Anda di halaman 1dari 7

Boe Beng San Djin

Perusahaan angkutan Wie Wan Po Kiok di djalan Tiang-lok-kee di kota Thiantjin, adalah
milik seorang ahli silat she Ho nama In Tee, jang namanja sudah sekian tahun harum
dalam dunia silat di antara tjabang-tjabang atas di kalangan Liok-lim. Karena selain dia
mempunjai perhubungan jang erat dan luas dengan para pengusaha piokiok jang lainlainnja, diapun sangat disegani orang tentang ilmu silatnja, jang di kalangan Kangouw
terkenal dengan nama Bie-tjiong-ge.
Ketika tjeritera ini terdjadi, Ho In Tee telah masuk usia 60 tahun. Tetapi meski dia sudah
berusia landjut, kepandaiannja memainkan 18 matjam sendjata masih tidak berbeda
dengan keadaan waktu dia berusia 40.
Di kantor perusahaan pengangkutannja selain dia mempunjai pembantu-pembantu jang
tinggi ilmu silatnja dan boleh dipertjaja, diapun dibantu oleh sembilan orang anaknja,
jang rata-rata mendapat pendidikan silat di bawah pimpinan ajah mereka sendiri; karena
ilmu silat Bie-tjiong-ge ini tidak dapat dijakinkan oleh sembarang orang, apabila peserta
dalam pendidikan tersebut bukannja keluarga Ho sendiri.
Bahkan keluarga perempuan In Tee sekalipun, tidak diperbolehkan turut mejakinkan ilmu
tersebut; karena dikuatir djika keluarga perempuan itu menikah pada keluarga lain,
keluarga perempuan itu nanti mewariskan ilmu Bie-tjiong-ge itu kepada anak-tjutju
mereka jang bukannja berasal dari she Ho.
Oleh sebab itu, tidaklah heran djika orang luar tidak dapat mejakinkan atau mengetahui
djalan-djalan ilmu pukulan dan tendangan jang merupakan keistimewaan Bie-tjiong-ge,
jang mendjadi ilmu keturunan keluarga Ho.
Banjak orang-orang gagah jang mendjadi sahabat karib In Tee telah mentjoba akan turut
mejakinkan ilmu silat tersebut, tetapi dengan sikap jang manis tapi bermaksud menolak
keras ia telah sengadja mengatakan, bahwa ilmu silat Bie-tjiong-ge itu sifatnja sama sadja
seperti ilmu silat jang lain-lainnja.
Tetapi djawaban itu tidak tjukup membikin orang djadi puas dengan begitu sadja. Bahkan
antaranja ada jang merasa sangat penasaran oleh karena permintaannja itu ditampik.
Tidak sedikit jang telah mentjoba buat mengintip In Tee waktu melatih kesembilan anakanaknja jang telah dikatakan di atas.
Beberapa tahun telah lalu dengan tanpa terasa.Pada suatu hari ketika In Tee sedang
berbaring diatas randjang dalam keadaan sakit, tiba-tiba ada seorang pegawai masuk dan
melaporkan, bahwa diluar ada seorang tinggi besar bernama Tio Tjoe Tian, jang sengadja
berkundjung untuk 'membereskan' suatu perhitungan.
In Tee jang mendengar laporan itu, dengan segera ingat pada peristiwa sembilan tahun
jang lampau, dimana ia telah bertanding dan berhasil merobohkan seorang kepala
kampak jang di kalangan Lioklim terkenal dengan nama djulukan Tjian-kin Tio atau Tio
si Seribu-kati, karena tenaganja amat kuat.
Sementara In Tee jang seolah-olah mempunjai djuga firasat bersamaan dengan maksud
jang dikandung oleh sahabat-sahabatnja itu, lalu dengan diam-diam telah melepas matamata untuk mengintai gerak-gerik mereka. Tetapi perbuatan itu telah dilakukan begitu
rahasia, sehingga fihak sahabat-sahabat In Tee hampir tidak mendusin dengan adanja
pendjagaan itu. Sedang sahabat-sahabat itu karena melihat maksudnja selalu gagal sadja,

maka lama-kelamaan merasa djadi bosen buat melakukan pengintipan terus karena meski
sudah beberapa kali mereka dapat memasuki halaman tempat berlatih ilmu silat dari
keluarga Ho, tetapi belum pernah ada satu kali mereka dapat pergoki In Tee memberi
peladjaran ilmu silat Bie-tjiong-ge pada anak-anaknja.
Dan djika toh ada djuga jang berlatih, itulah bukan Ho In Tee dan kesembilan orang
anak-anak-nja, tetapi pengawal-pengawal kereta pio sadja jang ilmu silatnja kurang
berharga untuk disaksikan. Demikianlah sebab-sebabnja, mengapa makin lama mereka
djadi makin malas untuk melakukan pengintipan, dan paling belakang hanja ada beberapa
orang sadja jang masih berkeras hati buat melandjutkan pengintipan itu. Dan achirnja
hanja seorang sadja diantara pengintip-pengintip itu jang telah berhasil melihat Ho In Tee
mempeladjari ilmu Bie-tjiong-ge pada anak-anaknja hingga bertahun-tahun lamanja
dengan tidak memikirkan djerih-pajah atau bosen dalam usaha pengintipannja itu.
Ketika itu Tjian-kin Tio atau Tio Tjoe Tian ini, telah berdjandji akan berdjumpa pula
dengan Ho In Tee, apabila Tuhan Jang Maha Kuasa berikan dia pandjang umur.
Sedangkan In Tee jang merasa bahwa Tjoe Tian tidak bakal mampu mengalahkan padanja
meski dia berlatih pula sepuluh tahun lagi, dengan tertawa menghina ia berkata: "Tio
Tjoe Tian! djangankan baru beberapa tahun sadja, walaupun 50 tahun akan kuberikan
djuga tempo Untuk kau membalas sakit hatimu ini!"
Tio Tjoe Tian bukan main gusarnja dan segera pergi dengan tidak banjak bitjara.
Selandjutnja karena In Tee menganggap bahwa ilmu Bie-tjiong-ge jang mendjadi ilmu
silat turunan she Ho tidak ada bandingannja didunia ini, maka peristiwa di atas lekas
djuga dilupakan, dan tidak disangka-sangka bahwa Tjoe Tian jang dianggap 'sepi'
achirnja telah datang djuga untuk 'membikin perhitungan'.
Ho In Tee sama sekali bukan takut terhadap si kepala kamipak itu; tetapi mengingat
bahwa pada waktu itu ia sedang sakit, maka ia lalu perintah anaknja jang sulung Goan
Hoen buat pergi memberitahukan pada Tio Tjoe Tian, agar supaja Tjoe Tian sudi kembali
pula lain hari sadja, apabila ia (In Tee) sudah sembuh dari penjakitnja.
Tetapi Tjoe Tian jang mendengar omongan itu, dengan tertawa menjindir lalu berkata:
"Kasihan benar ajahmu itu! Sekarang karena sudah telandjur aku datang kesini, biarlah
selama ajahmu sakit aku turunkan sadja dahulu papan merk Wie Wan Pio Kiok itu.
Apabila penjakit ajahmu sudah sembuh, barulah kita nanti berunding pula!"
Goan Hoen djadi mendongkol dan lalu membentak: "Tio Tjoe Tian! Disini bukan
tempatnja untuk sembarang orang mengundjuk lagak tengik!" Tetapi Tio Tjoe Tian tidak
mau meladeni, dan segera djuga hendak turunkan dengan paksa papan merk perusahaan
angkutan keluarga Ho itu, hingga Goan Hoen jang sudah tak dapat menahan sabar pula,
lalu menggunakan pukulan Tan-tjiong-tjiang buat mendjotos dadanja tetamu jang tidak
diundang itu.
Tetapi Tjoe Tian jang tidak kalah sebat dengan pemuda she Ho ini, lekas miringkan
badannja buat berkelit, hingga pukulan Goan Hoen tadi telah mengenai tempat
kosong.Goan Hoen djadi kaget, buru-buru ia merobah ilmu pukulannja dari bagian atas
menggentus ke bawah dengan memakai tipu Tjiong-thian-pauw-koan, buat kemudian
dengan kepelannja jang kiri hendak tjoba 'gandjel' djanggutnja Tjoe Tian. Tetapi Tjoe
Tian jang seolah-olah telah dapat menebak maksud lawannja, buru-buru mengegos
sambil mengedjek dan berkata: "Masih hidjau! Engkau harus beladjar lebih giat buat bisa
bertanding dengan aku!"
Goan Hoen djadi semakin marah.Lalu ia mengangsek pada sang musuh dengan

mempergunakan pukulan-pukulan jang mendjadi bagian-bagian jang amat lihay dari ilmu
Bie-tjiong-ge. Loei-seng-toei, Tjwan-hoa-tjioe, Tjo-yoe-go-hie, Leng-mauw-pouw-tjie,
Kie-eng-pok-touw, satu-per-satu ia telah obral buat lekas dapat merobohkan musuhnja,
tetapi hasilnja ternjata nihil semua. Karena bukan sadja Tjoe Tian tidak dapat diakali
mentah-mentah oleh pemuda she Ho itu, bahkan dia sendiri sebaliknja telah sengadja
melawan sambil mengganda tertawa. Dan tatkala Goan Hoen berlaku sedikit lambat
dalam penjerangannja, Tjoe Tian segera barengi menerdjang madju sambil membentak:
"Enjahlah kamu dari hadapanku!"
Goan Hoen hampir-hampir tidak dapat melihat tjara bagaimana kepalannja telah
disampok oleh Tjoe Tian.Dan sebelum ia sempat menghindarkan diri dari ilmu pukulan
Kioe-tjoan-tan-seng jang didjudjukan ke djurusan mukanja, tiba-tiba ia merasakan dirinja
terangkat dan kemudian djatuh terlentang kena disapu oleh kaki Tjoe Tian jang
menjamber di luar dugaannja.
Gedebuk! Begitulah Goan Hoen djatuh bagaikan buah nangka jang djatuh ke muka bumi.
Ho In Tee jang mendengar suara ribut-ribut mengerti bahwa di luar tentu terbit
perkelahian, segera perintah beberapa pegawainja buat gotong ia keluar dengan diiringi
oleh kedelapan anak-anak jang lainnja.
Pada waktu ia diusung sampai di luar, In Tee masih keburu menjaksikan dengan matakepala sendiri bagaimana anaknja jang sulung telah kena dirobohkan oleh musuhnja, jang
pada sembilan tahun jang lampau telah dipetjundangi olehnja dengan tanpa mengalami
kesukaran apa-apa.
"Tjelaka!" orang tua itu berteriak dengan tanpa terasa pula.
Sementara Goan Kok dan Goan Hay jang melihat kakak mereka telah dipetjundangi
orang, dengan berbareng madju menjerang pada Tio Tjoe Tian sambil berseru: "Orang
she Tio! kami mendatangi!"
"Kamu berduapun tiada bedanja dengan kakakmu!" menjindir si Seribu-kati.
Sambil berkata begitu, Tjoe Tian telah menggunakan ilmu Hoen-soei-tjiang buat
meladeni kedua saudara Ho itu.
Selama pertempuran itu berlangsung, In Tee dapat kenjataan, toahwa ilmu kepandaiannja
Tjoe Tian telah dapat kemadjuan bukan sedikit.Dan djikalau dahulu ia bisa menempur
sang musuh dengan tiada mendapat kesukaran apa-apa, adalah sekarang ia kuatir akan
berbalik kena dikalahkan, apabila ia turut tjampur tangan dalam pertempuran itu. Karena
selain ia sakit, dengan samar-samar ia kenali, bahwa sesuatu ilmu pukulan jang
dipergunakan Tjoe Tian untuk meladeni bertermpur kedua anaknja, seolah-olah hampir
seluruhnja keluar dari bagian-bagian ilmu Bie-tjiong-ge jang mendjadi ilmu silat turunan
keluarga Ho dan amat dirahasiakan itu. Tetapi tjara bagaimanakah ilmu pukulan itu bisa
'masuk angin' dan dipeladjari oleh orang luar?
In Tee belum sempat berpikir terus, ketika ia mendengar puteranja jang kedua Goan Kok
berteriak: "Aja!" Dan berbareng dengan terputusnja suara teriakan itu, si pemuda itu telah
terlempar kira-kira sepuluh kaki djauhnja. Satu lengannja Goan Kok telah patah, karena
akibat djatuh terbanting kena tertendang oleh Tio Tjoe Tian. Sedangkan Goan Hay jang
ternjata bukan tandingan si Seribu-kati, tidak antara lamapun telah dapat djuga
dirobohkan lawannja dalam keadaan tidak ingat orang!
Dalam keadaan begitu, tidak usah dikatakan lagi berapa besar rasa djengkel dan marahnja
Ho In Tee, lebih-lebih karena ia ada dalam sakit dan tak dapat menuntut balas atas hinaan
jang telah dilempat keatas dirinja oleh sang musuh jang pernah dipetjundangi serta

dihinakannja pada sembilan tahun jang lampau itu. Dan djikalau hinaan itu tidak dapat
dilbersihlkan dengan dja-lan merobohkan Tio Tjoe Tian, nistjaja nama baik keluarga Ho
jang terkenal berikut Bie-tjiong-genja akan lenjap dari dunia silat. Dan bersamaan dengan
itu, tamatlah pula riwajat Wie Wan Pio Kiok jang telah harum namanja hampir
seperempat abad lamanja di kota Thiantjin. Oleh sebab itu, tjara bagaimanakah ia mesti
berbuat dalam keadaan mendesak serupa itu?
Sementara itu Tjoe Tian jang telah berhasil merobohkan tiga orang anak musuhnja,
sambil membusungkan dada dan dengan suara sombong berkata: "Bagaimana sekarang?
Apakah engkau menerima kalah dan pertempuran ini hendak disudahi sampai disini
sadja?"
In Tee belum sempat mendjawab, ketika dari dalam rumah terdengar seorang jang
berseru: "Tio Tjoe Tian! Engkau belum boleh mendjagoi pada sebelum bertanding dan
merobohkan aku!"
Dan ketika orang menoleh kearah suara tadi, barulah diketahui, bahwa orang jang berseru
itu bukan lain daripada putera Ho In Tee jang keempat, Goan Kah namanja, jang karena
berbadan kenji, maka telah diasingkan dari pengadjaran ilmu silat oleh ajahnja.
Maka In Tee jang mengetahui bahwa Goan Kah belum pernah mejakinkan ilmu silat,
sudah tentu sadja djadi semakin kuatir, ketika mendengar anak itu hendak bertanding
dengan Tio Tjoe Tian, jang selain ilmu kepandaiannja amat tinggi, djuga ia berani akui
tidak ada dibawah daripada dirinja sendiri! Maka apabila Goan Kah benar-benar
bertanding dengan Tjoe Tian , ia pertjaja sang anak akan mengalami lebih banjak
ketjelakaan daripada kemenangan. Oleh sebab itu, dengan tidak berajal lagi ia segera
melarang Goan Kah buat melandjutkan pertempuran itu.
Tetapi Goan Kah jang hatinja telah dibakar oleh kata-kata Tjoe Tian jang begitu
sombong, bukan sadja tidak menghiraukan larangan ajahnja, tapi segera lompat ke tengah
lataran sambil berseru: "Orang she Tio! Ajo mari , engkau boleh madju buat terima
adjaran!"
Tio Tjoe Tian tertawa menjindir dan menuding pada Ho Goan Kah sambil berkata:
"Engkau tidak perlu buka mulut besar di hadapan leluhurmu ! 'Ni sedikit hadiah kau
boleh terima!"
Sambil berkata begitu, Tjoe Tian lalu menggerakkan tangannja buat mengorek sepasang
bidji mata Goan Kah dengan menggunakan tipu Djie-liong-tjhio-tjoe.
Ho In Tee terkedjut, karena ia mengerti bahwa pukulan itu amat berbahaja, bukan sadja
terhadap Goan Kah jang dianggap tidak mengerti ilmu silat, bahkan orang-orang jang
paham ilmu silat sekali pun tidak sedikit jang telah kena ditjelakai oleh ilmu pukulan
tersebut.
Tetapi, di luar dugaan sang ajah, bukan sadja Goan Kah tidak mendjadi gugup, tetapi
sebaliknja ia segera menggerakkan sepasang telapakan tangannja dengan menggunakan
tipu Eng-hong-koet-lioe, hingga tangan Tio Tjoe Tian jang kena ditangkis oleh telapakan
tangan Ho Goan Kah, di seketika itu djuga djadi terpental dan luput dari sasarannja!
Orang she Tio itu terperandjat.Lalu ia berniat akan merubah taktik silatnja, tetapi
gerakan-gerakan Ho Goan Kah jang semakin lama semakin tjepat, telah membikin ia
tidak sempat buat berpikir, hingga djika ia semula mendjadi penjerang, lambat-laun telah
kena terdesak dan sekarang berbalik mendjadi pihak jang diserang. Dan begitu
selandjutnja ia hanja bisa mendjaga diri, tetapi tidak mampu balas menjerang pada Goan
Kah. Hingga Ho Goan Kah jang melihat dirinja berada di atas angin, sambil tersenjum ia

sengadja membikin panas hati Tio Tjoe Tian dengan mengatakan: "Tio Soehoe!
mengapakah engkau berlaku seedji buat balas menjerang kepadaku? Apakah barangkali
tipu silatmu sudah habis dipergunakan tadi, hingga pertempuran ini perlu ditunda dahulu
sampai esok atau lain tahun?"
Tio Tjoe Tian bukan main marahnja mendengar edjekan itu.Tetapi Ho In Tee dan anakanak jang lainnja djadi sangat kagum menjaksikan ilmu kepandaian silat Ho Goan Kah,
jang ternjata lebih lihay daripada saudara-saudaranja jang pernah dilatih sekian tahun
lamanja oleh ajah mereka.
Dan tatkala pertempuran itu telah sampai pada titik jang terhebat, Tio Tjoe Tian seakanakan merasa dirinja diserang dan dikerojok dari delapan pendjuru oleh bukan satu Ho
Goan Kah, tetapi entah ada beberapa Ho Goan Kah jang madju menerdjang dengan
bergantian!
Hingga Ho In Tee dan anak-anak serta pegawai-pegawainja jang menjaksikan
pertempuran itu, djadi heran dan tidak mengerti sedjak kapan Goan Kah mempeladjari
ilmu silat. Sedang In Tee sendiri jang menjaksikan ilmu Bie-tjiong-ge jang ditundjukkan
oleh Goan Kah berlainan sedikit dengan apa jang ia ketahui, sudah tentu sadja dengan
diam-diam djadi bertanja pada diri sendiri: "Siapakah guru anakku ini? Dan tjara
bagaimana ilmu silat turunan ini bisa terdjatuh dan dipeladjari oleh orang luar?"
Orang tua ini belum sempat berpikir lebih djauh, ketika ia mendengar Tjoe Tian
mendjerit dan terpental sehingga beberapa belas kaki djauhnja, kena tendangan Ho Goan
Kah jang kemudian terkenal dengan nama Tjhit-tjap-djie-louw Tantoei atau ilmu
tendangan 72 djalan.
Tendangan itu meski benar-benar keras, tetapi tidak sampai membahajakan djiwa Tio
Tjoe Tian.Karena Tjoe Tian jang merasa tidak keburu buat menghindarkan diri dari
tendangan tersebut, buru-buru membuang diri ke belakang dengan menggunakan tipu
Say-tjoe-hwan-sin, hingga ketika kakinja Ho Goan Kah sampai ke sasarannja, Tjoe Tian
telah keburu membuang diri dengan ketjepatan jang sangat luar biasa. Oleh karena itu,
Tjoe Tian terluput dari tendangan geledek Ho Goan Kah jang sanggup mengirim djiwa
orang jang mendjadi musuhnja ketempat baka!
Tetapi karena Goan Kah memberi ketika akan sang lawan itu melandjutkan pertempuran
maka Tjoe Tian lalu berbangkit dan mulai menerdjang pula dengan ilmu-ilmu pukulan
jang dapat membinasakan djiwa. Dan kali ini Ho Goan Kah telah tjetjer lawannja dengan
ilmu-ilmu pukulan lihay dan luar biasa, jang telah membikin In Tee sendiri djadi melongo
dan tidak mengerti Goan Kah dapat peladjari ilmu pukulan itu dari siapa.
Dalam pada itu Goan Kah jang tidak mau memberi ketika buat musuhnja melakukan
serangan-serangan seperti tadi, lalu menggunakan ilmu pukulan Hie-boen-koan atau
Lian-hwan-tjioe jang terdiri dari tiga matjam pukulan dan tendangan, jang masingmasing bernama Bie-djin-liak-hwat, Hiong-say-tam-djiauw dan Hwan-tee-tjiong-toei.
Dua matjam pukulan jang pertama telah dapat disingkirkan dengan bagus sekali oleh Tio
Tjoe Tian, tetapi tendangan Hwan-tee-tjong-toei telah membikin ia djadi sedikit gugup.
Hingga Ho Goan Kah jang melihat gerakan musuhnja sedikit kendor, buru-buru susulkan
ilmu tendangan Kim-kong-tap-pouw kearah kempungan Tio Tjoe Tian, hingga si Seribu
kati jang tidak keburu berkelit, telah djadi berdjumpalitan di tanah sampai beberapa kali,
dan sebelum ia bisa berdiri tegak betul, Ho Goan Kah telah menendang pula kepadanja
dengan menggunakan tipu To-kioe-tjoe-yang. Tendangan itu telah mengenai dengan telak
ke arah selangkangan Tio Tjoe Tian, hingga dengan mengeluarkan djeritan ngeri, orang

she Tio itu djatuh meloso dalam keadaan tiga-per-empat mati.


Ho In Tee jang sedang menderita sakit dan menjaksikan kemenangan Goan Kah dalam
pertempuran itu, tidak terasa lagi djadi bersorak dan merasai penjakitnja seakan-akan
lenjap hampir separohnja. Hal mana, pun disambut dengan sorak-sorai saudara-saudara
Goan Kah dan para pegawai Wie Wan Pio Kiok jang turut menjaksikan pertempuran itu.
Kemudian In Tee perintah Goan Kah buat angkat bangun pada Tjoe Tian jang telah
petjundang itu, buat dirawat luka-lukanja karena akibat tendangan Goan Kah tadi.
Sementara Tjoe Tian setelah tersadar dari pingsannja, lalu menoleh pada Goan Kah jang
telah memondongnja ke atas pembaringan.Kemudian dengan suara lemah ia bertanja:
"Anak muda, siapakah namamu? dan apakah hubungannja antara kau dan Ho In Tee?"
Ho Goan Kah lalu menerangkan siapa dia, sambil menambahkan bahwa Ho In Tee itu
ialah ada ajahnja sendiri.
"Kalau begitu," kata pula Tjoe Tian, "njatalah bahwa engkau ini ada satu anak harimau
dari ajah harimau!Sedangkan ilmu Bie-tjiong-ge dari keluarga Ho sesungguhnja tidak
boleh dibuat gegabah ... Aku rela mati di tangan seorang jang mempunjai ilmu
kepandaian silat lebih tinggi daripada diriku sendiri ..."
Demikianlah utjapan Tjoe Tian jang terachir, kemudian ia menutup mata buat selamalamanja. Tetapi oleh karena orang she Tio itu tidak mempunjai sanak saudara, maka
pemakamannja telah diurus oleh keluarga Ho.
Sementara In Tee jang melihat Goan Kah telah dapat mempertahankan nama baik
keluarga Ho dengan djalan merobohkan Tio Tjoe Tian, sudah tentu sadja merasa amat
bangga, dan selandjutnja lalu menanjakan pada sang anak, siapakah gurunja dan tjara
bagaimana ilmu Bie-tjiong-ge bisa tersiar keluar dan dipeladjari oleh orange jang bukan
keluarga Ho?
Goan Kah jang mendengar pertanjaan itu lalu mendjawab: "Aku belum pernah berguru
ilmu silat pada orang luar selain dari ajahku sendiri."
Mendengar djawaban itu, sudah tentu sadja In Tee djadi heran, karena sebegitu djauh jang
ia pernah ingat, bukan sadja ia belum pernah melatih si anak itu, malah ia telah 'apkir' dan
tidak perbolehkan si anak ikut serta dalam latihan-latihan ilmu Bie-tjiong-ge.
Maka setelah In Tee meminta keterangan dengan tjara jang lebih melit, barulah Goan Kah
memberikan keterangan pada ajahnja sebagai berikut:
Sebagaimana telah kita katakan di atas, diantara sepuluh orang anak-anak Ho In Tee,
hanja sembilan orang jang diperbantukan di kantor perusahaan Wie Wan Pio Kiok, karena
Goan Kah jang dianggap apkir dan kurang tepat akan dilatih dalam peladjaran ilmu silat,
seolah-olah tidak dimasukkan hitungan dalam rombongan saudara-saudaranja jang lain.
Jang mendjadikan sebab mengapa ia tidak mendapat latihan tersebut, adalah karena dia
berbadan kenji dan agak kontet. Lagi pula di waktu dia masih anak-anak, Goan Kah amat
'tjengeng' dan kerap pertjundang meski berkelahi dengan anak-anak jang lebih muda
daripada dirinja sendiri.
Oleh sebab itu, In Tee djadi amat djengkel berkali-kali mendengar edjekan anak-anak
nakal jang mengatakan, bahwa Goan Kah lebih tjotjok mendjadi anak tukang sampan
daripada anak seorang ahli silat jang begitu tersohor sebagai Ho In Tee. Selandjutnja
karena kuatir Goan Kah kelak akan merusakkan nama baik keluarga Ho dan Bie-tjionggenja, maka In Tee telah memutuskan buat tidak memberikan peladjaran pada sang anak
itu.
Tidak kira setelah berselang beberapa lamanja Goan Kah mendusin apa sebabnja ia telah

diasingkan oleh ajahnja, ia djadi 'sakit hati' dan lalu melakukan pengintipan di tiap waktu
ajahnja melatih kakak-kakak dan adik-adiknja dalam ilmu Bie-tjiong-ge. Hingga biarpun
In Tee berhasil bikin pendjagaan terhadap sahabat-sahabatnja jang selalu berichtiar buat
'mentjuri beladjar' ilmu silat turunan itu dengan djalan gelap, tetapi ia tak menjangka
sama sekali bakal ada orang-dalam jang-djuga akan 'mentjuri beladjar' dengan djalan jang
sama. Dan hasilnja daripada pentjurian itu, ternjata membawa manfaat jang bukan ketjil
bagi keluarga Ho sendiri, jang mana telah dituturkan di atas.
Dan djikalau ilmu Bie-tjiong-ge jang ditundjukkan oleh Ho Goan Kah agak berlainan
sedikit dengan ilmu Bie-tjiong-ge aslinja, itulah karena diperbaiki olehnja dengan
berdasarkan pengalaman sendiri, dan sama sekali bukan karena mendapat pengundjukan
atau berguru kepada orang lain. Maka Ho In Tee jang mendengar keterangan begitu,
sudah tentu sadja djadi amat girang dan berkata: "Apabila bukan engkau jang berhasil
dapat mempeladjari ilmu Bie-tjiong-ge dengan sebaik-baiknja, nistjaja nama baik
keluarga Ho sudah siang-siang diturunkan oleh Tjian-kin Tio Tjoe Tian itu!"
Demikianlah sedjak waktu itu, nama Ho Goan Kah djadi terkenal diseluruh negeri, selain
sebagai seorang ahli silat jang djempolan, djuga sebagai seorang dermawan jang selalu
bersedia akan keluar uang untuk maksud-maksud amal dan kong ek.
T AM AT

Anda mungkin juga menyukai