Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme

Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang.


Manusia

mengkonstruksi

dan

menginterpretasikannya

berdasarkan

pengalamannya.

Konstruktivistik mengarahkan perhatian bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari


pengalamannya, struktur mental dan keyakinan, dan keyakinan yang digunakan untuk
menginterpretasikan objek dan peristiwa-peristiwa. Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa
pikiran adalah instrument penting dalam menginterretasikan kejadian, objek, dan pandangan
terhadap dunia nyata, dimana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia
(Budiningsih, 2005), Tasker (dalam Suastra, 2009) menyampaikan beberapa komponenkomponen dan langkah-langkah dari konstruktivis dalam belajar yang dapat dirangkum sebagai
berikut.
1. Pebelajar (learner) secara aktif memilih dan mengamati beberapa masukan sensori
dari lingkungannya
2. Pengetahuan awal pebelajar sangat mempengaruhi stimulus mana yang akan diikuti
atau dipilihnya.
3. Masukan yang diperhatikan dan dipilih tidak segera mempunyai makna bagi pebelajar
bersangkutan.
4. Pebelajar menyusun hubungan-hubungan antara masukan sensori dan gagasangagasan yang telah ada pada dirinya yang dipandang relevan.
5. Pebelajar mengkonstruksi makna dari hubungab-hubungan antara masukan sensori
dan pengetahuan yang telah dimilikinya.
6. Pebelajar mungkin menguji makna-makna yang berlawanan dengan memori dan
pegalaman yang dirasakannya.
7. Pebelajar mungkin memasukkan konstruksi-konstruksi ke dalam salah satu memori
dengan menghubungkannya pada gagasan-gagasan yang ada atau dengan cara
restrukturisasi gagasan-gagasannya.
8. Pebelajar akan meletakkan beberapa status pada konstruksi baru dan akan diterima
atau ditolaknya.

Suastra (2009) menyatakan bahwa guru dalam kapasitasnya sebagai fasilitator dan
mediator mempunyai ciri-ciri: (1) menyiapkan kondisi yang kondusif bagi terjadinya proses
pembelajaran dengan menyiapkan masalah-masalah yang menantang bagi siswa, (2) berusaha
untuk menggali dan memahami pengetahuan awal siswa, (3)selalu mempertimbangkan
pengetahuan awal dalam merancang dan mengimplementasikan pembelajaran, (4) memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide yang dimiliki, (5) lebih menekankan
pada argumentasi atas tanggapan siswa daripada benar salahnya tanggapan siswa, (6) tidak
melakukan upaya transfer pengetahuan kepada siswa dan selalu sadar bahwa pengetahuan
dibangun dalam diri siswa, (7) menggunakan suatu strategi pembelajaran yang dapat mengubah
miskonsepsi-miskonsepsi yang dibawa siswa menuju konsep ilmiah, (8) menyiapkan dan
menyajikannya pada saat yang tepat berbagai konflik kognitif yang dapat mengarahkan siswa
dalam mengkonstruksi pengetahuan ilmiah.
Praktik pembelajaran konstruktivistik membantu pebelajar menginternalkan, membentuk
kembali, atau mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi melalui kreasi pemahaman
baru yang merupakan hasil dari munculnya struktur kognitif baru. Pemahaman yang mendalam
terjadi ketika hadirnya informasi baru yang mendorong munculnya atau menaikkan struktur
kognitif yang memungkinkan para pebelajar memikirkan ide-ide mereka sebelumnya (Santyasa,
2012).

Pandangan

konstruktivisme

mampu

membawa

perubahan

pembelajaran

dari

pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student centered). Pandangan konstruktivisme menekankan bahwa belajar sebagai
proses pemahaman pribadi dan pengembangan makna dimana belajar dipandang sebagai
konstruksi makna bukan sebagai menghafal fakta.

2.6 Model Pembelajaran Konvensional


Model pembelajaran konvensional mengacu pada teori behavioristik, di mana guru berperan
sebagai pusat informasi (teacher centered). Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan
bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini yang terpenting adalah

masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Factor lain

yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah factor penguatan (reinforcement).
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons (Budiningsih, 2005).
Burrowes (dalam Warpala, 2007) menyampaikan pembelajaran konvensional menekankan
pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materimateri yang

dipresentasikan,

menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya,

atau

mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran
konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran berpusat pada guru, (2) terjadi pasive
learning, (3) interaksi di antara siswa kurang, (4) ada kelompok-kelompok kecil, tetapi bukan
kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.
Secara umum, langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang
dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya (dalam Budiningsih, 2005) dapat digunakan dalam
merancang pembelajaran. Langkh-langkah tersebut meliputi: (1) menentukan tujuan-tujuan
pembelajaran, (2) menganalisis lngkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi
pengetahuan awal siswa, (3) menentukan materi pembelajaran.(4) memecah materi pelajaran menjadi
bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokuk bahasan, topik, dan lain sebagainya, (5)
menyajikan materi pembelajaran (6) memberikan stimulus, dapat berupa: pertanyaan baik lisan
maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas, (7) mengamati dan mengkaji respon yang
diberikan siswa, (8) memberikan penguatan/reinforcement, (9) memberikan stimulus baru, (10)
mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa, (11) memberikan penguatan lanjutan atau
hukuman, (12) evaluasi hasil belajar.

1.1 Pembelajaran Fisika


Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat
mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan deduktif dalam
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri (Depdiknas,2006:1).
Menurut Depdiknas (2006:1) tujuan mata pelajaran Fisika di SMA adalah sebagai
sarana untuk:
1. Membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan
alam serta mengangungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama
dengan orang lain.
3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan
menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan,
mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menyusun laporan serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berfikir analitis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa
alam dalam menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan
pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal melanjutkan pendidikan kejenjang yang
lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran fisika yang baik adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya
menekankan pada salah satu aspek kognitif saja, tetapi juga sikap dan psikomotorik
(Depdiknas,2006:1). Ranah psikomotorik dapat diamati dengan observasi siswa saat
melalukan praktikum.
1.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning
1.2.1

Istilah Dan Pengertian

Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey.
Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi
antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah,
sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga
masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya
dengan baik.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based
Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan
suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan
pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL)
adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran
yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta
didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih
realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang

diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan
yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula
dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki
sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah
petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari
atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis
masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini,
peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan
atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih
diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh
seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat
PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi
belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang,
melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode
ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan
pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari
penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di
kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan
penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus
mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan
pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang
efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu
peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok
untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
1.2.2

Ciri-Ciri Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Ciri-Ciri dari Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Ciri-ciri utama Problem-Based Learning adalah sebagai berikut.
a. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya
sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi
melalui strategi pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi
pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari

proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses


pembelajaran.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara
ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris,
sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu,
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan
fakta yang jelas.
Ciri-ciri khusus Problem-Based Learning adalah sebagai berikut.
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
Pengaturan pembelajaran masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang
penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu
haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata dari
pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan
masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian
siswa.
Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami
siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa.
Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun
dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup
seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang
dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut
harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah
bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai
pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat
meningkatkan kemampuan berfikir dan memecahkan masalah siswa serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
b. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu
Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya
mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
c. Penyelidikan yang Autentik
Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah
bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian
masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah,

mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis


informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan dan menggambarkan
hasil akhir.
d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya
Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil
penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya. Artinya hasil
penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan laporannya.
e. Kolaborasi
Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus
diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa , baik dalam kelompok kecil
maupun besar, dan bersama-sama antar siswa dengan guru.
1.2.3 Langkah-Langkah Dan Sintaks Problem Based Learning (PBL)
a. Langkah-langkah Problem Based Learnig
John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika memaparkan 6
langkah dalam pembelajaran berbasis masalah ini :
Merumuskan masalah. Guru membimbing peserta didik untuk menentukan
masalah yang akan dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya
guru telah menetapkan masalah tersebut.
Menganalisis masalah. Langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang.
Merumuskan hipotesis. Langkah peserta didik merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Mengumpulkan data. Langkah peserta didik mencari dan menggambarkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
Pengujian hipotesis. Langkah peserta didik dalam merumuskan dan mengambil
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan
Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah peserta didik
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Sedangkan menurut David Johnson & Johnson memaparkan 5 langkah melalui
kegiatan kelompok :
Mendefinisikan masalah. Merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang
mengandung konflik hingga peserta didik jelas dengan masalah yang dikaji.
Dalam hal ini guru meminta pendapat peserta didik tentang masalah yang sedang
dikaji.
Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah.
Merumuskan alternatif strategi. Menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan
melalui diskusi kelas.

Menentukan & menerapkan strategi pilihan. Pengambilan keputusan tentang


strategi mana yang dilakukan.
Melakukan evaluasi. Baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.
Secara umum langkah-langkah model pembelajaran ini adalah :
Menyadari Masalah. Dimulai dengan kesadaran akan masalah yang harus
dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai peserta didik adalah peserta didik
dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang dirasakan oleh manusia dan
lingkungan sosial.
Merumuskan Masalah. Rumusan masalah berhubungan dengan kejelasan dan
kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data yang harus
dikumpulkan. Diharapkan peserta didik dapat menentukan prioritas masalah.
Merumuskan Hipotesis. peserta didik diharapkan dapat menentukan sebab akibat
dari masalah yang ingin diselesaikan dan dapat menentukan berbagai
kemungkinan penyelesaian masalah.
Mengumpulkan Data. peserta didik didorong untuk mengumpulkan data yang
relevan. Kemampuan yang diharapkan adalah peserta didik dapat mengumpulkan
data dan memetakan serta menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga sudah
dipahami.
Menguji Hipotesis. Peserta didik diharapkan memiliki kecakapan menelaah dan
membahas untuk melihat hubungan dengan masalah yang diuji.
Menetukan Pilihan Penyelesaian. Kecakapan memilih alternatif penyelesaian
yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan
yang dapat terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya.
b. Sintaks Problem Based Learning (PBL)
Fase
Aktivitas Guru

Aktivitas Siswa

Fase 1
Orientasi siswa Guru mrnyampaikan tujuan
terhadap masalah belajar, menjelaskan logistik
autentik
yang
diperlukan,
dan
memotivasi
menggunakan
kemampuannya memecahkan
maslah.
Fase
2
Guru
membantu
Mengorganisasi
siswa
dalam mendefinisikan
mengorganisasikan
belajar
belajar yang diangkat.

Siswa
mendengarkan
tujuan
belajar
yang
disampaikan oleh guru
dan
mempersiapkan
logistik yang diperlukan.

siswa Siswa
mendefinisikan
dan dan mengorganisasikan
tugas tugas belajar yang di
angkat.

Fase 3
Membantu siswa
secara individual
atau kelompok
dalam
melaksanakan
penelitian

Guru mendorong siswa untuk


mengumpulkan
informasi
yang sesuai, melaksanakan
eksperimen,
untuk
memperoleh jawaban yang
sesuai atas masalah.

Fase 4
Mengembangkan Guru membantu siswa dalam
dan menyajikan merencanakan
dan
hasil karya
menyiapkan karya seperti
laporan, video, model-model
dan
membantunya
untuk
menyampaikan kepada teman
lain.

Fase 5
Analisis dan
evaluasi proses
pemecahan
masalah.

1.2.4

Guru
membantu
siswa
melakukan refleksi kegiatan
penyelidikannya dan proses
yang telah dilakukan

Siswa
mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan
eksperimen,
dan
berusaha
menemukan
jawaban atas masalah
yang di angkat.
Siswa merencanakan dan
menyiapkan karya,video,
dan menyampaikannya
pada teman lain.

Siswa melakukan refleksi


kegiatan penyelidikannya
dan
proses
yang
dilakukan.

Penilaian dan Evaluasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Seperti yang telah disebutkan bahwa model Problem-Based Learning tidak
dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada
siswa. Dalam Problem-Based Learning, perhatian pembelajaran tidak hanya pada
perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi juga perolehan pengetahuan prosedural. Oleh
karena itu, penilaian tidak cukup hanya dengan tes. Penilaian dan evaluasi yang sesuai
dengan model Problem-Based Learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh
siswa sebagai hasil penyelidikan mereka.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa tersebut,
penilaian itu antara lain asesmen kenerja, asesmen autentik dan portofolio. Penilaian
proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana siswa merencanakan pemecahan
masalah melihat bagaimana siswa menunjukkan pengetahuan dan keterampilan. Karena
kebanyakkan problema dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai perkembangan
zaman dan konteks lingkungannya, maka perlu dikembangkan model pembelajaran yang
memungkinkan siswa secara aktif mengembangkan kemampuannya untuk belajar

(Learning how to learn). Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa
akan mudah beradaptasi.
1.2.5 Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)
Keunggulan PBL
Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi Problem-Based Learning memiliki
beberapa keunggulan, di antaranya:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
f. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
g. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis
dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
h. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
i. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah
harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini
guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan
oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, pada
tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi
dari berbagai fenomena yang ada.
Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki
beberapa kelemahan diantaranya:
Kelemahan PBL
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

1.3 hasil belajar


A. Pengertian Hasil Belajar
hasil belajar merupakan implementasi dari belajar. Berikut di kemukakan defenisi hasil
belajar menurut para ahli
Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka
atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh
siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran.
Djamarah dan Zain (2006) hasil belajar adalah apa yang diperoleh siswa setelah dilakukan
aktifitas belajar.
Hamalik (2008) hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Perubahan tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang
lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu.
Mulyasa (2008) hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi
indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus
dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar
siswa yang mengacu pada pengalaman langsung.
Winkel (dikutip oleh Purwanto, 2010) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
Sudjana (2010) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajar.
Suprijono (2009) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah.
Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah
kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses
belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam
himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal
dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125)

mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke
arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu,
maka Wahidmurni, dkk. (2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil
dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahanperubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau
sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom,
yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan
berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sehubungan
dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi
lima macam antara lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari
sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang
dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) sikap dan nilai,
berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari
kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan
dalam arti informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi
untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan
pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan
instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28), instrumen dibagi
menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut Hamalik (2006: 155),
memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat diukur melalui kemajuan yang
diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap
dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan
yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

B.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) antara
lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
Faktor Internal
Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak
dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal
tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.

Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki
kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil
belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat,
motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
Faktor Eksternal
Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam
misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang
kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada
pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang
cukup untuk bernafas lega.
Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang
direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru
Menurut Sunarto (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat
mempengaruhi prestasi belajarnya. Diantara faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar seseorang antara lain:
a.

Kecerdasan/intelegensi

b.

Bakat

c.

Minat

d.

Motivasi

e.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang
sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor eksternal antara
lain:
a.

Keadaan lingkungan keluarga

b.

Keadaan lingkungan sekolah

c.

Keadaan lingkungan masyarakat

2.9 Kerangka Berpikir


Pendidikan adalah cerminan kekuatan suatu bangsa, bangsa yang maju selalu mengutamakan
pendidikan warga negaranya. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat mengembangkan berbagai
sektor yang dibutuhkan dalam kelangsungan bangsa baik itu teknologi, ekonomi, industri dan lain
sebagainya. Pendidikan mempersiapkan sumber daya manusia untuk bersaing dan menjalankan
kehidupan dengan baik karena pendidikan sendiri bukan hanya berkaitan dengan kecerdasan
secara integensi tapi juga bagaimana membentuk sikap dan moral dari pebelajar. Indonesia untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas ditenggarai diakibatkan oleh sistem
pembelajaran yang diterapkan belum menyentuh hakikat pendidikan sains yang mementingkan
proses guna mencapai suatu produk atau hasil dari pembelajaran tersebut.
Pemerintah Indonesia sendiri telah merancang beberapa kebijakan yang ditujukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia baik dari pembaharuan kurikulum hingga saat ini
kurikulum terbaru kurikulum 2013, meningkatkan profesionalisme guru melalui program
sertifikasi, hingga pembenahan sarana prasarana dan pemerataan pendidikan. Namun, segala
upaya yang telah dilakukan pemerintah belum sepenuhnya membuahkan hasil maksimal.
Kesenjangan itu terjadi mulai dari pendidikan di tingkat dasar hingga perguruan tinggi yang
memang belum maksimal dalam mengelola dan menjalankan proses pendidikannya.
Guru sebagai fasilitator memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Sebagai
penentu alur dalam proses pendidikan di dalam kelas, guru bertanggung jawab langsung terhadap
kualitas pembelajaran di dalam kelas. Namun, fakta dilapangan masih terdapat proses
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) dimana, dalam menjalankan proses
pembelajaran dikelas guru mengajar melalui metode ceramah tanpa memperhatikan karakteristik
pebelajar itu sendiri. Guru kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini berakibat
siswa hanya menerima stimulus langsung dari guru, padahal hendaknya guru memfasilitasi siswa
dalam pengembangan pengetahuannya sendiri dan bukan hanya memberikan informasi secara
langsung sepanjang pembelajaran dikelas.
Metode dan model pembelajaran yang selama ini digunakan belum mampu melibatkan siswa
secara aktif dalam proses pembelajaran. Faham konstruktivistik diharapkan mampu memberikan
penjelasan bagaimana seharusnya pembelajaran itu dilakukan. Faham konstruktivistik sendiri
merupakan suatu faham dimana menganggap pebelajar adalah subjek dari proses pembelajaran

itu sendiri, pebelajar membentuk konstruksi pengetahuannya sendiri dari pengetahuan awal yang
mereka miliki.
Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan hakikat sains yaitu sains
adalah proses dan produk. Proses yang dimaksud adalah konstruksi pengetahuan pembelajar dibentuk
melalui proses sains yang melibatkan penemuan atau eksperimen. Inkuiri merupakan salah satu model
pembelajaran yang dalam prosesnya melibatkan siswa secara utuh (student centered), guru disini
bertugas sebagai fasilitator. Namun, dalam praktiknya masih terdapat berbagai kendala dalam proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri yaitu: (1) proses memerlukan waktu yang
panjang, (2) ketersediaan alat laboratorium yang kurang memadai, (3) terkadang alat-alat di
laboratorium kurang mampu merepresentasikan beberapa marteri dalam fisika sehingga siswa sulit
untuk memahaminya, (4) ekperimen yang dilakukan di laboratorium kurang fleksibel karena

pelaksanaannya pada jam tertentu dan di sekolah.


Pembelajaran dapat lebih efektif, efisien, menarik dan interaktif apabila difasilitasi dengan
media pembelajaran. Media pembelajaran sendiri banyak memanfaatkan beragam teknologi yang
dikenal sebagai teknologi pendidikan. Salah satu bentuk teknologi yang memiliki kesesuaian
dengan teori discovery learning adalah laboratorium virtual (virtual laboratory). Model
pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan virtual laboratory berarti dalam proses inkuiri
terbimbing akan diterapkan suatu media pembelajaran berupa virtual laboratory.

Model pembelajaran yang dikombinasikan dengan media elektronik ini diprediksi akan
meningkatkan prestasi belajar fisika siswa, mengingat keunggulan dari inkuiri terbimbing dan
laboratorim virtual yang disampaikan sebelumnya.
Virtual laboratory memiliki beberapa kelebihan dibanding pembelajaran real lab maupun model
pembelajaran konvensional. Virtual laboratory cenderung lebih fleksibel dalam penggunaannya.
Terlebih lagi siswa lebih antusias dalam pembelajaran yang melibatkan teknologi didalamnya, seperti
penggunaan simulasi maupun media pembelajaran berbasis teknologi lainnya. Berdasarkan uraian
tersebut, peneliti hendak meneliti pengaruh model pemebelajaaran inkuiri terbimbing berbantuan
virtual laboratory terhadap prestasi belajar siswa.

1.4 hipotesis penelitian


(sugiyono, 2011 : 64) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian yang diajukan, di mana rumusan masalah penelitian

telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Penelitian yang merumuskan


hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut :
H0
: tidak terdapat pengaruh pembelajaran fisika dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) terhadap hasil belajar
fisika siswa di kelas X SMA N 1 Plakat Tinggi.
Ha
: terdapat pengaruh pembelajaran fisika dengan menggunakan model
pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) terhadap hasil
belajar fisika siswa.

1.5 Hakikat Belajar Dan Pembelajaran


Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku individu.
Moh. Surya (1997) : belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dimyati dan Mudjiono (2002:7) menyatakan bahwa belajar adalah tindakan dan
perilaku siswa yang kompleks, yang dialami oleh siswa itu sendiri. Sedangkan menurut
Hilgard dan Bower belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif
permanen dan yang merupakan hasil pembelajaran bukan disebabkan oleh adanya proses
pendewasaan. Pendapat ini sejalan dengan Makmur (2003:159) bahwa yang dimaksud
dengan perubahan dalam konteks belajar itu dapat bersifat fungsional dan struktural,
material, serta keseluruhan pribadi.
Secara umum belajar diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi
melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau
karakteristik seseorang sejak lahir. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan tingkah
laku berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan kebiasaan yang baru diperoleh
individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan
sebagai sumber belajarnya. Jadi, belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap
dari belum tahu menjadi tahu, dan tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil
menjadi terampil dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru serta bermanfaat bagi
lingkungan maupun individu itu sendiri.
Berdasarkan penjabaran di atas, belajar merupakan suatu proses, walaupun
demikian suatu proses pembelajaran membutuhkan suatu hasil pengukuran tentang

kemampuan siswa berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran, hal semacam itu
disebut dengan penilaian.
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar,
mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau
tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi
segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.
Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses
belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadia-kejadian ekstrim yang berperan terhadap
rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel,1991)
A Pengertian pembelajaran menurut kamus bahasa Indonesia :
Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
B Pengertian pembelajaran menurut beberapa ahli :
1.
Duffy dan Roehler (1989). Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja
melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk
mencapai tujuan kurikulum.
2.
Gagne dan Briggs (1979:3). Mengartikan instruction atau pembelajaran ini adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
3.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.
CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :
1.
merupakan upaya sadar dan disengaja
2.
pembelajaran harus membuat siswa belajar
3.
tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan
4.
pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses maupun hasilnya

Anda mungkin juga menyukai