Anda di halaman 1dari 17

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kurikulum IPA


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Zuhdan Kun Prasetyo, M.Ed.

Disusun Oleh :

Agus Dwianto, S.Pd


NIM. 14708259014

PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya hingga paper dengan judul Model-model Pengembangan Kurikulum ini dapat
diselesaikan. Penulisan paper ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada
kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Zuhdan Kun Prasetyo, M.Ed., selaku dosen pengampu mata kuliah Kurikulum
IPA.
2. Teman-teman kelas PSN P2TK Universitas Negeri Yogyakarta angkatan 2014
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dapat
menyempurnakan paper di waktu berikutnya.
Akhir kata, semoga paper Model-model Pengembangan Kurikulum ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Yogyakarta, 2 Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan ............................................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II Pembahasan ............................................................................................. 3
A. Model Pengembangan Kurikulum ............................................................... 3
B. Berbagai Model Pengembangan Kurikulum ................................................ 4
1. Model Taba ............................................................................................. 5
2. Model Tyler ............................................................................................. 7
3. Model Saylor, Alexander, dan Lewis ....................................................... 9
4. Model Oliva ........................................................................................... 10
BAB III Kesimpulan .......................................................................................... 13

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Interaksi antara guru dan siswa dalam upaya membantu siswa menguasai tujuantujuan pendidikan merupakan inti dari pendidikan itu sendiri. Interaksi pendidikan
berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam
lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara antara orang tua dan anak.
Interaksi dalam lingkungan keluarga ini berjalan tanpa rencana tertulis. Orang tua sering
tidak mempunyai rencana yang jelas dan rinci ke mana anaknya akan diarahkan.
Interaksi dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Guru sebagai pendidik di
sekolah merupakan tenaga ahli yang telah dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru.
Sehingga, guru memiliki ilmu, keterampilan, maupun berbagai kompetensi untuk
mendidik siswa. Guru melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan rencana yang
dan persiapan yang matang. Para guru mengajar denga tujuan yang jelas, bahan-bahan
yang telah disusun secara sistematis dan rinci, dengan metode maupun media yang telah
dipilih dan dirancang secara cermat.
Interaksi dalam lingkungan masyarakat terjadi dalam berbagai bentuk interaksi
pendidikan, dari yang sangat formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah dalam
bentuk bimbingan belajar maupun kursus-kursus sampai dengan yang kurang formal
seperti ceramah, sarasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi dari yang
memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagai guru, sampai dengan yang
melaksanakan tugas sebagai pendidik karena pengalaman. Kurikulumnya pun bervariasi,
dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis sampai dengan rencana pembelajaran
yang hanya ada pada pikiran penceramah. moderator sarasehan atau gagasan keteladana
yang ada pada pemimpin (Sukmadinata, 1997).
Dari uraian tersabut maka dapat diambil kesimpulan bahwa rancangan pendidikan
atau kurikulum yang tersusun secara sistematis, jelas , dan rinci dimiliki oleh pendidikan
formal atau sekolah. Kurikulum ini dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang
mengawasi dan menilai. para pelaksana kurikulum pun merupakan tenaga profesional
yang memiliki kompetensi di bidang pendidikan.
1

Kurikulum mempunyai kedudukan yang sentral dalam seluruh proses pendidikan.


Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuantujuan pendidikan. Menurut Mauritz Johnson (1977) kurikulum prescribes (or at least
anticipates) the result of instruction, kurikulum menentukan atau setidaknya
mempengaruhi hasil pengajaran. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan,
memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses
pendidikan. Selain itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi yang ditekuni oleh
para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau
memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum sebagai institusi
pendidikan (Johnson, 1977, hal. 130) .
Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di dalam
kelas inilah konsep, prinsip, pengetahuan, metode dan kemampuan guru diuji dalam
bentuk perbuatan, yang kan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Guru
sebagai pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum harus mampu
merencanakan, melaksanakan, menilai dan mengembangkan kurikulum.
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi.
Banyak model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan. Dalam memilih suatu
model bukan saja didasarkan pada kelebihan atau kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan yang dianut.
B. Tujuan
Setelah mempelajari model-model pengembangan kurikulum ini diharapkan kita
mampu :
1. Menganalisa setiap model pengembangan kurikulum yang dipaparkan dan
menentukan model mana yang memenuhi kriteria model yang dibutuhkan.
2. Memilih sebuah model untuk diterapkan satu atau lebih komponennya di sekolah.
3. Membedakan antara model pengembangan kurikulum deduktif dan induktif.
4. Membedakan antara model pengembangan kurikulum linear dan nonlinear.
5. Membedakan antara model pengembangan kurikulum perspektif dan deskriptif.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dari pendidikan.
Sasaran yang ingin dicapai bukanlah semata-mata memproduksi bahan pelajaran
melainkan lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pengembangan kurikulum
juga menyangkut banyak faktor, mempertimbangkan isu-isu mengenai kurikulum, siapa
yang dilibatkan, bagaimana prosesnya, apa tujuannya, kepada siapa kurikulum itu
ditujukan (Kaber, 1988, hal. 75).
Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru melakukan
tugasnya mengajar/menyajikan bahan, menarik minat siswa, dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Beane, Toepfer dan Allesi menyatakan perencanaan atau pengembangan
kurikulum adalah suatu proses di mana partisipan pada berbagai level membuat
keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasi melalui belajar mengajar,
dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif (Beane, Toepfer, & Allesi, 1986, hal.
56).
Model pada dasarnya merupakan pola yang memberikan petunjuk untuk bertindak
pada hampir setiap bentuk aktifitas pendidikan. Seringkali kita kurang cermat dalam
menggunakan istilah model di dalam pendidikan. Sebuah model pada prinsipnya harus
mampu menawarkan sebuah solusi untuk masalah pendidikan. Sebuah model juga dapat
dicoba untuk memecahkan sebuah permasalahan khusus dunia pendidikan. Selain itu,
sebuah model biasanya dibuat atau dikembangkan dengan meniru dan memodifikasi
sebuah pola model yang lebih besar.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, banyak model yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja
didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian
hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang
digunakan (Sukmadinata, 1997, hal. 161). Oleh karena itu, para praktisi memiliki
tanggung jawab untuk memahami komponen-komponen pokok dalam model-model
kurikulum.
3

Dari uraian di atas maka model pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai
pola yang memberikan petunjuk bagi para praktisi pendidikan untuk membuat keputusan
tentang tujuan pendidikan, cara untuk merealisasi tujuan pendidikan, evaluasi
ketercapaian tujuan tersebut, serta perbaikannya. Dengan mempelajari dan menguji
berbagai model pengembangan kurikulum, kita dapat menganalisa tahap-tahap pada
permulaan model-model tersebut yang terkandung sebagai bagian penting untuk kita
ketahui. Mengunakan sebuah model dalam aktifitas sebagai pengembangan kurikulum
dapat menghasilkan efisiensi dan produktifitas pendidikan yang lebih besar
B. Berbagai Model Pengembangan Kurikulum
Suatu model pengembangan kurkulum pada hakikatnya merupakan pola yang
dapat membantu berpikir, konseptualisasi suatu proses, menunjukkan prinsip-prinsip,
prosedur yang dapat menjadi pedoman bertindak dalam aktifitas pendidikan.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan berbagai sistem dan cara, dan
dituangkan dalam berbagai model. Para ahli kurikulum sering mengembangkan model
yang berbeda. Peter F.Oliva dalam bukunya Developing the Curriculum menunjukkan
empat macam model berdasarkan ahli yang dipilihnya yaitu :
1. model Taba,
2. model Tyler,
3. model Saylor, Alexander, dan Lewis,
4. model Oliva
(Oliva, 1992, hal. 158-159)
Model Taba merupakan model pengembangan kurikulum induktif, yaitu mulai dari
mengembangkan materi kurikulum yang aktual menuju kepada hal yang umum.
Sedangkan tiga model lainnya merupakan model pengembangan kurikulum deduktif,
yaitu dimulai dari hal yang umum ke yang khusus, misalnya dimulai dengan menguji
kebutuhan masyarakat sampai merumuskan sasaran pengajaran yang khusus.
Empat model pengembangan kurikulum yang diuraikan di sini merupakan model
pengembangan linear, artinya menawarkan urutan atau rangkaian tertentu dari sebuah
kemajuan melalui berbagai tahap. Istilah linear digunakan untuk model-model yang
memiliki langkah-langkah dalam rangkaian yang berlangsung dalam sebuah garis lurus
dari awal hingga akhir.

Empat model pengembangan kurikulum yang dipaparkan di sini cenderung bersifat


perspektif daripada deskriptif. Model-model tersebut menawarkan apa yang sebaiknya
dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Sedangkan model deskriptif memiliki
pendekatan yang berbeda. Decker F. Walker dalam tulisannya A Naturalistic Model for
Curriculum Development (1971) menyatakan bahwa usulan model deskriptif yang
diistilahkan dengan

naturalistik

yang

memuat

tiga

unsur

utama,

yaitu

platform(program), pertimbangan, dan desain. Platform menjadi dasar dalam


pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan di antara berbagai alternatif kebijakan
yang tersedia. Dari beberapa pertimbangan tersebut maka muncul desain kurikulum
(Walker, November 1971). Dalam tulisan ini akan dibahas keempat model
pengembangan kurikulum tersebut berdasarakan berbagai literatur.
1.

Model Taba
Pendapat Hilda Taba mengenai model pengembangan kurikulum dikenal
dengan pendekatan akar rumput. Taba berpendapat bahwa kurikulum seharusnya
didesain oleh para guru daripada diterima guru dari pemerintah. Selanjutnya, Taba
menyatakan bahwa para guru seharusnya memulai proses pengembangan kurikulum
dengan mendesain unit-unit pembelajaran di sekolahnya bukan dari desain umum
yang luas.
Taba menggunakan pendekatan induktif dalam mengembangkan kurikulum.
Dalam pendekatan induktif, pengembang kurikulum memulai dari desain khusus
dan membangunnya menuju desain umum. Pendekatan ini sebagai tantangan
terhadap pendekatan deduktif yang telah ada sebelumnya, yang memulai dari desain
umum dan diturunkan ke yang khusus.
Model pengembangan kurikulum Taba memuat lima langkah pengembangan,
yaitu :
a. membuat unit-unit eksperimen
b. menguji unit-unit eksperimen
c. mengadakan revisi dan konsolidasi
d. mengembangkan kerangka kurikulum
e. implementasi dan diseminasi unit-unit baru
(Oliva, 1992, hal. 161-162)

Pada langkah pertama, membuat unit-unit eksperimen bersama guru-guru,


diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktik di dalam
unit eksperimen. Taba menentukan delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen
ini :
a. mendiagnosis kebutuhan
b. merumuskan tujuan-tujuan
c. memilih isi
d. mengorganisasi isi
e. memilih pengalaman belajar
f. mengorganisasi aktifitas pembelajaran
g. menentukan apa yang dievaluasi serta cara evaluasinya
h. memeriksa urutan dan keseimbangan
Langkah kedua, menguji unit-unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini
telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masi harus diuji di kelaskelas atau tempat lain untuk menetapkan validitas dan kepraktisannya, serta
menghimpun data bagi penyempurnaan.
Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian
diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga kegiatan
konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal lebih yang bersifat umum
yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal ini dilakukan sebab meskipun
suatu unit eksperimen telah cukup valid dan praktis pada suatu sekolah belum tentu
demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada
daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi.
Langkah keempat, mengembangkan kerangka kurikulum. Apabila dalam
kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih
menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli
kurikulum dan para profesional kurukulum lainnya. Kegiatan ini dilakukan untuk
mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai
sudah masuk dan sesuai.
Langkah kelima, implementasi dan diseminasi unit-unit baru, yaitu
menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas.
Di dalam langkah ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan dihadapi, baik
berkenaan dengan kesiapan guru-guru, fasilitas, alat dan bahan lainnya.
6

2.

Model Tyler
Model Tyler merupakan salah satu dari beberapa model pengembangan
kurikulum yang terbaik. Hal ini diketahui dari perhatian khusus yang diberikannya
pada tahap perencanaan. Model Tyler termasuk dalam model pengembangan
kurikulum deduktif, yaitu dimulai dari hal yang umum ke yang khusus, misalnya
dimulai dengan menguji kebutuhan masyarakat sampai merumuskan sasaran
pengajaran yang khusus.
Tyler mengembangkan kurikulum dengan terlebih dahulu mengidentifikasi
tujuan umum berdasarkan data dari tiga sumber, yaitu siswa, masyarakat, dan mata
pelajaran. Setelah mengidentifikasi daftar tujuan intruksional umum yang bersumber
dari ketiganya, maka tujuan tersebut perlu disaring, diperiksa atau diuji dari dua
sudut pandang yaitu pandangan filsafat pendidikan dan sosial serta pandangan
psikologi pembelajaran. Tujuan intruksional umum yang telah periksa melalui dua
sudut pandang ini selanjutnya kita kenal sebagai tujuan intruksional khusus. Model
Tyler ditunjukkan oleh Gambar II.1. berikut :
Sumber

Sumber

Sumber

Siswa

Masyarakat

Mata Pelajaran

Tujuan Intruksional Umum

Saringan

Saringan

Filsafat

Psikologi

Pendidikan

Pembelajaran

Tujuan Intruksional Khusus

Gambar II.1 Model Tyler

Model Tyler tersebut selanjutnya dikembangkan lagi dengan menambahkan


langkah-langkah proses perencanaan kurikulum setelah merumuskan tujuan
intruksional khusus seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.2 berikut :
Sumber

Sumber

Sumber

Siswa

Masyarakat

Mata Pelajaran

Tujuan Intruksional Umum

Saringan

Saringan

Filsafat

Psikologi

Pendidikan

Pembelajaran

Tujuan Intruksional Khusus

Pemilihan Pengalaman Belajar

Organisasi Pengalaman Belajar

Pengarahan Pengalaman Belajar

Evaluasi Pengalaman Belajar


Gambar II.2 Model Tyler yang dikembangkan
Model Tyler dikembangkan dengan terlebih dahulu terlebih dahulu
mengidentifikasi tujuan umum berdasarkan data dari tiga sumber, yaitu siswa,
masyarakat, dan mata pelajaran. Data yang diambil dan dianalisa dari siswa adalah
data yang terkait dengan minat dan kebutuhan siswa. Langkah selanjutnya dalam
menentukan tujuan intruksional umum adalah dengan menganalisis mengenai
kehidupan terkini dalam komunitas lokal dan masyarakat. Selanjutnya, analisis
dilakukan terhadap mata pelajaran sebagai disiplin ilmunya. Menurut Kaber (1988),
salah satu kelemahan model ini adalah memisahkan ketiga sumber tujuan tanpa
melihat interaksi antara ketiga sumber tersebut (Kaber, 1988, hal. 89).
8

3.

Model Saylor, Alexander, dan Lewis


Saylor, Alexander, dan Lewis merumuskan proses perencanaan kurikulum
seperti ditunjukkan dalam Gambar II.3. berikut :

TUJUAN DAN
SASARAN

PERANCANGAN
KURIKULUM

IMPLEMENTASI
KURIKULUM

EVALUASI
KURIKULUM

Gambar II.3 Model Saylor, Alexander, dan Lewis


Untuk memahami model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan
konsep rencana kurikulum model tersebut. Kurikulum menurut model ini adalah a
plan for providing sets of learning opportunities for person to be educated, yaitu
sebuah rencana yang menyediakan perangkat kesempatan pembelajaran bagi
seseorang untuk dididik. Tetapi, rencana kurikulum tidak dipahami sebagai sebuah
dokumen semata tetapi lebih sebagai beberapa rencana yang lebih kecil untuk bagian
utama dari kurikulum .
a.

Tujuan Sasaran, dan Bidang Kegiatan


Model ini menunjukkan bahwa perencana kurikulum mulai dengan
menentukan tujuan utama dan tujuan khusus pendidikan yang akan dicapai.
Saylor, Alexander, dan Lewis mengklasifikasikan serangkaian tujuan ke dalam
empat

bidang kegiatan di mana terjadi pengalaman belajar, yaitu

perkembangan pribadi, kompetensi sosial, keterampilan belajar yang


berkelanjutan, dan spesialisasi.Setelah tujuan, sasaran, dan bidang kegiatan
telah ditetapkan maka perencana kurikulum memulai proses perancangan
kurikulum. Pada proses perancangan kurikulum para pengembang kurikulum
menentukan kesempatan belajar yang tepat untuk tiap bidang kegiatan serta
bagaimana dan kapan kesempatan akan disediakan.

b.

Cara Pengajaran
Setelah rancangan kurikulum disusun maka para guru yang menjadi
bagian dari rencana kurikulum harus menyusun rencana pengajaran. Para guru
memilih metode yang menghubungkan antara kurikulum dengan siswa. Pada
tahap ini perlu diperkenalkan istilah tujuan pengajaran. Selanjutnya para
guru menentukan tujuan khusus pengajaran sebelum memilih strategi atau
model penyajian.

c.

Evaluasi
Setelah implementasi maka langkah selanjutnya adalah evaluasi. Pada
tahap ini perencana kurikulum dan guru terlibat secara bersama-sama dalam
memilih teknik evaluasi. Saylor, alexander, dan Lewis mengajukan suatu
rancangan yaitu : (1) evaluasi dari keseluruhan program pendidikan di
sekolah, termasuk tujuan, sub tujuan, sasaran, efektifitas pengajaran, dan
pencapaian siswa dalam bagian tertentu dari program tersebut, (2) evaluasi
dari program evaluasi itu sendiri. Proses evaluasi memungkinkan perencana
kurikulum untuk menentukan apakah tujuan dan sasaran telah tercapai.

4.

Model Oliva
Model pengembangan kurilum Oliva merupakan model pengembangan
kurikulum deduktif yang menawarkan sebuah proses pengembangan kurikulum
sekolah secara lengkap. Oliva menyusun suatu kurikulum yang memenuhi tiga
kriteria : sederhana, komprehensif, dam sistematik. Pada mulanya model
pengembangan kurikulum Oliva ditunjukkan pada Gambar II.4 kemudian
dikembangkan seperti ditunjukkan pada Gambar II.5 berikut :

Pernyataan

Pernyataan

Pernyataan

Desain

Filsafat

Tujuan

Tujuan

Rencana

Umum

Khusus

Gambar II.4 Model Oliva

10

Implementas
i

Evaluasi

Spesifikasi
kebutuhan siswa
secara umum

Spesifikasi
kebutuhan
masyarakat
Spesifikasi
kebutuhan
siswa tertentu

Pernyataan tujuan dan


filsafat pendidikan,
keyakinan tentang belajar

Spesifikasi
tujuan
kurikulum
umum

Spesifikasi
kebutuhan
masyarakat
tertentu

Spesifikasi
tujuan
kurikulum
khusus

Organisasi dan
implementasi
kurikulum

VI

Spesifikasi
kebutuhan mata
pelajaran

I
Seleksi
Strategi

VIII

II
Seleksi Awal
Strategi
Evaluasi

IXA

III
Implementasi Strategi

IV
Seleksi Akhir
Strategi
Evaluasi

IXB

XI

Evaluasi

Evaluasi

Pengajaran

Kurikulum

XII

Gambar II.5 Model Oliva yang dikembangkan

11

Spesifikasi
tujuan
intruksional
umum

Spesifikasi
tujuan
intruksional
khusus

Model pengembangan kurilum Oliva merupakan kombinasi dari dua


submodel, yaitu submodel pengembangan kurikulum(komponen I-V dan XII) dan
sub model pengajaran (komponen VI-XI). Secara terperinci model tersebut memiliki
rincian langkah-langkah sebagai berikut :
1. spesifikasi kebutuhan siswa umumnya
2. spesifikasi kebutuhan masyarakat
3. pernyataan filsafat dan tujuan pendidikan
4. spesifikasi kebutuhan siswa tertentu
5. spesifikasi kebutuhan masyarakat lingkungan sekolah
6. spesifikasi kebutuhan mata pelajaran
7. spesifikasi tujuan kurikulum umum
8. spesifikasi tujuan kurikulum khusus
9. organisasi dan implementasi kurikulum
10. spesifikasi tujuan intruksional umum
11. spesifikasi tujuan intruksional khusus
12. seleksi strategi intruksional
13. seleksi awal strategi evaluasi
14. implementasi strategi pengajaran
15. seleksi akhir strategi evaluasi
16. evaluasi pengajaran dan modifikasi komponen -komponennya
17. evaluasi kurikulum dan modifikasi komponen -komponennya
Langkah 1-9 dan 17 merupakan submodel pengembangan kurikulumm sedangkan
langkah 10-16 merupakan submodel pengajaran.

12

BAB III
KESIMPULAN

Dari berbagai model yang telah diuraikan di atas terdapat perbedaan dan persamaan.
Taba dan Tyler melukiskan langkah-langkah,

Saylor, Alexander dan Lewis melukiskan

proses. sedangkan Oliva melukiskan komponen-komponen pengembangan kurikulum. Tidak


ada model yang yang sempurna, demikian juga tidak dapat dikatakan suatu model lebuh baik
dari yang lain. Untuk menilai suatu model terdapat beberapa kriteria yang harus kita
pergunanakan. Suatu model harus mengandung kriteria berikut :
1. beberapa komponen pokok. Misalnya : fase perencanaan, pelaksanaan, penilaian
2. biasanya terdapat titik awal dan akhir
3. melukiskan hubungan kurikulum dan pengajaran
4. perbedaan tujuan umum dan tujuan khusus
5. hubungan timval balik antara berbagai komponen
6. bersifat siklus, tidak hanya linear
7. garis umpan balik
8. kemungkinan mulai dari titik mana saja dalam siklus
9. mempunyai konsistensi internal dan logik
10. cukup sederhana, mudah dimengerti, dan mudah dilaksanakan
11. komponen dimasukkan dalam sebuah diagram/chart

Model pengembangan kurikulum menyarankan suatu sistem yang perlu diikuti oleh
para pembina kurikulum dan merupakan kerangka penjelasan fase-fase pengembangan
kurikulum. Setiap orang dapat menerapkan dan mengembangkan suatu model yang terbaik
baginya.

13

DAFTAR PUSTAKA

Beane, J. A., Toepfer, & Allesi. (1986). Curriculum Planning and Development. Boston:
Allyn and Bacon, nc.
Johnson, M. (1977). Intentionality in Education. New York: Center for Curriculum Research
and Services.
Kaber, A. (1988). Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud.
Oliva, P. F. (1992). Developing The Curriculum Third Editon. New York: HarperCollins
Publisher Inc.
Sukmadinata, N. S. (1997). Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Walker, F. D. (November 1971). A Naturalistic Model for Curriculum Development. School
Review 80 No 1 , 51-67.

14

Anda mungkin juga menyukai