DI JAKARTA
Oleh: Laksmita Dwi Hersaputri (3613100069)
Arah perkembangan transportasi yang dipicu oleh kepadatan lalulintas akibat
pertumbuhan penduduk dan dinamika kota-kota besar cenderung menuju ke sistem
transportasi cepat masal, atau yang disebut dengan mass rapid transportation
(MRT). MRT merupakan sebuah sistem transportasi cepat di bawah tanah, yang
berguna untuk mengurangi tingkat kemacetan di jalanan. Oleh sebab itu Kota
Jakarta sebagai salah satu kota terpadat di dunia yang setiap harinya terjadi
kemacetan di setiap jalannya berencana membuat MRT.
MRT di Jakarta direncanakan akan membentang 110.8 km, yang terdiri dari
Koridor Selatan Utara (Koridor Lebak Bulus Kampung Bandan) sepanjang 23.8
km dan Koridor Timur Barat sepanjang 87 km. Pembangunan MRT ini dilakukan
dalam 2 (dua) tahap, Tahap I yaitu antara Lebak Bulus Bundaran HI sepanjang
15.7 km dengan 13 stasiun, dan Tahap II yaitu antara Bundaran HI Kampung
Bandan sepanjang 8.1 km. Untuk pembangunan Koridor Timur Barat saat ini
sedang dalam tahap studi kelayakan (MRT Jakarta, 2015).
Pihak yang membangun MRT ini adalah PT. MRT Jakarta. Pendanaan proyek ini
berasal dari pihak pemerintah dan pihak swasta. Pihak pemerintah yang ikut andil
dalam pendanaan proyek MRT Jakarta ini adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, dan BUMD (PT. MRT Jakarta). Sementara itu, pihak swasta yang
ikut mendanai proyek ini adalah Japan International Cooperation Agency (JICA),
dengan memberikan bantuan sebesar 125,237,000,000 atau sekitar Rp 14,183
Miliar dengan kondisi pinjaman 0,2% bunga selama 30 tahun dengan masa
tenggang 10 tahun.
Pembangunan MRT ini sudah direncanakan semenjak beberapa tahun silam.
Salah satu buktinya yaitu dengan adanya studi persiapan MRT, yaitu Jakarta Urban
Transport Program (1987) dan Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992).
Dana pinjaman dari pihak JICA telah keluar semenjak tahun 2005, namun pada
tahun yang sama, hanya baru ada pemasangan tiang pancang di beberapa titik
ruas jalan, seperti di Jalan Asia Afrika, Senayan. Tidak adanya keberlanjutan dari
tiang pancang tersebut menyebabkan dana yang keluar hanya menghasilkan tiang
pancang yang berkarat.
Mulai tahun 2014, pembangunan proyek MRT ini mulai dijalankan lagi. Namun
tidak
dapat
dipungkiri
bahwa
muncul
dampak
eksternalitas
negatif
dari