Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa dunia akan selalu berubah,
masyarakat berubah, lingkungan berubah dan semuanya berubah. Pendek kata
tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Organisasi pemerintah sebagai
sebuah organisasi terbuka suka atau tidak suka akan menghadapi
perubahanperubahan tersebut. Untuk itu ia harus terus menerus menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dilingkungan strategisnya. Dalam
rangka mewujudkan organisasi berkinerja tinggi, langkah akhir dalam proses yang
harus dilakukan adalah tahap evaluasi terhadap kinerja organisasi, sebagai upaya
menuju organisasi berkinerja tinggi.
Proses evaluasi terhadap kinerja organisasi ini penting dilakukan, karena tanpa
evaluasi tidak akan diketahui sampai sejauhmana organisasi tersebut telah efektif
melakukan perubahan menuju organisasi berkinerja tinggi. Bisa dikatakan bahwa
evaluasi terhadap kinerja organisasi pada hakekatnya adalah sebuah usaha untuk
mengetahui di mana kita nyatanya berada dan di mana kita seharusnya berada.
Dari hasil evaluasi bisa diketahui apa kekurangan dalam mewujudkan organisasi
berkinerja tinggi dan kemudian dapat dilakukan langkah-langkah intervensi untuk
memperbaiki kondisi yang ada.
Selanjutnya sebagai indikator organisasi berkinerja tinggi dapat diukur dari hasil
kerja organisasi (kinerja) organisasi itu sendiri. Bila hasil evaluasi ternyata
menunjukkan kinerja yang tinggi berarti organisasi tersebut telah berhasil
melakukan perubahan menjadi organisasi berkinerja tinggi. Akan tetapi sebaliknya
bila hasil evaluasi menunjukkan kinerja yang belum memuaskan, maka perlu dicari
permasalahan apa yang menghambat terwujudnya organisasi berkinerja tinggi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling umum digunakan dalam menilai
kinerja organisasi, dimana output dan atau hasil yang ada/dicapai dibandingkan
dengan hasil sebelumnya dan rencana/target yang telah ditetapkan. Dengan kriteria
Untuk bisa menggunakan pendekatan ini, ada beberapa hal yang harus dipenuhi,
antara lain:
Organisasi mempunyai tujuan akhir yang jelas, yang tercermin dari visi dan misi
yang dimiliki
Tujuan-tujuan tersebut diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar dapat
dimengerti
Tujuan-tujuan tersebut sedikit saja agar mudah dikelola
Ada konsensus untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Kemajuan kearah pencapaian tujuan tersebut dapat diukur.
2. Pendekatan Sistem/Proses Internal
Organisasi yang berkinerja tinggi harus memiliki proses internal yang sehat.
Organisasi memiliki proses internal yang sehat jika arus informasi berjalan baik,
pegawai mempunyai loyalitas, komitmen, kepuasan kerja dan saling percaya.
Kriteria yang lain adalah minimalnya konflik yang tidak perlu terjadi serta tidak ada
manuver politik yang merusak dari para anggota. Selain itu, pendekatan ini lebih
menekankan kriteria yang akan meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang
dari organisasi, seperti memperoleh sumber daya, mempertahankan dirinya secara
internal dan berintegrasi dengan lingkungan eksternalnya. Tujuan akhir tidak
diabaikan, tetapi hanya dipandang sebagai satu elemen di dalam kumpulan kriteria
yang lebih kompleks. Pendekatan ini lebih menekankan pada cara untuk mencapai
tujuan. Hal-hal tersebut di atas didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :
Organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan, dimana jika salah
satu bagian mempunyai kinerja yang jelek akan berpengaruh terhadap keseluruhan
organisasi.
Interaksi yang berhasil dengan lingkungan, sehingga manajemen tidak boleh gagal
dalam mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan, serikat pekerja, dan
lainnya.
Kelangsungan hidup membutuhkan sumber daya, oleh karena itu harus dilakukan
penggantian terus menerus terhadap bahan baku, lowongan/ kekurangan pegawai
diisi, perubahan pelanggan diantisipasi dan sebagainya.
Pendekatan sistem ini akan sangat berguna jika ada hubungan yang jelas antara
masukan (input) dan keluaran (out-put) dan sebaliknya ada beberapa kendala
karena kesulitan mengembangkan alat ukur, misalnya untuk melihat kejelasan
komunikasi intern.
Dan hal tersebut penting kiranya bagi organisasi mempunyai kemampuan untuk
mengidentifikasi konstituennya yang penting. Organisasi mampu menilai pola
preferensi konstituen tersebut dan mampu memenuhi tuntutannya serta pada
akhirnya organisasi harus mengejar sejumlah tujuan yang dipilih sebagai respon
terhadap kelompok-kelompok kepentingan.
Pendekatan ini akan sangat berguna ketika konstituen mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap organisasi. Seperti yang terjadi sekarang ini dimana masyarakat,
Lembaga Swadaya Masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat begitu kuat
tuntutannya kepada pemerintah (baca: organisasi pemerintah) untuk bisa
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Karena adanya tuntutan tersebut
organisasi pemerintah diharapkan menanggapi dan memenuhi tuntutan konstituen
tersebut.
Dari kombinasi yang dilakukan didapat tiga kumpulan dasar nilai bersaing sebagai
berikut :
penting tujuan tercapai) dan jangka pendek. Ketiga kumpulan tersebut kemudian
dikombinasikan sebagaimana terlihat pada Tabel 1 berikut :
No.
Sel
Deskripsi
1.
Organisasi
Fleksibilitas
Means (cara)
Fleksibilitas
2.
Organisasi
Fleksibilitas
Ends (tujuan)
Perolehan sumber
3.
Organisasi
Control
Means (cara)
Perencanaan
4.
Organisasi
Control
Ends (tujuan)
5.
Manusia
Control
Means (cara)
Penyebaran informasi
6.
Manusia
Control
Ends (tujuan)
Stabilitas
7.
Manusia
Fleksibilitas
Means (cara)
8.
Manusia
Fleksibilitas
Ends (tujuan)
Human relation model yang menekankan pada manusia dan fleksibilitas serta
mendefinisikan kinerja sebagai adanya pegawai yang terpadu (cohesive) dan
terampil.
Open system model yang menekankan organisasi dan fleksibilitas serta
mendefinisikan kinerja sebagai adanya fleksibilitas dalam organisasi dan
kemampuan mendapatkan sumber.
Rational goal model yang menekankan pada kontrol dan organisasi serta
mendefinisikan kinerja sebagai adanya perencanaan yang baik dan adanya
produktivitas dan efisiensi yang tinggi.
Internal process model yang menekankan pada manusia dan pengawasan. Kinerja
didefinisikan sebagai adanya penyebaran informasi dan stabilitas dalam organisasi.
Masing-masing pendekatan tersebut di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan
sehingga untuk menutup kekurangan yang ada, tiap-tiap pendekatan bisa
dikombinasikan. Dari kombinasi tersebut tiap-tiap kelebihan bisa menutup
kekurangan yang ada.
C. lndikator dan Metode Evaluasi Kinerja Organisasi
dapat pula dilihat dari beberapa metode pengukuran kinerja yang selama ini dikenal
seperti Common Assessment Framework (CAF) dan Baldrige National Quality
Program (BNQP).
CAF merupakan alat untuk mengukur organisasi (self assessment) di sektor publik.
CAF dikembangkan oleh Directors-General of Public Administration dari negara
anggota Uni Eropa untuk mendukung pengenalan ide dan prinsip-prinsip total
quality management (TQM) di bidang sektor publik di Uni Eropa dan sekitarnya.
CAF terdiri dari 9 kriteria evaluasi yang secara bersama-sama membentuk sebuah
framework yang logis dan menyeluruh, dan memungkinkan untuk dilakukannya
pengukuran pada kegiatan dan tindakan yang relevan, dan kinerja dari organisasi
sektor publik. Empat kriteria digunakan untuk mengukur kinerja enabler (apa yang
dilakukan organisasi untuk mencapai hasil yang ekselen). Kemudian, lima kriteria
digunakan untuk mengukur results (hasil-hasil yang dicapai organisasi).
Visionary leadership, yaitu seorang pemimpin harus menyusun arah, sistim nilai
yang jelas serta pengharapan yang tinggi bagi organisasinya. Arah, sistim nilai dan
pengharapan harus seimbang terhadap keseluruhan kebutuhan stakeholder. Selain
itu pemimpin harus bisa juga menjamin bahwa pada penyusunan strategi, sistem
dan metode menunjang pencapaian hasil yang terbaik, mendorong inovasi serta
membangun pengetahuan dan kemampuan pegawai.
Customer-driven excellence, yaitu sebuah konsep strategis dalam menghadapi
keinginan customer serta pasar. Kualitas dan kinerja dinilai oleh customer
organisasi. Oleh karena itu prinsip ini mempunyai dua komponen, yang pertama
kemampuan memahami kemauan customer saat ini dan kedua, antisipasi terhadap
kemauan customer dimasa depan serta perkembangan pasar.
Organizational and personal learning, yaitu dalam pencapaian level tertinggi dari
kinerja organisasi dibutuhkan organizational and personal learning agar dapat
mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di dalam organisasi.
Bersifat fleksibel dan selalu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru.
Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja
Selalu menyempurnakan prosedur kerja demi untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan atau masyarakat.
Selalu berkomunikasi dengan stakeholders (pihak terkait dengan kinerja organisasi)
Selanjutnya bila ditarik benang merah dari indikator kinerja organisasi dengan
karakteristik organisasi berkinerja tinggi, maka terdapat hampir kemiripan antara
ketiganya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.
No.
Indikator Kinerja
CAF
BNQP
1.
Kepemimpinan
Visionary leadership
Focus on the future
Mempunyai misi yang jelas
2.
3.
Manajemen SDM
partners
perubahan
Organizational and
personal learning
Ability
Managing for innovation
Bersifat fleksibel dan selalu dapat
baru
5.
Sumber-sumber dan
kemitraan eksternal
System perspective
Selalu berkomunikasi dengan
kinerja organisasi)
6.
Hasil-hasil yang
berorientasi pada
pengguna jasa/
masyarakat
Customer-driven
excellence
creating value
7.
Hasil-hasil manusia
(pegawai)
creating value
Menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada pencapaian keberhasilan
tersebut.
Memberdayakan para
pegawainya
Memotivasi individu-individu
dalam organisasi untuk meraih
sukses
8.
Dampak pada
masyarakat
Public responsibility
and citizenship
masyarakat
9.
Hasil-hasil kinerja
kunci
Management by fact
Focus on results and creating value
Selalu berkompetisi meningkatkan
kinerja
Dari pendekatan dan indikator di atas, untuk mengevaluasi kinerja organisasi bisa
dilakukan dengan indikator-indikator sebagai berikut :
D. Rangkuman
Pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja meliputi : (1)
Pendekatan pencapaian tujuan, (2) pendekatan sistem atau proses internal, (3)
pendekatan kepuasan konstituen strategis, dan (4) pendekatan faktor bersaing.
Untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja organisasi perlu ditentukan indikator
yang akan diukur. Indikator ini bisa di break-down dari kombinasi pendekatanpendekatan yang telah dikemukakan sebelumnya. Selain itu indikator dapat pula
dilihat dari beberapa metode pengukuran kinerja yang selama ini dikenal seperti
Common Assessment Framework (CAF) dan Baldrige National Quality Program
(BNQP).