Anda di halaman 1dari 68

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)


Jambi, 29 Agustus 2015
Kantor Otoritas Jasa Keuangan
Provinsi Jambi

OUTLINE

BPR
Pemilik

PERTIMBANGAN DALAM PENYUSUNAN PERATURAN


OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG BPR

II

CAKUPAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN


TENTANG BPR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

III

Modal
Jaringan
Kantor

Manajemen

Tata Kelola

Pendirian dan Perizinan BPR


Kepemilikan dan Perubahan Modal BPR
Anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Pejabat Eksekutif
Pembukaan dan Penutupan Kantor BPR
Kegiatan Layanan dengan Menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
Pemindahan Alamat Kantor, Lokasi Perangkat ATM dan ADM
Pelaksanaan Operasional pada Hari Tertentu dan Penutupan Sementara
Perubahan Nama, Kegiatan Usaha dan Bentuk Badan Hukum
Pencabutan Izin Usaha atas Permintaan Pemegang Saham
Pelanggaran terhadap Kewajiban Pelaporan

LAMPIRAN
2

ARAH PENGEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

Pelaku Usaha
Indonesia :
99,9% UMKM

Kontribusi
Perbankan
thd UMKM

BPR
Dibutuhkan
UMK

Kebijakan
Pengembangan
BPR

Kebutuhan:
Akses Modal
Bantuan Teknis
Pendampingan

Bank Umum
BPR
LK Non-Bank

KONDISI SAAT INI


Nominal kredit UMKM hanya 20,8%
dari total kredit perbankan
Jumlah rekening kredit hanya
21,2% dari total unit UMKM.

TANTANGAN BPR
Persaingan yang
ketat
Gap industri
Perkembangan TI

COMPARATIVE ADVANTAGES
Permodalan kuat, Jaringan luas, Infrastuktur memadai
Dekat dg UMK (remote area), kompetensi dlm pembiayaan
mikro, personal approach, proses cepat, syarat sederhana
Beragam sesuai jenis lembaganya

KONTRIBUSI BPR DLM PEMBIAYAAN UMKM


Dari 20,8% porsi kredit UMKM, kontribusi BPR
mencapai 4,2%
Dari 21,2% rek kredit UMKM perbankan,
kontribusi BPR mencapai 14,2%.

PERMASALAHAN BPR
Permodalan yang kecil
Kualitas dan kuantitas
SDM
Governance lemah
Daya saing yang lemah
Suku bunga kredit relatif
tinggi

ARAH KEBIJAKAN :
Positioning Bank Terbatas
Market Fokus UMK
Regulation & Supervision
GCG, Risk Management, RBS,
Multilicense

MP2I
BPR

PERMASALAHAN OTORITAS
Metode pengawasan
compliance based (CAMEL)
Terbatasnya SDM Pengawas
(rasio tdk ideal)

VISI MP2I BPR :


Industri BPR yang berdaya saing
dalam melayani Usaha Mikro dan
Kecil dan masyarakat setempat, serta
berkontribusi bagi pertumbuhan
ekonomi daerah
33

PERTIMBANGAN DALAM PENYUSUNAN POJK TENTANG BPR


Tujuan utama: mendorong penguatan kelembagaan BPR
Mengapa perlu kuat?

Bagaimana agar menjadi kuat?

memperkuat daya saing dengan bank


umum dan lembaga keuangan

didirikan dengan modal disetor dalam


jumlah yang memadai

meningkatkan
kontribusi
terhadap
ekonomi daerah melalui peningkatan
kualitas pelayanan kepada usaha mikro
kecil dan masyarakat setempat

dimiliki
Pemegang
Saham
dengan
komitmen tinggi untuk senantiasa
menjaga keberlangsungan bisnis BPR
yang sehat dan produktif

meningkatkan efisiensi, sehingga dapat


menawarkan
harga
yang
lebih
kompetitif

dikelola
oleh
Manajemen/Pengurus
dengan kualitas dan kuantitas yang
memadai serta tata kelola yang baik

menjamin kesinambungan usaha dalam


jangka panjang

didukung oleh sebaran jaringan kantor


yang kuat dan produktif
senantiasa menjaga prudential dan
kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku

Tujuan lain: harmonisasi dengan ketentuan lain, antara lain ketentuan kelembagaan Bank Umum dan
BPR Syariah, serta Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)

Perubahan Utama POJK tentang BPR


1. Pendirian
Persyaratan dan alokasi penggunaan modal
disetor minimum.
2. Mekanisme Perizinan
Mekanisme perizinan dan persyaratan
3.
4.

5.

6.

7.

dokumen.
Kepemilikan
Porsi saham PSP, larangan bagi pemilik BPR.
Direksi, Dewan Komisaris dan Pejabat
Eksekutif
Jumlah minimal, persyaratan, Larangan
Perangkapan
Jabatan,
Pengangkatan,
Penggantian
Jaringan Kantor
Jenis, Persyaratan Pembukaan Jaringan
Kantor
Pencabutan Izin Usaha atas Permintaan
Pemilik (Self Liquidation)
Mekanisme pencabutan izin usaha.
Pelanggaran dan Sanksi
Administratif (teguran tertulis, penilaian
Tingkat Kesehatan), Cease and Desist Order,
dan Fit and Proper Test.

1. PENDIRIAN DAN PERIZINAN BPR


Pendiri dan Pemilik BPR:
a. Warga Negara Indonesia (WNI);
b. Badan Hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI; dan/atau
c. Pemerintah Daerah.
Suatu usaha atau entitas digolongkan sebagai Badan Hukum Indonesia
apabila entitas tersebut dinyatakan atau ditetapkan sebagai badan hukum
Indonesia oleh Undang-Undang.
Badan Hukum Indonesia yang menjadi pemilik BPR harus telah beroperasi
paling sedikit selama 2 (dua) tahun pada saat pengajuan permohonan
persetujuan prinsip.

1. PENDIRIAN DAN PERIZINAN BPR


PERSYARATAN
MODAL DISETOR
MINIMUM PENDIRIAN
BPR
Zona
1

Modal Disetor
Minimum*)
Rp 14 Miliar

Rp 8 Miliar

Rp 6 Miliar

Rp 4 Miliar

*)OJK dapat menetapkan jumlah


modal disetor di atas jumlah
minimal
yang
dipersyaratkan
(didasarkan pada pertimbangan a.l.
kelangsungan pengembangan kegiatan
usaha BPR ke depan, sehingga dapat
beroperasi secara berkesinambungan).

Kriteria Pengelompokkan Wilayah (Penetapan Zonasi)


Pendirian BPR
1.
2.
3.
4.

Demografi wilayah
Potensi ekonomi wilayah
Persaingan bank dan lembaga keuangan
Strategi mendorong pendirian BPR di luar Jawa-Bali
Indeksasi

Zona 1

13 kabupaten/kota

Zona 2

94 kabupaten/kota

Zona 3

51 kabupaten/kota

Zona 4

339 kabupaten/kota

Perhitungan Kebutuhan Modal Disetor


1. Harga/biaya setiap komponen yang diperlukan dalam pendirian
BPR menurut zona (biaya internal dan modal kerja)
2. Memperhitungkan biaya operasional pada awal pendirian
3. Pencapaian Break Even Poin (BEP) dalam 2 tahun tanpa
memperhitungkan penghimpunan dana pihak ketiga di awal
pendirian BPR
4. Asumsi suku bunga kredit 20% per tahun/efektif
5. Penyusutan selama 2 tahun
6. Rasio kinerja keuangan yang sehat pada awal pendirian BPR

1. PENDIRIAN DAN PERIZINAN BPR


Alokasi penggunaan modal disetor dan tahapan penempatan modal disetor
1.

Paling sedikit 50% modal disetor dalam rangka pendirian BPR wajib
digunakan untuk modal kerja.

2.

Penempatan modal disetor dalam bentuk deposito pada Bank Umum dalam
rangka pendirian BPR dapat dilakukan secara bertahap:
a. minimal 50% dari modal disetor sebelum
persetujuan prinsip pendirian BPR; dan

pengajuan

permohonan

b. penyetoran kekurangan modal dilakukan sebelum pengajuan permohonan


izin usaha pendirian BPR.
Pemberian izin dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
a. Persetujuan prinsip
b. Persetujuan izin usaha

Jangka waktu persetujuan atau penolakan oleh OJK atas permohonan persetujuan
prinsip dan izin usaha paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak permohonan
berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap.
8

1. PENDIRIAN DAN PERIZINAN BPR


Proses perizinan pendirian BPR tersentralisasi di Departemen Perizinan dan Informasi
Perbankan (DPIP) KP OJK

Tahapan Persetujuan Prinsip


kelengkapan
dan
kebenaran
dokumen

analisis
potensi dan
kelayakan
pendirian
BPR

Uji
Kemampuan
dan
Kepatutan

setoran
modal

kinerja
keuangan
BPR dan/atau
LK milik PSP

Persetujuan
Prinsip *
* berlaku 1 tahun

Pihak-pihak yang mengajukan permohonan pendirian BPR harus melakukan


presentasi dan memberikan penjelasan kepada OJK mengenai analisis potensi dan
kelayakan pendirian BPR, sumber dana, rencana dan tujuan pendirian serta
kemampuan keuangan dalam rangka memelihara solvabilitas dan pertumbuhan BPR.

Tahapan Izin Usaha


kelengkapan dan
kebenaran
dokumen

Uji Kemampuan
dan Kepatutan,
bila terdapat
penggantian

setoran modal

kinerja keuangan
BPR dan/atau LK
milik PSP

Izin Usaha

1. PENDIRIAN DAN PERIZINAN BPR

Ketentuan Peralihan mengenai Perizinan


Pendirian BPR
1) Persetujuan prinsip pendirian BPR dan/atau pembukaan Kantor Cabang BPR yang telah diberikan
oleh OJK sebelum berlakunya POJK ini, dinyatakan tetap berlaku.

2) Pihak yang telah memperoleh persetujuan prinsip tersebut dapat mengajukan izin usaha pendirian
BPR dan/atau izin operasional Kantor Cabang BPR yang disertai dokumen yang lengkap dengan
mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006 tentang BPR
sampai dengan tanggal 31 Desember 2014.
3) Permohonan persetujuan prinsip untuk pendirian BPR dan/atau pembukaan Kantor Cabang BPR
yang telah diajukan kepada OJK sebelum berlakunya POJK ini, namun belum memperoleh
persetujuan atau penolakan, wajib memenuhi ketentuan dalam POJK ini.
4) Permohonan pembukaan kantor kas dan permohonan kegiatan layanan dengan menggunakan PPE
antara lain berupa ATM, ADM, dan EDC, pemindahan alamat kantor dan lokasi perangkat ATM
dan/atau ADM, perubahan nama dan bentuk badan hukum serta penutupan kantor yang telah
diajukan kepada OJK sebelum berlakunya POJK ini, namun belum mendapat persetujuan atau
penolakan, wajib memenuhi ketentuan dalam POJK ini.

10

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Porsi Saham Minimal bagi Pemegang Saham Pengendali
Setiap BPR wajib memiliki paling sedikit 1 (satu)
pemegang
saham
dengan
persentase
kepemilikan saham paling sedikit 25% (dua
puluh lima perseratus) sesuai dengan kriteria
mengenai PSP yang diatur dalam ketentuan
mengenai uji kemampuan dan kepatutan BPR.

Masa transisi hingga

31 Desember 2017

a. teguran tertulis;
b. penurunan tingkat kesehatan BPR satu predikat;

c. penundaan
saham;

hak

menerima

deviden

bagi

pemegang

d. penghentian sementara sebagian kegiatan operasional


BPR; dan/atau
e. larangan pembukaan jaringan kantor dan kegiatan PVA.
11

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Kepemilikan BPR oleh Badan Hukum
1. Porsi kepemilikan BPR oleh badan hukum:
a. bagi PT, PD atau Koperasi paling banyak sebesar
modal sendiri bersih badan hukum dan tidak melebihi
jumlah yang diperkenankan bagi badan hukum
tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; dan
b. bagi badan hukum Yayasan atau badan hukum
lainnya
paling
banyak
sebesar
jumlah
yang
diperkenankan bagi badan hukum tersebut sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Perhitungan kepemilikan dilakukan pada awal pendirian
BPR dan pada saat dilakukan penambahan modal disetor
oleh badan hukum tersebut.
3. Bagi badan hukum dengan kepemilikan saham minimal 25%, BPR wajib
menyampaikan laporan keuangan tahunan yang disusun oleh badan hukum
tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, paling lambat
akhir bulan Juni setelah tahun posisi laporan.
12

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Larangan Penarikan Kembali Modal Disetor
1. Pemegang saham dilarang menarik kembali modal yang telah disetor.
2. Pemegang saham dapat mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada pihak lain
sepanjang memenuhi ketentuan OJK dan/atau peraturan perundang-undangan
lainnya.
a. teguran tertulis;

b. penurunan predikat tingkat kesehatan BPR menjadi


tidak sehat; dan/atau
c. penghentian sementara sebagian kegiatan operasional
BPR.

13

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Persyaratan bagi Pemilik BPR
Pemilik BPR (PS dan PSP)

Khusus bagi PSP

1) memiliki akhlak dan moral yang baik;


2) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundangundangan yang berlaku;
3) memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional BPR
yang sehat;
4) tidak termasuk dalam DTL;
5) memiliki komitmen untuk tidak melakukan dan/atau
mengulang perbuatan dan/atau tindakan yang termasuk
dalam cakupan uji kemampuan dan kepatutan
5) tidak memiliki kredit dan/atau pembiayaan macet;
6) tidak menjadi pengendali, anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris dari badan hukum yang mempunyai kredit
dan/atau pembiayaan macet; dan/atau
7) tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi
pemegang saham, anggota Direksi atau anggota Dewan
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dinyatakan pailit berdasarkan ketetapan pengadilan
dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.

memenuhi persyaratan
kelayakan keuangan
Untuk Pemilik BPR yang
berbentuk badan hukum,
persyaratan
tersebut
berlaku
bagi
Pemilik,
Direksi, Dewan Komisaris
atau pengurus dari badan
hukum tersebut.

14

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Penambahan Modal Disetor
1. Pemegang saham dan/atau calon pemegang saham harus mendapat persetujuan
OJK untuk melakukan penambahan modal disetor.

2. Penambahan modal disetor harus ditempatkan dalam bentuk deposito pada:


a. Bank Umum di Indonesia
b. BPR yang bersangkutan, dengan syarat:
i. bagi BPR yang tidak dalam pengawasan khusus; dan
ii. dilakukan oleh pemegang saham BPR yang bersangkutan,
kecuali bersumber dari dividen BPR yang bersangkutan.
3. Tata cara penambahan modal disetor, dalam bentuk deposito pada:
a. Bank Umum di Indonesia dengan cara mencantumkan atas nama Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama BPR); dan/atau
b. BPR yang bersangkutan dengan cara mencantumkan atas nama Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan q.q. (nama pemegang saham penyetor)
dan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari OJK.

15

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Perubahan Kepemilikan Saham
Perubahan kepemilikan saham yang wajib mendapatkan persetujuan
Otoritas Jasa Keuangan adalah perubahan karena:

1. pengalihan saham yang mengakibatkan


mengakibatkan terjadinya PSP BPR; dan/atau

perubahan

dan/atau

2. penggantian dan/atau penambahan pemilik baik yang mengakibatkan


atau tidak mengakibatkan perubahan PSP BPR.

16

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Mekanisme Penambahan Modal Disetor dan/atau Perubahan
Kepemilikan Saham
Permohonan BPR

Persetujuan OJK

RUPS

Lapor OJK

maksimal 60 HK sejak maksimal 10 HK sejak


tanggal persetujuan
persetujuan RUPS
OJK

maksimal 20 HK sejak
permohonan berikut dokumen
diterima lengkap

Pengesahan
instansi
berwenang

Lapor OJK

maksimal 10 HK sejak
tanggal pengesahan
instansi berwenang

Jika RUPS tidak terselenggara, persetujuan


OJK batal dan dinyatakan tidak berlaku.

17

2. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL


Perubahan Komposisi Kepemilikan Saham
1. BPR wajib melaporkan perubahan komposisi kepemilikan
saham yang tidak mengakibatkan penggantian dan/atau
penambahan PSP serta tidak diakibatkan oleh penambahan
modal disetor kepada OJK paling lama 10 hari kerja sejak RUPS.
2. BPR wajib melaporkan pelaksanaan perubahan komposisi
kepemilikan saham kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal surat penerimaan pemberitahuan perubahan
anggaran dasar atau pengesahan dari instansi yang berwenang.

Perubahan Modal Dasar


1. BPR wajib melaporkan perubahan modal dasar kepada OJK paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak BPR menerima surat persetujuan perubahan anggaran
dasar dari instansi yang berwenang.
2. BPR wajib mengadministrasikan dengan tertib:
a. daftar pemegang saham dan perubahannya, bagi BPR yang berbadan hukum
Perseroan Terbatas atau Perusahaan Daerah;
b. buku daftar anggota dan perubahannya, bagi BPR yang berbadan hukum
Koperasi.
18

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
Persyaratan Umum Direksi dan Dewan Komisaris
1. Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
harus memenuhi persyaratan:

a. kompetensi;
b. integritas; dan
c. reputasi keuangan.
2. Pemenuhan persyaratan bagi anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris dilaksanakan sesuai dengan ketentuan uji kemampuan dan
kepatutan BPR.

19

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
PERSYARATAN DIREKSI
1. Jumlah : 2 orang, salah satunya adalah Direktur Utama.
Dalam rangka penerapan GCG, jumlah Direksi dapat > 2 orang.

Masa transisi s.d.


31 Desember 2017

2. Tempat tinggal : seluruh anggota Direksi di kota/kabupaten yang sama, atau


kota/kabupaten yang berbeda pada provinsi yang sama atau kota/kabupaten di
provinsi lain yang berbatasan langsung dengan kota/kabupaten pada provinsi
lokasi Kantor Pusat BPR.
3. Pendidikan : minimal setingkat diploma tiga.
4. Pengetahuan, pengalaman dan keahlian, kemampuan:
a. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan
jabatannya;
b. pengalaman dan keahlian minimal selama 2 tahun di bidang perbankan
dan/atau lembaga jasa keuangan non perbankan; dan
c. kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka
pengembangan BPR sehat.
5. Sertifikasi kelulusan yang masih berlaku yang dikeluarkan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi.
20

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
LARANGAN DIREKSI
1. Mayoritas
anggota
Direksi
dilarang
memiliki
hubungan keluarga atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan:
a. sesama anggota Direksi; dan/atau

b. anggota Dewan Komisaris.


2. Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dilarang memiliki saham sebesar 25%
atau lebih dari modal disetor pada Bank dan/atau
menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga jasa
keuangan non Bank.

Masa transisi
hingga 31
Desember 2017

3. Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan pada


Bank, perusahaan non Bank dan/atau lembaga lain,
kecuali sebagai pengurus asosiasi industri BPR dan/atau lembaga
pendidikan dalam rangka peningkatan kompetensi SDM BPR.

4. Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa


pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.

umum

yang

mengakibatkan
21

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
PERSYARATAN DEWAN KOMISARIS
1. Jumlah : 2 orang, salah satunya adalah Komisaris
Utama. Dalam rangka penerapan GCG, jumlah Dewan
Komisaris > 2 orang.
2. Jumlah anggota Dewan Komisaris paling banyak sama
dengan jumlah anggota Direksi.

Masa transisi s.d.


31 Desember 2016

3. Tempat tinggal : minimal 1 orang anggota Dewan


Komisaris di provinsi yang sama atau di kota/kabupaten
pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan
provinsi lokasi Kantor Pusat BPR.

Masa transisi s.d.


31 Desember 2017

4. Pengetahuan, pengalaman dan keahlian, kemampuan:

a. pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan


relevan dengan jabatannya; dan/atau
b. pengalaman di bidang perbankan dan/atau lembaga
jasa keuangan non perbankan.
5. Sertifikasi kelulusan yang masih berlaku
dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi.

yang

Masa transisi s.d.


31 Desember 2017

Yang dimaksud dengan sertifikat kelulusan adalah


sertifikat profesi terkait dengan unit kompetensi bagi
Dewan Komisaris atau Direksi.

22

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF

Tanggung Jawab Pengawasan oleh Dewan Komisaris


1. Dewan Komisaris wajib melakukan rapat secara
berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga)
bulan.
2. Dewan Komisaris wajib mempresentasikan hasil
pengawasan terhadap BPR apabila diminta
Otoritas Jasa Keuangan.

23

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
LARANGAN DEWAN KOMISARIS
1. Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai komisaris
paling banyak pada 2 (dua) BPR lain atau BPRS.
2. Anggota Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan
sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada
BPR, BPRS, dan/atau Bank Umum.
3. Mayoritas anggota Dewan Komisaris dilarang memiliki
hubungan keluarga atau semenda sampai dengan
derajat kedua dengan:

Masa transisi
hingga 31
Desember 2017

a. sesama anggota Dewan Komisaris; dan/atau


b. anggota Direksi.
4. Anggota Dewan Komisaris dilarang memberikan kuasa
mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas.

umum

yang

24

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
Hubungan keluarga atau semenda sampai dengan derajat
kedua adalah hubungan baik vertikal maupun horizontal
termasuk mertua, menantu, dan ipar, meliputi:
a. orang tua kandung/tiri/angkat;
b. saudara kandung/tiri/angkat beserta suami atau istrinya;
c. anak kandung/tiri/angkat;
d. kakek/nenek kandung/tiri/angkat;
e. cucu kandung/tiri/angkat;
f. saudara kandung/tiri/angkat dari orang tua beserta
suami atau istrinya;
g. suami/istri;
h. mertua;
i. besan;
j. suami/istri dari anak kandung/tiri/angkat;
k. kakek/nenek dari suami/istri;
l. suami/istri dari cucu kandung/tiri/angkat;
m. saudara kandung/tiri/angkat dari suami/istri beserta
suami atau istrinya.
25

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris
Calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris wajib
memperoleh persetujuan OJK sebelum menjalankan tugas
dan fungsi dalam jabatannya.

Permohonan
BPR
OJK melakukan uji
kemampuan dan
kepatutan

Persetujuan
OJK
maksimal 30 hari sejak
permohonan berikut
dokumen diterima
lengkap

RUPS

maksimal 90 hari sejak


tanggal persetujuan
OJK

Lapor OJK

maksimal 10 HK sejak
tanggal efektif
pengangkatan menurut
hasil RUPS

Jika RUPS tidak terselenggara, persetujuan OJK dan penetapan


hasil uji kemampuan dan kepatutan batal dan dinyatakan tidak
berlaku.

26

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
1. Laporan Berhentinya Jabatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris

BPR

Pengunduran
Diri

efektif

Pemberhentian

efektif

Lapor
paling
lambat 10
HK

sejak tanggal yang ditetapkan


dalam RUPS

sejak tanggal meninggal dunia


berdasarkan surat keterangan
kematian dari instansi
berwenang

Meninggal
Dunia

Larangan

sejak tanggal yang ditetapkan


dalam RUPS atau lampaunya
jangka waktu yang diatur
dalam anggaran dasar BPR jika
RUPS tidak diselenggarakan

efektif

sejak tanggal surat


pemberitahuan atau keputusan
OJK

Larangan menjadi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris antara lain disebabkan oleh:

a. pelanggaran ketentuan tentang anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris antara lain atas rangkap
jabatan, hubungan keluarga atau semenda, persyaratan kepemilikan sertifikasi profesi; atau
b. penetapan tidak lulus berdasarkan hasil uji kemampuan dan kepatutan sesuai ketentuan yang berlaku.

27

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
2. Penggantian Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris
a. Penggantian anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris untuk memenuhi jumlah minimum anggota Direksi
dan/atau Dewan Komisaris paling lama 120 hari kerja sejak
tanggal efektif pengunduran diri, pemberhentian, meninggal
dunia dan larangan menjabat.
b. RUPS untuk melakukan penggantian anggota Direksi
dan/atau Dewan Komisaris karena masa jabatannya berakhir
wajib diselenggarakan pada tanggal berakhirnya masa jabatan
tersebut.
3. Pengangkatan Kembali Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris
Pengangkatan
kembali oleh
RUPS paling
lambat pada
tanggal masa
jabatan berakhir

RUPS

Lapor

Meminta persetujuan

paling lambat 30
hari sejak RUPS

Tidak
menyelenggarakan
RUPS atau RUPS
tidak menyetujui

Masa
jabatan
berakhir

Ingin
dicalonkan
kembali

28

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
1. Pelanggaraan atas ketentuan:
a. jumlah dan struktur anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris;

b. kewajiban anggota Direksi dan anggota


Dewan Komisaris memiliki sertifikat
kelulusan; dan
c. jangka
waktu
pemenuhan
jumlah
minimum anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris dalam hal
terdapat kekurangan karena berhenti atau
berakhirnya masa jabatan.
2. Pelanggaraan atas larangan:
a. hubungan keluarga dan semenda anggota
Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
b. Direksi memiliki saham secara sendirisendiri maupun bersama-sama 25% atau
lebih; dan

c. merangkap jabatan bagi anggota Direksi


dan anggota Dewan Komisaris.

1. Sanksi pelanggaran:
a. teguran tertulis;
b. penurunan tingkat kesehatan
BPR satu predikat;
c. larangan pembukaan jaringan
kantor dan kegiatan PVA;
dan/atau
d. penghentian
sementara
sebagian kegiatan operasional
BPR.
2. Sanksi pelanggaran:
a. teguran tertulis;
b. penurunan tingkat kesehatan
BPR menjadi tidak sehat;
c. larangan pembukaan jaringan
kantor dan kegiatan PVA;
dan/atau
d. penghentian
sementara
sebagian kegiatan operasional
BPR.

29

3. ANGGOTA DIREKSI, DEWAN KOMISARIS DAN


PEJABAT EKSEKUTIF
Pejabat Eksekutif
Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang bertanggungjawab langsung kepada anggota Direksi
atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional BPR, antara lain
Pemimpin Kantor cabang, Kepala Divisi, kepala bagian, manajer dan/atau Pejabat lainnya
yang setara.
1. Pengangkatan setiap Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan kepada OJK.
2. Yang wajib dilaporkan adalah pejabat yang masuk dalam struktur organisasi BPR baik
yang telah diangkat atau belum diangkat sebagai Pejabat Eksekutif oleh BPR namun
telah menjalankan tugas dan fungsi sebagai Pejabat Eksekutif.
3. OJK akan melakukan melakukan penelitian dan penilaian terhadap Pejabat Eksekutif
tersebut, terkait dengan:
a. Daftar Tidak Lulus langsung diberhentikan
b. Daftar Kredit Macet kesempatan menyelesaikan kredit macet selama 20 hari
kerja.
4. Pemberhentian Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan kepada OJK maksimal 10 hari kerja
sejak tanggal pemberhentian.

SANKSI

apabila BPR tidak memberhentikan Pejabat Eksekutif:

a. teguran tertulis; dan/atau


b. penurunan predikat tingkat kesehatan BPR menjadi tidak sehat.
30

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Jenis Jaringan Kantor
1.

Kantor Cabang yaitu kantor BPR yang secara langsung bertanggungjawab kepada kantor pusatnya,
dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana Kantor Cabang tersebut melakukan usahanya.

2.

Kantor Kas yaitu kantor BPR yang melakukan pelayanan kas, tidak termasuk pemberian kredit
dalam rangka membantu kantor induknya, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana Kantor
Kas tersebut melakukan usahanya.

3.

Kegiatan Pelayanan Kas yaitu kegiatan Kas Keliling, Payment Point, dan kegiatan layanan dengan
menggunakan kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debet.

4.

Kas Keliling yaitu kegiatan pelayanan kas dalam rangka melayani masyarakat secara berpindahpindah dengan menggunakan alat transportasi atau pada lokasi tertentu secara tidak permanen,
antara lain kas mobil, kas terapung atau konter BPR non permanen, tidak termasuk kegiatan
promosi.

5.

Payment Point yaitu kegiatan pelayanan kas dalam rangka melayani masyarakat dalam bentuk
pelayanan pembayaran atau penerimaan pembayaran melalui kerjasama antara BPR dengan pihak
lain pada suatu lokasi tertentu, seperti untuk pembayaran tagihan telepon, tagihan listrik, gaji
pegawai, dan/atau penerimaan setoran dari pihak ketiga.

6.

Perangkat Perbankan Elektronis (PPE) yaitu kegiatan pelayanan kas atau non kas dalam rangka
melayani masyarakat yang dilakukan dengan menggunakan sarana mesin elektronis namun tidak
termasuk penyediaan instrumen giral, yang berlokasi baik di dalam maupun di luar kantor BPR,
yang dapat melakukan pelayanan penarikan atau penyetoran secara tunai, pembayaran melalui
pemindahbukuan, pemindahan dana antar bank, dan/atau informasi saldo atau mutasi rekening
nasabah, baik menggunakan jaringan dan/atau mesin milik BPR sendiri maupun melalui kerja
sama BPR dengan pihak lain, antara lain Automated Teller Machine (ATM) termasuk dalam hal ini
adalah Automated Deposit Machine (ADM) dan Electronic Data Capture (EDC).

31

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Pembukaan kantor BPR hanya dapat dilakukan dalam satu wilayah provinsi
yang sama dengan kantor pusatnya.
Tidak diatur lagi maksimal jumlah kantor cabang yang dapat dibuka oleh BPR
dalam 1 tahun.

Kantor Cabang
Persyaratan izin pembukaan Kantor Cabang:

a. rencana pembukaan Kantor Cabang telah dicantumkan dalam rencana kerja


tahunan BPR;
b. memiliki tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
c. memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) paling sedikit 12%
(dua belas perseratus) selama 6 (enam) bulan terakhir;
d. memiliki rasio Non Performing Loan (NPL) gross paling tinggi 5% (lima perseratus)
selama 6 (enam) bulan terakhir;
e. tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun terakhir;
f. memiliki teknologi informasi yang memadai;
g. memenuhi kelengkapan organisasi dan infrastruktur pada Kantor Cabang yang
akan dibuka; dan
h. tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR.
32

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang
Proses Persetujuan atau Penolakan oleh OJK

Permohonan
BPR

Penelitian pemenuhan
persyaratan, serta
kelengkapan dan
kebenaran dokumen

Penilaian terhadap
analisis atas potensi
dan kelayakan
pembukaan KC BPR

Persetujuan atau
penolakan
persetujuan
prinsip*
* berlaku selama 80 hari kerja

20 hari kerja

Izin Operasional Pembukaan Kantor Cabang


Proses Persetujuan atau Penolakan oleh OJK

Permohonan
BPR

Penelitian kesiapan
operasional KC BPR

20 hari kerja

Persetujuan atau
penolakan izin
usaha

Operasional
KC*

Lapor
pelaksanaan

20 hari kerja

10 hari kerja

33

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Penutupan Kantor Cabang
Wajib memperoleh persetujuan OJK, disertai dengan alasan
penutupan dan dokumen penyelesaian seluruh kewajiban kepada
nasabah serta pihak-pihak lain.
Proses Persetujuan atau Penolakan oleh OJK

Permohonan
BPR

Penelitian atas
dokumen dan
penyelesaian
kewajiban

Persetujuan
atau
penolakan izin
penutupan

10 hari kerja

Pengumuman
di seluruh
kantor

Penutupan
Kantor
Cabang

Lapor
pelaksanaan
penutupan
KC

10 hari kerja

20 hari kerja

10 hari kerja

sejak tanggal persetujuan OJK

Izin operasional dinyatakan


tidak berlaku

34

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Pembukaan Kantor Kas
BPR hanya dapat melakukan pembukaan Kantor Kas dalam wilayah kabupaten atau
kota yang sama dengan kabupaten atau kota kantor induk dari Kantor Kas.
Persyaratan pembukaan Kantor Kas:
a. rencana pembukaan Kantor Kas telah dicantumkan dalam rencana kerja
tahunan BPR;
b. memiliki tingkat kesehatan paling rendah tergolong cukup sehat selama 12 (dua
belas) bulan terakhir;
c. tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun terakhir;
d. memiliki teknologi informasi yang memadai;
e. memenuhi kelengkapan organisasi dan infrastruktur pada Kantor Kas yang akan
dibuka; dan
f. tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR.

Laporan rencana
pembukaan KK
oleh BPR

Penegasan dari
OJK

Pembukaan
Kantor Kas

Lapor
pelaksanaan

20 hari kerja

20 hari kerja

10 hari kerja

35

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Kantor Kas berfungsi secara terbatas sebagai sarana
pembayaran dan penyetoran dalam hal pelayanan penyediaan
dana (misalnya pencairan kredit kepada nasabah) dan/atau
penghimpunan dana dari nasabah. Dengan demikian Kantor
Kas tidak berwenang untuk melakukan analisis dan
membuat keputusan
dalam proses penyediaan dana
(pemberian kredit) kepada nasabah.

Kegiatan Kantor Kas


a. menerima titipan dana dalam rangka pembukaan rekening tabungan atau
deposito;
b. menerima angsuran kredit;
c. menerima setoran tabungan nasabah;
d. melayani penarikan tabungan bagi nasabah sesuai dengan kewenangan yang
diberikan oleh kantor induknya;
e. menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan
seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air dan lainnya; dan

f.

hanya melakukan pencairan kredit setelah melalui proses analisa hingga


persetujuan kredit yang dilakukan oleh kantor induknya.
36

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Dalam rangka pembukaan jaringan kantor tidak boleh
terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR.
Pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR antara
lain pelanggaran atas:
a. larangan rangkap jabatan dan hubungan keluarga
atau semenda serta kewajiban minimum jumlah
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
b. kewajiban BPR memiliki paling kurang 1 (satu)
pemegang saham dengan persentase kepemilikan
saham tertentu; dan/atau

c. kewajiban pemenuhan modal inti minimum.

37

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Pembukaan Kas Keliling dan Payment Point
1. BPR hanya dapat melakukan kegiatan Kas Keliling dan Payment Point dalam
wilayah kabupaten atau kota yang sama dengan kabupaten atau kota kantor
induk dari Kas Keliling dan Payment Point.
2. BPR wajib menyampaikan laporan Kas Keliling dan Payment Point sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal pelaksanaan kegiatan.
BPR wajib menggabungkan Laporan Keuangan Kantor Kas, Kas Keliling dan Payment Point dengan
Laporan Keuangan Kantor Pusat atau Kantor Cabang yang menjadi kantor induknya pada hari yang sama.

Penutupan Kantor Kas dan Kegiatan Pelayanan Kas

Laporan rencana
penutupan oleh
BPR
20 hari kerja sblm
penutupan

Pengumuman
rencana
penutupan

Lapor
pelaksanaan
penutupan

10 hari kerja

10 hari kerja

38

4. PEMBUKAAN DAN PENUTUPAN KANTOR BPR


Pemekaran Wilayah
Kantor Cabang

1. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang menyebabkan Kantor Cabang dan Kantor
Pusat BPR berada di wilayah provinsi yang berbeda, BPR wajib:
a. menutup atau memindahkan Kantor Cabang BPR; atau
b. memindahkan Kantor Pusat BPR,
ke dalam wilayah provinsi yang sama.
2. Penutupan atau pemindahan kantor wajib dilaksanakan paling lama 3 (tiga) tahun
setelah terjadinya pemekaran wilayah.
Kantor Kas
1. Dalam hal terjadi pemekaran wilayah yang
menyebabkan Kantor Kas BPR berada di wilayah
kabupaten atau kota yang berbeda dengan kantor
induknya, BPR wajib menutup atau memindahkan
Kantor Kas tersebut ke dalam 1 (satu) wilayah
kabupaten atau kota yang sama dengan kantor
induknya.
2. Penutupan atau pemindahan Kantor Kas dilakukan
paling lama 1 (satu) tahun setelah terjadinya
pemekaran wilayah.

39

5. KEGIATAN LAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU


ATM DAN/ATAU KARTU DEBET

BPR

wajib

izin penerbit
kartu ATM
dan/atau
kartu debet

persetujuan

ATM
beroperasi

BPR yang akan melakukan Kegiatan Pelayanan Kas berupa


Perangkat Perbankan Elektronik dengan menggunakan Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet wajib mendapat persetujuan dari
Bank Indonesia sebagai penerbit kartu ATM dan/atau kartu
debet.
Sebelum mengajukan ke Bank Indonesia, BPR wajib mendapat
persetujuan OJK.

40

5. KEGIATAN LAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU


ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
Persyaratan pengajuan permohonan persetujuan kegiatan layanan
menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet:

a. rencana kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM


dan/atau kartu debet telah tercantum dalam rencana kerja
tahunan BPR;
b. memiliki tingkat kesehatan tergolong sehat selama 12 (dua belas)
bulan terakhir;

c. tidak dalam keadaan rugi dalam 1 (satu) tahun terakhir;


d. memiliki teknologi informasi yang memadai; dan
e. tidak terdapat pelanggaran ketentuan terkait dengan BPR.
Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet yang
diselenggarakan dengan menggunakan PPE yang dikelola sendiri oleh BPR hanya
dapat dilakukan dalam wilayah provinsi yang sama dengan kantor pusat BPR.

BPR wajib melaporkan penggunaan PPE


dan setiap penambahan PPE yang
dikelola sendiri oleh BPR kepada OJK.

Yang dimaksud dengan dikelola sendiri oleh


BPR meliputi pengelolaan sistem secara
keseluruhan termasuk infrastruktur, seperti
ATM, ADM, dan EDC oleh BPR.

41

5. KEGIATAN LAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU


ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
Kegiatan layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet dapat dilakukan
sampai ke luar wilayah provinsi tempat kedudukan kantor induk BPR melalui kerjasama dengan:
a. jaringan bersama ATM; dan/atau
b. bank umum.
BPR dilarang melakukan kegiatan sebagai acquirer.

BPR wajib menyampaikan laporan kegiatan layanan dengan


menggunakan kartu ATM dan/atau kartu debet kepada OJK
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan
kegiatan.

BPR wajib menggabungkan Laporan Keuangan kegiatan


layanan dengan menggunakan kartu ATM dan/atau
kartu debet dengan Laporan Keuangan Kantor Pusat
atau Kantor Cabang yang menjadi kantor induknya pada
hari yang sama.
42

6. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR, LOKASI PERANGKAT


ATM DAN ADM
Pemindahan Alamat Kantor
1. Pemindahan alamat kantor pusat dan Kantor Cabang
BPR wajib memperoleh persetujuan OJK.
2. Pemindahan alamat Kantor Cabang hanya dapat
dilakukan dalam satu wilayah provinsi yang sama
dengan provinsi kantor pusat BPR.

Kantor Pusat dan


Kantor Cabang

3. BPR yang melakukan pemindahan alamat kantor


pusat ke zona yang memiliki persyaratan modal
disetor pendirian BPR yang lebih tinggi dari zona
kantor pusat BPR semula, harus memenuhi
persyaratan modal disetor pendirian BPR di zona
kantor pusat BPR yang baru.
Dokumen dalam rangka Pemindahan Alamat

Dalam Satu Wilayah Kota, Kabupaten atau Provinsi


a.
b.
c.

alasan pemindahan alamat;


rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan
kewajiban; dan
bukti kesiapan kantor termasuk sarananya

Keluar Wilayah Kota, Kabupaten atau Provinsi


a.
b.
c.
d.
e.

alasan pemindahan alamat


rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan
kewajiban;
analisis potensi dan kelayakan;
akta perubahan anggaran dasar; dan
bukti kesiapan kantor termasuk sarananya.
43

6. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR, LOKASI PERANGKAT


ATM DAN ADM
BPR wajib mengumumkan dalam surat kabar harian lokal atau
pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang
bersangkutan mengenai rencana pemindahan alamat kantor,
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum mengajukan
permohonan izin efektif pemindahan alamat kantor kepada OJK.

Kantor Kas

1. Pemindahan alamat Kantor Kas hanya dapat


dilakukan setelah memperoleh surat penegasan
OJK.

2. Laporan pemindahan alamat Kantor Kas ke OJK


paling lama 10 hari kerja sejak tanggal
pelaksanaan pemindahan.

Payment Point dan Lokasi


Perangkat ATM dan/atau ADM

wajib dilaporkan kepada OJK paling lama


10 hari kerja sejak tanggal pelaksanaan
pemindahan.

44

7. PELAKSANAAN OPERASIONAL PADA HARI TERTENTU


DAN PENUTUPAN SEMENTARA KANTOR BPR
Pelaksanaan Operasional pada Hari Tertentu
BPR wajib menyampaikan laporan rencana BPR dan/atau sebagian kantor BPR untuk melakukan
kegiatan operasional di luar hari kerja operasional dan pada hari libur nasional kepada Otoritas Jasa
Keuangan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan operasional.
Penutupan Sementara Kantor BPR
1.

BPR dapat melakukan penutupan sementara kantor BPR di luar hari libur resmi dengan alasan
tertentu paling banyak 5 hari kerja dalam kurun waktu 1 tahun takwim.

2. BPR menyampaikan laporan rencana penutupan sementara kantor BPR di luar hari libur resmi
kepada OJK paling lama 5 hari kerja sebelum pelaksanaan penutupan sementara.
3.

BPR wajib mengumumkan tanggal penutupan kantor sementara kepada masyarakat dalam surat
kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan
paling lama 5 hari kerja sebelum tanggal penutupan.

4. BPR wajib menyampaikan bukti pengumuman penutupan kantor sementara kepada OJK paling
lama 3 hari kerja sejak tanggal pengumuman.
5. BPR wajib menyampaikan laporan pembukaan kembali kantor paling lama 5 hari kerja sejak
tanggal pembukaan.
45

8. PERUBAHAN NAMA, KEGIATAN USAHA DAN BENTUK


BADAN HUKUM
Perubahan Nama
Persetujuan
Perubahan AD

Permohonan
BPR

Persetujuan
OJK

maksimal 20 HK maksimal 20 HK
sejak persetujuan sejak dokumen
perubahan AD
diterima lengkap

Pengumuman
perubahan
nama
maksimal 20 HK
sejak tanggal
persetujuan OJK

Penyampaian
bukti
pengumuman
maksimal 10 HK
sejak tanggal
pengumuman

Perubahan Kegiatan Usaha


1. BPR dapat mengubah kegiatan usahanya menjadi BPRS dengan izin Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
2. Ketentuan mengenai pemberian izin perubahan kegiatan usaha dari BPR menjadi
BPRS tunduk pada ketentuan mengenai perubahan kegiatan usaha BPR menjadi
BPRS.

46

8. PERUBAHAN NAMA, KEGIATAN USAHA DAN BENTUK


BADAN HUKUM
Perubahan Badan Hukum
Permohonan
Persetujuan
Prinsip

Persetujuan
Prinsip OJK
maksimal 20 HK
sejak dokumen
diterima lengkap
berlaku selama
120 HK

Permohonan
pengalihan
izin usaha
maksimal 120
HK sejak tanggal
persetujuan
prinsip dari OJK

Persetujuan
pengalihan
izin usaha
oleh OJK
maksimal 20 HK
sejak dokumen
diterima lengkap

Pembubaran
badan hukum
setelah
persetujuan
OJK
pengalihan
seluruh hak
dan kewajiban
dari badan
hukum lama
kepada badan
hukum baru

Selanjutnya..
1.

BPR wajib mengumumkan perubahan bentuk badan hukum BPR kepada masyarakat dalam surat
kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan, paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pemberian persetujuan dari OJK.

2.

BPR wajib menyampaikan bukti pengumuman perubahan bentuk badan hukum kepada OJK paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pengumuman.

47

9. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN


PEMEGANG SAHAM
1. Otoritas Jasa Keuangan berwenang mencabut izin usaha BPR atas permintaan
pemegang saham (pemilik).
2. BPR yang dapat meminta pencabutan izin usaha tidak sedang ditempatkan dalam
status pengawasan khusus OJK.
3. Pencabutan izin usaha hanya dapat dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan apabila
BPR telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada nasabah dan kreditur
lainnya.
4. Pencabutan izin usaha dilakukan atas 2 tahap yaitu:

a. Persetujuan persiapan pencabutan izin usaha


b. Keputusan pencabutan izin usaha.
5. Setelah mendapat surat persetujuan persiapan pencabutan izin usaha, BPR wajib:
a. menghentikan seluruh kegiatan usaha BPR;
b. mengumumkan rencana pembubaran badan hukum BPR dan rencana penyelesaian
kewajiban BPR dalam surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan persiapan pencabutan
izin usaha BPR;
c. menyelesaikan seluruh kewajiban BPR dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan sejak tanggal surat persetujuan persiapan pencabutan izin usaha BPR;
dan
d. menunjuk kantor akuntan publik untuk menyusun neraca akhir termasuk
melakukan verifikasi untuk memastikan penyelesaian seluruh kewajiban BPR.

48

9. PENCABUTAN IZIN USAHA ATAS PERMINTAAN


PEMEGANG SAHAM
6. Permohonan pencabutan izin usaha BPR diajukan kepada OJK setelah seluruh
kewajiban BPR diselesaikan, disertai dengan laporan yang minimal memuat:
a. pelaksanaan penghentian kegiatan usaha BPR;
b. pelaksanaan pengumuman;
c. pelaksanaan penyelesaian kewajiban BPR;
d. neraca akhir BPR; dan
e. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa langkah-langkah penyelesaian
kewajiban BPR telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian
hari menjadi tanggung jawab pemegang saham.
7. Sejak tanggal pencabutan izin usaha diterbitkan, apabila dikemudian hari masih
terdapat kewajiban yang belum diselesaikan, maka segala kewajiban dimaksud
menjadi tanggung jawab pemegang saham BPR.

49

10. PELANGGARAN TERHADAP KEWAJIBAN PELAPORAN


1. BPR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan atau bukti pengumuman, apabila
laporan atau bukti pengumuman diterima oleh OJK paling lama 20 hari kerja setelah
batas waktu penyampaian atau bukti pengumuman.

2. BPR dinyatakan tidak menyampaikan laporan atau bukti pengumuman, apabila


laporan atau bukti pengumuman tidak diterima oleh OJK setelah batas waktu yang
ditetapkan.
3. BPR yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan atau buktu pengumuman tetap
harus menyampaikan laporan atau bukti pengumuman.
Jangka waktu menyampaikan

Terlambat menyampaikan

Tidak menyampaikan

20 hari kerja

SANKSI BAYAR

1. Terlambat melapor, dikenakan sanksi teguran tertulis dan


kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 per hari
keterlambatan, maksimal sebesar Rp2.000.000,00.

2. Tidak menyampaikan, dikenakan sanksi kewajiban membayar


sebesar Rp5.000.000,00.
3. Dalam hal BPR dikenakan sanksi kewajiban membayar karena
dinyatakan
tidak
menyampaikan laporan atau bukti
pengumuman, sanksi kewajiban membayar karena terlambat
menyampaikan laporan atau bukti pengumuman tidak
diberlakukan.

50

Terima Kasih

Contact Person:
ediet_de@ojk.go.id; ext.8238
aksuar@ojk.go.id; ext.7981

deviana@ojk.go.id; ext.7691

LAMPIRAN

52

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI

Zona I
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

MODAL MIN

78.96
69.44
63.95
55.80
54.49
53.31
52.80
51.41
49.96
45.71
43.70
40.80
40.23

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M
Rp14 M

ZONASI I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

DKI Jakarta
DKI Jakarta
Jawa Timur
DKI Jakarta
Banten
Jawa Barat
Sumatera Utara
DKI Jakarta
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
Sulawesi Selatan

Kota Jkt. Pusat


Kota Jkt. Selatan
Kota Surabaya
Kota Jkt. Barat
Kota Tangerang
Kota Bandung
Kota Medan
Kota Jkt. Utara
Kota Jkt. Timur
Kota Bogor
Kota Tangerang Selatan
Kota Semarang
Kota Makassar

KPBI
KPBI
Surabaya
KPBI
Banten
Bandung
Medan
KPBI
KPBI
KPBI
Banten
Semarang
Makassar

53

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona II
NO

PROVINSI

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Jawa Timur
Jawa Barat
Sumatera Selatan
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
Jawa Barat
Kalimantan Timur
Riau
Jawa Barat
Bali
Kalimantan Selatan
Jawa Barat
Jawa Timur
Kalimantan Timur
Sulawesi Tenggara
Sumatera Barat
Jawa Timur
Jawa Barat
Kepulauan Riau
Jawa Barat
Jawa Barat
Lampung
Jawa Tengah
Banten
Jawa Timur
Sulawesi Utara
Jawa Tengah
Jawa Timur
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
Jawa Tengah

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

MODAL MIN

39.96
39.07
36.37
35.75
33.17
32.47
31.72
31.00
30.67
30.60
29.08
28.95
28.45
28.34
28.11
27.75
27.59
27.56
27.55
27.39
27.22
27.05
27.01
26.79
26.57
26.43
26.38
26.20
26.04
25.98
25.96
25.88

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M

ZONASI II
Kota Malang
Kota Bekasi
Kota Palembang
Kota Yogyakarta
Kota Solo
Kab. Bogor
Kota Cirebon
Kota Balikpapan
Kota Pekanbaru
Kota Depok
Kota Denpasar
Kota Banjarmasin
Kota Sukabumi
Kab. Sidoarjo
Kota Bontang
Kota Kendari
Kota Padang
Kota Kediri
Kab. Karawang
Kota Batam
Kab. Garut
Kab. Bandung Barat
Kota Bandar Lampung
Kota Tegal
Kota Serang
Kota Probolinggo
Kota Manado
Kab. Banyumas
Kab. Jember
Kab. Kepulauan Seribu
Kota Samarinda
Kab. Cilacap

Malang
KPBI
Palembang
Yogyakarta
Solo
KPBI
Cirebon
Samarinda
Pekanbaru
KPBI
Denpasar
Banjarmasin
Bandung
Surabaya
Samarinda
Kendari
Padang
Kediri
KPBI
Batam
Bandung
Bandung
Bandar Lampung
Tegal
Banten
Malang
Manado
Purwokerto
Jember
KPBI
Samarinda
Purwokerto

54

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona II ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

MODAL MIN

25.82
25.56
25.54
25.32
25.29
25.23
24.86
24.55
24.47
24.03
23.68
23.61
23.56
23.52
23.50
23.45
23.23
23.14
23.07
22.88
22.86
22.53
22.50
22.47
22.43
22.38
22.37
22.37
22.34
22.34
22.29

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M

ZONASI II
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63

Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Jawa Timur
Jawa Timur
Bali
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Timur
Jambi
Sumatera Utara
Jawa Timur
Jawa Timur
Sumatera Utara
Jawa Timur
Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Barat
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
Jawa Barat
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Sulawesi Selatan
Banten
Jawa Tengah
Nusa Tenggara Timur
Jawa Timur

Kota Bau-bau
Kota Gorontalo
Kota Pasuruan
Kab. Banyuwangi
Kab. Badung
Kota Cimahi
Kab. Indramayu
Kab. Bandung
Kab. Cianjur
Kab. Probolinggo
Kota Jambi
Kab. Deli Serdang
Kab. Blitar
Kab. Pasuruan
Kota Pematang Siantar
Kota Mojokerto
Kab. Ciamis
Kab. Gresik
Kab. Magelang
Kota Mataram
Kab. Sleman
Kab. Brebes
Kab. Subang
Kab. Bekasi
Kab. Kediri
Kota Pontianak
Kota Pare-pare
Kota Cilegon
Kota Magelang
Kota Kupang
Kota Madiun

Kendari
Gorontalo
Malang
Jember
Denpasar
Bandung
Cirebon
Bandung
Bandung
Malang
Jambi
Medan
Kediri
Malang
Medan
Surabaya
Tasikmalaya
Surabaya
Semarang
Mataram
Yogyakarta
Tegal
Bandung
KPBI
Kediri
Pontianak
Makassar
Banten
Semarang
Kupang
Kediri

55

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona II ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

MODAL MIN

22.13
22.11
22.09
22.01
21.96
21.93
21.86
21.75
21.59
21.55
21.46
21.45
21.37
21.32
21.28
21.00
20.94
20.86
20.83
20.78
20.61
20.53
20.49
20.41
20.36
20.29
20.24
20.23
20.16
20.16
20.01

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M
Rp8 M

ZONASI II
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94

Jawa Tengah
Jawa Timur
Bengkulu
Jawa Barat
Jawa Tengah
Kalimantan Timur
Sumatera Barat
Jawa Timur
Jawa Timur
Maluku
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Barat
Nanggroe Aceh Darussalam
Jawa Tengah
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Kalimantan Timur
Jawa Tengah
Banten
Jawa Timur
Sumatera Utara
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Kepulauan Riau
Jawa Timur
Bangka Belitung
Jawa Barat
Jawa Barat
Bali

Kab. Klaten
Kab. Jombang
Kota Bengkulu
Kab. Tasikmalaya
Kab. Kudus
Kota Tarakan
Kota Bukittinggi
Kota Blitar
Kab. Lamongan
Kota Ambon
Kota Pekalongan
Kab. Malang
Kota Tasikmalaya
Kota Banda Aceh
Kab. Kebumen
Kab. Majalengka
Kab. Pati
Kab. Pekalongan
Kab. Kutai Kartanegara
Kab. Pemalang
Kab. Pandeglang
Kab. Tulungagung
Kota Sibolga
Kab. Jepara
Kab. Grobogan
Kota Tanjung pinang
Kab. Bojonegoro
Kota Pangkal Pinang
Kab. Sumedang
Kab. Kuningan
Kab. Buleleng

Solo
Surabaya
Bengkulu
Tasikmalaya
Semarang
Samarinda
Padang
Kediri
Surabaya
Ambon
Tegal
Malang
Tasikmalaya
Banda Aceh
Semarang
Cirebon
Semarang
Tegal
Samarinda
Tegal
Banten
Kediri
Medan
Semarang
Semarang
Batam
Surabaya
Palembang
Bandung
Cirebon
Denpasar

56

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona III
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

MODAL MIN

19.88
19.88
19.86
19.67
19.53
19.43
19.30
19.29
19.27
19.14
19.03
18.96
18.84
18.81
18.70
18.58
18.57
18.55
18.47
18.21
18.15
18.14
18.08
17.90
17.88
17.88

3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M

ZONASI III
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Tengah
Bali
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Banten
Banten
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Tengah

Kab. Sragen
Kab. Nganjuk
Kab. Tuban
Kab. Mojokerto
Kab. Wonogiri
Kab. Gianyar
Kab. Karanganyar
Kab. Ponorogo
Kab. Sumenep
Kab. Bantul
Kab. Cirebon
Kab. Lumajang
Kab. Sukoharjo
Kab. Purwakarta
Kab. Kendal
Kab. Boyolali
Kab. Serang
Kab. Lebak
Kab. Pamekasan
Kab. Bangkalan
Kab. Blora
Kab. Ngawi
Kab. Demak
Kota Salatiga
Kab. Magetan
Kab. Purworejo

Solo
Kediri
Surabaya
Surabaya
Solo
Denpasar
Solo
Kediri
Surabaya
Yogyakarta
Cirebon
Malang
Solo
Bandung
Semarang
Solo
Banten
Banten
Surabaya
Surabaya
Semarang
Kediri
Semarang
Semarang
Kediri
Semarang

57

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona III ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

MODAL MIN

17.65
17.65
17.52
17.48
17.23
16.99
16.95
16.87
16.76
16.67
16.64
16.60
16.53
16.51
16.50
16.38
16.16
15.74
15.60
15.39
15.38
15.37
14.14
14.02
13.25

3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M
Rp6 M

ZONASI III
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51

Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Tengah
Jawa Tengah
Jawa Timur
Bali
Jawa Tengah
Jawa Timur
Bali
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jawa Timur
Banten
Bali
Bali
DI Yogyakarta
Bali
Jawa Barat
Jawa Barat

Kab. Purbalingga
Kab. Semarang
Kab. Wonosobo
Kab. Banjarnegara
Kab. Gunung Kidul
Kab. Madiun
Kab. Sampang
Kab. Situbondo
Kab. Tegal
Kab. Batang
Kab. Bondowoso
Kab. Tabanan
Kab. Temanggung
Kab. Trenggalek
Kab. Karangasem
Kab. Rembang
Kota Batu
Kab. Pacitan
Kab. Tangerang
Kab. Jembrana
Kab. Klungkung
Kab. Kulon Progo
Kab. Bangli
Kota Banjar
Kab. Sukabumi

Purwokerto
Semarang
Semarang
Purwokerto
Yogyakarta
Kediri
Surabaya
Jember
Tegal
Tegal
Jember
Denpasar
Semarang
Kediri
Denpasar
Semarang
Malang
Kediri
Banten
Denpasar
Denpasar
Yogyakarta
Denpasar
Tasikmalaya
Bandung

58

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

19.92
19.80
19.44
19.34
19.27
19.12
19.06
19.05
18.92
18.76
18.64
18.59
18.52
18.48
18.44
18.33
18.32
18.32
18.28
18.22
18.13
18.05
17.89
17.86
17.84
17.83
17.77
17.76
17.75
17.69
17.58
17.56
17.51

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Riau
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Sulawesi Tengah
Riau
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Barat
Riau
Sumatera Utara
Kalimantan Barat
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Riau
Lampung
Riau
Sumatera Selatan
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Sumatera Selatan
Papua
Maluku Utara
Nusa Tenggara Barat
Nanggroe Aceh Darussalam
Nusa Tenggara Barat
Sumatera Utara
Kalimantan Timur
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Jambi
Lampung

Kab.
Kota
Kab.
Kota
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kota
Kota
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kota
Kota
Kab.

Bengkalis
Tanjung Balai
Langkat
Palu
Kampar
Bima
Lombok Timur
Siak
Binjai
Pontianak
Padang Pariaman
Kisaran
Rokan Hilir
Lampung Tengah
Indragiri Hilir
Lematang Ilir Ogan Tengah
Tebing Tinggi
Labuhan Batu
Asahan
Payakumbuh
Dumai
Musi Banyuasin
Mimika
Ternate
Lombok Barat
Lhokseumawe
Lombok Tengah
Labuhan Batu Selatan
Kutai Timur
Pdg.Panjang
Lubuklinggau
Sungai Penuh
Lampung Timur

Pekanbaru
Medan
Medan
Palu
Pekanbaru
Mataram
Mataram
Pekanbaru
Medan
Pontianak
Padang
Medan
Pekanbaru
Bandar Lampung
Pekanbaru
Palembang
Medan
Medan
Medan
Padang
Pekanbaru
Palembang
Jayapura
Ternate
Mataram
Banda Aceh
Mataram
Medan
Samarinda
Padang
Palembang
Jambi
Bandar Lampung

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

59

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

17.50
17.49
17.44
17.34
17.26
17.24
17.23
17.22
17.13
17.12
17.04
16.99
16.99
16.99
16.95
16.90
16.87
16.83
16.83
16.78
16.76
16.55
16.55
16.49
16.38
16.34
16.24
16.15
16.12
16.12
16.10
16.08
15.93
15.92

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67

Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Utara
Papua
Lampung
Lampung
Sumatera Utara
Lampung
Papua Barat
Riau
Sumatera Barat
Kalimantan Barat
Sumatera Selatan
Sumatera Barat
Sulawesi Selatan
Riau
Nanggroe Aceh Darussalam
Sulawesi Selatan
Riau
Sumatera Barat
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sumatera Barat
Kalimantan Selatan
Riau
Sumatera Selatan
Nusa Tenggara Barat
Nanggroe Aceh Darussalam
Nusa Tenggara Barat
Riau
Bangka Belitung
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Tengah

Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kota
Kota
Kab.
Kota
Kab.
Kota
Kota
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota

Serdang Bedagai
Kupang
Aceh Timur
Simalungun
Jayapura
Lampung Selatan
Metro
Padang Sidempuan
Tanggamus
Sorong
Rokan Hulu
Pariaman
Singkawang
Ogan Komering Ilir
Solok
Gowa
Pelalawan
Aceh Utara
Bone
Kepulauan Meranti
Agam
Bitung
Gorontalo
Tanah Datar
Banjarbaru
Indragiri Hulu
Banyuasin
Sumbawa Barat
Pidie
Lombok Utara
Kuantan Singingi
Bangka Barat
Bima
Palangkaraya

Medan
Kupang
Banda Aceh
Medan
Jayapura
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Medan
Bandar Lampung
Jayapura
Pekanbaru
Padang
Pontianak
Palembang
Padang
Makassar
Pekanbaru
Banda Aceh
Makassar
Pekanbaru
Padang
Manado
Gorontalo
Padang
Banjarmasin
Pekanbaru
Palembang
Mataram
Banda Aceh
Mataram
Pekanbaru
Palembang
Mataram
Palangkaraya

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

60

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

15.92
15.88
15.87
15.86
15.81
15.72
15.71
15.70
15.65
15.64
15.60
15.59
15.59
15.58
15.56
15.53
15.51
15.48
15.37
15.34
15.27
15.26
15.26
15.24
15.23
15.19
15.18
15.15
15.14
15.13
15.12
15.08
15.05
15.03

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101

Sumatera Utara
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Papua Barat
Kalimantan Timur
Sumatera Selatan
Kalimantan Barat
Lampung
Sumatera Utara
Sumatera Selatan
Lampung
Sumatera Selatan
Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Sumatera Barat
Kalimantan Tengah
Bangka Belitung
Sumatera Barat
Kalimantan Timur
Nanggroe Aceh Darussalam
Jambi
Nanggroe Aceh Darussalam
Bangka Belitung
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Nanggroe Aceh Darussalam
Kepulauan Riau
Sulawesi Selatan

Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.

Batu Bara
Kubu Raya
Banjar
Sorong
Bulungan Utara
Ogan Ilir
Sambas
Lampung Utara
Labuhan Batu Utara
OKU Timur
Tulang Bawang
Prabumulih
Nias
Palopo
Pasaman Barat
Kotawaringin Timur
Bangka
Pesisir Selatan
Paser
Aceh Jeumpa
Kerinci
Sabang
Belitung Timur
Limapuluh Kota
Karo
Donggala
Minahasa
Luwu Timur
Kapuas
Sawahlunto
Musi Rawas
Aceh Besar
Karimun
Tana Toraja

Medan
Pontianak
Banjarmasin
Jayapura
Samarinda
Palembang
Pontianak
Bandar Lampung
Medan
Palembang
Bandar Lampung
Palembang
Medan
Makassar
Padang
Palangkaraya
Palembang
Padang
Samarinda
Banda Aceh
Jambi
Banda Aceh
Palembang
Padang
Medan
Palu
Manado
Makassar
Palangkaraya
Padang
Palembang
Banda Aceh
Batam
Makassar

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

61

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

14.98
14.94
14.93
14.92
14.92
14.86
14.85
14.85
14.84
14.84
14.84
14.79
14.79
14.78
14.77
14.76
14.70
14.69
14.68
14.67
14.67
14.66
14.64
14.64
14.62
14.62
14.56
14.54
14.52
14.52
14.50
14.50
14.50
14.42

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135

Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Barat
Sumatera Barat
Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara
Papua Barat
Kalimantan Barat
Sumatera Utara
Sulawesi Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Selatan
Sumatera Selatan
Nanggroe Aceh Darussalam
Kepulauan Riau
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Kalimantan Selatan
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Kalimantan Barat
Lampung
Jambi
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Maluku
Sulawesi Selatan
Bangka Belitung
Lampung
Lampung
Sulawesi Selatan
Kalimantan Selatan
Lampung
Sumatera Selatan
Kalimantan Tengah

Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.

Kota Baru
Sumbawa
Sawahlunto/Sijunjung
Belitung
Kolaka
Manokwari
Ketapang
Mandailing Natal
Bulukumba
Berau
Wajo
Ogan Komering Ulu
Langsa
Natuna
Pinrang
Parigi Moutong
Tanah Laut
Bintan
Pagar Alam
Sanggau
Pringsewu
Tanjung Jabung Barat
Dharmasraya
Tapanuli Tengah
Maluku Tengah
Sidenreng Rappang
Bangka Tengah
Mesuji
Lampung Barat
Pangkajene Kepulauan
Tabalong
Way Kanan
Lahat
Kotawaringin Barat

Banjarmasin
Mataram
Padang
Palembang
Kendari
Jayapura
Pontianak
Medan
Makassar
Samarinda
Makassar
Palembang
Banda Aceh
Batam
Makassar
Palu
Banjarmasin
Batam
Palembang
Pontianak
Bandar Lampung
Jambi
Padang
Medan
Ambon
Makassar
Palembang
Bandar Lampung
Bandar Lampung
Makassar
Banjarmasin
Bandar Lampung
Palembang
Palangkaraya

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

62

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

14.42
14.41
14.41
14.40
14.40
14.39
14.38
14.37
14.36
14.36
14.32
14.30
14.28
14.28
14.25
14.21
14.16
14.14
14.12
14.11
14.06
14.05
14.05
14.03
14.02
14.00
14.00
13.99
13.94
13.94
13.93
13.93
13.91
13.89

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169

Kalimantan Timur
Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan
Kalimantan Timur
Nanggroe Aceh Darussalam
Bengkulu
Sumatera Barat
Kalimantan Selatan
Bengkulu
Sulawesi Barat
Bengkulu
Jambi
Sulawesi Barat
Sumatera Utara
Jambi
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
Jambi
Sulawesi Selatan
Kalimantan Selatan
Kalimantan Barat
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Utara
Maluku Utara
Bangka Belitung
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Jambi
Sulawesi Utara
Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur
Jambi
Kalimantan Selatan
Jambi

Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.

Kutai Barat
Luwu
Maros
Penajam Paser Utara
Aceh Tamiang
Bengkulu Utara
Pasaman
Tanah Bumbu
Bengkulu Tengah
Mamuju
Rejang Lebong
Marangin
Polewali Mandar
Tapanuli Utara
Bungo
Tomohon
Muna
Muaro Jambi
Takalar
Barito Kuala
Sintang
Aceh Selatan
Toba Samosir
Tidore Kepulauan
Bangka Selatan
Bulungan Selatan
Bolaang Mongondow
Tebo
Minahasa Utara
Dairi
Timor-Tengah Selatan
Batanghari
Hulu Sungai Tengah
Sarolangun

Samarinda
Makassar
Makassar
Samarinda
Banda Aceh
Bengkulu
Padang
Banjarmasin
Bengkulu
Makassar
Bengkulu
Jambi
Makassar
Medan
Jambi
Manado
Kendari
Jambi
Makassar
Banjarmasin
Pontianak
Banda Aceh
Medan
Ternate
Palembang
Samarinda
Manado
Jambi
Manado
Medan
Kupang
Jambi
Banjarmasin
Jambi

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

63

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203

Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Nanggroe Aceh Darussalam
Jambi
Lampung
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Nanggroe Aceh Darussalam
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Selatan
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan
Sumatera Barat
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Selatan
Sulawesi Tengah
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Tengah
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara
Sumatera Barat
Sulawesi Selatan
Nusa Tenggara Barat
Bengkulu
Papua
Nanggroe Aceh Darussalam
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

13.85
13.83
13.80
13.80
13.78
13.75
13.72
13.71
13.70
13.70
13.69
13.69
13.68
13.64
13.64
13.61
13.59
13.57
13.56
13.56
13.56
13.52
13.48
13.48
13.47
13.45
13.45
13.44
13.41
13.36
13.33
13.32
13.29
13.26

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.

Sinjai
Kotamobagu
Parimo/Banggai
Aceh Barat
Tanjung Jabung Timur
Pesawaran
Majene
Jeneponto
Aceh Tenggara
Barito Selatan
Hulu Sungai Selatan
Ende
Soppeng
Landak
Belu
Tapin
Hulu Sungai Utara
Luwu Utara
Solok Selatan
Aceh Tengah
OKU Selatan
Poso
Sikka
Morowali
Sukamara
Buton
Pasaman Selatan
Barru
Dompu
Mukomuko
Waropen
Nagan Raya
Barito Utara
Konawe Selatan

Makassar
Manado
Palu
Banda Aceh
Jambi
Bandar Lampung
Makassar
Makassar
Banda Aceh
Palangkaraya
Banjarmasin
Kupang
Makassar
Pontianak
Kupang
Banjarmasin
Banjarmasin
Makassar
Padang
Banda Aceh
Palembang
Palu
Kupang
Palu
Palangkaraya
Kendari
Padang
Makassar
Mataram
Bengkulu
Jayapura
Banda Aceh
Palangkaraya
Kendari

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

64

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

13.24
13.21
13.20
13.18
13.16
13.16
13.16
13.15
13.15
13.15
13.14
13.14
13.13
13.12
13.11
13.08
13.07
13.06
13.04
13.03
13.02
13.02
12.99
12.98
12.96
12.95
12.93
12.91
12.90
12.88
12.88
12.87
12.87
12.86

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237

Sulawesi Utara
Kalimantan Barat
Sulawesi Selatan
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Papua
Sumatera Utara
Papua
Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Papua
Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Tengah
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Papua Barat
Sulawesi Selatan
Papua
Bengkulu
Maluku Utara
Papua
Papua
Kepulauan Riau
Papua
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Sulawesi Barat

Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.

Minahasa Selatan
Bengkayang
Selayar
Balangan
Toli-toli
Sangihe
Merauke
Nias Selatan
Asmat
Tapanuli Selatan
Alor
Manggarai
Bulungan
Flores Timur
Barito Timur
Kapuas Hulu
Nabire
Padang Lawas Utara
Ngada
Banggai Kepulauan
Gunung Mas
Bantaeng
Fak-Fak
Enrekang
Boven Digoel
Bengkulu Selatan
Halmahera Utara
Biak Numfor
Keerom
Lingga
Jayawijaya
Humbang Hasundutan
Padang Lawas
Mamuju Utara

Manado
Pontianak
Makassar
Banjarmasin
Palu
Manado
Jayapura
Medan
Jayapura
Medan
Kupang
Kupang
Samarinda
Kupang
Palangkaraya
Pontianak
Jayapura
Medan
Kupang
Palu
Palangkaraya
Makassar
Jayapura
Makassar
Jayapura
Bengkulu
Ternate
Jayapura
Jayapura
Batam
Jayapura
Medan
Medan
Makassar

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

65

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

12.84
12.83
12.80
12.80
12.78
12.78
12.76
12.76
12.76
12.73
12.73
12.70
12.61
12.61
12.60
12.59
12.59
12.57
12.57
12.56
12.56
12.56
12.54
12.54
12.53
12.53
12.50
12.49
12.49
12.45
12.45
12.43
12.43
12.42

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271

Nanggroe Aceh Darussalam


Kalimantan Tengah
Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Nanggroe Aceh Darussalam
Maluku
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Tengah
Nusa Tenggara Timur
Papua
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Nanggroe Aceh Darussalam
Bengkulu
Bengkulu
Sumatera Selatan
Papua
Sulawesi Tenggara
Sumatera Utara
Papua
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Sulawesi Tengah
Kalimantan Tengah
Nanggroe Aceh Darussalam
Sulawesi Tenggara
Lampung
Sumatera Utara
Maluku Utara
Bengkulu
Sulawesi Barat

Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.

Aceh Barat Daya


Katingan
Pidie Jaya
Kep. Mentawai
Samosir
Aceh Singkil
Maluku Tenggara Barat
Kepulauan Selayar
Kolaka Utara
Seruyan
Timor-Tengah Utara
Yalimo
Minahasa Tenggara
Wakatobi
Bone Bolango
Bener Meriah
Kepahiang
Lebong
Empat Lawang
Mamberamo Raya
Konawe
Nias Barat
Jayapura
Sumba Timur
Buru
Buol
Murung Raya
Aceh Jaya
Bombana
Tulang Bawang Barat
Nias Utara
Halmahera Timur
Seluma
Mamasa

Banda Aceh
Palangkaraya
Banda Aceh
Padang
Medan
Banda Aceh
Ambon
Makassar
Kendari
Palangkaraya
Kupang
Jayapura
Manado
Kendari
Gorontalo
Banda Aceh
Bengkulu
Bengkulu
Palembang
Jayapura
Kendari
Medan
Jayapura
Kupang
Ambon
Palu
Palangkaraya
Banda Aceh
Kendari
Bandar Lampung
Medan
Ternate
Bengkulu
Makassar

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

66

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

12.40
12.39
12.39
12.38
12.35
12.34
12.28
12.28
12.27
12.26
12.26
12.26
12.26
12.25
12.25
12.23
12.22
12.21
12.21
12.20
12.20
12.15
12.14
12.14
12.14
12.11
12.11
12.09
12.04
12.03
12.01
12.00
11.98
11.97

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305

Kalimantan Tengah
Gorontalo
Sulawesi Utara
Maluku Utara
Maluku Utara
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Timur
Papua
Papua
Maluku
Gorontalo
Nanggroe Aceh Darussalam
Sulawesi Tengah
Nusa Tenggara Timur
Papua
Kalimantan Barat
Gorontalo
Kalimantan Tengah
Maluku Utara
Nanggroe Aceh Darussalam
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Timur
Bengkulu
Maluku Utara
Papua
Nanggroe Aceh Darussalam
Kalimantan Barat

Kab. Pulang Pisau


Kab. Pohuwato
Kep. Talaud
Kepulauan Sula
Kab. Halmahera Selatan
Kab. Bolaang Mongondow Selatan
Kab. Manggarai Timur
Kab. Maluku Tenggara
Kep. Sitaro
Kab. Manggarai Barat
Kab. Yahukimo
Kab. Tolikara
Kab. Seram Bagian Barat
Kab. Gorontalo Utara
Kota Simeulue
Kab. Tojo Una-Una
Kab. Sumba Barat Daya
Kab. Paniai
Kab. Sekadau
Kab. Boalemo
Kab. Lamandau
Kab. Halmahera Tengah
Kab. Gayo Luwes
Kab. Buton Utara
Kab. Sumba Barat
Kab. Bolaang Mongondow Timur
Kab. Konawe Utara
Kab. Lembata (Lawoleba)
Kab. Nagekeo
Kab. Kaur
Kab. Halmahera Barat
Kab. Puncak Jaya
Kota Subulussalam
Kab. Melawi

Palangkaraya
Gorontalo
Manado
Ternate
Ternate
Manado
Kupang
Ambon
Manado
Kupang
Jayapura
Jayapura
Ambon
Gorontalo
Banda Aceh
Palu
Kupang
Jayapura
Pontianak
Gorontalo
Palangkaraya
Ternate
Banda Aceh
Kendari
Kupang
Manado
Kendari
Kupang
Kupang
Bengkulu
Ternate
Jayapura
Banda Aceh
Pontianak

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

67

ZONASI MODAL BPR


BERDASARKAN WILAYAH PROVINSI
Zona IV ... lanjutan
NO

PROVINSI

KABUPATEN/KOTA

WILKER BI

INDEKS

ZONA

11.92
11.80
11.80
11.79
11.79
11.78
11.76
11.69
11.69
11.67
11.64
11.54
11.52
11.51
11.47
11.46
11.38
11.34
11.24
11.23
11.23
11.23
11.10
11.02
10.45
10.45
10.34
10.12
9.87
9.23
9.12
9.02
8.67
8.12

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

MODAL MIN

ZONASI IV
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339

Papua
Papua
Kalimantan Barat
Maluku
Papua Barat
Maluku
Papua
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Utara
Kepulauan Riau
Papua Barat
Papua Barat
Papua
Maluku
Papua Barat
Papua Barat
Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur
Papua
Papua
Sulawesi Tengah
Kalimantan Timur
Nusa Tenggara Timur
Papua Barat
Maluku
Papua
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
Maluku
Papua
Papua
Papua
Papua

Kab.
Kab.
Kab.
Kota
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.
Kab.

Supiori
Sarmi
Kayong Utara
Tual
Teluk Bintuni
Seram Bagian Timur
Lanny Jaya
Rote Ndao
Bolaang Mongondow Utara
Kepulauan Anambas
Sorong Selatan
Kaimana
Mappi
Kepulauan Aru
Teluk Wondama
Raja Ampat
Pakpak Bharat
Sabu Raijua
Peg. Bintang
Mamberamo Tengah
Sigi
Tana Tidung
Sumba Tengah
Maybrat
Maluku Barat Daya
Puncak
Pulau Morotai
Nduga
Tambrauw
Buru Selatan
Kepulauan Yapen
Dogiyai
Intan Jaya
Deiyai

Jayapura
Jayapura
Pontianak
Ambon
Jayapura
Ambon
Jayapura
Kupang
Manado
Batam
Jayapura
Jayapura
Jayapura
Ambon
Jayapura
Jayapura
Medan
Kupang
Jayapura
Jayapura
Palu
Samarinda
Kupang
Jayapura
Ambon
Jayapura
Ternate
Jayapura
Jayapura
Ambon
Jayapura
Jayapura
Jayapura
Jayapura

Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4
Rp4

M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M

68

Anda mungkin juga menyukai