Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn X DENGAN POST KRANIOTOMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Preoperatif


Dosen Mata Ajar Rudi Haryono S.Kep.,Ns.,M.Kep

KELAS 3B
KELOMPOK 5
1. Bryan Candra Maulana
2. Dwi Putri Lestari
3. Santi Listi Astuti

2520142480
2520142487
2520142512

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
20116

BAB II
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem persarafan terdiri atas otak, medula spinalis, dan saraf perifer. Struktur
ini bertanggung jawab mengendalikan dan menggordinasikan aktivitas sel
tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut
berlangsung melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras. Secara langsung dan
terus menerus. Perubahan potensial elektrik menghasilkan respons yang akan
mentransmisikan sinyal-sinyal (Batticaca, F., 2008).
Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot,
peristiwa viseral yang berubah dengan cepat, menerima ribuan informasi dari
berbagai

organ

sensoris

dan

kemudian

mengintegrasikannya

untuk

menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh. Membran sel bekerja sebagai
suatu sekat pemisah yang amat efektif dan selektif antara cairan ektraselular
dan cairan intraselular antara cairan ektraselular dan cairan intraselular .
Didalam ruangan ekstra selular ektraselular, disekitar neuron terdapat cairan
dengan kadar ion natrium dan klorida, sedangkan dalam cairan intraselular
terdapat kalium dan protein yang lebih tinggi. Perbedaan komposisi dan kadar
ion-ion didalam dan diluar sel mengakibatkan timbulnya suatu potensial
membran.
Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua
bagian cranium (adakalanya disebut kalvaria) terdiri atas delapan tulang, dan
kerangka wajah terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai
permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai
dengan otak dan pembuluh darah ( Pearce, E., 2002 ).
Kemajuan teknologi dan adanya perbaikan prosedur pencitraan dan teknik
pembedahan memungkinkan ahli bedah neuro melokalisasi dan mengatasi lesi

intrakranial dengan ketepatan lebih besar dari pada sebelumnya. (Cicilia


UzuMaki BanGeuD di 20.53, 2011)
Tindakan bedah Intrakranial atau disebut juga kraniotomi, merupakan suatu
intervensi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pada Intrakranial.
Artinya kraniotomi dilakukan dengan maksud pengambilan sel atau jaringan
intrakranial yang dapat terganggunya fungsi neorologik dan fisiologis
manusia atau dapat juga dilakukan dengan pembedahan yang dimasudkan
pembenahan letak anatomi intrakranial. (Cicilia UzuMaki BanGeuD di 20.53,
2011)
Pada pasien kraniotomi akan terlihat tanda dan gejala berupa pada penurunan
kesadaran, nyeri kepala sebentar kemudian membaik beberapa waktu
kemudian timbul gejala yang berat dan sifatnya progresif seperti: nyeri kepala
hebat, pusing, penurunan kesadaran, pada kepala terdapat hematoma
subkutan, pupil dan isokor, kelemahan respon motorik konta lateral, reflek
hiperaktif atau sangat cepat, bila hematoma semakin meluas maka timbul
gejala deserebrasi dan gangguan tanda vital serta fungsi respirasi ( Brunner &
Suddarth, 2002 ).
Setiap dilakukan tindakan kraniotomi, biasanya pasien selalu lebih sensitif
terhadap suara yang keras. Pada pasien bisa juga terjadi afasia, kemungkinan
lain yang bisa terjadi adalah paralisis, buta, dan kejang. Pasien yang tidak
mengalami komplikasi, kemungkinan dapat segera keluar dari rumah sakit.
Gangguan kognitif dan bicara setelah operasi memerlukan evaluasi psikologis,
terapi bicara, dan rehabilitasi (Brunner & Suddarth, 2002).
Komplikasi bedah kraniotomi meliputi peningkatan tekanan intraokuler
(TIK), infeksi dan defisit neurologik. Selanjutnya peningkatan TIK dapat
terjadi sebagai akibat edema serebral atau pembengkakan dan diatasi dengan
manitol, diuretik osmotik, Disamping itu pasien juga memerlukan intubasi
dan penggunaan agens paralisis. Infeksi mungkin karena insisi terbuka, pasien
harus mendapat terapi antibiotik dan balutan serta sisi luka harus dipantau
untuk tanda infeksi, peningkatan drainase,bau menyengat,drainase purulen

dan kemerahan serta bengkak sepanjang garis insisi, defisit neurologik dapat
diakibatkan oleh pembedahan. Pada pasca operasi status neurologik pasien
dipantau dengan ketat untuk adanya perubahan, apabila tindakan ini tidak
segera dilakukan akan menyebabkan kematian ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Mampu mengetahui pengertian kraniotomi.
2. Mampu menjelaskan indikasi penggunaan kraniotomi.
3. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja untuk
perawatan pasien pre, intra dan pasca kraniotomi.
4. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien operasi
kraniotomi.

BAB II
Tinjauan Pustaka
A. DEFINISI
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth.
2002)

Menurut Poppy Kumala (1998), craniotomy adalah tindakan


setiap operasi kranium (tulang tengkorak).
Menurut
mencakup

Brunner

pembukaan

&

Suddart

tengkorak

(2001),

melalui

kraniotomi

adalah

pembedahan

untuk

meningkatkan akses pada struktur intracranial.


Craniotomy adalah suatu pembedahan untuk menghilangkan
sebagian dari tulang tengkorak untuk tujuan mengoperasi jaringan,
biasanya otak. Tulang ditutup kembali di akhir prosedur. Jika tulang
penutup tidak diganti, prosedur tersebut dinamakan kraniektomi.
Craniotomy digunakan dibeberapa prosedur yang berbeda, meliputi
kepala, trauma, tumor, infeksi, aneurisma dan lain-lain (Torchbox,
2005).

Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan


menggunakan bahan plastic atau metal plate.

B. ETIOLOGI
Etiologi dilakukannya Kraniotomi karena :
a Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak.
b

Misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul.


Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak.

Misalnya membentur tanah atau mobil.


c Kombinasi keduanya. (Aca.Erlind_Dolphin di 18.57, 2011)

C. MANIFESTASI KLINIK
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah
sebagai berikut :
a Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b Mengurangi tekanan intrakranial.
c Mengevakuasi bekuan darah .

d
e
f
g
h
i
j

Mengontrol bekuan darah,


Pembenahan organ-organ intrakranial,
Tumor otak,
Perdarahan (hemorrage),
Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
Peradangan dalam otak
Trauma pada tengkorak. (Cicilia UzuMaki BanGeuD di 20.53, 2011)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
a Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak
sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran
jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada
b

iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.


Pencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi

di potongan lain.
Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis
Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan

otak akibat edema, perdarahan trauma


Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen

tulang
Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan

batang otak
Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan

aktivitas metabolisme pada otak


Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid

Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK


Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan

dalam meningkatkan TIK/perubahan mental


Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadap penurunan kesadaran


Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang. (Doenges, Marilynn.E,
1999)

E. KOMPLIKASI POST OP
Kraniotomi dapat menyebabkan keadaan-keadaan ini :
a Peningkatan TIK yang disebabkan oleh edema serebral
b Cedera terhadap saraf kranial
c Kejang karena gangguan kortikal
d Infeksi (meningitis). (Engram, 1998)
F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien
5. Mempersiapkan pasien pulang
Perawatan pasca pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasi
a) Monitor kesadaran, tanda tanda vital, CVP, intake dan out
put
b) Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c) Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati
hati jangan sampai drain tercabut.
d) Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan


menelan

makanan

sesudah

pembedahan,

makanan

yang

dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi


protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung
antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk
pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
Perut tidak kembung
Peristaltik usus normal
Flatus positif
Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus
tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang
menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi
dini
4. P e m e n u h a n k e b u t u h a n e l i m i n a s i
a. Sistem Perkemihan
Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam
post anesthesia inhalasi, IV, spinal
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi abdomen bawah
(distensi buli buli)
Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine <30
ml/jam komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal
Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama
dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat

meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO


mneingkat
Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
Kaji paralitik ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak
flatus
Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam
Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung
Meningkatkan istirahat.
Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
Memonitor perdarahan.
Mencegah obstruksi usus.
Irigasi atau pemberian obat.
Proses penyembuhan luka
a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang
rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh
dimana serabut-serabut bening digunakan sebagaikerangka.
b. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen,
seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu.
Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
d. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
a.
b.
c.
d.

Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.


Menghindari obat obat anti radang seperti steroid
Pencegahan infeksi
Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan


latihan napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
G. Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi ;
1. Tidak timbul nyeri luka selama proses penyembuhan
2. Luka insisi normal tanpa infeksi
3. Tidak timbul komplikasi
4. Pola eliminasi lancer
5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat
6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal
7. Sebelum pulang pasien mengetahui tentang :
Pengobatan lanjutan.
Jenis obat yang diberikan.
Diet.
Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.
H. Teknik Pembedahan
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Headup
kurang lebih 15 derajat (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan
kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi
saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di
bahu kiri dan sebaliknya.

2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka,
penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek
steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk

kosmetik, sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk


mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya N VII
( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis
orbita)
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin
1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi
dengan doek steril.
5. Operasi
Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Kompres dengan kasa
basah. Di bawahnya diganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah
tidak tertekuk (bahaya nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal flap
dan fiksasi pada doek. Buka pericranium dengan diatermi. Kelupas secara
hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole dan
gergaji kemudian dan rawat perdarahan. Penentuan lokasi burrhole
idealnya pada setiap tepi hematom sesuai gambar CT scan. Lakukan
burrhole pertama dengan mata bor tajam (Hudsons Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah menembus
tabula interna. Boorhole minimal pada 4 tempat sesuai dengan merkering.
Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang
boorhole dengan kapas basah/ wetjes.
Buka tulang dengan gigli. Bebaskan dura dari cranium dengan
menggunakan sonde. Masukan penuntun gigli pada lubang boorhole.
Pasang gigli kemudian masukkan penuntun gigli sampai menembus lubang
boorhole di sebelahnya. Lakukan pemotongan dengan gergaji dan asisten
memfixir kepala penderita.

Patahkan tulang kepala dengan flap ke atas menjauhi otak dengan cara
tulang dipegang dengan knabel tang dan bagian bawah dilindungi dengan
elevator kemudian miringkan posisi elevator pada saat mematahkan tulang.
Setelah nampak hematom epidural, bersihkan tepi-tepi tulang dengan
spoeling dan suctioning sedikit demi sedikit. Pedarahan dari tulang dapat
dihentikan dengan bone wax. Gantung dura (hitch stich) dengan benang
silk 3.0 sedikitnya 4 buah. Evakuasi hematoma dengan spoeling dan
suctioning secara gentle. Evaluasi dura, perdarahan dari dura dihentikan
degan diatermi. Bila ada perdarahan dari tepi bawah tulang yang merembes
tambahkan hitch stich pada daerah tersebut kalau perlu tambahkan
spongostan di bawah tulang. Bila perdarahab profus dari bawah tulang
(berasal dari arteri) tulang boleh diknabel untuk mencari sumber
perdarahan kecuali dicurigai berasal dari sinus. Bila ada dura yang
robekjahit dura denga silk 3.0 atau vicryl 3.0 secara simpul dengan jarak
kurang dari 5mm. Pastikan sudah tidak ada lagi perdarahan dengan
spoeling berulang-ulang.
Pada subdural hematoma

setelah

langkah

membuka

salanjutnya

adalah

dilakukan

kraniektomi

duramater.

Sayatan

pembukaan dura seyogianya berbentuk tapal kuda (bentuk U) berla wanan dengan sayatan kulit. Duramater dikait dengan pengait dura,
kemudian bagian yang terangkat disayat dengan pisau sampai terlihat
lapisan mengkilat dari arakhnoid. (Bila sampai keluar cairan otak, berarti
arachnoid sudah turut tersayat). Masukkan kapas berbuntut melalui lubang
sayatan ke bawah duramater di dalam ruang subdural, dan sefanjutnya
dengan kapas ini sebagai pelindung terhadap kemungkinan trauma pada
lapisan tersebut.
Perdarahan dihentikan dengan koagulasi atau pemakaian klip khusus.
Koagulasi yang dipakai dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan untuk
pembuluh darah kulit atau subkutan. Reseksi jaringan otak didahului
dengan koagulasi permukaan otak dengan pembuluh-pembuluh darahnya

baik arteri maupun vena. Semua pembuluh darah baik arteri maupun vena
berada di permukaan di ruang subarahnoidal, sehingga bila ditutup maka
pada jaringan otak dibawahnya tak ada darah lagi. Perlengketan jaringan
otak dilepaskan dengan koagulasi. Tepi bagian otak yang direseksi harus
dikoagulasi untuk menjamin jaringan otak bebas dari perlengketan. Untuk
membakar permukaan otak, idealnya dipergunakan kauter bipolar. Bila
dipergunakan kauter monopolar, untuk memegang jaringan otak gunakan
pinset anatomis halus sebagai alat bantu kauterisasi.
Pengembalian tulang. Perlu dipertimbangkan dikembalikan/ tidaknya
tulang dengan evaluasi klinsi pre operasi dan ketegangan dura. Bila tidak
dikembalikan lapangan operasi dapat ditutup lapis demi lapis dengan cara
sebagai berikut. Teugel dura di tengah lapangan operasi dengan silk 3.0
menembus keluar kulit. Periost dan fascia ototo dijahit dengan vicryl 2.0.
Pasang drain subgaleal. Jahit galea dengan vicryl 2.0. Jahit kulit dengan
silk 3.0. Hubungkan drain dengan vaum drain (Redon drain). Operasi
selesai. Bila tulang dikembalikan, buat lubang untuk fiksasi tulang, pertama
pada tulang yang tidak diangkat (3-4 buah). Tegel dura ditengah tulang
yang akan dikembalikan untuk menghindari dead space. Buat lubang pada
tulang yang akan dikembalikan sesuai dengan lokasi yang akan di fiksasi
(3-4 buah ditepi dan2 lubang ditengah berdekatan untuk teugel dura).
Lakukan fiksasi tulang dengan dengan silk 2.0, selanjutnya tutup lapis demi
lapis seperti diatas.
I. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
J. Intervensi

No
1.

Diagnosa

Criteria Hasil /

Keperawatan
Gangguan

Tujuan
Tujuan:

Keperatan
1. Kaji nyeri, catat1.

nyaman Setelahdilakukan

lokasi,karakteristik,

rasa

nyeri berhubu

tindakan keperawatan

ngan dengan rasa


luka insisi

Intervensi

nyeri

teratasi
tertangani

skala

dapat Selidiki

Rasionalisasi
Berguna

dalam

pengawasan

(0-10). keefektifan

obat,

dan kemajuan penyemb

atau laporkan perubahan

uhan.

Perubahan

dengan nyeri dengan tepat.

pada

karakteristik

baik.

nyeri menunjukkan

Kriteria hasil:

terjadinya abses.

Melaporkan rasa

nyeri

hilang

2.

atau

tegangan abdomen

terkontrol.

yang

Mengungkapkan

metode pemberian
menghilang

Mengurangi
bertambah

dengan

posisi

2. Pertahankan posisi telentang.

rasa istirahat

nyeri.

semi3.

fowler.

Meningkatkan
normalisasi fungsi

organ,

contoh

Mendemonstrasikan

merangsang

penggunaan

peristaltic

teknik

dan

relaksasi dan aktivitas3. Dorong ambulasi kelancaran


hiburan

dini

dan

menurunkan

sebagi penghilang

ketidak

rasa nyeri

abdomen.
4.

flatus,

nyamanan

Menghilangkan
dan

mengurangi

nyeri
melelui penghilanga
n ujung saraf

catatan:

jangan

lakukan
kompres panas
4. Berikan kantong es karena
pada abdomen

dapat

menyebabkan
kongesti jaringan.
5.

Menghilangkan
nyeri
mempermudah
kerja sama dengan
intervensi

terapi

lain.

5. Berikan analgesic
2.

Kerusakan

Tujuan:Setelah

integritas

berikan

kulit berhubu

pasien

sesuain indikasi
di1. Kaji dan catat1.

tindakan ukuran,
tidak

warna, terjadinya

keadaan luka, dan komplikasi.

ngan dengan mengalami gangguan kondisi


luka insisi

integritas

sekitar

kulit. luka.

Kriteria hasil:

2. Lakukan kompres2.

basah
Menunjukkan penye

dan

atau

Merupakan

sejuk tindakan
terap

mbuhan luka tepat irendaman.


waktu.

Mengidentifikasi

3.

yang

dapat

mengurangi nyeri.
3.

Pasien Lakukan perawatan

protektif

Memungkinkan
pasien

lebih bebas

menunjukkan

luka dan hygiene bergerak

perilaku

sesudah mandi, lalu meningkatkan

dan

untuk meningkatkan
penyembuhan

keringkan

kulit kenyamanan pasien.

dan dengan hati - hati. 4.

mencegah

proses penyembuha

komplikasi.

4.

Berikan prioritas n dan rehabilitasi


untuk meningkatka
n

3.

Resiko tinggi Tujuan:


infeksi berhub

Setelah

1.

pasien,

kenyamanan

pasien.
Awasi

tanda -1.

dilakukan tanda

ungan dengan tindakan


higiene

Mempercepat

Deteksi

dini

adanya infeksi.

vital, perhatikan

luka keperawatan. Pasien demam, menggigil,

yang buruk

diharapkan

tidak berkeringat

mengalami

infeksi. dan perubahan

Kriteria hasil:

mental

peningkatan
Tidak menunjukkan
Tidak

nyeri

abdomen.

adanya tandainfeksi. 2.

dan

Lihat lika insisi

terjadi dan balutan. Catat2.

infeksi.

Memberikan

karakteristik,

deteksi

drainase luka.

terjadinya

3.

Lakukan
tangan

dini
proses

cuci infeksi.

yang baik3.

dan

Menurunkan
penyebaran bakteri

lakukan perawatan
luka aseptic.
4. Berikan antibiotik
sesuai indikasi.

4. Mungkin diberikan
secara

profilaktif

untuk menurunkan

jumlah

organism,

dan
untuk menurunkan
penyebaran
dan pertumbuhanny
4.

Gangguan
perfusi

Tujuan:

a.
Observasi1. Tirah baring lama

1.

Setelah dilakukan

ekstermitas

dapat mencetuskan

jaringan

perawatan

berhubungan

terjadi

dengan

perfusi jaringan.

resiko

perdarahan

Kriteria hasil:

pembentukan

tidak terhadap pembengk


gangguan akan, dan eritema.

Tanda-tanda

vital

stabil.

2.

vena

dan

meningkatkan

trombosis.
Evaluasi

status2.

Kulit klien hangat mental. Perhatikan


dan kering

statis

terjadinya

Indikasiyang
menunjukkanembol
isasi sistemik pada

Nadi perifer ada dan hemaparalis, afasia, otak


kuat.

Masukan

kejang,
atau dan

haluaran seimbang
5.

Kekurangan

Tujuan:

volume cairan

muntah
peningkatan

TD
1. Awasi intake dan1.

Setelah dilakukan out put cairan.

Memberikan
informasi

berhubungan

tindakan keperawatan

tentang penggantian

dengan

pasien menunjukkan

kebutuhan

perdarahan

keseimbangan cairan2. Awasi TTV, kaji fungsi organ.

post operasi.

yang adekuat

membrane mukosa,2.

Tanda - tanda vital turgor


stabil.

kulit, keadekuat

dan
Indicator
volume

membrane mukosa, sirkulasi / perfusi.

Mukosa lembab

nadi

Turgor
kulit

pengisian kapiler.

/ pengisian3.

kapiler baik.

perifer dan
Awasi

pemeriksaan
Haluaran laboratorium.

urine baik.

3.

Memberikan
informasi
volume

tentang
sirkulasi,

4. Berikan cairan IV keseimbangan


atau produk

darah cairan

sesuai indikasi.

dan

elektrolit.
4.

Mempertahankan
volume sirkulasi

BAB III
Kasus dan Proses Keperawatan
A. Kasus
Ny. A berumur 32 tahun, akan menjalani operasi sectio caesarea (SC) dengan
diagnosa Medis CPD pada hari ini pukul 09.30-09.50 WIB. Sebelum operasi
telah dilakukan pengecekan berkas lengkap berupa hasil USG , Pelvimetri dan
Inform Consent. Sebelumnya pasien telah menjalani puasa selama 6-8 jam,
dan telah diinjeksikan ondansentron 4mg/2ml. Pasien akan diberikan spinal
anestesi, kemudian pasien diposisikan supinasi. Tanda- tanda vital pasien
Tekanan Darah : 110/60 mmHg, Respiration Rate : 26x/mnt, Nadi : 90 x/mnt
dan Suhu : 36,2 C.

a) Pengkajian
1. Biodata Pasien
a.

Nama

: Ny. X

b.

Umur

: 48 tahun

c.

No. CM

: 29. 63. 09

d.

Bangsal

: Cendana

e.

Dx. Medis

f.

Tindakan Operasi

: Kraniotomi

g.

Jenis Anestesi

: Spinal Anestesi

h.

Kamar Operasi/Tgl

: OK 1/ 21 September 2016

i.

Ceck list Pre Operatif tentang :

Gelang identitas

: Ada

Informent Consent

: Ada

Pasien Puasa

: 6 8 jam

Premedikasi

: Ondansentron 4mg/2ml

Penyakit kronis menahun

: Tidak ada

Catatan Alergi

: Tidak ada

2.

Data Subyektif : -

3.

Data Obyektif
1. Pasien sadar dengan spinal anestesi
2. Tidak ada batuk
3. Posisi pasien : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
4. TD
: 110/60 mmHg
5. RR
: 26 x/menit
6. Nadi : 90 x/menit,
7. S: 362 C
8. Lebar luka
: 15 cm, Horizontal
9. Lama Pembedahan
: 15 menit
10. Jumlah pendarahan : 500 cc

Anda mungkin juga menyukai