Anda di halaman 1dari 8

1

BEBERAPA MODEL ATAU JENIS KEADILAN


Oleh; Syofirman Syofyan

Aristoteles, di dalam bukunya Nicomachean Ethics telah membagi dua macam


keadilan dalam hal keadilan menurut kesetaraan yakni; pertama, keadilan distributive
dan kedua, keadilan korektif:
1. Keadilan distributive
Keadilan

distributive

adalah

keadilan

yang

dijalankan

dalam

distribusi

penghargaan, kemakmuran, dan asset-aset lain yang dapat dibagi dari komunitas yang
bisa dialokasikan diantara para anggotanya secara merata atau tidak merata. 1 Jadi,
keadilan ini berkaitan dengan distribusi barang-barang dan jasa.
Untuk adanya keadilan ini, menurut Aristoteles, harus ada paling kurang empat
syarat (unsur), yakni; Pertama; dua orang kepada siapa keadilan diberikan, kedua; dua
bagian yang akan dibagikan pada kedua orang di atas, ketiga; dua orang tersebut
setara, keempat; dua bagian yang diberikan tersebut juga setara. Karena itu jika orangorangnya tidak setara, mereka tidak akan mempunyai bagian yang setara. 2

1 Ibid. 1131a
2 Ibid. Misalnya jika individu A dan B tidak setara, hak-hak yang harus dibagikan pada mereka juga tidak
setara, sebaliknya jika kedua individu setara, hak-hak yang harus dibagikan pada mereka harus setara. (Lihat
Kelsen, H Op. cit. Hal. 148.

2. Keadilan Korektif
Keadilan korektif adalah keadilan yang menyediakan prinsip korektif dalam
transaksi privat ...transaksi yang bersifat sukarela maupun yang tidak. 3 Contoh dari
transaksi sukarela adalah;
menjual, membeli, meminjamkan dengan mengenakan bunga, menjanjikan,
meminjamkan tanpa bunga, mendepositokan, menyewakan bangunan; transaksitransaksi seperti ini dikatakan sukarela karena kesemuanya dilakukan dengan
sukarela.4

Jadi, transaksi sukarela ini berkaitan dengan perbuatan hukum yang bersifat
keperdataan

Sedangkan transaksi tidak sukarela dikatakan sebagai sbb;


sebagian dilakukan secara sembunyi-sembunyi, misalnya: pencurian, perzinahan,
meracuni, pelacuran, perbudakan, pembunuhan, kesaksian palsu. Sebagian
lainnya berupa tindak kekerasan, misalnya: menyerang, hukuman penjara,
pembunuhan, perampokan dengan kekerasan, melukai dengan fatal,
berkata-kata kasar, perbuatan memaki.5
Jadi transaksi ini berkaitan dengan kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh
satu atau lebih pelaku kejahatan.
Khusus berkenaan dengan kejahatan ini, berkembang saat ini beberapa model atau
jenis keadilan sebagaimana tabel berikut ini:

3 Ibid. Keadilan korektif ini, menurut Hans Kelsen, dilaksanakan oleh hakim dalam menyelesaikan perselisihan dan
dalam memberikan hukuman terhadap para pelaku kejahatan. (Hans Kelsen. Op cit. Hal. 148.)

4 Aristoteles, Op. cit. 1131a


5 Ibid.

Tabel 1. Kausa, Tujuan penghukuman dan model atau prinsip keadilan yang dipilih

No

Kausa Penghukuman

Tujuan Penghukuman

Prinsip

Perbuatan yang melanggar

Untuk menunjukkan Blaming,

Keadilan
Prinsip

hukum pidana dan

menciptakan keseimbangan

Keadilan

merugikan atau

ketertiban moralitas hukum, dan

Retributif

mendatangkan penderitaan

pemuasan bagi korban (perasaan

pada sikorban dan atau

keadilan atau dendamnya)

masyarakat
Perbuatan yang melanggar

Untuk mencegah terjadinya

hukum pidana dan

(terulangnya ) kejahatan di masa

merugikan atau

datang melalui penjeraan bagi

mendatangkan penderitaan

sipelaku

SDA

pada sikorban dan atau


3

masyarakat
Perbuatan yang melanggar

Untuk;

hukum pidana dan

merugikan atau

seperti semula atau memberikan Restoratif

mendatangkan penderitaan

ganti rugi bagi sikorban dan

pada sikorban

masyarakat

memulihkan

Prinsip
kondisi

korban keadilan

- menciptakan rekonsiliasi antara


pelaku dengan korban dan
masyarakat.

Perbuatan yang melanggar Untuk mencegah terjadinya

Prinsip

hukum

dan (terulangnya ) kejahatan di masa

Keadilan

atau datang dengan memperbaiki

Rehabilitatif

pidana

merugikan

mendatangkan penderitaan mental dan sikap atau prilaku


pada pelaku tindak pidana sipelaku
itu sendiri

A. Model Keadilan Retributif


Pada model keadilan retributif, tujuan penghukuman sebagaimana yang
tergambar pada nomor 1 dan 2 dalam tabel 1 di atas muncul karena kejahatan itu
dilihat lebih sebagai sebagai suatu perbuatan dan akibatnya. Kejahatan merupakan
perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagai

pelanggaran hukum pidana dan

pelanggaran itu mengenai sikorban,6merugikan atau mendatangkan penderitaan


pada sikorban dan atau masyarakat, mempunyai sifat tercela (censured) dan tidak
dapat diterima (disapprobation).

Perbuatan dan akibat dalam hal ini memiliki

keterkaitan erat. Derjat atau berat ringannya perbuatan akan ditentukan oleh akibat
yang ditimbulkannya. Semakin besar kerugian atau penderitaan sikorban semakin
berat perbuatan jahat yang dilakukan. Karena kejahatan mendatangkan penderitaan
pada

sikorban

atau

masyarakat

maka,

ketika

hal

itu

terjadi,

timbul

ketidakseimbangan ketertiban moralitas hukum yang berupa kerugian bagi sikorban


sedangkan sebaliknya tidak ada kerugian bagi pelaku.

6 Lihat Andrew von Hirsch, Proportionality in the Philosophy of Punishment, Crime


and Justice, vol. 16, 1992. (Selanjutnya disebut Hirsc, Av. I), hal. 73.

Hal ini jika dibiarkan akan menimbulkan ketidak puasan bagi sikorban.
Karena itu hukuman harus menjadi alat untuk menciptakan keseimbangan ketertiban
moralitas hukum antara sipelaku dengan korban dan sekaligus sebagai alat pemuas
rasa keadilan (dendam) sikorban. Caranya

adalah dengan cara menjadikan

hukuman tersebut sebagai hal yang merugikan dan memberikan penderitaan bagi
sipelaku sekaligus menunjukkan pencelaan dan ketidakterimaan atas perbuatannya.
Agar adil, maka hukuman (penderitaan dan kerugian) yang diterima sipelaku harus
proporsional dengan kejahatan (penderitaan dan kerugian) yang dilakukannya
terhadap sikorban dan atau masyarakat.
Masih pada model keadilan retributif,tujuan penghukuman yang tergambar
pada nomor 2 dalam tabel 1 di atas muncul dengan pandangan yang pada dasarnya
sama dengan tujuan penghukuman yang tergambar pada nomor 1 dalam tabel 1,
namun ditambah dengan satu tujuan akhir yakni mencegah terjadinya (terulangnya )
kejahatan di masa datang(deterrence theory) Tujuan akhir ini bisa tercipta dengan
suatu logika sbb;
Hukuman harus membuat jera si pelaku dan orang lain sehingga baik pelaku
maupun orang lain tersebut tidak mau lagi melakukan kejahatan. Penjeraan tersebut
dapat dilakukan dengan memberikan hukuman yang proporsional seperti konsep di
atas yakni hukuman harus setimpal dengan kejahatan. Meskipun cara ini sebenarnya
dimaksudkan untuk memberikan keadilan antara pelaku kejahatan dengan sikorban,
namun sebenarnya adalah memberikan keadilan antara satu pelaku kejahatan
dengan pelaku kejahatan lainnya melalui konsep; hukuman yang berat untuk
kejahatan yang berat dan hukuman yang ringan untuk kejahatan yang ringan. Jika

sama hukumannya antara kejahatan yang ringan dengan kejahatan yang berat,
maka dikhawatirkan pelaku kejahatan berat akan mengulangi perbuatannya karena
merasa hukumannya cuma ringan, sedangkan pelaku kejahatan ringan (misalnya
mencopet) akan melakukan kejahatan yang lebih berat lagi (misalnya merampok
Bank) karena merasa hukumannya sama saja dengan melakukan kejahatan ringan
padahal hasilnya jauh lebih besar.7

Model keadilan retributive ini berasal dari konsepkeadilan korektif Aristoteles


yang menurutnya adalah upaya untuk menyeimbangkan kembali posisi kedua belah
pihak ketika pihak yang satu mendapat keuntungan dengan kerugian bagi orang lain
sehingga

menciptakan dua bagian garis (pelaku dan korban) yang tidak setara.

Menurut Aristoteles hakim berusaha keras untuk membuat mereka (kedua bagian
garis) menjadi setara dengan penalti atau kerugian yang dijatuhkannya. 8

Dalam hal transaksi tidak sukarela, transaksi ini dikatakan sebagai:


sebagian dilakukan secara sembunyi-sembunyi, misalnya: pencurian,
perzinahan, meracuni, pelacuran, perbudakan, pembunuhan, kesaksian
palsu. Sebagian lainnya berupa tindak kekerasan, misalnya: menyerang,
hukuman penjara, pembunuhan, perampokan dengan kekerasan, melukai
dengan fatal, berkata-kata kasar, perbuatan memaki. 9
Prinsip keadilan dalam transaksi tidak sukarela ini kemudian dikembangkan dalam
bentuk prinsip keadilan retributif dalam hukum pidana, sebagaimana yang
7 Lihat Cessare Beccaria, On Crimes and Punshments and Other writings,
Cambridge University Press, P. 21.
8Ibid. 1132a.
9 Ibid.

dikembangkan antara lain oleh Andrew von Hirsch, yang berujung pada adanya
hukuman yang berupa sesuatu yang merugikan dan menderitakan sipelaku
kejahatan sebagai imbangan atas kerugian dan penderitaan yang dialami sikorban.
Hukuman ini ditetapkan melalui suatu putusan hakim menurut kemauan atau
pertimbangan hakim tersebut, bukan menurut kemauan atau kesepakatan para
pihak.
B. Model Keadilan Restoratif
Pada model keadilan restoratif, tujuan penghukuman sebagaimana yang
tergambar pada nomor 4 dalam tabel 1 di atas muncul karena kejahatan itu, lebih
dipandang pada faktor akibatnyayakni perbuatan yang merugikan sikorban dan
atau masyarakat. Karena itu hukuman harus dalam bentuk upaya untuk memulihkan
kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut sehingga bisa diciptakan
rekonsiliasi diantara para pihak yakni pelaku dengan korban dan masyarakat dan
dengan sendirinya keadaan dapat dikembalikan pada kondisi semula. 10
Keadilan korektif Aristoteles tidak terdengar dikembangkan menjadi bentuk
prinsip keadilan retributif yang bermuara pada hukuman seperti hukuman yang
merugikan dan menderitakan sipelaku kejahatan pada hukum pidana.
C. Model Keadilan Rehabilitatif
Pada model keadilan rehabilitatif, tujuan penghukuman sebagaimana yang
tergambar pada nomor 3 dalam tabel 1 di atas muncul karena kejahatan itu,
10Musakkir, Penerapan Prinsip Keadilan Restoratif Terhadap Penyelesaian Perkara Pidana Dalam
Perspektif Sosiologi Hukum, Buku Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas hasanuddin Dalam Rapat Senat Luar Biasa Universitas Hasanuddin, 12 Juli 2011, hal. 4-5. Lihat juga
Lihat Walgrave, L. and Geudens, H. Op cit., p. 363

meskipun diakui sebagai hal yang merugikan namun lebih dilihat pada faktor
pelakunya. Karena itu hukuman harus dalam bentuk upaya untuk merehabilitasi
mental dan sikap atau prilaku sipelaku kejahatan sehingga sesuai dengan nilai-nilai
sosial budaya yang ada pada masyarakat yang bersangkutan. 11 Jika tujuan ini
tercapai maka otomatis tidak akan terulang kejahatan tersebut di masa datang.
Pada kasus pidana yang tidak menimbulkan kerugian pada orang lain,
model atau prinsip yang paling logis digunakan adalah model atau prinsip keadilan
rehabilitatif. Alasanya adalah karena kejahatan tersebut tidak menimbulkan kerugian
yang nyata pada pihak lain. Sebagai contoh, pengguna narkoba secara tidak sah
untuk diri sendiri, secara nyata tidaklah merugikan siapa-siapa kecuali yang
bersangkutan sendiri. Karena itu, secara logika tidak ada kerugian yang harus dia
ganti

terhadap

orang

lain.

Penghukuman

berdasarkan

prinsip

retributifakanmemperbesar penderitaannya dan kemungkinan besar tidak akan


menyembuhkan fisiknya dari kecanduan dan tidak akan merubah menal dan
prilakunya sebagai pecandu. Sebaliknya penggunaan model keadilan rehabilitatif
akan dapat menolong memulihkan tidak hanya fisik sipengguna narkoba tetapi juga
memperbaiki mental dan sikap atau prilakunya untuk menjauhi narkoba, karena hal
inilah yang dituju oleh model atau prinsip keadilan ini.

11 Lihat Walgrave, L. and Geudens, H. Op. cit, p. 362-363

Anda mungkin juga menyukai