
relatif terhadap Dolar Amerika. Untuk mencegah permintaan dolar

Amerika yang berlebihan dan mengakibatkan nilainya meningkat, serta


pengaruh turunnya nilai Rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tingginya suku bunga deposito
berakibat negatif terhadap pasar modal. Investor tidak tertarik lagi
untuk menanamkan dananya di pasar modal, karena total return yang
diterima lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari bunga
deposito. Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun,
begitupun halnya dengan harga saham-saham di pasar modal.
Untuk mengurangi kelesuan permintaan sekuritas di pasar modal
Indonesia,

pemerintah

berusaha

meningkatkan

aktivitas

perdagangannya melalui transaksi investor asing. Pada tanggal 3


September 1997 pemerintah tidak lagi memberlakukan pembatasan
49% pemilikan asing. Ini berarti investor asing boleh memiliki sahamsaham yang jumlahnya tidak terbatas. Selain itu, untuk memperbaiki
perekonomian yang bergejolak, pemerintah pada tanggal 1 Nopember
1997 mengumumkan likuidasi 16 bank swasta nasional. Pengumuman
yang mengejutkan ini tidak banyak membantu memperbaiki lesunya
pasar saham. Bahkan IHSG untuk bulan Nopember merosot tajam.
BEJ proaktif memantau pergerakan harga saham dan melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan terhadap transaksi-transaksi saham
yang mengalami fluktuasi harga yang signifikan tanpa didukung
informasi yang jelas. Perbaikan dalam hal tingkat respon BEJ
mencerminkan

komitmen

BEJ

dalam

menjalankan

mekanisme

kepengawasan maupun pengendalian, untuk senantiasa menjaga


integritas dan kredibilitas Bursa.
2. Lembaga-lembaga yang terkait di Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia melibatkan banyak lembaga, masing-masing
pihak mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda-beda dan saling
menunjang kepentingan pihak lain. Pihak-pihak yang terkait dalam
kegiatan Bursa Efek Indonesia adalah :
a. Perusahaan yang go public (Emiten)
Adalah perusahaan yang melakukan emisi atau yang telah melakukan
penawaran dalam surat berharga. Pihak ini membutuhkan dana guna
membelanjai operasi rencana investasi.
b. Perusahaan Efek
Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha
untuk beberapa kegiatan seperti penjamin emisi efek, perantara
perdagangan efek, manajer investasi, atau penasehat investasi.
c. Lembaga kliring dan penyelesaian penyimpanan
Adalah

suatu

lembaga

yang

menyelenggarakan

kliring

dan

penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek, penyimpanan efek


serta penitipan harta untuk pihak lain.
d. Perusahaan Reksadana
Adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi
kembali (reinvestasi).

e. Lembaga Penunjang Pasar Modal


Lembaga penunjang meliputi tempat penitipan harta, wali amanat atau
penanggung yang menyediakan jasa. Tempat penitipan harta adalah
pihak yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan
untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa
mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.
f. Profesi Penunjang.
Terdiri dari Akuntan publik, notaris, perusahaan penilai (appraisal)
dan konsultan hukum. Akuntan publik adalah pihak yang memiliki
keahlian dalam bidang akuntansi dan pemeriksaan (auditing). Fungsi
akuntan adalah memberi pendapat atas kewajaran laporan keuangan
emiten dan calon emiten. Notaris adalah pejabat yang berwenang
membuat akte otentik sebagaimana dimaksudkan dalam Staad Glad
1860 No.3 tentang pengaturan jabatan notaris. Peranan notaris adalah
membuat perjanjian, menyusun anggaran dasar dan perubahannya,
perubahan milik modal dan lain-lain.
Penilaian appraisal adalah pihak
menandatangani

laporan

penilai.

yang

Laporan

menerbitkan
penilai

dan

mencakup

pendapatan atas aktiva yang disusun berdasarkan pemeriksaan menurut


keahlian penilai. Konsultan hukum adalah ahli hukum yang
memberikan dan menandatangani pendapat hukum mengenai emisi
atau emiten. Fungsi utama konsultan hukum adalah melindungi

pemodal atau calon pemodal dari segi hukum. Tugasnya antara lain
meneliti akte pendirian, izin usaha dan lain-lain.
g. Pemodal (investor)
Adalah pihak perorangan maupun lembaga yang menanamkan
modalnya dalam efek-efek yang diperdagangkan.
h. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) merupakan lembaga
pemerintah yang mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Memonitor dan mengatur pasar modal sebagai tempat sekuritassekuritas dapat diterbitkan dan diperdagangkan secara teratur,
wajar, dan efesien dengan maksud untuk melindungi kepentingan
para pemodal dan masyarakat.
2) Mengawasi dan memonitor pertukaran sekuritas, kliring, dan
lemabaga-lembaga penyimpanan reksadana, perusahaan sekuritas
dan para pialang, berbagai lembaga pendukung pasar modal dan
para professional.
3) Untuk memberikan rekomendasi tentang pasar modal kepada
menteri keuangan.
Dengan fungsi tersebut diharapkan Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) lebih bisa melaksanakan fungsi pengawasan karena
kegiatan pendanaan efek dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
yang diselenggarakan oleh Bursa Efek sendiri, selain itu peraturan

mulai dilakukan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM)


secara konsisten.
3. Industri Perusahaan Manufaktur
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang
laporan keuangannya dipublikasikan di BEI. Laporan keuangan yang
digunakan sebagai objek penelitian berasal dari neraca dan laporan laba
(rugi). Industri perusahaan manufaktur terdiri dari tiga sektor, antara lain :
a. Industri Dasar dan Kimia
b. Aneka Industri
c. Industri Barang Konsumsi
Perusahaan-perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini sebanyak 28 perusahaan, antara lain:
1)

Astra Otoparts, Tbk

2)

Colorpak Indonesia, Tbk

3)

Citra Tubindo, Tbk

4)

Davomas Abadi, Tbk

5)

Delta Jakarta, Tbk

6)

Darya Varia Lab, Tbk

7)

Ekadharma International, Tbk

8)

Gudang Garam, Tbk

9)

H.M. Sampoerna, Tbk

10) Indorama Synthetics, Tbk


11) Jaya Pari Steel, Tbk

12) Kimia Farma, Tbk


13) Kalbe Farma, Tbk
14) Lion Metal Works, Tbk
15) Lion Mesh Prima, Tbk
16) Merck, Tbk
17) Mustika Ratu, Tbk
18) Mayora Indah, Tbk
19) Pan Brothers Tex, Tbk
20) Pyridam Farma, Tbk
21) Selamat Sempurna, Tbk
22) Sorini Corp, Tbk
23) Siantar Top, Tbk
24) Mandom Indonesia, Tbk
25) Trias Sentosa, Tbk
26) Tempo Scan Pacific, Tbk
27) Ultrajaya Milk Industry, Tbk
28) Unilever Indonesia, Tbk

B. Analisis Deskriptif Statistik


Penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 28 perusahaan
sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan selama periode penelitian
mulai tahun 2003 hingga tahun 2007. Analisis deskripsi dilakukan untuk
menghitung nilai deviasi standar, mean, maksimum dan minimum pada

variabel independen dan variabel dependen. Berdasarkan perhitungan yang


telah dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti, maka diperoleh
hasil sebagaimana yang tercantum dalam tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1
Hasil Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Rentabilitas

280

.002

.401

.07697

.071188

Working Capital Turnover

280

.472

130.169

5.57758

11.844882

Profit Margin

280

.004

.216

.07769

.050519

Operating Assets Turnover

280

.180

2.823

.97522

.534592

Firm Size

280

.68

.468

Valid N (listwise)

280

Sumber : Data diolah, Output SPSS

Tabel 4.1 menyajikan gambaran statistik dari variabel rentabilitas,


working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm
size. Secara statistik dapat diketahui bahwa pada 28 perusahaan yang
dijadikan sampel, variabel rentabilitas perusahaan manufaktur memiliki nilai
minimum 0,002 yang terdapat pada perusahaan Indorama Synthetics Tbk, dan
nilai maximum 0,401 pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk, dengan nilai
mean 0,07697 dan standar deviasi 0,071188.
Variabel working capital turnover memiliki nilai minimum 0,472 yang
terdapat pada perusahaan Lion Metal Works Tbk, dan nilai maximum 130,169
pada perusahaan Trias Sentosa Tbk, dengan nilai rata-rata 5,57758 dan standar
deviasi 11,844882.

Variabel profit margin memiliki nilai minimum 0,004 yang terdapat pada
perusahaan Indorama Synthetics Tbk, dan nilai maximum 0,216 pada
perusahaan Lion Metal Works Tbk, dengan nilai rata-rata 0,07769 dan standar
deviasi 0,050519.
Variabel operating assets turnover memiliki nilai minimum 0,180 yang
terdapat pada perusahaan Ultrajaya Milk Industry Tbk, dan nilai maximum
2,823 pada perusahaan Pan Brothers Tbk, dengan nilai rata-rata 0,97522 dan
standar deviasi 0,534592.
Oleh karena variabel ukuran perusahaan merupakan variabel dummy
(kategori), maka tidak perlu dilakukan statistik deskripsi hanya perlu dibuat
table frekuensi. Frekuensi variabel ukuran perusahaan dapat dilihat pada tabel
4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2
Hasil Uji Frequency Ukuran Perusahaan
Firm Size
Cumulative
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Percent

Perusahaan Kecil

32.1

32.1

32.1

Perusahaan Besar

19

67.9

67.9

100.0

Total

28

100.0

100.0

Sumber : Data diolah, Output SPSS


Tabel 4.2 menggambarkan bahwa ukuran perusahaan kecil tercatat
sebanyak 9 perusahaan atau 32.1% dari total perusahaan yang dijadikan
sampel, sedangkan perusahaan besar tercatat sebanyak 19 perusahaan atau
67.9% dari total 28 perusahaan yang dijadikan sampel.

C. Hasil dan Pembahasan


Sebelum melakukan pengujian dengan analisis regresi berganda terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi dasar klasik yaitu uji Normalitas data,
Autokorelasi, Multikolinieritas, dan Heteroskedastisitas untuk menghindari
penyimpangan dalam model regresi.
1. Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik diperlukan agar model regresi yang diperoleh
memenuhi kriteria BLUE (best linier unbiased estimator). Adapun uji
asumsi klasik meliputi normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Terdapat beberapa cara dalam mendeteksi normalitas, yaitu
dengan melihat penyebaran data (scatter plot) pada sumbu diagonal
dari grafik (Santoso, 2007 : 214). Dasar pengambilan keputusannya:
1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas.
Hasil uji normalitas yang terlihat pada gambar 4.1 di bawah
menunjukkan bahwa data menyebar dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.

Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Data 2003 2007
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

b. Uji Autokorelasi
Salah satu asumsi regresi linear berganda adalah tidak terdapatnya
Autokorelasi. Autokorelasi adalah korelasi antara sesama urutan
pengamatan dari waktu ke waktu.
Untuk mendeteksi ada tidaknya Autokorelasi maka dilakukan
pengujian Durbin Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut
(Santoso, 2007 : 216):
1) Angka Durbin Watson (DW) dibawah -2 berarti ada Autokorelasi
positif.
2) Angka Durbin Watson (DW) diantara -2 sampai +2, berarti tidak
ada Autokorelasi.

Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Durbin Watson (DW)


seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Uji Autokorelasi Durbin-Watson
Model

Durbin-Watson

Kesimpulan
2.000

Tidak ada Autokorelasi

Sumber: Data diolah, Output SPSS


Hasil Uji gejala Autokorelasi yang ditunjukkan dengan nilai
Durbin Watson (DW) seperti pada tabel 4.3 di atas dapat disimpulkan
bahwa pada tahun 2003 sampai dengan 2007 model regresinya tidak
terdapat gejala Autokorelasi.
c. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas.
Tabel 4.4
Pengujian Multikolinieritas
Collinearity
Statistics
Model

Tolerance

VIF

Kesimpulan

Working Capital Turnover

.980

1.021

Tidak ada Multikolinieritas

Profit Margin

.998

1.002

Tidak ada Multikolinieritas

Operating Assets Turnover

.954

1.048

Tidak ada Multikolinieritas

Firm Size

.967

1.034

Tidak ada Multikolinieritas

Sumber: Data diolah, Output SPSS


Apabila dilihat hasil Uji Multikolinieritas pada tabel 4.4 di atas,
dapat dijelaskan bahwa besaran nilai Tolerance dan Variance Inflation

Factor (VIF) untuk seluruh tahun observasi, menunjukkan angka


tolerance berada pada kisaran 0.954 sampai dengan 0.998 atau
mendekati angka 1. Nilai VIF yang diperbolehkan hanya mencapai
angka 10, sehingga variabel-variabel independen tersebut terbebas dari
masalah multikolinieritas. Dengan demikian model regresi ini layak
dipakai dalam pengujian.
d. Uji Heteroskedastisitas
Model regresi yang tidak terdapat gejala Heteroskedastisitas
adalah apabila sebaran data berada disekitar titik nol serta tidak
nampak adanya suatu pola tertentu.
Gambar 4.2
Uji Heterokedastisitas

Apabila kita perhatikan Gambar 4.2 di atas terlihat sebaran data


pada umumnya

berada disekitar

angka

nol,

sehingga

dapat

disimpulkan bahwa model regresi ini memenuhi syarat untuk melihat


pengaruh variabel independen (working capital turnover, profit
margin, operating assets turnover, dan firm size) terhadap variabel
dependen (rentabilitas).

2. Pengujian Regresi Linier Berganda


Adapun hasil regresi linier berganda dengan pengaruh working capital
turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap
tingkat Rentabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa

Model
1

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

Std. Error

(Constant)

-.083

.005

Working Capital Turnover

-.003

.001

Profit Margin

.960

Operating Assets Turnover


Firm Size

Beta

Sig.

-15.183

.000

-2.119

.035

.035

.681 27.526

.000

.079

.003

.591 23.348

.000

.015

.004

.102

.000

-.053

4.038

Sumber: Data diolah, Output SPSS


Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dirumuskan suatu persamaan regresi
untuk tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
sebagai berikut:

Persamaan:
Y = -0,083 0,003 X1 + 0,960 X2 + 0,079 X3 + 0,015 X4 +
Keterangan:
Y1 = Variabel dependen Rentabilitas
a = Konstanta
= Koefisien regresi dari variabel independen ke i.
i

X = Variabel Independen Working Capital Turnover


1

X = Variabel Independen Profit Margin


2

X = Variabel Independen Operating Assets Turnover


3

X = Variabel Independen (Variabel Dummy) Firm Size atau Ukuran


4

Perusahaan

yang

membedakan

perusahaan

besar

dan

perusahaan kecil.
= Estimasi Error
Koefisien-koefisien pada persamaan regresi linier berganda di atas
dapat diartikan sebagai berikut:
a. Tanda pada koefisien regresi mencerminkan hubungan antara variabel
independen (working capital turnover, profit margin, operating assets
turnover, dan firm size) dengan variabel dependen (rentabilitas) pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Tanda (+) berarti
terdapat hubungan yang positif atau searah antara variabel independen
dengan variabel dependen. Semakin meningkat nilai variabel
independen (working capital turnover, profit margin, operating assets

turnover, dan firm size) maka semakin meningkat pula nilai variabel
dependen (rentabilitas) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia, begitu juga sebaliknya.
b. Nilai konstanta pada persamaan regresi sebesar -0,083 menunjukkan
bahwa jika variabel dependen lainnya bernilai nol, maka tingkat
rentabilitas mengalami penurunan sebesar 8,3 %.
c. Koefisien regresi untuk variabel working capital turnover (X1) sebesar
-0,003 menunjukkan bahwa jika variabel working capital turnover
(X1) meningkat satu kali perputaran maka tingkat rentabilitas
mengalami penurunan sebesar 0,3 %, dengan ketentuan variabel lain
konstan.
d. Koefisien regresi variabel profit margin (X2) sebesar 0,960
menunjukkan bahwa jika profit margin (X2) meningkat satu persen
maka tingkat rentabilitas mengalami peningkatan sebesar 96%,
dengan ketentuan variabel lain konstan.
e. Koefisien regresi variabel Operating Assets Turnover (X3) sebesar
0,079 menunjukkan bahwa jika variabel Operating Assets Turnover
(X3) meningkat satu kali perputaran maka tingkat rentabilitas
mengalami peningkatan sebesar 7,9 %, dengan ketentuan variabel lain
konstan.
f. Koefisien regresi variabel firm size (X4) sebesar 0,015 menunjukkan
bahwa jika perusahaan tergolong Perusahaan Kecil (dummy = 0) dan
variabel lain bernilai sama dengan nol, maka nilai rentabilitas sebesar

-0,083 + (0,015).(DJenis) = -0,083 + (0,015).(0) = -0,083. Jadi tingkat


rentabilitas mengalami penurunan sebesar 8,3%, dengan ketentuan
variabel lain konstan. Jika perusahaan tergolong Perusahaan Besar
(dummy = 1) dan variabel lain bernilai sama dengan nol, maka nilai
rentabilitas sebesar -0,083 + (0,015).(DJenis) = -0,083 + (0,015).(1) =
-0,068. Jadi tingkat rentabilitas mengalami penurunan sebesar 6,8%,
dengan ketentuan variabel lain konstan.

3. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah
ditetapkan diterima atau ditolak secara statistik. Pengujian hipotesis
penelitian dilakukan dengan menggunakan Uji Statistik F dan Uji
Statistik t. Uji F digunakan untuk menguji apakah semua variabel
independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel
dependen, sedangkan Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel
independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen.
a. Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen
yang terdiri dari working capital turnover, profit margin, operating
assets turnover, dan firm size terhadap variabel independen yaitu
rentabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
secara simultan atau bersama-sama.

Tabel 4.6
Hasil Pengujian Regresi Simultan (F-Test)
b

ANOVA
Sum of
Model
1

Squares
Regression
Residual
Total

df

Mean Square

1.176

.294

.238

275

.001

1.414

279

F
340.033

Sig.
.000

Sumber: Data diolah, Output SPSS


*Signifikan pada = 1%

Berdasarkan hasil pengujian regresi simultan pada tabel 4.7


tersebut menunjukkan bahwa variable independen (working capital
turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size)
berpengaruh secara simultan terhadap variable dependen (rentabilitas).
Pernyataan ini didukung oleh hasil pengujian hipotesis, dengan
menggunakan uji F tabel ( : 1%, df1 = 4, df2 = 275) adalah 3,388.
Dari F-test yang dilakukan menghasilkan probabilitas signifikansi di
bawah 1% yaitu sebesar 0,000 dan nilai F-hitung sebesar 340,033 lebih
besar dari F table sebesar 3,388, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan adanya hal itu, hasil pengujian dengan Uji F dapat
disimpulkan bahwa variabel independen (working capital turnover,
profit margin, operating assets turnover, dan firm size) secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (rentabilitas)
pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia

b. Uji Parsial (Uji t)


Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
yang terdiri dari working capital turnover, profit margin, operating
assets turnover, dan firm size terhadap rentabilitas pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia secara parsial.
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Regresi Parsial (t-test)
a

Coefficients

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

Model
1

Std. Error

(Constant)

-.083

.005

Working Capital Turnover

-.003

.001

Profit Margin

.960

Operating Assets Turnover


Firm Size

Beta

Sig.

-15.183

.000

-.053

-2.119

.035 **

.035

.681

27.526

.000*

.079

.003

.591

23.348

.000 *

.015

.004

.102

4.038

.000 *

Sumber: Data diolah, Output SPSS


Ket: *Signifikan pada = 1%, ** Signifikan pada = 5%
Berdasarkan hasil pengujian regresi parsial pada table 4.7 di atas,
menunjukkan bahwa hanya variabel working capital turnover yang
secara

parsial mempunyai pengaruh negatif

rentabilitas

perusahaan

manufaktur,

sedangkan

terhadap

tingkat

profit

margin,

operating assets turnover, dan firm size secara parsial memiliki


pengaruh positif terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur
di Bursa Efek Indonesia.

Working capital turnover berpengaruh secara negatif dan


signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
t hitung -2,119 dan t tabel 1,650 dengan penentuan : 5% dan
dengan derajat kebebasan (df = n k = 280 4) : 276. Dengan
demikian dapat diambil keputusan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
Profit margin berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung 27,526 dan
t tabel 2,340 dengan penentuan : 1% dan dengan derajat kebebasan
(df = n k = 280 4) : 276. Dengan demikian dapat diambil keputusan
bahwa t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Operating assets turnover berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
t hitung 23,348 dan t tabel 2,340 dengan penentuan : 1% dan
dengan derajat kebebasan (df = n k = 280 4) : 276. Dengan
demikian dapat diambil keputusan bahwa t hitung > t tabel, maka Ho
ditolak dan Ha diterima.
Firm size berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung 4,038 dan
t tabel 2,340 dengan penentuan : 1% dan dengan derajat kebebasan
(df = n k = 280 4) : 276. Dengan demikian dapat diambil keputusan
bahwa t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dibentuk suatu persamaan:


Rent = 0,083 0,003 WCT + 0,960 PM + 0,079 OAT + 0.015 FS
Pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen dapat dijelaskan berikut ini:
1) Working Capital Turnover
Variabel Working Capital Turnover mempunyai koefisien
negatif sebesar -0,003 menunjukkan bahwa variabel working
capital turnover memiliki hubungan negatif dengan variabel
rentabilitas, maka setiap kenaikan tingkat working capital turnover
akan diikuti dengan penurunan tingkat rentabilitas perusahaan
sebesar 0,003 atau 0,3% pada periode penelitian.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih
kecil dari t table (t hitung = -2,119 < t table = -1,650), berarti
variabel working capital turnover terbukti memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas, hal ini
didukung dengan tingkat signifikansi sebesar 0,035 yang lebih
rendah dari tingkat alpha yang digunakan pada penelitian ini yaitu
sebesar 5% ( = 0,05).
2) Profit Margin
Berdasarkan hasil pengolahan data seperti pada tabel 4.7,
variabel profit margin mempunyai koefisien positif sebesar 0,960
menunjukkan bahwa variabel profit margin memiliki hubungan
positif dengan variabel rentabilitas, maka setiap kenaikan tingkat

profit margin akan diikuti dengan kenaikan tingkat rentabilitas


perusahaan sebesar 0,960 atau 96% pada periode penelitian.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih
besar dari t tabel (t hitung = 27,526 > t tabel = 2,340), berarti
variabel profit margin terbukti berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat rentabilitas, hal ini didukung dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,000 yang lebih rendah dari tingkat alpha
yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1% ( = 0,01).
3) Operating Assets Turnover
Berdasarkan persamaan regresi berganda, koefisien regresi
untuk

variabel

operating

assets

turnover

sebesar

0,079

menunjukkan bahwa variabel operating assets turnover memiliki


hubungan positif dengan variabel rentabilitas, maka setiap
kenaikan tingkat operating assets turnover akan diikuti dengan
kenaikan tingkat rentabilitas perusahaan sebesar 0,079 atau 7,9%
pada periode penelitian.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih
besar dari t tabel (t hitung = 23,348 > t tabel = 2,340), berarti
variabel operating assets turnover terbukti berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat rentabilitas, hal ini didukung dengan
tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih rendah dari tingkat
signifikansi yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1%
( = 0,01).

4) Firm Size
Nilai koefisien regresi untuk variabel firm size yaitu sebesar
0,015 menunjukkan bahwa variabel firm size memiliki hubungan
positif dengan variable rentabilitas.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih
besar dari t tabel (t hitung = 27,526 > t tabel = 2,340), berarti
variabel profit margin terbukti berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat rentabilitas, hal ini didukung dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,000 yang lebih rendah dari tingkat
signifikansi yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1%
( = 0,01).
Hasil uji t (t-test) di atas konsisten dengan hasil penelitian
Ganesan (2007) bahwa efisiensi pengelolaan modal kerja memiliki
hubungan negatif dengan tingkat profitabilitas pada perusahaan
industri perlengkapan telekomunikasi. Hasil penelitian ini juga
sependapat dengan hasil penelitian Padachi (2006) bahwa tingginya
investasi dalam pengelolaan modal kerja berhubungan dengan
rendahnya

tingkat

profitabilitas

pada

perusahaan

manufaktur.

Sedangkan hasil temuan Indri Yuliafitri (2005) menunjukkan bahwa


kecepatan perputaran modal kerja (working capital turnover) tidak
berpengaruh terhadap tingkat rentabilitas perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suryo Luhur W.A. dan Triani
Pujiastuti (2006) yang meneliti pengaruh profit margin dan perputaran

aktiva lancar terhadap tingkat rentabilitas menyimpulkan bahwa profit


margin memiliki pengaruh secara parsial terhadap tingkat rentabilitas
perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang penulis
lakukan, bahwa variabel profit margin berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di
Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian.
Hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan operating
assets turnover serta pengaruhnya terhadap tingkat rentabilitas,
dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) menunjukkan bahwa secara
parsial variabel operating assets turnover tidak memiliki pengaruh
terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan penulis, bahwa variabel operating
assets turnover memiliki pengaruh positif terhadap tingkat rentabilitas
perusahaan manufaktur. Terjadinya perbedaan hasil penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya dikarenakan adanya perbedaan kondisi
pasar modal yang diteliti, karakteristik sample, jumlah observasi, dan
periode penelitian.
Penelititan yang dilakukan oleh Susi Dwimulyani dan shirley
(2007) meneliti pengaruh size perusahaan terhadap tingkat laba
perusahaan manufaktur menyimpulkan bahwa size perusahaan
mempunyai pengaruh secara parsial terhadap tingkat laba yang
diharapkan perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

penulis lakukan, yaitu adanya pengaruh positif antara firm size dengan
tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Koefisien regresi variabel firm size (variabel dummy) sebesar
0,015 menunjukkan bahwa jika perusahaan tergolong perusahaan
kecil (dummy = 0) dan variabel lain bernilai sama dengan nol, maka
nilai rentabilitas sebesar -0,083 + (0,015).(DJenis) = -0,083 +
(0,015).(0) = -0,083. Jadi rentabilitas turun sebesar 8,3%. Jika
perusahaan tergolong perusahaan besar (dummy = 1) dan variabel
lain bernilai sama dengan nol, maka nilai rentabilitas sebesar -0,083 +
(0,015).(DJenis) = -0,083 + (0,015).(1) = -0,068. Jadi tingkat
rentabilitas turun sebesar 6,8%.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran
perusahaan yang tergolong besar memiliki pengaruh negatif lebih
kecil terhadap tingkat rentabilitas, yaitu sebesar -6,8% dibandingkan
dengan ukuran perusahaan yang tergolong kecil dimana memiliki
pengaruh negatif lebih besar terhadap tingkat rentabilitas, yaitu sebesar
-8,3%. Oleh karena itu, perusahaan yang tergolong besar memiliki
tingkat rentabilitas yang lebih tinggi dibandingkan tingkat rentabilitas
yang dihasilkan oleh perusahaan yang tergolong kecil.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang

kecil

berarti

kemampuan

variabel-veriabel

independen

dalam

menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang


mendekati

satu

berarti

variasi

variabel-variabel

independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk


memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2005).
Tabel 4.8
Pengujian Koesfisien Determinasi
b

Model Summary

Model
1

R
.912

R Square
a

Adjusted R

Std. Error of the

Square

Estimate

.832

.829

.029406

Durbin-Watson
2.000

Sumber: Data diolah, Output SPSS


Berdasarkan hasil output pada tabel 4.8 di atas, besarnya adjusted
R2 adalah 0,829, hal ini berarti kemampuan variabel independen
(working capital turnover, profit margin, operating assets turnover,
dan firm size) dalam menjelaskan variabel dependen (rentabilitas)
sebesar 82,9%, sedangkan sisanya sebesar 17,1% (100% - 82,9%)
dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai variabel working capital turnover,
profit margin, operating assets turnover, dan firm size serta pengaruhnya
terhadap tingkat rentabilitas perusahaan pada sektor manufaktur selama
periode 2003 hingga 2007, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel profit margin, operating
assets turnover, dan firm size memiliki pengaruh positif dan signifikan
pada level signifikan 1% terhadap tingkat rentabilitas perusahaan
manufaktur, sedangkan variabel pengelolaan modal kerja (working capital
turnover) berpengaruh negatif dan signifikan pada level signifikan 5%
terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profit margin merupakan variabel
yang paling dominan dan signifikan mempengaruhi tingkat rentabilitas
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
3. Hasil uji koefisien determinasi (Adjusted R2) menunjukkan nilai sebesar
0,829. Hal ini berarti kemampuan variabel independen (working capital
turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size) dapat
menjelaskan variabel dependen (rentabilitas) sebesar 82,9 %.

B. Implikasi Penelitian
Berdasarkan

analisis

dan

pembahasan

hasil

penelitian,

penulis

mengemukakan implikasi yang bisa bermanfaat yaitu antara lain:


1. Pengelolaan modal kerja berdasarkan rasio working capital turnover
memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat rentabilitas perusahaan
manufaktur, sehingga kecepatan perputaran modal kerja memiliki
hubungan berbanding terbalik dengan tingkat rentabilitas perusahaan. Hal
ini dapat memberikan pertimbangan bagi investor dalam pengelolaan
modal kerja guna pengaruhnya terhadap tingkat rentabilitas perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2. Profit margin memiliki pengaruh paling dominan terhadap tingkat
rentabilitas perusahaan, selain variabel operating assets turnover dan
ukuran perusahaan (firm size) yang juga memiliki pengaruh positif
terhadap

tingkat

rentabilitas

perusahaan

manufaktur.

Hal

ini

mengindikasikan bahwa profit margin merupakan faktor yang perlu


dipertimbangkan dalam peningkatan rentabilitas perusahaan manufaktur di
Bursa Efek Indonesia.
3. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi potensial bagi para
pengguna laporan keuangan dan investor khususnya yang berkaitan
dengan pengelolaan modal kerja terhadap tingkat rentabilitas perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan untuk
penelitian

selanjutnya

diarahkan

pada

faktor-faktor

lain

yang

mampengaruhi tingkat rentabilitas, seperti: kebijakan investasi modal


kerja, aktiva tetap, serta strategi penjualan.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafaruddin. Alat-Alat Analisis dalam Pembelanjaan, Andi Offset,
Yogyakarta, 2003.
Basri, Chatib. Ekspor Manufaktur Indonesia dan Hambatan Sisi Penawaran,
KOMPAS, 31 Maret 2003.
Brealey, Myers, Marcus. Fundamentals Of Corporate Finance, McGraw-Hill,
New York, 2001.
Brealey, Richard A dan Myers, Stewart C. Principles of Corporate Finance :
Fifth Edition, McGraw-Hill, New York, 1996.
Brigham, Eugene dan Houston, Joel. Manajemen Keuangan Jilid I, Erlangga,
Jakarta, 2001.
Copeland dan Wenston, J. Fred. Manajemen Keuangan Jilid I, Binarupa
Aksara, Jakarta, 2001.
Ganesan, Vedavinayagam. An Analysis of Working Capital Management
Efficiency in Telecommunication Equipment Industry, Rivier Academic
Journal, Volume 3, Number 2, Fall 2007.
Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, BP
UNDIP, Semarang, 2001.
Gie, Kwik Kian. PDB Tumbuh, Manufaktur Terpuruk, dan Hasil Tambang
Diisap, http://els.bappenas.go.id/, 11 Desember 2007.
Hartono, Jogiyanto. Pasar Efisien Secara Keputusan, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005.
Horne, Wachowicz. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan, Salemba Empat,
Jakarta, 1998.
Husnan, Suad. Manajemen Keuangan : Teori dan Penerapan Keputusan Jangka
Pendek, BPFE, Yogyakarta, 1998.
Indri, Koesmawan, Amilin. Analisis Pengaruh Efektivitas Modal Kerja Dan
Operating Assets Turnover Terhadap Tingkat Rentabilitas Pada Sektor
Industri Dasar Dan Kimia Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta, Jurnal
Ekonomi Vol. XV No. 39 Sep./Okt. 2005.

Keown, Arthur J., Scott Jr., David F., Martin, John D., Petty, William.
Foundation of Finance, Prentice Hall, New Jersey, 1994.
Luhur, Suryo, Triani Pujiastuti. Analisis Perkembangan Rentabilitas Modal Kerja
Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rentabilitas Modal Kerja Studi
Kasus Pada PT. Aneka Karya Di Klaten, Buletin Ekonomi No.1 Tahun
Pertama Desember 2006.
Minanda, Evy Flamboyan. PKS Protes Besaran Kenaikan BBM, Tempo
Interaktif, 1 Oktober 2005.
Munawir. Analisis Laporan Keuangan, Liberty, Yogyakarta, 2005.
Muttaqin, Hidayatullah. Membedah Latar Belakang Kenaikan BBM, TDL, dan
Telepon: Tinjauan Politik Ekonomi, Jurnal Ekonomi Ideologis
(http://jurnal-ekonomi.org/), 15 September 2003.
Padachi, Kesseven. Trends in Working Capital Management and Its Impact on
Firms Performance: An Analysis of Mauritian Small Manufacturing
Firms, International Review of Business Research Papers Vol.2 No.2,
October 2006.
Riyanto, Bambang. Dasar-Dasar
Yogyakarta, 2001.

Pembelanjaan

Perusahaan,

BPFE,

Ross, Stephen A., Westerfield, Randolf W., Jordan, Bradford D. Fundamental of


Corporate Finance : Fifth Edition, Irwin, Massachusetts, 2000.
Sartono, Agus. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, BPFE, Yogyakarta,
2001.
Sawir, Agnes. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan, Gramedia, Jakarta, 2004
Singgih, Santoso. Mengatasi Masalah Statistik Dengan SPSS versi 11,5,
Gramedia, Jakarta, 2004.
Siswantini, Tri. Analisis Pengelolaan Modal Kerja Dan Pengaruhnya Terhadap
Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta, Equity
Vol.4, No.2, Juli Desember 2006.
Sudana, Widyaningrum. Analisis Kebijakan Investasi Modal Kerja
Hubungannya Dengan Profitabilitas Pada Kondisi Ekonomi Sebelum Krisis
dan Masa Krisis, Majalah Ekonomi Tahun XIII No.2, Agustus 2003.

Sudarmadji, Sularto. Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage,


dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure
Laporan Keuangan Tahunan, Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi,
Sastra, Arsitek, dan Sipil) Vol.2, 21-22 Agustus 2007.
Sudarmanto, Gunawan. Analisis Regresi Linear Ganda Dengan SPSS, Graha
Ilmu. Jakarta. 2005.
Susanto, Steve. Logika Kenaikan Harga BBM, Tarif Listrik, dan Telepon,
KOMPAS, 27 Januari 2003.
Syahyunan. Analisis Modal Kerja, Digitized by USU digital library, 2003.
Wenty, Murtanto. Pengaruh Komprehensif Atas Stategi Modal Kerja Melalui
Rasio Perdagangan (Merchandising Ratio), Media Riset Akuntansi,
Auditing dan Informasi, Vol.1 No.1, April 2001.
Weston, JF., Brigham EF. Essentials of Managerial Finance, The Dryden
Press, 2000.
Wibisono, Handoyo. Manajemen Modal Kerja, Universitas Atma Jaya, Jakarta,
1997.
Wijaya, Asnawi. Metodologi Penelitian Keuangan, Graha Ilmu, Yogyakarta,
2006.
Wild, John J., Submanyam, K.R., Halsey, Robert F. Financial Statement
Analysis, Mc Graw-Hill, New York, 2004.
Walsh, Ciaran. Key Management Ratios : Third Edition, Erlangga, Jakarta,
2003.

Anda mungkin juga menyukai