A. Pendahuluan
Dikotomi agama dan sains bukanlah merupakan isu baru dalam
beberapa dekade ini, banyak para pemikir yang beranggapan bahwa
agama dan sains merupakan dua kutub yang tidak dapat didamaikan.[1]
Dewasa ini istilah Ilmu Agama Islam dan Ilmu Umum sudah menjadi
sebuah kosa kata yang begitu familiar di tengah-tengah masyarakat
dunia, seolah-seoalah istilah itu bukanlah merupakan satu kesatuan, tidak
mempunyai keterkaitan dan terpisah serta harus berdiri sendiri.[2]
Ilmu Agama Islam berbasiskan pada wahyu dan hadits Nabi SAW,
sehingga ruang lingkup Ilmu Islam yang dipahami selama ini hanya
seputar seperti, Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih, Tasawuf, Kalam, Tafsir atau Ilmu
Tafsir, Hadits atau Ilmu Hadits, Sejarah Peradaban Islam, Pendidikan Islam,
dan Dakwah Islam. Selanjutnya Ilmu Umum yang berbasiskan kepada
penalaran akal dan data empirik juga mengalami perkembangan yang
lebih pesat dibandingkan dengan ilmu-ilmu agama Islam sebagaimana
tersebut sebelumnya.[3]
Ilmu-ilmu umum ini secara garis besar dapat dibagi kepada tiga
bagian. Pertama, ilmu umum yang bercorak naturalis dengan alam raya
dan fisik sebagai objek kajianya. Yang termasuk dalam kajian ilmu ini
antara lain : fisika, biologi, kedokteran, astronomi, geologi, botani, dan
lain sebagainya. Kedua, ilmu umum yang bercorak sosiologis dengan
prilaku sosial manusia sebagai objek kajianya. Yang termasuk ke dalam
kajian ini antara lain : antropologi, sosiologi, politik, ekonomi, pendidikan,
komunikasi, psikologi, dan lain sebagainya. Ketiga, ilmu umum yang
bercorak filosofis penalaran. Yang termasuk ke dalam ilmu ini antara lain:
filsafat, logika, seni dan ilmu humaniora lainya.[4]
Dalam praktik dewasa ini, ketidakharmonisan terjadi bukan hanya
saja
terjadi
antara
ilmu
agama
dan
ilmu
umum,
melainkan
kecenderungan
pribadi,
kecerdasan
dan
keterbatasan
pada
pandangan
filsafat
yang
ateistik,
materialistik,
transmisi
ilmu
pengetahuan,
agama
seolah-olah
semakin
Dengan
penderitaan
yang
demikian
agama
sungguh-sungguh
adalah
dan
sekaligus
proses
ungkapan
penderitaan
yang
setiap
perjalanan
kehidupan
manusia.
Muhammad
Abduh
bahwa
Islam
tidak
menerima
adanya
penindasan
ilmu
bila
dikatakan
bahwa
sejarah
kita
yang
akan
datang
kata sepakat tentang hubungan antara kitab suci dan ilmu pengetahuan.
Demikian pula halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap
hubungan antara
kenyataanya
agama-agama
cenderung
sangat
defensif
terhadap
sendiri.
Tidaklah
mengherankan
jika
dibandingkan
dengan
alamat
(alamat),
dan
sebagainya.
Ilmu
adalah
spirit
serta
kaidah
dalam
mengembangkan
dalam
Allah SWT.
menyeru
kepada
kita
untuk
mempelajari
ilmu
yang
oleh
Nabi
Muhammad
SAW
berupa
hadits,
dengan
matahari. Bintang dan lain sebagainya, maka yang diperoleh adalah ilmuilmu kelaman (natural science), seperti biologi, geografi, fisika, kimia,
astronomi, dan lain sebagainya. Selanjutnya jika yang dijadikan kajian
objek ontologisnya adalah prilaku dalam segala aspeknya, baik prilaku
politik, prilaku ekonomi, prilaku budaya, prilaku agama dan prilaku sosial,
dan lain sebagainya, yang dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian sosial, seperti wawancara, observasi, penelitian terlibat(
grounded research ), maka yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu sosial,
seperti ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu budaya, sosiologi agama,
antropologi, dan sebagainya. Selanjutnya apabila objek pemikiranya
adalah pikiran atau pemikiran yang mendalam dengan menggunakan
metode mujadallah atau logika terbimbing, maka yang dihasilkanya
adalah filsafat dan ilmu-ilmu humaniora.[23]
Ilmu ilmu tersebut seluruhnya pada hakikatnya berasal dari Allah,
karena sumber-sumber tersebut berupa wahyu, alam jagat raya termasuk
hukum-hukumnya
di
dalamnya,
manusia
dengan
perilakunya,
akal
pikiranya dan intusi batin seluruhnya ciptaan dan anugrah Allah yang
diberikan kepada manusia.
E. Kesimpulan
Dalam perspektif Al-Quran, segala macam cabang ilmu secara
hakikat seluruhnya mempunyai keterkaitan dan berujung kepada titik
yang satu, yaitu tauhidullah, Allah selalu menyeru kepada manusia untuk
mempelajarai segala fenomena alam dan objek ilmu agar manusia dapat
merenungi akan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Serta mengenal-Nya
lebih dekat.
Oleh sebab itu istilah dikotomi ilmu pengetahuan yang selama ini
menjadi wacana perbincangan oleh para ilmuan, seyogyanya harus
melihat kembali bagaimana sebenarnya kehendak agama kepada sains.
Karena jika dilihat secara hakikat pada dasarnya tidak ada pertentangan
yang sungguh-sungguh.
DAFTAR PUSTAKA
Ahsin, Muhammad, Melacak Jejak Tuhan dalam Sains, Tafsir Islami atas Sains,
Bandung: Mizan, 2004