TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme
mengkonstruksi
dan
menginterpretasikannya
berdasarkan
pengalamannya.
Suastra (2009) menyatakan bahwa guru dalam kapasitasnya sebagai fasilitator dan
mediator mempunyai ciri-ciri: (1) menyiapkan kondisi yang kondusif bagi terjadinya proses
pembelajaran dengan menyiapkan masalah-masalah yang menantang bagi siswa, (2) berusaha
untuk menggali dan memahami pengetahuan awal siswa, (3)selalu mempertimbangkan
pengetahuan awal dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran, (4) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide yang dimiliki, (5) lebih menekankan
pada argumentasi atas tanggapan siswa daripada benar salahnya tanggapan siswa, (6) tidak
melakukan upaya transfer pengetahuan kepada siswa dan selalu sadar bahwa pengetahuan
dibangun dalam diri siswa, (7) menggunakan suatu strategi pembelajaran yang dapat mengubah
miskonsepsi-miskonsepsi yang dibawa siswa menuju konsep ilmiah, (8) menyiapkan dan
menyajikannya pada saat yang tepat berbagai konflik kognitif yang dapat mengarahkan siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuan ilmiah.
Praktik pembelajaran konstruktivistik membantu pebelajar menginternalkan, membentuk
kembali, atau mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi melalui kreasi pemahaman
baru yang merupakan hasil dari munculnya struktur kognitif baru. Pemahaman yang mendalam
terjadi ketika hadirnya informasi baru yang mendorong munculnya atau menaikkan struktur
kognitif yang memungkinkan para pebelajar memikirkan ide-ide mereka sebelumnya (Santyasa,
2012).
Pandangan
konstruktivisme
mampu
membawa
perubahan
pembelajaran
dari
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student centered). Pandangan konstruktivisme menekankan bahwa belajar sebagai
proses pemahaman pribadi dan pengembangan makna dimana belajar dipandang sebagai
konstruksi makna bukan sebagai menghafal fakta.
masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Factor lain
yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan (reinforcement).
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons (Budiningsih, 2005).
Burrowes (dalam Warpala, 2007) menyampaikan pembelajaran konvensional menekankan
pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materimateri yang
dipresentasikan,
atau
mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran
konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi pasive
learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) ada kelompok-kelompok kecil, tetapi bukan
kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.
Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang
dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya (dalam Budiningsih, 2005) dapat digunakan dalam
merancang pembelajaran. Langkh-langkah tersebut meliputi: (1) menentukan tujuan-tujuan
pembelajaran, (2) menganalisis lngkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi
pengetahuan awal siswa, (3) menentukan materi pembelajaran.(4) memecah materi pelajaran menjadi
bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokuk bahasan, topik, dan lain sebagainya, (5)
menyajikan materi pembelajaran (6) memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan
maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas, (7) mengamati dan mengkaji respon yang
diberikan siswa, (8) memberikan penguatan/reinforcement, (9) memberikan stimulus baru, (10)
mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa, (11) memberikan penguatan lanjutan atau
hukuman, (12) evaluasi hasil belajar.
2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama
dengan orang lain.
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan
menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menyusun laporan serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berfikir analitis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa
alam dalam menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan
pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal melanjutkan pendidikan kejenjang yang
lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran fisika yang baik adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya
menekankan pada salah satu aspek kognitif saja, tetapi juga sikap dan psikomotorik
(Depdiknas,2006:1). Ranah psikomotorik dapat diamati dengan observasi siswa saat
melalukan praktikum.
1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning
1.2.1
Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi
antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah,
sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga
masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya
dengan baik.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based
Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan
suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan
pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL)
adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran
yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta
didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih
realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang
diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan
yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula
dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki
sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah
petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari
atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis
masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini,
peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan
atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih
diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh
seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat
PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi
belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang,
melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan
pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari
penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di
kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan
penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus
mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan
pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang
efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu
peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok
untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
1.2.2
Aktivitas Siswa
Fase 1
Orientasi siswa Guru mrnyampaikan tujuan
terhadap masalah belajar, menjelaskan logistik
autentik
yang
diperlukan,
dan
memotivasi
menggunakan
kemampuannya memecahkan
maslah.
Fase
2
Guru
membantu
Mengorganisasi
siswa
dalam mendefinisikan
mengorganisasikan
belajar
belajar yang diangkat.
Siswa
mendengarkan
tujuan
belajar
yang
disampaikan oleh guru
dan
mempersiapkan
logistik yang diperlukan.
siswa Siswa
mendefinisikan
dan dan mengorganisasikan
tugas tugas belajar yang di
angkat.
Fase 3
Membantu siswa
secara individual
atau kelompok
dalam
melaksanakan
penelitian
Fase 4
Mengembangkan Guru membantu siswa dalam
dan menyajikan merencanakan
dan
hasil karya
menyiapkan karya seperti
laporan, video, model-model
dan
membantunya
untuk
menyampaikan kepada teman
lain.
Fase 5
Analisis dan
evaluasi proses
pemecahan
masalah.
1.2.4
Guru
membantu
siswa
melakukan refleksi kegiatan
penyelidikannya dan proses
yang telah dilakukan
Siswa
mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan
eksperimen,
dan
berusaha
menemukan
jawaban atas masalah
yang di angkat.
Siswa merencanakan dan
menyiapkan karya,video,
dan menyampaikannya
pada teman lain.
(Learning how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa
akan mudah beradaptasi.
1.2.5 Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)
Keunggulan PBL
Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi Problem-Based Learning memiliki
beberapa keunggulan, di antaranya:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis
dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
i. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah
harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini
guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan
oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, pada
tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi
dari berbagai fenomena yang ada.
Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki
beberapa kelemahan diantaranya:
Kelemahan PBL
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke
arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu,
maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil
dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahanperubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau
sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom,
yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan
berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sehubungan
dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi
lima macam antara lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari
sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang
dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) sikap dan nilai,
berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari
kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan
dalam arti informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi
untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan
pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan
instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi
menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155),
memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang
diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap
dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan
yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
B.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) antara
lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
Faktor Internal
Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak
dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal
tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.
Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki
kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil
belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat,
motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
Faktor Eksternal
Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam
misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang
kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada
pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang
cukup untuk bernafas lega.
Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang
direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru
Menurut Sunarto (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat
mempengaruhi prestasi belajarnya. Diantara faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar seseorang antara lain:
a.
Kecerdasan/intelegensi
b.
Bakat
c.
Minat
d.
Motivasi
e.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang
sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor eksternal antara
lain:
a.
b.
c.
itu sendiri, pebelajar membentuk konstruksi pengetahuannya sendiri dari pengetahuan awal yang
mereka miliki.
Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains yaitu sains
adalah proses dan produk. Proses yang dimaksud adalah konstruksi pengetahuan pembelajar dibentuk
melalui proses sains yang melibatkan penemuan atau eksperimen. Inkuiri merupakan salah satu model
pembelajaran yang dalam prosesnya melibatkan siswa secara utuh (student centered), guru disini
bertugas sebagai fasilitator. Namun, dalam praktiknya masih terdapat berbagai kendala dalam proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri yaitu: (1) proses memerlukan waktu yang
panjang, (2) ketersediaan alat laboratorium yang kurang memadai, (3) terkadang alat-alat di
laboratorium kurang mampu merepresentasikan beberapa marteri dalam fisika sehingga siswa sulit
untuk memahaminya, (4) ekperimen yang dilakukan di laboratorium kurang fleksibel karena
Model pembelajaran yang dikombinasikan dengan media elektronik ini diprediksi akan
meningkatkan prestasi belajar fisika siswa, mengingat keunggulan dari inkuiri terbimbing dan
laboratorim virtual yang disampaikan sebelumnya.
Virtual laboratory memiliki beberapa kelebihan dibanding pembelajaran real lab maupun model
pembelajaran konvensional. Virtual laboratory cenderung lebih fleksibel dalam penggunaannya.
Terlebih lagi siswa lebih antusias dalam pembelajaran yang melibatkan teknologi didalamnya, seperti
penggunaan simulasi maupun media pembelajaran berbasis teknologi lainnya. Berdasarkan uraian
tersebut, peneliti hendak meneliti pengaruh model pemebelajaaran inkuiri terbimbing berbantuan
virtual laboratory terhadap prestasi belajar siswa.
kemampuan siswa berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran, hal semacam itu
disebut dengan penilaian.
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar,
mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau
tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi
segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.
Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses
belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian ekstrim yang berperan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel,1991)
A Pengertian pembelajaran menurut kamus bahasa Indonesia :
Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
B Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :
1.
Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja
melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk
mencapai tujuan kurikulum.
2.
Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
3.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.
CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
1.
merupakan upaya sadar dan disengaja
2.
pembelajaran harus membuat siswa belajar
3.
tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
4.
pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya