PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sampai saat ini penyakit DHF masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Angka kesakitan dan kematian DBD di berbagai Negara sangat bervariasi
tergantung pada berbagai faktor, seperti: status kekebalan dari populasi, kepadatan
Vektor dan frekuensi penularan (seringnya terjadi penular Venus Dengue), Prevalensi
Serotype Virus Dengue dan keadaan cuaca.
Penderita penyakit DHF jika tidak mendapat perawatan yang memadai dapat
mengalami pendarahan yang hebat, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Oleh
karena itu semua kasus DHF sesuai dengan criteria WHO harus mendapat perawatan
di tempat pelayanan kesehatan ataupun Rumah Sakit. Sebenarnya penyakit DHF
dapat dicegah dengan menghindari gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes
Algopicna. Selain itu pencegahan dapat dilakukan dengan mengupayakan perbaikan
lingkungan yaitu melenyapkan tempat bertelur dan beristirahatnya nyamuk, baik
secara alami ataupun menggunakan insektisida.
Banyak factor yang mempengaruhi kejadian penyakit DHF antara lain: factor
hospes (host), lingkungan (environment) dan factor virus itu sendiri. Faktor hospes
yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Factor lingkungan (environment)
yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin,
kelembaban, musim), kondisi demografis (kepadatan mobilitas, perilaku, adat
istiadat, sosekonomi, penduduk), jenis dan kepadatan nyamuk sebagai penular
penyakit.
B. TUJUAN
1. Mengetahui definisi, epidemologi, patogenesis, klasifikasi, tanda dan
gejala, manifestasi klinis, komplikasi, pencegahan dan pengobatan DHF .
2. Dapat menerapkan asuhan keperawatan DHF pada pasien
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai
akibat dari kebocoran plasma yang dapagt menyebabkan kematian. (Rohim dkk, 2002
; 45)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat
pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk
pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).
B. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat
di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis
virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel mamalia misalnya sel BHK
(Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk
aedes
aegypti, nyamuk
aedes
albopictus, aedes
D. PATHWAY
Aedes Aegypti
Permeabilitas Vaskuler
Toksin
Gangguan Termoregulasi
Set point
Histamin
Dx Hipertermi
Renjatan hipovolemik
Sinapsis
Kebocoran Plasma (
Vol Plasma)
Asidosis Metabolik
Mual Muntah
Nyeri
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian
atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat.
(Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan
akan tejadi renjatan pada penderita .
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis
disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.
F. KLASIFIKASI DHF
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji
tourniquet positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 20 mmHg ), tekanan darah
menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0
0/0 )
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Leukopenia hari ke2 atau 3
Trombositopenia dan hemokonsentrasi
BT memanjang, CT dalam batas normal
Penurunan faktor II, V, VII, IX dan X
2. Kimia darah
Hipoproteinemia
Hiponatremia
GOT/GPT, Ureum, pH darah mungkin naik
3. Urine
Albuminuria ringan
4. Sumsum tulang
Hiposeluler menjadi hiperseluler (hari ke 5), dalam batas normal.
5. Serologi
Hemagglutination-inhibition (HI)
Complement fixation (CF)
Nutralization test (NT)
MAC-ELISA
Indirect IgG ELISA
6. Isolasi virus
H. KOMPLIKASI
Peningkatan jumlah kasus ini mempunyai hubungan dengan manifestasi tidak
umum, manifestasi ini termasuk fenomena SSP seperti kejang, spastisitas, perubahan
kesadaran dan proses transit. Bentuk kejang halus kadang terjadi selama fase demam
pada bayi. Kejang ini mungkin hanya kejang demam sederhana, karena cairan
serebrospinal ditemukan normal dalam kasus ini. Intoksikasi air akibat dari
20%
pada
masa
akut
dibandingkan
dengan
masa
penyembuhan.
Menurut pedoman tersebut diagnosis klinis demam berdarah dengue sudah
dapat ditegakkan bila ditemukan dua gejala klinis disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit. Bila ditemukan anemia atau
perdarahan hebat, efusi pleura dan atau adanya hipoalbuminemi, menandakan adanya
kebocoran plasma.
Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita dengan
pencegahan dan juga cara pencegahan atau pemberantasan yang belum mantap
menyebabkan saat ini penyakit DBD masih akan merupakan masalah besar kesehatan
:
1. Kasus akan makin banyak, bahkan wabah masih akan terjadi.
2. Peningkatan kasus menyolok di kota-kota besar.
3. Kota/tempat yang lebih kecil akan sering menerima limpahan
kenaikan kasus dari kota-kota besar, terutama dengan makin
meningkatnya hubungan/transportasi.
4. Partisipasi masyarakat masih sulit, lebih-lebih di kota-kota besar.
Partisipasi dalam pencegahan/pemberantasan secara swadana
(membayar)
akan
meningkat
di
kelompok/tempat-tempat
Pencegahan
penyakit DBD di kota-kota kecil akan lebih baik dan bersamasama dengan program pemerintah akan dapat menghambat
penyebaran/peningkatan penyakit ini.
5. Program pencegahan/pemberantasan dari pemerintah akan lebih
berhasil guna mengingat keterlibatan instansi lintas program dan
lintas sektoral yang lebih terkoordinir.
6. Para dokter akan makin trampil menangani kasus-kasus DBD;
selain karena pengalaman juga training yang dilakukan maupun
penyebaran informasi terbaru lewat seminar dan lain- lain,
sehingga dapat makin menurunkan angka kematian. Makin
lengkapnya peralatan dan unsur penunjang lain seperti kemampuan
laboratorium, juga akan membantu menurunkan angka kematian
tersebut.
7. Dari data tahun-tahun sebelumnya tampak adanya kecenderungan
kasus-kasus dewasa meningkat; hal ini diperkirakan akan tetap
meningkat pada saat ini, meskipun sebab
diketahui.
Strategi Baru Pencegahan/Pemberantasan DBD
Strategi baru tentang pemberantasan penyakit DBD mulai
diintensiflcan sejak tahun 1991. Strategi barn tersebut pada prinsipnya
berupa pemberantasan vektor yang intensif, terdiri dari rangkaian
kegiatan sebagai berikut :
1. Fogging masal dua siklus sebelum musim penularan di
daerah endemis DBD, yang diikuti dengan
2. Abatisasi selektif di rumah-rumah penduduk yang ada
jentiknya, yang dilakukan setiap 3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.