TUGAS AKHIR
ILMU KESEHATAN ANAK
Oleh:
1. Setya Budi P
2. Rela Esa Indra
3. Farisa Indah Puspitasari
4. Angela Yanetha BWA
5. Fitria
6. Dahlia Ningrum
7. Pretty Clarresa
8. Mimbar Allan Syah
9. Julius Hadi Putra
10. Citra Dewi W
11. Ignatius Christian Harefa
12. Taufiqur Rahman
13. Astuti Setia
14. Niko Citami
15. Eisa Mayestika S
16. Wilda Purnama Yudhistira
11700016
11700020
11700034
11700052
11700058
11700060
11700076
11700092
11700122
11700148
11700158
11700220
11700236
11700240
11700246
11700264
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah yang
diberikan-Nya, kelompok kami bisa menyelesaikan Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak yang membahas tentang Hepatitis Virus pada Anak.
Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak ini berhasil kelompok kami
selesaikan karena dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini
kelompok kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. dr. Soedarto, DTM & H, Ph. D, Sp. Park sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya yang telah memberi
kesempatan kepada penulis menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Erny, dr, Sp.A (K), sebagai kepala bagian beserta seluruh dosen Ilmu
Kesehatan Anak yang telah memberikan bimbingan, serta arahan dalam
menyelesaikan Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak ini.
3. Semua pihak yang tidak mungkin disebut satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak ini.
Kelompok kami menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kelompok kami
mengharapkan segala masukan demi sempurnanya tulisan ini.
Akhirnya kelompok kami berharap semoga Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Judul .......................................................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hepatitis Virus pada Anak ........................................................... 8
1. Definisi ..................................................................................... 8
2. Etiologi ..................................................................................... 8
B. Jenis Hepatitis Virus pada Anak .................................................. 10
1. Infeksi Virus Hepatitis A (HAV) pada Anak ........................... 10
2. Infeksi Virus Hepatitis B (HBV) pada Anak............................ 17
3. Infeksi Virus Hepatitis C (HCV) pada Anak............................ 29
4. Infeksi Virus Hepatitis D (HDV) pada Anak ........................... 46
5. Infeksi Virus Hepatitis E (HEV) pada Anak ............................ 52
6. Infeksi Virus Hepatitis G (HGV) pada Anak ........................... 58
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 72
B. Saran............................................................................................. 80
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis merupakan proses inflamasi pada liver. Liver adalah organ
vital yang memproses nutrisi, menyaring darah, dan melawan infeksi. Jika
liver mengalami inflamasi dan rusak, maka fungsinya juga terpengaruh (CDC,
2010).
Ada lima virus yang diketahui mempengaruhi liver dan menyebabkan
hepatitis, antara lain HAV, HBV, HCV, HDV (hanya menyebabkan masalah
pada orang yang terinfeksi HBV), dan HEV. Virus hepatitis G (HGV) pada
awal diperkirakan dapat menyebabkan kerusakan pada hati, tetapi ternyata
diketahui sebagai virus yang tidak menyebabkan masalah kesehatan, dan virus
ini sekarang diberi nama baru sebagai virus GBV-C (Green, 2005).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2008, hepatitis A disebut sebagai
hepatitis yang paling ringan dan paling banyak terjadi di dunia. Setiap
tahunnya setidaknya 1,4 juta kasus terjadi di seluruh dunia. Penyebarannya
tergolong mudah karena berkaitan dengan tidak adekuatnya sistem sanitasi
dan kebersihan diri. Hal ini menyebabkan kejadian HAV dapat muncul
bersamaan dalam sebuah wilayah dan menjadi epidemi. Kejadian epidemi
HAV yang pernah tercacat terjadi di Shanghai, Cina tahun 1988 dengan
korban mencapai 300.000 orang (Kurniasih, 2012).
Sedangkan berdasarkan penelitian WHO tahun 2007 sekitar satu juta
orang di dunia pertahun pernah mengidap penyakit hepatitis A dengan
prevalensi tertinggi pada negara berkembang. Penyakit ini jarang ditemui di
negara maju namun cukup sering di temui di negara berkembang seperti di
Afrika, India, Asia, dan Amerika selatan (Sinaga, 2014).
Hepatitis B merupakan masalah kesehatan global, diperkirakan sekitar
dua miliar penduduk dunia pernah terpapar virus hepatitis B. Virus hepatitis B
telah menginfeksi lebih dari 350 juta orang di dunia atau kurang lebih 5%
populasi dunia. Infeksi HBV endemik di daerah Pasifik Barat dan Asia
Tenggara, diperkirakan 75%-80% dari infeksi HBV di dunia. Penularannya
pada umumnya terjadi secara vertical pada periode perinatal dan horizontal
pada masa anak-anak (Aswati, 2011).
Risiko kronisitas HVB akan jauh lebih besar bila infeksi terjadi pada
awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi pada usia dewasa. Infeksi HVB
pada masa bayi mempunyai risiko kronisitas 90% dan 25%-30% diantaranya
akan berkembang menjadi sirosis hepatis atau karsinoma hepatoseluler. Di
Asia Tenggara dengan tingkat endemisitas yang tinggi, umumnya infeksi
HVB didapatkan pada saat lahir atau pada masa dini kehidupan, sehingga
risiko kronisitas pada anak di kawasan ini sangat tinggi. Pada keadaan ini
HD pada pasien HBsAg-positif adalah tapi tidak seragam antar belahan dunia.
Terlepas dari kenyataan bahwa HDV membutuhkan HBV untuk siklus
hidupnya, pola distribusi masing-masing virus ini berbeda. Sebagai contoh, di
Kepulauan Psifik90% dari carier HBV terinfeksi kedua virus HBV dan HDV
secara bersamaan, sedangkan di Italia menurun menjadi 8% dan di Jepang
5%. Estimasi saat ini menunjukkan bahwa 15-20 juta orang terinfeksi HDV.
Namun, orang harus mempertimbangkan bahwa perkiraan ini tidak akurat dan
sulit untuk melakukan skrining sistematis karena tidak terbentuk pada
individu yang terinfeksi HBV, terutama jika mereka memiliki enzim hati yang
normal. Selain itu, anti HDV mungkin kurang pada pasien imunodefisiensi
dan seroreversi setelah sembuh dari suatu penyakit (Pascarella dan Negro,
2010).
Hepatitis E disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV), agen etiologi
utama dari penyakit menular enteral hepatitis non-A di seluruh dunia. HEV
bertanggung jawab atas wabah utama hepatitis akut di negara berkembang,
terutama di banyak bagian Afrika dan Asia. HEV merupakan masalah
kesehatan yang signifikan publik internasional dan diperkirakan 2,3 miliar
orang terinfeksi secara global. HEV merupakan penyebab utama hepatitis
virus akut di dunia, terutama di negara-negara berkembang. Pertama wabah
retrospektif dikonfirmasi hepatitis E terjadi di 1955-1956 di New Delhi, India,
dan mengakibatkan lebih dari 29.000 orang jaundice. Sejak saat itu, banyak
wabah besar telah terjadi di Asia, Afrika dan Meksiko. Selain itu, wabah
sporadic HEV umumnya terjadi di negara-negara berkembang di Asia dan
Afrika serta negara-negara industri (Teshale dan Hu, 2011).
Pertengahan dekade 1990an telah ditemukan virus baru yaitu virus
hepatitis G (VHG). Virus tersebut diisolasi dari darah seorang dokter ahli
bedah di Chicago yang mengalami hepatitis non A non B non C. Pada donor
darah sehat viremia ditemukan antara 0,5 4,7%. Penelitian pada hepatitis
virus akut di USA menunjukkan bahwa 0,3% dari penderita hepatitis virus
non A E mungkin disebabkan karena VHG (Djumhana, 2011).
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas telah di jelaskan
bahwa ada banyak tipe dari hepatitis virus dengan penyebarannya yang
berbeda-beda. Selain itu, hepatitis virus juga tidak hanya menyerang orang
dewasa, targetnya pun banyak pada anak-anak usia balita maupun sekolah.
Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menjabarkan tentang penyakit
hepatitis virus pada anak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana epidemiologi penyebaran penyakit HAV, HBV, HCV, HDV,
HEV, dan HGV pada anak?
2. Bagaimana struktur penyakit HAV, HBV, HCV, HDV, HEV, dan HGV
pada anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui epidemiologi penyebaran HAV, HBV, HCV, HDV, HEV,
dan HGV pada anak.
2. Mengetahui struktur penyakit HAV, HBV, HCV, HDV, HEV, dan HGV
pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hepatitis Virus
Ciri
Struktur
Virus
HAV
27-nm
ssRNA
virus
Famili
Transmisi
Waktu
Inkubasi
Marker
Serum
Gagal hati
fulminan
Infeksi yang
persisten
Peningkatan
risiko
HBV
42-nm
dsDNA virus
HDV
36-nm
circular
ssRNA
hybrid
partikel
dengan
lapisan
HBsAg
Picornavirus Hepadnavirus Flavivirus Satellite
Fecal oral,
Transfusi,
Parenteral, Sama
jarang
seksual,
transfusi,
dengan
parenteral
inokulasi,
perinatal
HBV
perinatal
15-30 hari
60-180 hari
30-60 hari Koinfeksi
dengan
HBV
Anti HAV
HBsAg,
Anti HCV Anti
HBcAG,
(IgG,
HDV,
HBeAG, anti IgM),
RNA
HB, anti HBc RIBA,
PCR
assay
untuk
HCV
RNA
Jarang
< 1% kecuali Tidak
2-20%
koinfeksi
lazim
dengan HDV terjadi
Tidak
5-10% (90% 85%
2-70%
dengan
infeksi
perinatal)
HEV
27-34 nm
ssRNA
virus
HGV
50- to 100-nm
ssRNA virus
Flavivirus
Fecal oral
(endemic
dan
epidemik)
35-60
hari
Flavivirus
Parenteral,
transfusi
Anti
HEV
RNA dengan
RT-PCR assay
20%
Kemungkinan
tidak terjadi
Tidak
Tidak
Tidak
Infeksi yang
menetap
sering terjadi,
penyakit
kronik jarang
timbul
Tidak
diketahui
Ya
HCV
30 sampai
60-nm
ssRNA
virus
Ya
Tidak
Tidak
diketahui
10
karsinoma
hepatoselular
Profilaksis
Vaksin:
immune
serum
globulin
Vaksin:
hepatitis B
immuno
globulin
(HBIG)
Sumber: (Bishop, 2011).
B. Jenis Hepatitis Virus pada Anak
1. Infeksi Hepatitis A Virus (HAV) pada Anak
a. Epidemiologi
Angka kejadian hepatitis A akut di seluruh dunia adalah 1,5
juta kasus per tahun, dimana diperkirakan jumlah kasus yang tidak
dilaporkan adalah 80%. Perkiraan dari Global Burden of Disease
(GBD) dari WHO diperkirakan terdapat puluhan juta individu
terinfeksi setiap tahunnya di seluruh dunia (Sanityoso dan Christine,
2014).
Perubahan epidemiologi infeksi virus hepatitis A pada negara
berkembang umumnya terjadi pada usia anak-anak hingga dewasa,
sedangkan pada negara maju, dengan endemisitas rendah, infeksi virus
hepatitis A pada umumnya terjadi pada usia dewasa (Sanityoso dan
Christine, 2014).
b. Struktur Virus
Virus hepatitis A termasuk Hepatovirus, yang masuk dalam
famili Picornaviridae. Ukuran virus hepatitis A adalah 27-32 nm,
11
c. Patogenesis
HAV ditularkan melalui mulut (melalui transmisi fecal-oral)
dan bereplikasi di hati. Setelah 10-12 hari, virus ada di dalam darah
dan dikeluarkan melalui sistem bilier ke tinja. Titer puncak terjadi
selama 2 minggu sebelum timbulnya penyakit. Meskipun virus ada
dalam serum, konsentrasinya beberapa kali lipat kurang dibandingkan
di dalam tinja. Ekskresi virus mulai menurun pada awal penyakit
klinis, dan mengalami penurunan signifikan sebesar 7-10 hari setelah
timbulnya
gejala.
Kebanyakan
orang
terinfeksi
tidak
lagi
12
d. Manifestasi Klinik
Umumnya Hepatitis Virus A menunjukkan gambaran klinis:
1) Masa Inkubasi
Pada berbagai penelitian bahwa masa inkubasi penyakit ini
adalah 15 hari sampai dengan 50 hari dan rata-rata 30 hari dan
20% kasus gejala menetap sampai 6 bulan dan penularan yang
dominan adalah melalui Fecal Oral serta secara umum penularan
terjadi dari orang ke orang, walaupun bisa terjadi melalui perantara
sektor lalat (Sulaiman dan Julitasari, 1995).
2) Masa Prodromal
3-10 hari, rasa lesu/lemah badan, panas, mual sampai
muntah, anoreksia, nyeri perut sebelah kanan (Sulaiman dan
Julitasari, 1995).
3) Masa Ikterik
Didahului urine berwarna coklat, sclera kuning, kemudian
seluruh badan, puncak ikterik dalam 1-2 minggu, hepatomegali
ringan yang nyeri tekan (Sulaiman dan Julitasari, 1995).
4) Masa Penyembuhan
Ikterus berangsur berkurang dan hilang dalam 2-6
minggu,demikian pula anorksia, lemas badan dan hepatomegali.
13
14
15
berkembangnya
alternative
pengobatan
maka
16
17
18
pada saat persalinan; virus yang ada dalam cairan amnion atau dalam
tinja atau darah ibu dapat merupakan sumbernya. Walaupun
kebanyakan bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi menjadi
antigenemik dari usia 2-5 bulan. Beberapa bayi dari ibu positif-HBsAg
tidak terkena sampai usia lebih tua (Anderson dan Lorraine, 1993).
b. Struktur Virus
Virus hepatitis b (VHB) utuh adalah suatu virus DNA yang
berlapis ganda (double shelled) dengan diameter 42 nm. Bagian luar
virus ini terdiri dari HbsAg sedag bagian dalam adalah nukleokapsid
yang terdiri dari HbcAg.Dalam nukleokapsid didapatkan kode genetik
VHB yang terdiri dari DNA nuntai ganda (double strand) dengan
pajang 3200 nukleotida (Soemoharjo, 2008).
19
c. Patogenesis
Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus yang lain, merupakan
virus nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan
mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam proses
hepatitis virus akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan
munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting
dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg
dan HbeAg, pecahan produk HBcAg, Antigen-antigen ini, bersama
dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel
suatu sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis (Ranuh, 2001).
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti
dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein
core atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik
tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum
diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi
dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung
virus harus bertahan hidup (Hadi, 2000).
Walaupun mekanisme cedera hati yang tepat pada infeksi HBV
tetap tidak pasti dan ini tetap harus dijelaskan, Pada pemeriksaan
protein nukleokapsid dengan elektroforesis didapatkan hasil bahwa
protein nuleokapsid memancarkan cahaya pada toleransi imunologik
20
yang besar terhadap bayi HBV bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi
HBV kronik yang sangat replikatif (HBeAg-positif). Pada tikus
transgenik ditandai-HBeAg, pemajanan in utero terhadap HBeAg,
yang cukup kecil untuk melewati plasenta, menyebabkan toleransi sel
T untuk kedua protein nukleokapsid. Pada gilirannya hal ini
menjelaskan kenapa, kapan infeksi terjadi pertama kali dalam
kehidupan, status imunologik tidak terjadi, dan diperpanjang, infeksi
kekal terjadi (Anderson dan Lorraine, 1993).
Mekanisme cedera hati akibat HBV tetap tidak pasti,
kerusakan jaringan diperantarai kompleks imun terjadi untuk
memainkan
peranan
patogenesis
utama
dalam
manifestasi
21
membranosa,
penyakit
serum
(serum
sickness),
22
timbulnya
ikterus
dan
adanya
peninggian
aktivitas
enzim
23
di
perlukan
pemeriksaan
yang sama. yang sederhana/cepat tes HBsAg digunakan dan tidak ada
reagen netralisasi yang tersedia, konfirmasi infeksi akut atau kronis
untuk tujuan diagnostik dapat disimpulkan menggunakan gejala dan
tes monitoring yang tepat. Penanda HBV lain yang dapat digunakan
untuk memantau diagnosa infeksi HBV termasuk, HBeAg, IgM antiHBc, jumlah anti-HBc, anti-HBe dan antiHBs. Adanya HBeAg
menunjukkan seorang individu infektifitas tinggi, dan serokonversi
24
25
26
hepatitis kronik yang aktif dan juga bisa berubah menjadi sirosis
hati (Kumar dan Clark, 2009).
3) Pada penyakit hepatitis B yang bisa bertindak sebagai reservoir
atau sebagai sumber dari terjadinya infeksi pada daerah sekitar
hati. Kortiosteroid yang tidak mampu melakukan pengobatan pada
penyakit hepatitis B yang kronik, dan disamping itu juga dalam
waktu yang lama akan menyebabkan replika dari penyakit hepatitis
B serta mencegah kehilangan HbeAg yang ada di dalam serum si
penderita (Kumar dan Clark, 2009).
h. Prognosis
95-99% dari pasien hepatitis B yang akut, sembuh secara total.
Namun, prognosis penyakit hepatitis B memburuk pada pasien yang
lanjut usia dan pasien yang mempunyai penyakit lain. Bagi penderita
yang telah didiagnosa menderita penyakit hepatitis B yang kronis,
prognosisnya baik jika pasien mendapat terapi yang baik sehingga
dapat memperbaiki kondisi pasien. Perubahan dari fase akut ke fase
kronik sangat bergantung pada umur pasien dan cara terinfeksi.
Prognosis memburuk pada pasien-pasien yang menderita sirosis hati.
Karsinoma hepar merupakan komplikasi tersering bagi infeksi VHB
yang kronik (Dienstag, 2008).
27
i. Pencegahan
Pencegahan penyakit adalah penting sekali, mengingat negara
kita penyakit HBV merupkan penyakit endemik yang di temukan
sepanjang tahun. Dengan insidensi tergolong tinggi, maka perlu sekali
penggalakan pencegahan penyakit ini untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas. Pencegahan umum yang mudah di
laksanakan
oleh
seluruh
lapisan
masyarakat
dengan
jalan
28
24
jam,
di
ulangi
bulan
kemudian.
29
titer
antibody
agar
dapat
bertahan
lebih
lama.
30
31
c. Patogenesis
HCV tersebar dari darah yang telah terkontaminasi yang
kemudian sampai pada hati melalui proses sirkulasi darah. Masuknya
HCV ke dalam hati membutuhkan paling sedikti 4 host faktor yang
termasuk seperti scavenger reseptor kelas B tipe 1, Occludin, Claudin1 (CLDN1) dan CD81. Selain itu, CLDN6 dan CLDN9 telah diketahui
menggantikan CLDN1 sebagai faktor masuknya virus HCV pada sel
non-liver manusia. CD81 pada permukaan host sel bertugas sebagai
viral reseptor, yang mengikat dengan partikel virus dan memfasilitasi
masuknya virus ke dalam sel hati. CD8 diekspresikan pada hampir
semua sel berinti seperti pada CD19 dan CD21 pada sel B, dan
mengirim sinyal stimulasi pada sel. Pretoin envelop virus, E2, terikat
pada loop ekstraseluler pada CD8. HCV mempunyai tempat
pengikatan yang banyak dan dapat juga mengikat beberapa molekul
seperti reseptor untuk LDL, dendritik sel, molekul adhesi (DC-SIGN),
32
33
1) Atralgia
2) Parestesia
3) Mialgia
4) Pruritus
5) Sicca Sindrom
e. Laboratorium dan Pencitraan
Hepatitis C merupakan penyakit yang penting karena
bertanggung jawab atas sekitar 90% hepatitis pasca transfusi dan
diduga 3% populasi dunia telah terinfeksi virus hepatitis C yang
mempunyai masa inkubasi sekitar 7 minggu (2-26 minggu). Hepatitis
C kronis menjadi penyebab utama dari Sirosis hati dan Karsinoma
hepatoseluler. Hepatitis C Virus (HCV) diidentifikasi pertama kali
pada tahun l998 dan merupakan penyebab utama dari hepatitis non- A,
non- B (Brataatmadja, 2003).
Peranan laboratorium pada penyakit ini yaitu untuk mencegah
penularan penyakit, menegakkan diagnosis, memantau perjalanan
penyakit,
memonitor
respon
pengobatan
dan
memperkirakan
34
35
Antibodi
terhadap
HCV
yang
dinilai
adalah
36
deteksi
HCV-RNA
menggunakan
cara
Reversed
37
HCV
dan
HCV
RNA
kuantitatif
hanya
homologi
diklasifikasikan
kedalam
urutan
nukleotidanya,
genotipe-genotipenya.
HCV
Penentuan
saat
ini
telah
diterima
secara
internasional.
Ia
38
39
Perhimpunan
Peneliti
Hati
Indonesia
(PPHI)
sudah
40
41
42
mungkin
akan
bermanfaat.
Beberapa
peneliti
43
44
45
ditemukan
jenis
immunoglobulin
yang
efektif
untuk
46
47
Ada dua pola epidemiologi infeksi hepatitis D : di negaranegara Mediterania infeksi endemik di antara pembawa HBV, dan
virus ini ditularkan melalui kontak pribadi yang dekat. Di Eropa Barat
dan Amerika Utara, HDV terbatas pada orang yang terkena darah atau
produk darah, seperti misalnya pecandu narkoba suntikan jarum suntik
yang tidak steril berbagi. Di seluruh dunia, lebih dari 10 juta orang
terinfeksi HDV ( WHO, 2011).
b. Struktur Virus
Virus berdiameter 36-nm tidak mampu membuat selaput
proteinnya sendiri, selaput sebelah luar tersusun dari kelebihan HBsAg
dari HBV. Core virus sebelah dalam merupakan RNA sirkuler helaitunggal, yang mengekspresikan antige HDV (Behrman dan Arvin,
2000).
c. Patogenesis
HDV
menyebabkan
cedera
secara
langsung
melalui
48
49
yang tetap dalam titer yang bervariasi pada waktu yang lama. IgM anti
HDV berkorelasi dengan tingkat replikasi HDV tetapi pada kasus
infeksi HDV kronis, IgG anti HDV titer tinggi dari 1 : 1000 adalah
petunjuk yang kuat bahwa adanya replikasi virus. Infeksi HDV terjadi
hanya pada pasien HBsAg positif dan didiagnosis dengan IgM anti
HDV untuk infeksi akut atau IgG anti HDV untuk infeksi kronis.
Sebenarnya Infeksi HDV hanya terjadi pada infeksi HBV. Pada
beberapa pasien, penanda infeksi HBV mungkin tidak terdeteksi
karena HBsAg fulminan atau kasus hepatitis akut
karena efek
50
51
52
53
54
c. Patogenesis
Patogenesis infeksi virus hepatitis E dibagi menjadi masa
inkubasi, fase replikasi, fase progresivitas penyakit. Masa inkubasi
dari onset paparan sampai muncul gejala klinis kurang lebih 28-40
hari. Pada studi eksperimental transmisi virus hepatitis E pada
manusia, enzim hati meningkat mencapai puncak pada 42-46 hari
setelah masuknya virus ke dalam tubuh. Pada studi ekperimental kera
rhesus yang hamil, masa inkubasi bervariasi dari 1-2 minggu sampai
4-5 minggu (Sanityoso dan Christine, 2014).
Target utama hepatitis E adalah hepatosit. HEV ditemukan di
dalam plasma dalam jumlah yang kecil selama infeksi. Empedu
merupakan sumber utama ditemukannya HEV di feses (Sanityoso dan
Christine, 2014).
d. Manifestasi Klinik
Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata
sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut. Sindrom
klinis mulai dari gejala prodromal yang non spesifik dan gejala
gastrointestinal, seperti (Sudoyo dkk, 2006).:
1) Malaise, anoreksia, mual dan muntah
2) Gejala flu, faringitis, batuk coryza, fotofobia, sakit kepala, dan
myalgia.
55
56
57
58
tidak
diketahui.
Hal
ini
menentukan
pentingnya
59
ikterik selama tiga minggu. Darah pasien diambil pada ikterik hari ke
3 yang mana digunakan untuk inokulasi intravena bukan manusia
primata (marmoset telanjang berwajah, yang termasuk keluarga
Callithricidae). Hepatitis tercatat di semua hewan ketika dilakukan
pada empat monyet ke monyet. Temuan tersebut menunjukkan bahwa
penyebab hepatitis ini adalah agen virus yang belum teridentifikasi
bernama GBV (Reshetnyak et al, 2008).
Investigasi dari agen GB dimulai kembali 25 tahun kemudian,
ketika metode baru untuk virus secara kualitatif analisis dan
pengakuan berkembang. Dari serum yang diambil dalam tahap akut
hepatitis dari marmoset terinfeksi, ditemukan mengandung dua genom
virus: GBV-A dan GBV-B milik virus erat terkait dari Famili
Flaviviridae. Kedua virus mampu mereplikasi di marmoset, tetapi
hanya GBV-B yang dapat menyebabkan hepatitis. Upaya untuk
mendeteksi GBV-A atau GBV-B pada manusia gagal. Sebuah virus
ketiga GBV-C segera diisolasi dari bahan pasien dengan cara primer
yang dirancang khusus ke bagian kekal dari wilayah NS3 dari virus
GBV-A, GBV-B dan HCV. GBV-C ditugaskan ke kelompok GBV
seperti itu sedikit mirip dengan protein GBV-B dalam immunoassay
dan sebagian besar identik dengan GBV-A pada urutan nukleotida.
GBV-C terbukti secara genetik terkait dengan isolat independen lain
60
yang saat awal telah disebut HGV. Kedua virus ini hampir tidak bisa
dibedakan dalam diagnosis rutin oleh polymerase chain reaction
(PCR). Karena tanda-tanda GBV-C / HGV menjadi lebih umumnya
terdeteksi pada pasien dengan hepatitis dan orang-orang beresiko
untuk hepatitis parenteral, hepatitis G dianggap entitas hepatotropic
independen (Reshetnyak et al, 2008).
Percobaan yang menginfeksi simpanse dengan plasma yang
mengandung RNA GBV-C yang diambil dari pasien dengan hepatitis
G (CHG) kronis memberikan hasil yang agak tak terduga. Semua
hewan yang terinfeksi viremia dikembangkan terus-menerus dan
berkelanjutan selama 20 bulan. Namun, ada kasus menunjukkan
peningkatan kadar enzim indikator atau terdeteksi perubahan jaringan
hati yang abnormal dalam spesimen biopsi hati yang diambil secara
mingguan pada semua tindak lanjut. Kera jawa juga diamati memiliki
viremia tanpa tanda-tanda kerusakan hati. Sebaliknya, tanda-tanda
hepatitis dalam bentuk hyperenzymemia dan nekrotik dan inflamasi
perubahan dalam hati muncul hari ke 30 setelah inokulasi dari
marmoset yang juga telah menerima bahan yang mengandung GBV-C
(Reshetnyak et al, 2008).
Investigasi
berbasis
skrining
serologis
lanjut
telah
61
62
63
64
bersama
dengan
ditingkatkan
aktivitas
serum
65
66
67
penelitian
lainnya
menyatakan
bahwa
gambaran
68
69
70
71
i. Pencegahan
Dengan menghindari transfusi darah. Sedikit yang diketahui
tentang transmisi, epidemiologi, dan penyakit yang merangsang
kapasitas HGV kecuali terkadang menghasilkan hepatitis fulminan
non A E. Namun, peran virus ini dalam penyakit hati tidak jelas
ditunjukkan sejak ko-infeksi sering terjadi oleh virus hepatotropic
lainnya. Namun apapun patogenisitas nyata HGV, penemuan virus
baru ini mungkin menular melalui transfusi darah, menimbulkan
masalah skrining darah dan pencegahan penularan (Ebied, 2005).
HGV ditularkan secara seksual. Bayi baru lahir dapat
memperoleh virus dari ibu mereka, tetapi bayi dapat mentoleransi
dengan baik dan mengembangkan imunitas tanpa menampakkan
gejala. Tetapi informasi tentang perjalanan penularan tersebut masih
terbatas. Sehingga perlu dilakukan deteksi dini pada ibu hamil (Horn,
2005)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Epidemiologi penyebaran
a. HAV: Infeksi virus hepatitis A pada negara berkembang umumnya
terjadi pada usia anak-anak hingga dewasa, sedangkan pada negara
maju, dengan endemisitas rendah, infeksi virus hepatitis A pada
umumnya terjadi pada usia dewasa.
b. HBV: Di seluruh dunia, daerah prevalensi infeksi HBV tertinggi
adalah Afrika subsahara, Cina, bagian-bagian Timur Tengah, lembah
Amazone dan kepulauan Pasifik.
c. HCV: Sekitar 2% -3% (130-170 juta) dari populasi dunia telah
terinfeksi HCV: Prevalensi yang paling tinggi terdapat di negara
Mesir.
d. HDV: Infeksi HDV tidak dapat terjadi tanpa HBV. Penularan biasanya
terjadi dengan kontak intra familial atau intim pada daerah prevalensi
yang tinggi, terutama adalah Negara yang sedang berkembang.
72
73
74
75
76
77
78
79
c. HCV: Pada pasien hepatitis C akut yang sembuh, RNA HCV tidak
ditemukan lagi dalam beberapa minggu dan nilai ALT akan kembali
normal.
d. HDV: Perjalanan penyakit Hepatitis D mengikuti perjalanan penyakit
Hepatitis B. Artinya, bila Hepatitis B yang diderita penderita bersifat
akut dan lalu sembuh, VHD juga akan hilang seluruhnya.
e. HEV: Penyakit ini biasanya ringan dan sembuh dalam 2 minggu, tanpa
meninggalkan gejala sisa.
f. HGV: Infeksi karena HGV mempunyai prognosis baik.
9. Mengetahui pencegahan penyakit
a. HAV: Hidup bersih dan sehat dan pemberian vaksinasi.
b. HBV: Pencegahan umum yang mudah di laksanakan oleh seluruh
lapisan masyarakat dengan jalan meningkatkan kesehatan lingkungan.
meningkatkan gizi, dan lain lain. Selain itu dapat pula dengan
pemberian kekebalan melalui imunisasi baik imunisasi aktif maupun
pasif.
c. HCV: Uji saring yang efektif terhadap donor darah, jaringan, maupun
organ
d. HDV: Sampai saat ini vaksin terhadap VHE masih belum ditemukan,
sehingga pencegahan Hepatitis E lebih ditekankan pada upaya-upaya
peningkatan hygiene lingkungan. Tindakan-tindakan yang bisa
80
B. Saran
1. Meningkatkan deteksi dini hepatitis virus pada anak.
2. Melakukan tata laksana yang baik dan benar hepatitis virus pada anak.
3. Melakukan pencegahan dan pengobatan dengan benar hepatitis virus pada
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Alavian S.M. dan Asaari S.H. 2005. Hepatitis D virus infection; Iran, Middle East
and Central Asia. Hepatitis Monthly 5, hal. 137-43.
Anderson, S. dan Lorraine C.W. 1993. Hepatitis Virus, dalam Patofisiologi Konsep
klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 2, Bagian 1. EGC, Jakarta, hal. 441.
Aswati, L. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Anti HBS pada
Anak SD Setelah 10-12 Tahun Imunisasi Hepatitis B di Kota Padang. Tesis.
Universitas Andalas, Padang, hal. 3.
Balisteri, W.F. 1998. Viral Hepatitis in: Pediatric Clinic of America, US, hal. 375407.
Behrman K. dan Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi: 15, Volume 2.
EGC, Jakarta, hal. 1123 1124
Bishop, W.P. 2011. Sistem Pencernaan dalam Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial.
IDAI Edisi VI, hal 493-494.
Brataatmadja, D. 2000. Aspek Laboratorium pada Infeksi Virus Hepatitis C. Jurnal
Kristen Maranatha, Volume 3 No.1, Bandung, hal. 13-19.
CDC. 2010. Hepatitis C. Department of Health and Human Service Devition of Viral
Hepatitis No.21, hal 1.
81
82
Dienstag, J.L. 2008. Acute Viral Hepatitis, dalam: Harrisons Principles of Internal
Medicine Volume II 17th Edition.
Dinkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus. Direktorat Jenderal PP dan
PL Kementerian Kesehatan RI, hal. 19-35.
Djumhana, A. 2011. Hepatitis Non A Non B Non C. Universitas Padjajaran, Bandung,
hal. 1-2.
Ebied, Samia et al. 2005. Detection of Hepatitis G Virus Infection Among Blood
Donors and Hemodialysis Patients. Alexandria University: Journal of the
Medical Research Institute (JMRI) Volume 26, No.3, hal. 233-239.
Florida Department of Health. 2014. Hepatitis G, Guide to Surveillance and
Investigation, hal. 3. Tersedia di: http://www.floridahealth.gov/diseases-andconditions/disease-reporting-and-management/disease-reporting-andsurveillance/_documents/hepatitis_g_investigations_guideline_2.11.14.pdf.
Diunduh pada tanggal 30 November 2014.
Ghany et al. 2009. Diagnosis, Management, and Treatment of Hepatitis C: An
Update. American Association for The Study of Liver Disease Practice
Guidelines Vol. 49 No. 4, hal. 1335.
Gani, R.A. 2014. Hepatitis C, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
VI. Interna Publishing, Jakarta, hal. 1976-1977.
83
Green, C.W. 2005. Hepatitis Virus dan HIV. Yayasan Spiritia, Jakarta, hal. 4.
Hadi, S. 2000. Hepatologi. Mandar Maju, Bandung, hal. 3-34.
Hajiani E. dan Alavi S.M. 2011. A Review on Epidemiology, Diagnosis and
Treatment of Hepatitis D Virus Infection. Jundishapur J Microbiol.
4(Supplement 1): S1-S8.
Hajiani E. dan Hashemi S.J. 2005. Evaluation of AFP in Patients with Hepatitis B
Virus Infection in Diagnosis of Hepatocellular Carcinoma. Yafteh.1 hal, 4551.
Hoofnagle J.H. dan Nelson K.E. Hepatitis E. N Engl J Med. 2012. hal. 44.
Horn, L.W. 2005. Hepatitis. Chelsea House Publisher bab 1, USA, hal. 102.
IKA. 2000. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga.
Media Aesculapius, Jakarta, hal. l525-539.
Irshad M; Singh M.D; Irshad K. 2013. An Insight Into the Diagnosis and
Pathogenesis of Hepatitis C Virus Infection. World Journal Gastroenterology
Volume 19(44), US, hal. 7896-7909.
Isselbacher, et al. 2000. Hepatitis A sampai E, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam, Volume IV, Edisi 13. EGC, Jakarta, hal 1644.
Jurnalis Y.D; Sayoeti, Y; dan Ruselly A. 2013. Hepatitis C pada Anak. Jurnal
Kesehatan Andalas 2(2), Padang, hal 260.
Kliegman. 2000. Viral Hepatitis A to E and Beyond: NIDDK, hal. 2.
84
Purcell R.H. dan Emerson S.U. 2008. Hepatitis E: an emerging awareness of an old
disease. J Hepatol, hal 48.
Ranuh, I.G.N. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia, Edisi I. Satgas Imunisasi IDAI,
Jakarta, hal 83-85.
85
Sanityoso A. dan Christine, G.2014. Hepatitis Viral Akut dalam Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Edisi VI. FKUI, Jakarta, hal. 1945-1956.
Sinaga, J.F. 2014. Pengetahuan Mahasiswi tentang Penyakit Hepatitis A Sebelum dan
Sesudah Penyuluhan di Asrama Esther Hall Universitas Advent Indonesia
Bandung. KTI. Universitas Advent Indonesia Bandung, hal. 2.
Soemoharjo, S. 2008. Hepatitis Virus B, Edisi 2. EGC, Jakarta, hal.1.
Suneetha et al. 2012. HEV-specific T-cell responses are associated with control of
HEV infection. Hepatology Edisi 55, hal. 695708.
86
Teshale, E.H. dan Hu, D.J. 2011. Hepatitis E: Epidemiology and Prevention. World
Journal Hepatology Volume 3, Issue 12, US, hal 285.
WHO. 2010. The Global Prevalence of Hepatitis A Virus Infection and Susceptibility:
A
Systematic
Review.
Tersedia
di:
http://whqlibdoc.who.int/hq/2010/WHO_IVB_10.01_eng.pdf . Diunduh pada
tanggal 27 November 2014.
WHO.