Anda di halaman 1dari 31

LONG QT SYNDROME PADA PASIEN DENGAN

TUMOR GASTER
Nurminsyah
Abdul Hakim Alkatiri
ABSTRACT
The long QT syndrome (LQTS) is characterized by abnormally prolonged
ventricular repolarization due to inherited defects in cardiac sodium and
potassium channels, which predispose the patients to syncope, seizure like
activity, ventricular arrhythmias, and sudden cardiac death. The diagnostic
criteria for LQTS are based on certain electrocardiographic findings, clinical
findings. Acquired long-QT syndrome is an iatrogenic disorder, usually induced
by drugs and poor intake, which can cause life-threatening arrhythmias. We
present a case report on an acquired long-QT syndrome with an interesting
confluence of circumstances, and comment on etiology and treatment.

Keywords: Long QT Syndrome, tumor gaster,arrhtmias.


I. PENDAHULUAN
Long QT Sindrom (LQTS) merupakan kelainan yang diturunkan dan
didapat yang ditandai dengan interval QT memanjang pada EKG yang
cenderung mengakibatkan takiaritmia, sehingga dapat mencetuskan sinkop,
henti jantung atau bahkan mati mendadak.

(1,8)

Long QT Sindrom merupakan kasus yang jarang, yang disebabkan oleh


kelainan sistim elektrik jantung. Kelainan ini diperkirakan mengenai 1 dari
5000 individu. Di Amerika diperkirakan 3000 orang meninggal setiap tahunnya.
Jantung sebagai pompa

darah sistim konduksinya

memerlukan recharge

setiap denyut. Individu dengan Long QT Sindrom, sistim konduksi jantungnya


memanjang untuk recharge ini yang mengakibatkan

gangguan irama

dimana

jantung

terjadi

aritmia

yang

menyebabkan

pompa

berhenti

memompakan darah keseluruh tubuh, Jika jantung mengalami masalah irama,


ini bisa menyebabkan seseorang mengalami sakit kepala ringan atau pingsan,
sehingga apabila jantung tidak kembali lagi ke irama normal dapat terjadi
kematian .(2,8)
Kasus pertama Long QT Sindrom dicatat oleh Meissner tahun 1856 di
Leipziq. Pada tahun 1957 pencatatan melalui EKG dibuat oleh Anton Jerwell
dan Freud Lange Nielsen .

(3)

Sebagian besar kasus pada Long QT Sindrom selalu berhubungan


dengan aktivitas fisik atau stress emosional, namun demikian kematian juga
bias terjadi diwaktu tidur. Kematian dalam keadaan sedang tidur cenderung
terjadi dalam satu kelompok keluarga. Pada sebahagian individu melambatnya
denyut jantung sering menyebabkan perpanjangan QT interval. Sehingga
kematian pada waktu sedang tidur pada SADS (sudden arithmya death
syndrome) dapat diterangkan .(4)
Penelitian struktur dan molekuler menemukan adanya mutasi gen yang
menyebabkan terjadinya peningkatan

fungsi kanal ion jantung dimana

manifestasi awal ini dapat berakibat fatal, sehingga sangat penting identifikasi
tanda klinis terhadap anggota keluarga yang asimptomatik. Saat ini tes
diagnostik genetik mengalami kesulitan akibat keberagaman genetik yang luas.
(5)

Diagnosis Long QT berdasarkan pada adanya interval QT 12 lead


EKG standar, morfologi gelombang T dan juga gambaran klinis. Dengan dasar
tersebut akan membantu penatalaksaan klinis serta memperkirakan resiko

berdasarkan genotipe. Priori dkk melaporkan semua pembawa

mutasi

dengan QT intervalnya lebih dari 500 ms mempunyai resiko tinggi untuk


terjadinya sinkop, henti jantung atau bahkan mati mendadak.

(5)

Pada awal tahun 1960 Romano dkk dan Ward secara terpisah
menggambarkan penyakit yang mirip namun tidak disertai dengan ketulian.
Dengan demikian Romano-Ward sindrom merupakan penyakit autosomal
dominant sedangkan Jervell-Lange-Nielsen

sindrom

adalah penyakit

autosomal resesif dengan tuli kongenital.(6)


Yanowits dkk menemukan bahwa perpanjangan interval QT dapat disebabkan
oleh eksisi ganglion stelata kanan ataupun perangsangan ganglion stelata
kiri. Demikian juga Schwartz dkk yang mampu merubah gelombang T dengan
merangsang ganglion stelata kiri serta berhasil mengobati pasein usia muda
(6)
dengan melakukan eksisi ganglion stelata kiri.
Pada awalnya Long QT Sindrom diklasifikasikan salah satu penyakit
familial atau didapat, akan tetapi beberapa pasien yang diduga Long QT Sindrom
mempunyai mutasi salah satu gen yang menyebabkan Long QT Sindrom. Bukti
terhadap hipotesis ini muncul beberapa tahun terakhir ini. Kurang lebih 30% Long
QT kongenital memiliki fenotipe yang normal serta interval QT normal sehingga
tidak terdiagnosis sampai timbul serangan. Aritmia yang menimbulkan kematian
dihubungkan terutama dengan penyakit kondusi jantung seperti Brugada dan
Long QT sindrom, dimana sekitar 19 % merupakan penyebab kematian mendadak
pada anak yang berumur 1 sampai 13 tahun, sekitar 30 % pada anak umur 14
sampai 21 tahun. Dengan demikian didapat hubungan yang sangat kuat antara
perpanjangan interval QT dengan risiko sindrom kematian bayi mendadak pada
minggu pertama kehidupan.

(7)

EKG sebaiknya

dilakukan

terhadap

seluruh

pasien

Long

QT

tingkat pertama. Identifikasi interval QT yang memanjang dan gelombang T


abnormal pada anggota keluarga yang mengalami kematian jantung mendadak
dimana diduga akibat Long QT sindrom. Skrining genetik

berkala

tidak

mudah untuk dilakukan, oleh sebab itu dengan semua alasan diatas
diperlukan analisa yang cermat sebelum dilakukan skrining.

(7)

Tabel.1.Klasifikasi obat antiaritmia modifikasi Vaughan-William.(kutip.10)

II. KASUS
Seorang perempuan umur 37 tahun, dikonsul dari bagian interna dengan
diagnosis tumor gaster dan suspek acute coronary syndrome. Keluhan utama
pasien adalah lemah yang dialami sejak beberapa bulan yang lalu. Keluhan lemah
yang dialami pasien akibat muntah yang dialami sejak 4 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Frekuensi muntah awalnya satu kali untuk 3 hari dan memberat 1
bulan sebelum masuk rumah sakit dengan frekuensi satu sampai 2 kali sehari
sehingga pasien dibawa kerumah sakit. Pasien juga mengeluhkan benjolan pada
daerah uluhati semenjak 3 bulan yang lama-kelamaan menjadi besar. Pasien
menyangkal merasakan nyeri dada kiri, begitu juga dengan keluhan sesak nafas.
Pasien mulai mengeluhkan berdebar-debar semenjak 1 bulan sebelum masuk

rumah sakit. Riwayat hipertensi dan riwayat DM disangkal. Riwayat pingsan,


merokok dan penyakit jantung didalam keluarga disangkal.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, gizi kurang
dan pasien apati. Tanda vital BP: 110/70 mmHg, HR: 120 bpm regular, RR: 18
tpm, T: 36,50C. Dari pemeriksaan kepala pada konjungtiva tidak didapatkan
anemis dan ikterik. Dari pemeriksaan leher, JVP tidak terdapat peningkatan.
Pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung dalam batas normal dengan denyut
jantung I dan II regular serta tidak didapatkan murmur. Pada pemeriksaan paru
dilapangan paru kiri dan kanan, tidak terdapat ronkhi dan wheezing. Pemeriksaan
abdomen didapatkan benjolan pada region epigastrium dengan ukuran 3x2 cm,
Hepar dan lien dalam batas normal. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak
didapatkan kelainan.

Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan :


Sinus tachycardia, HR 125 bpm, normoaxis, P wave 0.24s, PR interval 0.12s, QRS complex
0.08s, ST depression at II,III, aVF, V1-V6.
Conclusion : Sinus tachycardia, normo axis, ischemic anterior wall,Long QT interval

Pada pemeriksaan laboratrium pada tanggal 7 Oktober 2016 didapatkan :


WBC
15.100/uL
Ur
PLT
52.000
Cr
RBC
5,73
GOT
HGB
16,3
GPT
HCT
48,3
RBG
MCV
84 fl
Na
MCH
28,5
K
MCHC
33.8 gr/dl
Ur
Ur
114
Cl
Pada pemeriksaan laboratrium pada tanggal 12 Oktober didapatkan :

114
2,45
46
32
161
139
2,3
114
70

Na
K
Cl
Magnesium
Calcium

136 mmol/l
2,4mmol/l
80 mmol/l
0,43 mg/dl
8,5 mg/dl

Dari Pemeriksaan Foto thorax didapatkan :

Broncovascular appearance within normal limits


CTI 0.47 Both of Sinus and diaphragma normal.
Bones intact.
conclusion:
Normal Cor and Pulmo

Dari pemeriksaan echocardiography didapatkan hasil :

LV systolic function: EF 69 % by TEICH,

All chambers dimension: Within normal Limit.

Left ventricle Hypertrophy : negatif(LVMI 71 g/m2)

Myocard motion: Global normokinetik.

RV systolic function: Normal , TAPSE 1,9 cm.

Cardiac valve :

Mitral
Aorta

: function and movement within normal limit


: 3 cuspis, kalsifikasi negative, Function and
movement within normal limit.
Tricuspid : function and movement within normal limit
Pulmonal : function and movement within normal limit

E/A <1.
Dari hasil pemeriksaan USG abdomen didapatkan Gaster distended ec
suspek gastric tumor dan massa adneksa kanan.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini


kami diagnosis dengan:
1.

Long QT Syndrome

2. Hypokalemia
3. Hypomagnesium
4. Gastric Tumor
5. Akute Kidney Injury.
Untuk terapi dari bagian kardiologi kami memberikan Bisoprolol 1,25 mgs/ 24
jam/oral. Untuk terapi dari interna diberikan KCL 25% in NaCl 0,9% 500 cc 12
tetes permenit dan Omeprazole 40mg/ 12 hours/ iv. Rencana tindakan yang akan
dilakukan dari bagian interna yaitu MSCT scan Abdomen.
III. DISKUSI
III.1. Sindroma Long-QT Kongenital
Sindrom long interval QT familial, takikardi ventrikel polimorfik dan
kematian mendadak berhubungan dengan defek pada membran kanal ion atau
pengaturan sub unitnya. Sindrom long QT congenital dapat berupa suatu
dominan autosomal (Sindrom Romano-Ward) ataupun resesif autosomal
(Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen). Tujuh gen kanal ion dengan 300 ratus
mutasi telah diketahui sebagai penyebab Sindrom long QT. Mutasi gen
pengkode protein

kanal ion dapat menyebabkan disfungsi protein kanal

melalui

mekanisme.

beberapa

Satu

pergantian

asam

amino

sering

mengakibatkan disfungsi, penutupan abnormal kanal yang menjadi percepatan


degenerasi, mengurangi jumlah fungsional kanal bahkan sampai 50%.

Kadangkala pertukaran asam amino bias berakibat pada penutupan kanal ion
yang total.

(7)

Perbedaan bentuk Sindrom long QT umum berhubungan dengan tempat asal


mutasi. Oleh sebab itu mutasi pada KCNQ1, HERG, SCN5A, KCNE1 dan
KCNJ2 merupakan penyebab LQT1,LQT2, LQT3, LQT5, LQT6 dan LQT7. lebih
dari 90% orang dengan fenotipe Romano- Ward berupa fenotipe heterezigot pada
salah satu gen, sedangkan orang dengan resesif autosomal Jervell dan Langenielsen berupa fenotipe homozigot pada KCNQ1( JLN1) atau KCNE1 (JLN2).
Kerumitan fenotipe dan genotype Sindrom long QT kongenital bertambah
dengan ditemukannya mutasi yang menimbulkan disfungsi protein ringan.(7)
Tabel.2. Gen penyebab Sindrom long QT kongenital

III. 2. Sindroma Long-QT didapat


Sindrom long QT didapat berbeda dari Sindrom kongenital, beberepa obat
dan penyakit menyebabkan perpanjangan interval QT. Duncan dan Ramsey
1985 melaporkan kasus takakardi ventrikel yang dicetuskan oleh pemberian
sodium

iothalamate

pada pasien

yang

telah mendapatkan phenilamine,

kedua obat tersebut menyebabkan interval QT memanjang. Obat antiaritmia,

beta bloker, anti depresan trisiklik dan penotiazin yang mana semuanya
dapat menyebabkan interval QT memanjang.( 3,7,8)
Obat Antiaritmia merupakan penyebab paling banyak pada Sindrom
long QT dan Torsade de pointes. Menurut

Vaughan-Williams hanya obat

antiaritmia klas III penghambat kanal K yang menyebabkan pemanjangan


masa aksi potensial dan interval QT, namun demikian beberapa obat klas I
+

(terutama penghambat kanal Na+) juga menunjukan sifat penghambat kanal K .


Oleh sebab itu baik kuinidin (klas I) dan Sotalol (klas III) dapat mencetuskan
pemanjangan interval QT dan Torsade de pointes sebab kedua-duanya
menunjukkan sifat penghambat kanal K+. (10)
.
III.3. Elektrofisiologi Jantung

Jantung dibentuk oleh tiga jenis sel eksitasi, yaitu ;


a.

sel-sel pacemaker sebagai sumber bioelektrik jantung. Pada keadaan


normal sel pacemaker berada dominan berada di nodus SA (Sino-Atrial

b.

node).
Sel-sel konduksi ( jaringan neuromuscular yang membentuk traktus
intermodal Atrium, berkas His atau serat Purkinye) sebagai kawat

penghantar arus bioelektrik.


c. Sel-sel otot jantung yang berfungsi untuk kontraksi.
Sebagaimana sel-sel eksitasi lainnya, maka pada membran sel-sel
otot jantung terdapat beribu- ribu kanal ion yang merupakan jalan utama
bagi ion-ion untuk berdifusi. Kanal-kanal tersebut bersifat relative
spesifik terhadap ion-ion tertentu , misalnya kanal kalsium terutama

dilalui oleh Ca

++

+
, kanal Kalium dilalui oleh K , kanal Natrium terutama

+
dilalui oleh Na , dan seterusnya. Selain itu kanal-kanal ion tersebut
dikontrol oleh suatu mekanisme pintu gerbang sehingga dapat membuka
dan menutup tergantung pada kondisi trans membran. Terbukanya kanal
tersebut akan

mengakibatkan

ion

mengalir

melewati

membran

menurut konsentrasi gradiennya (concentration gradiens), yaitu dari sisi


konsentrasi tinggi ke sisi konsentrasi rendah. Pada waktu sel tidak aktif
(resting potensial) tingkat permeabilitas membrane sel jantung terhadap
berbagai elektrolit juga berbeda.

(7)

Membran sel jantung sangat permeabel terhadap K + dan Cl-, sedikit


permeable terhadap Na + dan tidak permeable terhadap anion organic.
Untuk mempertahankan gradient tertentu agar ion-ion dapat kontinyu
berdifusi melalui kanal ion, pada membran sel terdapat suatu carier
transport system (Na+, K+, ATP-ase) yang dikenal sebagai pompa sodium
(sodium pump), yang berfungsi memompa Na + keluar dan K + masuk ke
dalam sel. Maka apabila sel dalam keadaan tidak aktif terjadilah
distribusi yang tidak seimbang dari ion-ion dimana Na + dan Cl lebih banyak berkumpul diluar sedangkan K + dan anion organik lebih
banyak berkumpul didalam membran sel. (7)
Karena ion-ion yang sejenis cenderung membentuk persamaan
elektron didalam dan diluar sel, maka distribusi yang tidak seimbang
ini menimbulkan suatu gaya tarik- menarik antara ion-ion dimana ion

negative

(terutama

ion

organik)

berkumpul

dipermukaan

dalam

sedangkan ion positif (terutama Na +) berkumpul dipermukaan luar


membrane. Keadaan ini dikatakan sel berada dalam stadium polarisasi.
Karena ion-ion memiliki muatan listrik, maka pada waktu sel tidak
aktif, terdapat perbedaan potensial (resting membrane potential) antara
permukaan dalam dan luar membrane sel sebesar kurang lebih 95 mV,
dimana muatan intraselular lebih negative dibanding muatan ekstraselular
sehingga ditulis -95 mV.

Apabila sel-sel otot jantung dirangsang oleh listrik, tekanan, suhu


panas, K+ atau obat- obat yang menghambat aktivitas pompa sodium,
muatan negativ dipermukaan dalam membran sel-sel jantung dapat
berkurang (menuju kenilai yang positif). Perubahan potensial membran
dari nilai negatif kearah yang lebih positif disebut proses depolarisasi.
Apabila membran mengalami depolarisasi dari -95 mV mencapai
nilai ambang potensial (threshold) untuk sel otot jantung yaitu -70 Mv,
maka perubahan voltase ini akan menjadi pencetus untuk membuka
kanal ion Na + secara mendadak, sehingga terjadilah pengaliran Na+ yang
masuk kedalam sel. Perpindahan muatan positif yang tiba-tiba masuk dari
luar kedalam sel mengakibatkan potensial membran secara mendadak
pula berubah dari nilai negative menjadi positif. Bagian dari proses
depolarisasi ini dinamakan potensial aksi.
Setelah fase depolarisasi berlalu, membran sel akan mengalami
proses repolarisasi yaitu redistribusi ion-ion kembali kestadium istirahat.
Fase 0 adalah penanjakan

pertama

dari potensial istirahat (resting

potensial) sebagai akibat masuknya Na

secara mendadak

kedalam sel.
Fase 1 fase repolarisasi singkat yang terjadi sesaat setelah fase 0. fase ini
disebabkan oleh tertutupnya kanal natrium secara mendadak dan
keluarnya kalium dari dalam sel.

Fase 2 fase plateu dari aksi potensial. Fase ini terjadi secara perlahanlahan sebagai akibat masuknya Ca++ melalui kanal kalsium
kedalam sel. Fase ini merupakan fase penting untuk mengatur
kontraksi jantung karena dua hal :
Ca++ ekstraseluler yang masuk kedalam sel akan merangsang

a.

pelepasan Ca++ dari reticulum sarkoplasmik, yang keduab.

duanya dibutuhkan dalam proses kontraksi.


Fase ini memperpanjang stadium depolarisasi. Jadi secara tidak
langsung mempertahankan masa refrakter agar sel dapat
berkontraksi secara sempurna, sebelum datangnya rangsangan
baru.

Fase 3 merupakan repolarisasi lebih lanjut setelah fase 2. Fase ini terjadi
akibat tertutupnya kanal kalsium dan keluarnya kalium dari dalam
sel. Pada fase ini, pompa sodium akan berfungsi secara maksimal
untuk mengembalikanmuatan negatif didalam sel. Jika sel
berpolarisasi sampai -30 mV sebagian kanal kalsium telah siap
menerima rangsangan baru, dan pada -79 mV sebagian kanal
natrium untuk menerima rangsangan baru.
Fase 4 fase diantara kedua potensial aksi. Pada fase ini terjadi retribusi
ion-ion kembali ke keadaan sel tidak aktif (istirahat).
Gambaran potensial aksi sel-sel otot jantung berbeda tergantung jenis sel.
Untuk pacemaker, setelah fase 4 membran sel akan mengadakan
depolarisasi secara spontan (slow diastolic depolarization) sebagai akibat

+
masuknya Na kedalam sel, proses ini selanjutnya mencetuskan potensial
aksi

yang

baru

berlangsung

setelah

mencapai

ambang

potensial,

siklus

ini

terus-menerus. Setiap sel otot jantung yang mengadakan

depolarisasi akan memproduksi sebuah potensial

aksi

yang

monofasik,

gabungan semua monofasik potensial aksi dari sel-sel otot jantung inilah
yang membentuk komplek EKG yang juga mewakili sebuah denyut jantung.
III.3. Patofisiologi
Patogenesis Long QT congenital belum jelas, namun hipotesis yang
banyak dianut ialah pada ketidakseimbangan sistem saraf adrenergic dan
aktivitas saraf simpatis jantung, dimana aktivitas yang berlebihan dibagian
kiri sedangkan aktivitas pada bagian kanan berkurang. Ketidakseimbangan
perangsangan simpatis mengakibatkan pemanjangan repolarisasi ventrikel
otot jantung dimana meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi.

(8)

Bukti menyangkut keterlibatan sistem saraf simpatis yaitu; (a) sinkop


yang kemungkinan dicetuskan oleh serangan atau peningkatan aktivitas
perangsangan simpatis, seperti emosi atau aktivitas fisik; (b) pemanjangan
interval QT serta peningkatan gelombang T yang disebabkan meningkatnya
saraf simpatis yang asimetris; (c) hasil terapi yang memuaskan melalui efek
antagonis aktivitas simpatis pada jantung dengan antagonis reseptor beta
adrenergik.

(8)

Hasil penelitian pada binatang percobaan juga mendukung bahwa


ketidakseimbangan

perangsangan

simpatis

timbulnya sindrom long QT congenital.

(8)

berperan

penting

terhadap

III.4. Etiologi
Sindrom Long QT disebabkan oleh mutasi gen kanal kalium,
natrium dan kalsium, dimana telah dikenali 10 gen, 6 gen merupakan
Sindrom Romano-Ward, 1 gen dari Sindrom Andersen, 1 dari Sindrom
Timothy serta 2 gen merupakan Sindrom Jervell dan Lang-Nielsen.
Tabel.3. Beberapa bentuk Gen Sindrom Long QT Kongenital.(LQT1-6
Sindrom Romano-Ward , LQT7 Sindrom Anderson, LQT8 Sindrom
(kutip.1)
Timothy, JLN1-2 Sindrom Jervell dan Lang-Nielsen).

LQT1, LQT2 dan LQT3 merupakan jumlah kasus terbanyak, dimana


prevalesinya sekitar 45%, 45% dan 7%. Pemanjangan QT terjadi karena
terlalu banyaknya ion positiv sel jantung selama repolarisasi ventrikel.
Pada LQT1, LQT2, LQT5, LQT6 dan LQT7 kanal ion kaliumnya
dihambat, terlambat pembukaannya atau pembukaannya sangat singkat

dibandingkan

dengan fungsi kanal

yang normal. Perubahan ini

menyebabkan penurunan aliran keluar ion kalium serta pemanjangan


(1,7)

repolarisasi.

Tabel.4. Perbedaan antara LONG QT tipe 1, 2, dan 3

(kutip.19)

Sindrom Long QT didapat diakibatkan oleh obat-obatan seperti


adrenalin, beberapa jenis antihistamin dan antibiotic, obat diuretic dan
lainnya. Individu yang pernah mengalami Sindrom Long QT setelah
mengkomsumsi salah satu obat-obat tersebut sesungguhnya mempunayi
defek genetic yang menyebabkan kecendrungan terjadinya arritmia
jantung. Kehilngan berat badan yang berat seperti pada penderita
anoreksia nervosa juga dapat mengganggu keseimbangan ion di jantung
sehingga mengakibatkan interval QT memanjang.10).
Tiga jenis dari Sindrom Long QT congenital yang digambarkan
saat ini, Jervell dan Lange-Nielsen Syndrome dinamai sesuai dengan
orang yang menemukan kondisi ini pada tahun1957, yang disertai dengan
tuli congenital dan mewarisi sifat autosomal resesif. Sindrom Romano

Ward merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan, pertama


dikenali pada tahun 1960. Bentuk ini merupakan suatu autosomal
dominant yang tidak disertai dengan kelainan fisik seperti tuli. Pada tahun
1995 telah dilaporkan bentuk ketiga Sindrom Long QT congenital yang
disertai dengan sindaktili bilateral, akan tetapi sangat sedikit yang
diketahui mengenai bentuk kelainan ini kecuali hanya laporan kasus
sporadis saja tanpa adanya riwayat keluarga yang menderita Sindrom
(10)
Long QT.
Pada awal tahun 2001 enam gen yang berbeda telah ditemukan
kaitannya dengan bentuk Sindrom Long QT congenital ini, dan mutasi
paling kurang empat gen pada sejumlah orang serta keluarga yang
menderita. Gen-gen ini memegang peranan penting terhadap susunan kanal
ion pada membran sel. Oleh sebab itu, mutasi gen-gen ini mengganggu
irama jantung normal.

10)

Diare ataupun muntah yang terlalu banyak yang menyebabkan


kehilangan ion kalium dan natrium dari dalam darah dapat juga
menyebabkan Sindrom Long QT. Sindrom akan berakhir sampai kadar
ion-ion ini dalam darah kembali normal. gangguan makan seperti
anoreksia nervosa dan penyakit kelenjar tiroid yang menyebabkan
penurunan kadar ion kalium dalam darah juga dapat menyebabkan
kelainan ini. (11)
III.5. Gambaran Klinis

Gejala-gejala sindrom long QT congenital dapat terjadi pada


bulan pertama kelahiran ataupun juga pada usia pertengahan. Umumnya
gejala-gejala Long QT ini dialami pada saat usia 40 tahun. Kematian
sebahagian besar terjadi pada penderita berumur 11 tahun sampai 30
tahun.

(12)

Pingsan merupakan gejala utama penderita bisa jadi mengalami


serangan satu sampai ratusan kali serangan. Yang menjadi menarik ialah
beberapa pasien yang mengalami beberapa kali serangan namun tidak
mengalami kematian, pada pasien lain kematian dapat terjadi hanya pada
serangan pertama kali terjadi.(8)
Pada penderita Sindrom Long QT pingsan disebabkan oleh karena
irama jantung yang tidak teratur yang terjadi pada saat timbul nya
amarah, terkejut ataupun aktivitas fisik. Pingsan pada penderita dapat
terjadi secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, misalnya hilang
kesadaran setelah terkejut mendengar dering telepon. Gejala-gajala yang
dapat timbul sebelum pingsan ialah berkunang-kunang, berdebar-debar
atau irama j antung yang tidak teratur, kelemahan dan pandangan kabur.
(12)

Kejang dapat terjadi jika irama jantung yang tidak teratur terus
terjadi sehingga otak mengalami kekurangan oksigen yang kemudian
dapat berlanjut menjadi kejang umum. Oleh karena itu beberapa orang
yang mengalami Sindrom long QT ini bisa jadi mengalami salah

diagnosis

sehingga

mendapat

terapi obat

anti-epilepsi.

Kematian

mendadak akan terjadi apabila irama jantung yang tidak normal ini segera
diatasi dengan external defibrillator.

(12)

III.6. Diagnosis
Diagnosis terutama didasarkan adanya pemanjangan QT pada EKG.
Gejala, riwayat keluarga serta sistem scoring banyak digunakan, walaupun
sensitivitas dan spesifisitasnya keabsahannya belum diakui. Dari data
terbaru yang dapat dipercaya diagnosis Sindrom Long QT dapat
ditegakkan dengan ditemui interval QT lebih dari 470 msec pada pria
dan lebih dari 480 msec pada wanita yang tidak sedang menggunakan
obat-obatan, penyakit jantung ataupun penyakit lainnya ataupun juga
faktor-faktor lainnya yang menyebabkan pemanjangan interval QT. EKG
ulangan, EKG saat aktivitas serta EKG serial sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis. Kepustakaan yang ada saat ini menunjukkan nilai
normal interval QT sampai 500 msec dari nilai normal yang ada
umumnya, oleh sebab itu nilai QT > 500 msec dapat dipakai sebagai dasar
menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan adanya
pemanjangan QT interval saat istirahat atau aktifitas ataupun EKG serial.
Pingsan yang disertai gambaran khas morfologi gelombang T sangat
mendukung untuk menegakkan diagnosis, serta aritmia dari TdP
merupakan

tanda patognomonis yang penting untuk menegakkan

Sindrom QT memanjang.

(8)

Riwayat pingsan yang tidak diketahui penyebabnya atau kematian


mendadak pada masa anak-anak atau dewasa muda terutama saat aktifitas

fisik atau emosi atau tenggelam atau hampir tenggelam harus diduga
(6)

kemungkinan suatu Sindrom Long QT.

Schwartz dkk pertama kali mengemukakan kriteria diagnosis pada


tahun 1985, akan tetapi dengan ditemukannya perbedaan pemanjangan
interval QT antara wanita dan pria, adanya tumpang tindih nilai QT
antara pembawa gen ataupun bukan pembawa serta ditemukannya
beberapa perbedaan parameter klinis antara pasien LQTS dengan
pasien yang bukan LQTS sehingga Scwartz dkk mengemukakan
criteria baru pada tahun 1993. K riteria ini berdasarkan pada EKG,
riwayat klinis serta riwayat keluarga. Nilai total berkisar antara 0
sampai 9 yang terdiri dari tiga kelompok. Nilai <1= kemungkinan
rendah, nilai 2 sampai 3= kemungkinan sedang, nilai >4= kemungkinan
tinggi. Penderita dengan nilai 2 sampai 3 EKG serial harus dilakukan
selama nilai interval QT masih bervariasi dari waktu ke waktu, disamping
itu skrining terhadap anggota keluarga perlu dilakukan. Pemeriksaan
elektrofisiologi invasive dengan atau tanpa infus katekolamin tidak
bermanfaat. Pada kasus-kasus yang meragukan pemeriksaan genetik guna
mengenali mutasi baru akhir-akhir ini sangat berguna namun belum
menjadi pemeriksaan yang rutin. Saat ini pemeriksaan molekuler
digunakan untuk menganalisa genom DNA (mis;dari limfosit perifer) serta
LQTS karena mutasi. Pemeriksaan ini bermanfaat pada anggota keluarga
yang penyebabnya oleh mutasi gen serta mutasi pada penderita.
Namun skinning sampai saat ini belum digunakan secara luas, ini

disebabkan karena mahalnya biaya dan lamanya waktu pemeriksaan serta


beberapa gen yang tidak diketahui masih perlu penelitian lagi. (6,8)
(kutip

Tabel.4. Kriteria diagnosis Sindrom Long QT Kongenital.


6,16,14,16,19)

Sindrom Long QT merupakan diagnosis klinis namun pemeriksaan


genetik bisa menjadi informasi tambahan untuk diagnosis. Penderita yang
gambaran klinisnya antara lain pingsan serta morfologi gelombang QT
yang khas yang telah didiagnosis diduga 70%-90% diakibatkan oleh
kelainan gen. Uji genetik terhadap subtype terbanyak dijumpai saat

tersedia secara komersial, yang mana dapat mengenali 50-70% penderita


yang telah tediagnosis secara klinis.(19)
Uji genetik sangat berguna terutama, pertama untuk mengetahui kelainan
genetiknya guna menentukan prognosis serta pemilihan pedoman terapi. Kedua
pada anggota keluarga penderita yang telah diketahui kelainan genetiknya,
pemetaan genotype akan membantu untuk menegakkan diagnosis pada yang
lainnya. Uji genetik tidak dilakukan pada penderita yang interval QT borderline
dengan gejala yang meragukan serta tidak ada riwayat keluarga.

(19)

III.6. Penatalaksanaan
Seluruh penderita Sindrom Long QT harus menghindari obat-obat yang
menyebabkan pemanjangan interval QT atau mengurangi kadar serum
kalium dan magnesium. Walaupun pemberian terapi pada penderita yang
asimptomatik masih kontroversi, pilihan yang terbaik ialah memberikan
terapi kepada seluruh penderita Sindrom Long QT congenital, sebab
kematian jantung tiba-tiba dapat saja terjadi pada serangan pertama dari
penyakit ini.

(1,8)

Beta-bloker merupakan obat pilihan terhadap Sindrom Long QT. Efek


proteksi

beta- bloker berkaitan

dengan

penghambatan

adrenergic

sehingga mengurangi risiko aritmia jantung juga memperkecil interval


QT. Walaupun telah bertahun-tahun dianjurkan pemberian dosis betabloker relative besar (mis; 3 mg/kg/hari atau 210 mg/hari pada berat badan
70 kg) data terbaru menunjukkan dosis yang lebi rendah memberikan efek

proteksi yang sama dengan dosis besar. Beta-bloker efektif mencegah


serangan jantung sampai 70%. Sedangkan serangan ulangan berkurang
30% dengan terapi beta-bloker.(1,8)
Propanolo dan nadolol merupakan beta-bloker yang paling sering
digunakan, namun atenolol dan metoprolol juga dapat diberikan pada
semua penderira Sindrom Long QT.(1)
Implantable cardioverter-defibrillator (ICD) paling efektif mencegah
kematian jantung mendadak pada penderita yang mempunyai risiko tinggi.
Pada suatu penelitian terhadap 125 penderita Sindrom Long QT dengan
ICD,

didapatkan

kematian

1,3%

pada

penderita

dengan

ICD

dibandingkan dengan 16% kematian pada penderita dengan non-ICD


selama 8 tahun pengamatan. Dikatakan risiko tinggi apabila penderita
pernah mengalami henti jantung ataupun serngan jantung berulang (mis:
pingsan atau torsade de pointes), mendapat terapi konvensinal serta
interval QT yang sangat memanjang (>500msec).(1,8)
Penggunaan ICD harus dipertimbangkan sebagai terapi pertama apabila
penderita mempunyai riwayat keluarga dengan kematian mendadak.
Walaupun demikian sejak sejumlah penelitian menunjukkan bahwasanya
riwayat keluarga dengan kematian mendadak bukan merupakan factor
risiko independent. Sejumlah ahli tidak menganjurkan terapi ICD hanya
berdasakan

pada

riwayat

keluarga.

Terapi

ICD

dini

sebaiknya

dipertimbangkan terhadap penderita Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen,


hal ini disebabkan karena manfaat beta-bloker pada penderita ini

terbatas. Penggunaan pacu jantung berdasarkan pada peningkatan irama


jantung secara perlahan-lahan, mengurangi irami irregular dan repolarisasi
heterogen serta memperkecil risiko Torsade de Pointes takikardi
ventrikel. Pacu jantung terutama bermanfaat pada penderita yang pernah
mengalami bradikardi dengan torsede de pointes dan LQT3. (1)
Stelektomi servicotorak kiri merupakan terapi antiadrenergic yang
digunakan pada penderita risiko tinggi terutama yang mengalami serangan
berulang yang mendapat terapi beta- bloker. Stellektomi menurunkan
risiko serangan yang bermanfaat pada LQT1 dibandingkan dengan jenis
lainnya. Walaupun tindakan ini mengurangi risiko serangan namun tidak
sama sekali menghilangkan risiko tersebut, oleh sebab itu ICD lebih
baik dibandingkan stellektomi cervicotorak.

(1)

Aktifitas fisik dan takikardi pencetus timbulnya serangan LQT1


dengan demikian penderita LQT1 harus berusaha menghindari aktifitas
fisik dimana beta-bloker diharapkan dapat mencegah serangan. Pingsan
dan mati mendadak saat berenang dan menyelam berkaitan sangat dengan
LQT1, oleh sebab itu hindari berenang tanpa pengawasan. LQT2 juga
dicetuskan oleh aktifitas fisik, namun relatif kurang dibandingkan
dengan LQT1. A ktifitas fisik dan takikardi tidak mencetuskan LQT3
namun biasanya terjadi pada waktu tidur. Disebabkan oleh karena
takikardi tidak mencetuskan serangan maka pemakaian beta-bloker guna
mencegah serangan masihdiperdebatkan. Mexiletine, suatu penghambat
kanal kalium meningkatkan proteksi pada subkelompok ini. Sejumlah ahli

menganjurkan kombinasi beta-bloker dan mexiletine pada penderita LQT3


(1)

ini.

IV. KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien perempuan umur 37 tahun, dikonsul dari bagian interna
dengan diagnosis tumor gaster dan suspek acute coronary syndrome. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis
dengan:
1.

Long QT Syndrome
Diagnosis ini ditegakkan atas dasar ditemukannya riwayat berdebar-debar,
terdapat riwayat pingsan sebelumnya dengan frekuensi 1 kali. Dari
pemeriksaan fisis ditemukan denyut jantung 120 kali permenit. Dari hasil
EKG didapatkan pemanjangan interval QT dengan durasi 0,52s.

2. Hypokalemia
Hasil pemeriksaan laboratrium pasien pada saat masuk rumah sakit dengan
kadar kalium 2,3 dan telah dikoreksi dengan KCL 25 meq.
3. Hypomagnesium
Kontrol pada hari ke 3 perawatan didapatkan nilai magnesium dibawah
normal dengan nilai 0.4
4. Gastric Tumor
Dari pemeriksaan USG whole abdomen dengan hasil Distended gaster ec
penebalan dinding gaster suspek massa adneksa kanan.
5. Akute Kidney Injury
Dari pemeriksaan awal masuk dengan Nilai 2,3 mg/dl.
Untuk terapi dari bagian kardiologi diberikan Bisoprolol 1,25 mgs/ 24 jam/oral.
Untuk terapi dari interna diberikan KCL 25% in NaCl 0,9% 500 cc 12 tetes
permenit dan Omeprazole 40mg/ 12 hours/ iv.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sovari.A. et al in Long QT Syndrome, eMedicine Cardiology.2008.

2.

Liptak.S.Gregory ; in Long QT Syndrome, www.merck.com. 2008

3.

From Wikipedia;in Long QT Syndrome, http;//en.wikipedia.org.2009

4.

Meyer.S.Jhon,et al; in Sudden Arrhythmia Death Syndrme; Importance of


Long QT Syndrome, American Family Physician.2003; 68; 483-488.

5.

Monnig Gerold, et al; in Electrocardiographic risk stratification in


families with congenital long QT syndrome. Euro He J.2006;,27; 20742080.

6.

Chiang Chern-en.and Roden,M; The Long QT Syndrome: Genetic Basis


and Clinical Implication. J. Am. Coll. Cardiol, 2000; 36;1-12.

7.

Booker.P.D,
Whyte.S.D
and
Ladusans.E.J;
Syndrome and anaesthesia.Bri.J.An,2003;90; 349-366.

8.

Vincent G M; The Long QT Syndrome; Ind P Ele J.2002;2.

9.

Kenny R A and Sutton R; The Prolonged QT Interval-afrequently


unrecognized abnormality. P Gra Med J.1985; 61; 379-386.

10.

Prolonged
QT
Syndrome.;
dictionary.thefreedictionary.com.2009

11.

Levine Ethan and Moss j Arthur, et al; Congenital Long QT Syndrome:


Consideration for primary care physician. C Cli J of Med.2008; 75; 591600.

12.

Mayo Clinic staff; Long QT Syndrome, www.mayoclinic.co m.2009.

13.

Robert S.Kass, Arthur J moss; Novel Insight into The Mechanisms of


Cardiac Arrhythmias. The Journal of Clinical Investigation. 2003; 11;810-815.

14.

Hofman Nynke and Wilde Arthur A.M.; Diagnostic criteria for Long QT
Syndrome in the era molecular genetics: do we need a scoring system?. Eur
Hea J.2007;28; 575-580.

Long

QT

http//medica

15.

Jonathan Skinner. Guidelines for The Diagnosis and Management of Familial


Long QT-Syndrome. The Cardiac Society of Australia and New Zealand.
2011.

16.

Kathryn E Waddel-Smith and Skinner J; Update on the Diagnosis and


Management of Familial long QT Syndrome. The Cardiac Society of
Australia and New Zealand. 2016.

17.

Peter J Schwartz, Lia Crotti, Roberto Insolia. Long-QT Syndrome From


Genetics to Management.2012. http://circep.ahajournals.org.

18.

Susan J, Kies, Christina M, Heather A., et all. Anasthesia for Patient with
Congenital Long QT Syndrome. 2005. American Society og Anasthesiologist,
Inc. 102:204=10

19.

Amanda Kamali, Chad R. Stickrath, Allan V et all. How Should Hospitalized


Patients with Long QT Syndrome Be Managed?.2010. http://www.thehospitalist.org/article/how-should-hospitalized-patients-with-long-qtsyndrome-be-managed/4/?singlepage=1

Anda mungkin juga menyukai