BAB 2
TINJAUAN TEORITIS BENTUK INSENTIF dan DISINSENTIF UNTUK
MELESTARIKAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA
Ruang yang berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik
secara individu maupun berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan
berkembang secara berkelanjutan (UUPR no.24/1992)
Suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak
mempunyai penutup dalam bentuk fisik (Budihardjo, 1999; 90)
Ruang yang berfungsi antara lain sebagai tempat bermain aktif untuk anak-anak dan
dewasa, tempat bersantai pasif untuk orang dewasa, dan sebagai areal konservasi
lingkungan hijau (Gallion, 1959; 282)
Ruang yang berdasarkan fungsinya sebagai ruang terbuka hijau yaitu dalam bentuk
taman, lapangan atletik dan taman bermain (Adams, 1952; 156)
Lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan
yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi; konservasi lahan dan
sumber daya alam lainnya; atau keperluan sejarah dan keindahan
(Green, 1962)
18
Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam kota, dalam
bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau (Trancik, 1986; 61)
Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya
lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi sebagai
kawasan pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota, kegiatan Olah Raga, pemakaman,
pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan (Inmendagri no.14/1988)
masyarakat mempunyai akses untuk menggunakannya. Ciri-ciri utama dari public spaces
adalah: terbuka mudah dicapai oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan
kelompok dan tidak selalu harus ada unsur hijau, bentuknya berupa malls, plazas dan
taman bermain (Carr, 1992).
Jadi RTH lebih menonjolkan unsur hijau (vegetasi)dalam setiap bentuknya
sedangkan public spaces dan ruang terbuka hanya berupa lahan terbuka belum dibangun
yang tanpa tanaman. Public spaces adalah ruang yang dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat sedangkan RTH dan ruang terbuka tidak selalu dapat digunakan dan dinikmati
oleh seluruh masyarakat.
Ruang terbuka hijau membutuhkan perencanaan yang lebih baik lagi untuk
menjaga keseimbangan kualitas lingkungan perkotaan. Mempertahankan lingkungan
perkotaan agar tetap berkualitas merupakan penjabaran dari GBHN 1993 dengan asas
trilogi pembangunannya yaitu pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, dan stabilitas nasional melalui pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup (GBHN, 1993; 94)
2.1.2 Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Kota
Dinas Pertamanan mengkalasifikasikan ruang terbuka hijau berdasarkan pada
kepentingan pengelolaannya adalah sebagai berikut :
19
Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang sekelilingnya ditata
secara teratur dan artistik, ditanami pohon pelindung, semak/perdu, tanaman penutup
tanah serta memiliki fungsi relaksasi.
Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi utama sebagai
hutan raya.
Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang memanfaatkan
ruang terbuka hijau.
Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area lapangan, yaitu
lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas. Bentuk dari ruang terbuka ini
yaitu lapangan olahraga, stadion, lintasan lari atau lapangan golf.
Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal produktif, yaitu lahan
sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang menghasilkan padi, sayuran, palawija,
tanaman hias dan buah-buahan.
Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan, taman di
persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.
kota, lapangan O.R, kawasan hutan kota, jalur hijau kota, perkuburan, pekarangan, dan
RTH produktif.
Bentuk RTH yang memiliki fungsi paling penting bagi perkotaan saat ini adalah
kawasan hijau taman kota dan kawasan hijau lapangan olah raga. Taman kota dibutuhkan
karena memiliki hampir semua fungsi RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau memiliki
fungsi sebagai sarana untuk menciptakan kesehatan masyarakat selain itu bisa difungsikan
sebagian dari fungsi RTH lainnya.
2.1.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Kegiatankegiatan manusia yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hijau
mengakibatkan perubahan pada lingkungan yang akhirnya akan menurunkan kualitas
lingkungan perkotaan. Kesadaran menjaga kelestarian lingkungan hijau pasti akan lebih
baik jika setiap orang mengetahui fungsi RTH bagi lingkungan perkotaan. fungsi dari RTH
20
bagi kota yaitu: untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan dalam kota
dengan sasaran untuk memaksimumkan tingkat kesejahteraan warga kota dengan
menciptakan lingkungan yang lebih baik dan sehat.
Berdasarkan fungsinya menurut Rencana Pengembangan Ruang terbuka hijau
tahun 1989 yaitu :
1. RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi dimana penduduk dapat melaksanakan
kegiatan berbentuk rekreasi, berupa kegiatan rekreasi aktif seperti lapangan olahraga,
dan rekreasi pasif seperti taman.
2. RTH yang berfungsi sebagai tempat berkarya, yaitu tempat penduduk bermata
pencaharian dari sektor pemanfaatan tanah secara langsung seperti pertanian pangan,
kebun bunga dan usaha tanaman hias.
3. RTH yang berfungsi sebagai ruang pemeliharaan, yaitu ruang yang memungkinkan
pengelola kota
21
Melihat beberapa fungsi tersebut diatas bisa disimpulkan pada dasarnya RTH kota
mempunyai 3 fungsi dasar yaitu:
Berfungsi secara sosial yaitu fasilitas untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan
dan olahraga. Dan menjalin komunikasi antar warga kota.
Berfungsi secara fisik yaitu sebagai paru-paru kota, melindungi sistem air, peredam
bunyi, pemenuhan kebutuhan visual, menahan perkembangan lahan terbangun/sebagai
penyangga, melindungi warga kota dari polusi udara
Berfungsi sebagai estetika yaitu pengikat antar elemen gedung dalam kota, pemberi ciri
dalam membentuk wajah kota dan unsur dalam penataan arsitektur perkotaan.
Sangat penting untuk diingat bahwa tumbuhan merupakan kehidupan pelopor yang
masyarakat
sekitar
sebagai
pengelola
taman
dan
setelah
itu
22
taman tersebut dari penduduk, sehingga sehingga kedua pihak mengelolanya bersama
(Kompas, September, 2000).
2.1.4 Kebutuhan Lahan RTH Kota
Untuk menciptakan kota yang ramah terhadap lingkungan di butuhkan suatu usaha
untuk menciptakan keseimbangan pembangunan kebutuhan lahan RTH yang disesuaikan
dengan kepadatan penduduk dan aktivitas kota. Dengan mempertimbangkan bahwa
penduduk adalah merupakan isi(content) objek dan subjek pembangunan, maka ada
baiknya merencanakan RTH disesuaikan dengan jumlah penduduk dan aktivitas kota.
Pedoman di dalam memenuhi kebutuhan akan RTH kota antara lain:
Pedoman PU Cipta Karya, yaitu:
Kelompok masyarakat berpenduduk 2.550 jiwa, dibutuhkan aktivitas olah raga, voli,
dengan standar 0,5 m2/p
Taman untuk 3.000 penduduk di butuhkan lapangan olah raga, upacara, untuk peneduh
ditanam pepohonan, standar 0,3 m2/p
Taman Olah Raga untuk 120.000 penduduk, minimal satu lapangan hijau terbuka, yang
lengkap seperti tenis, basket, kamar pengganti, WC umum, standar 0,2 m2/p
Taman Olah Raga 480.000 penduduk, berbentuk stadion, taman bermain, area parkir,
bangunan fungsional, standar 0,3 m2/p
Jalur hijau, loaksinya menyebar, sebagai filter industri, kawasan penyangga, dengan
standar 15 m2/p
23
Tabel 2.1
Kebutuhan RTH menurut PU Cipta Karya
Penduduk
Jenis RTH
Luas
(orang)
(m2)
250
1 taman
250
2.500
1 sarana Olah raga
1.250
30.000
taman dan Lap. O.R
9.000
120.000
Taman dan Lap.O.R
24.000
480.000
Taman dan Lap.O.R
144.000
Jalur hijau
Perkuburan
TOTAL
Sumber: Standar PU,1987
X (m2)
1.0
0.5
0.3
0.2
0.3
15.0
17,3
24
sebelumnya, sedangkan perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah
pemanfaatan baru atas lahan tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah
25
tarik
fungsional
(satu
fungsi
menarik
fungsi
lainnya),
misalnya
26
Colby menyadari selain kedua gaya tersebut, ada faktor lain yang merupakan hak
manusia untuk memilih, yaitu faktor persamaan manusiawi (human equation). Faktor ini
dapat bekerja sebagai gaya sentripetal maupun sentripugal, misalnya: pajak bumi dan
bangunan (PBB) di pusat kota yang tinggi dapat membuat seseorang pindah dari pusat kota
(gaya sentripugal) karena kegiatannya yang tidak ekonomis tetapi dapat menahan atau
menarik orang lainnya untuk tinggal (gaya sentripetal) karena kuntungan yang diperoleh
dari kegiatannya masih lebih besar dari pajak yang harus dibayar.
Berdasarkan hasil studi yang pernah dilakukan Suryadini (1994) terhadap
perubahan RTH di Bandung, maka faktor penyebab perubahan RTH adalah sebagai
berikut:
1.
Terbatasnya lahan yang hendak dibangun pada daerah RTH yang mengalami
perubahan.
2.
3.
4.
5.
Konsekuensi dari lokasi yang strategis secara ekonomis dan produktif yang dapat
meningkatkan nilai lahan.
27
Tabel 2.2
Faktor Yang Menyebabkan Perubahan RTH
Sumber Literatur
Survey Sementara di Lapangan
Keputusan Faktor Penyebab
Perubahan RTH
1. Menurut Colby Berdasarkan survey di lapangan:
Lokasi
RTH
yang
(1959)
Luas RTH yang potensial
Strategis
Daya tarik lokasi
(lebih besar dari 1000 m2); Luas
RTH
yang
Yang Strategis
untuk
dapat
melakukan
Potensial
Aksesibilitas
berbagai kegiatan-kegiatan.
Akses untuk mencapai
maksimum
ke Hubungan dengan Harga lahan
ke lokasi
lokasi
di lingkungan sekitar RTH; Ketidakadaan
lahan
Keuntungan
untuk mengetahui apakah
kosong
harga lahan mempengaruhi Kebutuhan
yang didapatkan
akan
dalam melakukan perubahan
dari perubahan
pemenuhan fasilitas
terhadap RTH
lebih besar dari
Pengawasan Pemerintah
Motivasi
melakukan
untuk
melihat
apakah
pengawasan
perubahan
perubahan dipengaruhi oleh
Pemerintah
adanya kebijakan pemerintah
terhadap
terhadap kegiatan
perubahan
Pengetahuan akan fungsi RTH;
untuk melihat pengetahuan
pelaku akan fungsi RTH
mempengaruhi
dalam
melakukan perubahan RTH
Motivasi dalam melakukan
perubahan; untuk mengetahui
28
Sumber Literatur
Penggunaan
lahan
terkesan
sembarangan
dan
tidak
terencana
sehingga
Bila mekanisme pasar dipengaruhi oleh tekanan pasar, maka hal itu akan
menghambat pemerintah dalam penyediaan barang publik.
Adanya
kelompok-kelompok
pemilik
lahan
yang
bermodal
besar
akan
keuntungan
yang
akan
diperolehnya,
tetapi
sering
tidak
memperhitungkan dampak eksternalitas negatif terhadap pihak lain, atau bila disadaripun
pihak swasta tidak mau menanggunganya. Di sisi lain pemerintah kota sangat
berkepentingan terhadap perubahan pemanfaatan lahan karena harus berhadapan langsung
terhadap dampak negatif perubahan pemanfaatan lahan terhadap penataan dan pelayanan
kota secara keseluruhan. Pihak lain yang yang sering kali menderita terkena
29
Tidak
Berubah
Berubah
Tabel 2.3
Hubungan Rencana Pemanfaatan Lahan dan Tuntutan Pelaku Pasar dalam
Perubahan Pemanfaatan Lahan
Rencana
Tuntutan Pemanfaatan Lahan dari Pelaku Pasar
Peruntukan
Berubah
Tidak berubah
Lahan
Kasus tipe 1a:
Kasus tipe 2:
Ada perubahan peruntukan lahan Ada perubahan peruntukan lahan,
yang sesuai dengan tuntutan tetapi
tidak
sesuai
dengan
perubahan pemanfatan lahan keinginan pelaku yang ingin
dari pelaku
mempertahankan
pemanfaatan
Kasus tipe 1b:
lahan yang ada
Ada perubahan peruntukan lahan
tetapi tidak sesuai dengan
tuntutan perubahan pemanfaatan
lahan dari pelaku
Kasus tipe 3:
Kasus tipe 4:
Ada
tuntutan
perubahan Tidak ada tuntutan perubahan
pemanfaatan lahan dari pelaku pemanfaatan
lahan
maupun
yang tidak sesuai dengan rencana perubahan peruntukan
(rencana) peruntukan lahan
lahan
Sumber: Zulkaidi, 1999
30
B. PENERTIBAN:
Kegiatan penertiban yang dilakukan di kawasan perkotaan adalah:
Memeberikan sanksi dalam hal tidak efektifnya surat teguran melalui prosedur hukum
yang berlaku.
2. Pengendalian Bentuk Insentif dan Disinsentif Menurut UUPR No. 24 Tahun 1992
Bentuk insentif yang disebutkan dalam UUPR adalah insentif ekonomi dilakukan
melalui tata cara pemberian kompensasi atau imbalan dan insentif fisik melalui
pembangunan atau pengadaan prasarana dan sarana untuk melayani pengembangan
kawasan sesuai dengan rencana tata ruang. Sedangkan bentuk disinsentif yang disebutkan
dalam UUPR adalah pengenaan pajak yang tinggi atau pembatasan ketersediaan prasana
(penjelasan Ps.16: 1).
31
Insentif dan disinsentif merupakan salah satu mekanisme pengendalian yang dapat
diterapkan dalam pembangunan. Kelemahan mekanisme pengendalian pembangunan
(Development Control), hal ini disebabkan:
Pemda tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral
yang dibuat dan ditentuka oleh pusat.
Rencana-rencana yang telah disusun bisa berubah total akibat adanya investasi berskala
besar yang tidak diduga sebelumnya.
Pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang yang ada, jarang sekali dkenai teguran,
paksaan (enforcement) dan sanksi. Bagi yang mentaati peraturan tidak diberi penghargaan,
akibatnya para pelaku pembangunan cenderung untuk membangun sesuai dengan
kehendak dan kepentingan sendiri yang mengabaikan kepentingan umum, dengan tidak
adanya sistem insentif dan disinsentif kecendrungan tersebut semakin merebak dari waktu
ke waktu.
3. Pengendalian Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Teori Para Ahli
Pengendalian terhadap perubahan RTH yang dapat dilakukan sebelum perubahan
tersebut terjadi adalah dengan melakukan tindakan pencegahan terhadap perusakan
lingkungan (Philips, 1995:67) yaitu:
Merancang suatu benteng beton dan benteng baja didaerah yang sering mengalami
tindakan pengerusakan.
Memberikan fasilitas penerangan pada daerah yang gelap yang dapat menimbulkan
keinginan untuk melakukan pengerusakan.
Membentuk akses keamanan seperti alaram, penjaga, pemagaran dan akses terhadap
patroli keamanan
Publisitas, mempublikasikan nama pelaku perusak pada koran lokal tentang tindakan
yang dilakukan tersebut, jika memungkinkan beserta dengan nama keluarga sehingga
mencegah tindakan perubahan
32
denda
terhadap
pembangunan
(Development
Charge).
Umumnya
Development Charge dapat di bayarkan pada keadaan sebagai berikut (Yuan, 1987:4):
Jika ada peningkatan rasio pembangunan kawasan tidak terbangun diatas ratio yang
ditetapkan dalam renca induk kota
antara lain adalah plot ratio dan ketinggian bangunan. Plot ratio digunakan sebagai alat
untuk regulasi insentif dan disinsentif pembangunan melalui ketentuan bonus dan
ketinggian bangunan. Kriteria tertentu yang harus dipenuhi dalam penerapan plot ratio dan
ketinggian bangunan yaitu:
Tidak melanggar ketentuan yang ada, seperti masterplan dan kebijaksanaan yang ada
Mengoptimalkan lahan
Memperhatikan kendala teknis, seperti misalnya kendala airport, jalur microwave, zone
bebas polusi
33
Pelanggaran fungsi, yaitu pemanfaatan lahan atau persil dan bangunan yang tidak
sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pelangggaran luas peruntukan, yaitu pemanfaatan ruang telah sesuai dengan fungsinya,
tetapi luas pemanfaatan tidak sesuai dengan luas peruntukan yang telah ditetapkan
dalam rencana tata ruang.
Pelanggaran persyaratan teknis, yaitu pemanfaatan lahan yang telah sesuai dengan
fungsi, tetapi persyaratan teknis tidak sesuai dengan luas peruntukan yang telah
ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pelanggaran bentuk pemanfaatan, yaitu pemanfaatan ruang yang telah sesuai dengan
fungsi, tetapi bentuk (untuk penggunaan berupa bangunan) pemanfaatan tidak sesuai
dengan arahan rencana tata ruang (bentuk umum bangunan).
Instansi pemberi ijin, dalam pemberian ijin pembangunan. Instansi yang berwenang
menerbitkan ijin harus mengacu pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Disesabkan oleh suatu hal, pemberi ijin menerbitkan ijin pembangunan yang tidak
sesuai dengan pemanfaatan ruang telah direncanakan. Dalam hal ini kegiatan
pembangunan oleh masyarakat tidak dapat disalahkan dan diberikan sanksi yang
merugikan masyarakat pembangunan. Pengaturan pemanfaatan ruang atau rencana tata
ruang; kurang jelasnya atau ketiadaan aturan yang rinci dan tegas dari rencana tata
ruang yang ditetapkan. Hal ini mengakibatkan kesalahan dalam pemberian ijin
pembangunan sehingga ijin yang diberikan kadang tidak dapat memberikan ketegasan
aturan.
34
35
maka beberapa faktor yang mendukung terhadap tindakan mempertahankan RTH adalah
seperti terlihat pada tabel 2.4:
Literatur
1)Menurut De
Chiara (1982)
Luas RTH ;
Luas RTH
dianggap
penting dalam
pengembangan
untuk kegiatan
di RTH
2)Menurut
Pribadi (1968)
Pemenuhan
kebutuhan
masyarakat;
bentuk
kebutuhan
untuk
menikmati
lingkungan
yang asri dan
indah, tempat
berekreasi.
Tabel 2.4
Faktor Pendukung Mempertahankan RTH
Survey Sementara di Lapangan
Keputusan Faktor
Pendukung
Mempertahankan RTH
Berdasarkan survey di Lapangan:
Lokasi RTH yang
Lokasi RTH yang strategis; lokasi yang
strategis
berada dekat lingkungan masyarakat dan Kondisi RTH
mudah dicapai
Status Kepemilikan
Kondisi RTH; kondisi RTH yang
lahan RTH
terpelihara dan terawat merupakan
Pemanfaatan taman
gambaran adanya keinginan
RTH di masyarakat
mempertahankan RTH
Pengetahuan akan
Status Kepemilikan lahan RTH
fungsi RTH
Pemanfaatan taman atau RTH di
Kegiatan yang
lingkungan masyarakat
berlangsung di RTH
Pengetahuan akan fungsi RTH
Pendanaan
Kegiatan yang berlangsung di RTH;
pemeliharaan
dengan adanya kegiatan di RTH sepeti
terhadap RTH
untuk taman bermain, berolah raga,
Keuntungan ekonomi
bersantai atau kegiatan seremonial
dari mempertahankan
tertentu merupakan bentuk adanya
RTH
perhatian akan terhadap keberadaan
Usaha pemenuhan
RTH tersebut
kebutuhan
Pendanaan pemeliharaan terhadap RTH;
masyarakat
adanya dana untuk memelihara RTH
Pengetahuan
Keuntungan ekonomi yang didapatkan
mengenai peraturan
dari tindakan mempertahankan RTH;
pelestarian
untuk melihat apakah ada keuntungan
Bentuk perhatian
yang didapatkan dari tindakan
pemerintah terhadap
mempertahankan RTH
mempertahankan
Usaha pemenuhan kebutuhan
RTH
masyarakat
Keinginan
Pengetahuan mengenai peraturan
melakukan
pelestarian
perubahan RTH suatu
Bentuk perhatian pemerintah terhadap
saat
tindakan mempertahankan
Keinginan melakukan perubahan RTH
suatu saat
36
37
Bentuk insentif yang disebutkan dalam UUPR adalah insentif ekonomi dilakukan
melalui tata cara pemberian kompensasi atau imbalan dan insentif fisik melalui
pembangunan atau pengadaan prasarana dan sarana untuk melayani pengembangan
kawasan sesuai dengan rencana tata ruang. Sedangkan bentuk disinsentif yang disebutkan
dalam UUPR adalah pengenaan pajak yang tinggi atau pembatasan ketersediaan prasana
(penjelasan Ps.16: 1).
Sehingga apabila disimpulkan, dapat dikatakan bahwa insentif pelestarian Ruang
Terbuka Hijau adalah instrumen untuk mempengaruhi pengambilan keputusan untuk
melestarikan ruang terbuka hijau sedangkan disinsentif adalah instrumen untuk mencegah
perubahan yang menyebabkan berkurangnya RTH.
Contoh insentif dan disinsentif yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pelaku
perubahan seperti di Kota Sao Paolo, yaitu pemerintah menciptakan insentif agar kota
berkembang di bagian kota yang memang sudah diurbankan dan memberikan disinsentif
berupa penerapan pajak yang amat tinggi pada tanah yang dimiliki pengembang sekedar
untuk spekulasi, jika tanah tersebut tidak dibangun dalam waktu 2 tahun, maka
pengembang diwajibkan untuk menjual tanah kepada pemerintah dengan harga yang jauh
dibawah harga pasar, memberikan pajak yang tinggi terhadap pembangunan di area-area
tanpa infrastruktur, pemerintah kemudian memanfaatkan
hijua, kepentingan umum atau untuk perumahan padat yang berpendapatan berbeda-beda
(Budiharjo, 1999: 44)
2.6.2 Bentuk Dukungan Dalam Melestarikan RTH
Bentuk dukungan dalam melestarikan RTH terdiri dari dua bagian yaitu:
1. Dukungan Manajemen Program Melestarikan RTH
Untuk mendukung diterapkannya insentif dan disinsentif dalam menjaga
keberlanjutan RTH
memanajemen RTH dengan baik. Manajemen RTH bukan hanya merupakan program milik
pemerintah atau milik Dinas Pertamanan saja tetapi menjadikan program RTH milik
masyarakat umum. Program RTH yang melibatkan masyarakat dapat mendukung untuk
menjaga pertamanan dan dapat membantu meringankan kerja Departemen Pertamanan.
Bentuk program yang perlu dimanajemen untuk mendukung bentuk insentif dalam
melestarikan keberlanjutan RTH (Phillips, 1995;59) adalah sebagai berikut:
38
Menggelar suatu acara oleh Departemen yang bertanggung jawab terhadap penghijauan
kota, yang bertujuan menjelaskan tugas, informasi, program kerja yang dicantumkan
dalam selebaran kertas yang dibagikan, dalam bentuk papan iklan lengkap dengan
ilustrasi foto taman yang didisain semenarik mungkin.
Mengadakan perlombaan dalam bentuk parade lokal yang melibatkan pemerintah dan
masyarakat, ikut dalam perlombaan menghias dan menciptakan taman diatas
kenderaan, yang berjalan mengelilingi kota.
Daya Tarik Penampilan, yaitu penampilan yang bersih dan rapi, mulai dari pakaian
pekerja yang bertugas mengurusi pertamanan, peralatan dan perlengkapan taman, untuk
menunjukkan pentingnya pekerjaan itu dan masyarakat dapat mencontohnya.
Membentuk proyek-proyek baru dapat mendorong setiap orang menjadi respon untuk
bekerja dan ambil bagian bertanggung jawab dalam masalah kesehatan kota.
Pameran, seperti pameran dalam bentuk papan reklame dan slide yang dikirim ke
perpustakaan dan gedung kota untuk dipamerkan pada waktu tertentu, atau saat
menggelar proyek pertamanan
Brosur atau selebaran yang disediakan oleh pemerintah lokal yang berisikan tentang
diskusi lokal, harus terlihat profesional, pembahasan yang lengkap, subjeknya
disesuaikan dengan waktu dan masalah umum, atau menyangkut proyek baru.
Koran lokal, dapat digunakan untuk mengindikasi berita yang terjadi, siapa, apa,
dimana, kapan dan mengapa.Koran dapat membuatnya singkat dan menyediakan
informasi yang dibutuhkan, termasuk jawaban siapa pelaku, apa yang membuat itu
terjadi, kemana dampaknya dan kapan akan terjadi, mengapa sampai terjadi.
Kesimpulannya berisi informasi siapa yang dapat dihubungi
untuk permasalahan
39
tersebut, termasuk alamat, no.telepon, dan reporter lokal diharapkan jadi penggagasn
untuk mengangkat berbagai berita ke dalam koran.
TV kabel, seharusnya dimanfaatkan juga sama seperti koran lokal, dapat dimanfaatkan
untuk memberikan obrolan yang populer tentang lingkungan. Pembicaraan bisa
menyangkut lingkup regional atau nasional, sehingga reputasi Departemen Pertamanan
bisa menjadi besar.
Menghadirkan logo-logo yang mewakili image pesan publik, logo untuk taman yang
spesifik dan identitas yang jelas dan keterangan yang kuat.
Fungsi/tema taman, dalam ukuran beberapa Ha, seperti Disney Land, tema taman akan
menambah reputasi kota dalam skala yang propesional untuk sebuah taman.
Departemen Pertamanan dapat mengembangkan tema taman tersebut.
Pemda kota Bandung mengantisipasi perkembangan pergeseran pemanfaatan lahan
40
kota
yang
dibuat.
Kebijaksanaan
pemerintah
harus
merupakan
41
tersebut. Imbalan yang dapat diberikan sebagai hasil kerjasama adalah imbalan yang tidak
berupa uang, seperti media promosi, kemudahan dalam pekerjaan atau penghargaan, cara
lainnya dengan memberi nama taman tersebut dengan nama donatur pemeliharaan taman.
Hal ini berfungsi sebagai salah satu kontrol sosial pelaku bisnis yang menjadi donatur
(Suara Pembaharuan, 20 Juli 1997)
Penerapan Pemberian bonus dikaitkan dengan kesulitan penyediaan lahan untuk
fasilitas umum (fasum). Bentuk bonus yang dapat diberikan atas penyediaan lahan untuk
fasilitas umum berupa kelonggaran penambahan luas lantai bangunan dari ketentuan yang
ada. Pemberian bonus lantai bangunan diberikan kepada aktivitas (Majalah Kota, Vol.4, hal
30, Oktober 1993) seperti:
Klub, tempat ibadah, toko, teater, restaurant, hotel, motel, penggunaan untuk tempat
tinggal
Ruang terbuka, plaza atau teras yang didisain untuk menginteraksikan jalur pedestrian
dan ruang-ruang yang dapat dinimati oleh publik
Fasilitas yang dibutuhkan oleh publik seperti perpustakaan, publik toilet, atau rest area.
Menurut Nazaruddin (1996:14) Bentuk kerjasama yang dilakukan dalam
Intensitas penggunaan
Karakteristik lahan
Kondisi-kondisi lainnya
42
Tindakan untuk melestarikan RTH telah ada di Indonesia, terlihat dengan adanya
peraturan-peraturan yang mengatur tentang kegiatan pelestarian lingkungan hijau yang
berusaha mempertahankan keberadaan RTH. Beberapa peraturan yang mendukung untuk
kelestarian RTH yang ada di Indonesia dapat dilihat dalam tabel 2.3:
Tabel 2.3 Bentuk PERaturan Yang Mendukung Pelestarian RTH Kota sampai dengan
hal.47
43