Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Herpes yang menginfeksi kulit didaerah vagina merupakan HSV-II (Herpes
Genitalis) yang penularannya melalui hubungan seksual yang menimbulkan ,
gatal-gatal dan nyeri di daerah genital, dengan kulit dan selaput lendir yang
menjadi merah.
Herpes simpleks penyakit infeksi karena hubungan seksual dengan penyebab
herpes simpleks tipe II (Manuaba, 1999) atau yang disebut Herpes Genital.
Penyakit Herpes genitalis berpotensi menyebabkan kematian pada bayi yang
terinfeksi. Bila seorang perempuan mempunyai herpes kelamin aktif disaat
melahirkan maka dianjurkan melahirkan dengan bedah caesar. Orang dengan
herpes simpleks aktif sebaiknya sangat hati-hati waktu berhubungan seks agar
menghindari infeksi HIV. Orang dengan HIV dan herpes simpleks bersama juga
sebaiknya sangat hati-hati waktu terjangkit herpes aktif. Pada waktu itu, viral
load HIV-nya biasanya lebih tinggi, dan hal ini dapat meningkatkan
kemungkinan HIV ditularkan pada orang lain.
2.2 Etiologi
Virus Herpes Simpleks Tipe II ( HSV II) atau Herpes Genital penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga terjadi tanpa koitus, misalnya
dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian
tubuh di bawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi
akibat hubungan seksualorogenital.

2.3 Patofisiologi
Virus herpes genital disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan
mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes genital tidak dapat hidup di
luar lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak
langsung kecil kemungkinannya terjadi. Virus herpes genital memiliki
kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan
membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat
berkembang dengan biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih
banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer,
virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan
menyebabkan limfadenopati.
3

Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi
tetapi tidak dapat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal
timbul fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang
mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia.
2.4 Tanda dan Gejala Herpes Genital
Infeksi primer terjadi setelah melalui masa tunas 3-5 hari. Penularan dapat
melalui hubungan seksual secara genito-genital, orogenital, maupun anogenital.
Erupsinya juga berupa vesikel tunggal atau menggerombol, bilateral, pada dasar
kulit yang eritematus, kemudian berkonfluensi, memecah, membentuk erosi atau
ulkus yang dangkal disertai rasa nyeri. 31% penderita mengalami gejala
konstitusi berupa demam, malaise, mialgia, dan sakit kepala; dan 50%
mengalami limfadenopati inguinal.
Infeksi Herpes Genital pada ibu dapat menular pada janin, meskipun jarang,
melalui plasenta atau lewat korioamnion yang utuh dan dapat menyebabkan
abortus spontan, prematuritas, ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip
infeksi pada sitomegalovirus seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin
hampir selalu terinfeksi oleh virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus
genitalis bawah setelah ketuban pecah atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes
pada bayi baru lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :
a. Disseminata ( 70 % ), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru.
Hepar, adrenal, dan lain-lain dengan kematian lebih dari 50 % yang
disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang berhasil hidup sering menderita
kerusakan otak. Sebagian besar bayi yang terserang bayi prematur.
b. Lokalisata ( 15 % ) dengan gejala pada mata, kulit dan otak dengan kematian
lebih rendah dibanding bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75 %
akan menyebar dan menjadi bentuk disseminata yang fatal. Bentuk ini sering
berakhir dengan kebutaan dan 30 % disertai kelainan neurologis.
c. Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik Herpes Genital
1. Pemeriksaan serologi (STS) dan pemeriksaan dengan mikroskop lapang gelap
2.

untuk menyampingkan sifilis.


Pemeriksaan Laboratorium lain:
a. Menemukan badan inklusi pada sediaan apus cairan vesikel yang dicat
dengan giemsa (Tzank Test). Atau dilakukan pemeriksaan sitologi
4

sesudah fiksasi dengan alcohol dan pengecetan Papanicolaou digunakan


sebagai cara yang cepat untuk mendiagnosis eksaserbasi klinis, dan
sediaan apus yang diambil memperlihatkan lesi dengan sel-sel
multinucleus yang besar dan badan inklusi virus yang eosinofilik. Metode
ini dibatasi oleh spesifisitas dan sensitivitasnya. Namun, teknik
pengecatan imunoperoksidase dan pemeriksaan ELISA (enzyme-linked
immudosorbent assay) pernah dievaluasi bahwa pembuatan diagnosis
lebih cepat dari sediaan apus, tetapi teknik ini tidak banyak dipakai
selama kehamilan.
b. Elektromikroskop: untuk melihat morfologi virus
c. Serologi: menentukan jenis antibibodi spesifik
d. Pemeriksaan immunofluoresen: menentukan antigen virus dan jenis
imunoglobulinnya dengan hasil Ig G maupun komplemen c3 mengendap
disepanjang zona membran basalis
e. Pemeriksaan histopatologi
f. Biakan virus pada membran chorio alantois ( CAM ) atau tissue culture.
Metode ini merupakan cara yang paling optimal untuk memastikan
infeksi yang terlihat secara klinis dan eksaserbasi yang asimtomatik. Dan
pada eksaserbasi yang simtomatik lebih dari separuh pemeriksaan kultur
akan memberikan hasil yang positif setelah 48 jam, namun pada
eksaserbasi yang asimtomatik, diperlukan waktu yang lebih lama lagi
sebelum terlihat efek sitopatik mengingat titer virus yang lebih rendah.
2.6 Penatalaksanaan Medis Herpes Genital
1. Mencegah infeksi:
a. Penyuluhan
b. Untuk infeksi genital tidak melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang beresiko tinggi.
c. Untuk wanita lain, pada ibu dengan infeksi primer dianjurkan untuk tidak
hamil pada 1 sampai 2 bulan pertama.
d. Pemeriksaan sitologi teratur pada wanita hamil dengan infeksi herpes
simpleks terutama menjelang persalinan.
e. Dilakukan operasi SC bila ditemukan lesi aktif maupun pelepasan virus.
f. Diberikan vaksin mengandung antigen herpes simpleks yang telah di
inaktifkan dengan pemanasan 58 derajat celcius yang diperoleh dari CMA
yaitu vaksin Lupidon G: untuk herpes genetalis (HSV tipe 2) Vaksin ini
tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan penderita yang alergi dengan
Lupidon G, dapat diberikan kimbinasi Lupidon H dan lupidon G.
2. Mencegah Kekambuhan
5

a. Menghilangkan atau mengurangi faktor pencetus dengan memberikan


pengarahan serta mengobati infeksi.
b. Meningkatkan daya tahan tubuh penderita dengan perbaikan kondisi
tubuh maupun obat-obat anti virus seperti valaciclovir dan acyclovir.
c. Bila terdapat infeksi sekunder sebaiknya diberikan obat-obat yang tidak
memberikan masking effect terhadap sifilis, misalnya cotrimoksasol dan
streptomisin
3. Pengobatan
Secara topikal
Obat-obat yang sering dipakai:
1. Povidon-iodin
a. Antiseptik
b. Hati-hati pada wanita hamil karena bisa menimbulkan goiter
(gondok) pada bayi.
2. Idoksuridin ( IDU )
a. Bersifat menekan sintesis DNA virus dan herpes, jadi menghambat
replikasi virus
b. IDU 10-40% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) lebih baik, tapi
jangan lebih dari empat hari karena DMSO dapat menimbulkan
maserasi.
c. Tidak dapat diberikan secara sistemik karena bersifat toksis
d. HERPID adalah 5% IDU dalam100% DMSO
3. Sitosin arabinosida/cytarabine
a. Menekan sintesis DNA virus dan hospes
4. Bahan-bahan pelarut organis
Alkohol 70%: bersifat mengeringkan, untuk stadium vesikel Eter:
a. Melarutkan lipid envelope sehingga partikel virus didapatkan ekstra
sel
b. Bersifat krustasi local
c. Sebelum vesikel dipecahkan dan kemudian dioleskan
d. Kurang menyebabkan iritasi dan bersifat anestesi local Timol 4%
dalam kloroform
e. mempercepat krustasi
f. bersifat anestesi lokal dan mencegah infeksi sekunder
g. virusidal terhadap virus yang envelope nya mengandung lipid
Secara sistemik
1. Pemberian obat antiviral
a. vidarabine/ara A: pemberian secara I.V terutama untuk penyembuhan
komlikasi seperti herpetic enchepalitis
b. acycloguanosine: spesifik untuk kelompok virus herpes, tinggi
efektifitasnya untuk corneal ulcus
2. Lignocain 1-2% dalam bentuk gel untuk menghilangkan rasa nyeri pada
daerah lesi
6

2.7 Pencegahan Medis Herpes Genital


Karena kemungkinan tertular penyakit ini meningkat dengan jumlah
pasangan seksual seseorang, membatasi jumlah pasangan adalah langkah pertama
menuju pencegahan. Untuk menjaga dari penyebaran herpes, kontak intim harus
dihindari ketika luka pada tubuh. Gatal, terbakar atau kesemutan mungkin terjadi
sebelum luka berkembang. Hubungan seksual harus dihindari selama waktu ini.
Herpes Genital bahkan dapat menyebar ketika tidak ada luka atau gejala. Untuk
meminimalkan risiko penyebaran herpes, kondom lateks harus digunakan selama
semua kontak seksual. Busa spermisida dan jeli mungkin menawarkan
perlindungan tambahan meskipun bukti mengenai hal ini kontroversial. Virus
herpes juga dapat menyebar dengan menyentuh luka dan kemudian menyentuh
bagian lain dari tubuh. Jika Anda menyentuh luka, cuci tangan Anda dengan
sabun dan air sesegera mungkin. Juga, tidak berbagi handuk atau pakaian dengan
siapa pun.
2.8 Asuhan Keperawatan Herpes Genital
2.8.1 Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, dan lain-lain.
2. Keluhan Utama
Keluhan sangat tergantung dari dimana tumor tersebut tumbuh.Keluhan
utama pasien SJL daerah ekstremitas tersering adalah benjolan yang
umumnya tidak nyeri dan sering dikeluhkan muncul setelah terjadi trauma
didaerah tersebut.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Perlu ditanyakan kapan terjadi dan bagaimana sifat pertumbuhannya,
keluhan yang berhubungan dengan infiltrasi dan penekanan terhadap
jaringan sekitar, dan ketuhan yang berhubungan dengan metastasis jauh.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan riwayat kesehatan klien, tertama untuk penyakit penyakit
yang dapat memperberat kondisinya saat ini, misalnya memiliki DM.
Dapatkan juga informasi sejak mulai kapan dan bagaimana riwayat
pengobatannya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Ditanyakan apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama
ataupun menderita tumor atau kanker jenis yang lain. Ditanyakan juga
7

penyakit penyakit menular dan menurun yang diderita oleh keluarga


yang lain seperti hipertensi, DM, Gangguan Jantung, Astma, TBC, dll.
6. Kebutuhan psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian
mukaatau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan
konsep diri. Hal itu meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal
diri, harga diri,penampilan peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
b. Menarik diri dari kontak sosial.
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
d. Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga

dapat

mengalamigangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi


gangguan BABdan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering
diderita olehklien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secarabersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubunganseksual dengan berganti ganti pasangan.
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi,
dandaya tahan tubuh klien. Pada kondisi awal/saat proses peradangan,dapat
terjadipeningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital
yang lain.
1. Pada pengkajian kulit,ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok
yang nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada
infeksisekunder.
2. Perhatikan mukosa mulut, hidung, dan penglihatan klien. Pada
pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian
glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus.
3. Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah labia
mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi,
catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar
limfe regional, periksa adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat
terjadi pembesaran kelenjar limferegional.
4. Untuk mengetahui adanya nyeri, kita

dapat

mengkaji

respon

individuterhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku.


5. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung,
peningkatanpernapasan, dan peningkatan tekanan darah; pada perilaku,
8

dapat jugadijumpai menangis, merintih, atau marah.Lakukan pengukuran


nyeri denganmenggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa.
6. Untuk anak-anak, pilihskala yang sesuai dengan usia perkembangannya
kita bisa menggunakan skalawajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia;
libatkan anak dalam pemilihan
7. Pemeriksaan status generalis untuk menilai keadaan umum penderita dan
tanda-tanda metastasis pada paru, hati dan tulang.
8. Pemeriksaan status lokalis meliputi:
a. Tumor primer:
a) Lokasi tumor
b) Ukuran tumor
c) Batas tumor, tegas atau tidak
d) Konsistensi dan mobilitas
e) Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi
motorik/sensorik dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah,
obstruksi usus, dan lain-lain sesuai dengan lokasi lesi.
b. Metastasis regional:
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
regional.
9. Pengkajian Fungsional
Pengkajian selanjutnya adalah untuk mengkaji kebutuhan klien dapat
menggunakan dasar kebutuhan manusia berdsarkan Henderson atau
dengan adaptasi dari Calista Roy.
2.8.2

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d. kerusakan integritas kulit dan inflamasi jaringan
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, skunder akibat penyakit
herpes genital
3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak langsung,
tidak langsung)

2.8.3

Tujuan dan Kriteria Hasil


1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan proses inflamasi
Kriteria hasil dan tujuan :
a. Klien mengungkapkan nyeri berkurang
b. Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode
untuk mengontrol nyeri secara benar
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat
penyakit herpes genital
Kriteria hasil dan tujuan :
a. Klien mengatakan

dan

menunjukkan

penerimaan

atas

penampilannya
9

b. Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan


perawatan diri.
c. Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru
3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak
langsung,tidak langsung , kontak droplet).
Kriteria hasil dan tujuan :
a. Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi
menularkaninfeksi.
b. Klien dapat menjelaskan cara penularan penyakit.
2.8.4

Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan proses
inflamasi.
Rencana Keperawatan :
a. Pantau bintik- bintik kemerahan pada pasien
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
c. Kolaborasi pemberian analgetik ( asam mefenamat)
d. Kolaborasi pemberian asiklovir
Rasional :
a. Dengan memantau bintik bintik kemerahan pada pasien, maka
perawat dapat mengetahui tingkat perkembangan kesembuhan
pasien.
b. Dengan menciptakan lingkungam yang tenang dan nyaman, maka
pasien akan dapat beristirahat dengan tenang.
c. Dengan melakukan kolaborasi dengan pemberian analgetik (asam
mefenamat) akan dapat mengurangi tingkat nyeri pasien.
d. Dengan melakukan kolaboraaasi dengan pemberian asiklovir,
maka akan dapat menyembuhkan penyakit pasien
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat
penyakit herpes genital
Rencana keperawatan:
a. Ciptakan hubungan saling percaya antara klien-perawat.
b. Dorong klien untuk menyatakan perasaannya , terutama tentang
c.
d.
e.
f.

cara ia merasakan , berpikir, atau memandang dirinya.


Hindari mengkritik
Tingkatkan interaksi sosial.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas
Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang

lain.
Rasional :
a. Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri dan terlantarka,
menunjukkan

rasa

menghargai

dan

menerima

,membantu

meningkatkan rasa percya diri.


10

b. Dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk


menerima realita
c. Membantu pasien untuk merasa diterimah pada kondisi yang
sekarang
d. Memungkinkan agar tidak terjadi rasa frustrasi
e. Membantu pasien dan keluarga untuk merasa menerima dengan
keadaaan sekarang tanpa perasaan dihakimi dan meningkatkan
perasaaan harga diri dan control
f. Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi
pasien untuk memecahkan masalah
3. Risiko penularan infeksi b.d pemajanan melalui kontak (kontak
langsung,tidak langsung , kontak droplet).
Rencana keperawatan:
a. Jelaskan tentang penyakit herpes genital, penyebab, cara
penularan, dan akibat yang ditimbulkan.
b. Anjurkan klien untuk menghentikan kagiatan hubungan seksual
selama sakit dan jika perlu menggunakan kondom.
c. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual
dengansatu orang (satu sama lain setia) dan pasangan yang tidak
terinfeksi(hubungan seks yang sehat)
Rasional :
a. Memberikan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi
b. Mengurangi penularan penyakit ; meningkatkan kesehatan pada
masa berkurangnya kemampuan sistem imun
c. Mengurangi kesalahan konsepsi dan meningkatkan keamanan
bagi pasien / orang lain.
2.8.5

Implementasi
Adalah mengelola dan mewujudkan rencana perawatan meliputi
tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan
ketentuan didalam rumah sakit.

2.8.6

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
evaluasi merupakan kegiatan yang disengaja dan terus menerus yang
melibatkan klien, perawat dan tim kesehatan lain. Evaluasi juga hanya
menunjukkan masalah mana yang telah dipecahkan yang perlu dikaji ulang
rencana kembali dilaksanakan dan rencana evaluasi kembali.

11

12

Anda mungkin juga menyukai