Anda di halaman 1dari 25

REHABILITASI SOSIAL PADA PECANDU NARKOBA

Pembimbing:
dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes

Disusun oleh:
Thiar Theria Amanda, S. Ked

J510155007

Taufik Budiman, S. Ked

J510155014

Rizma Alfiani Rachmi, S. Ked

J510155024

Safira Tsaqifani Lathifah, S. Ked

J510155044

Shinta Asih Witha Lestari, S. Ked

J510155053

Rezita Oktiana Rahmawati, S. Ked

J510155079

Septian Dwi Saputro, S. Ked

J510155095

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PUSKESMAS KECAMATAN GATAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
REHABILITASI SOSIAL PADA PECANDU NARKOBA
Disusun Oleh:
Thiar Theria Amanda, S. Ked

J510155007

Taufik Budiman, S. Ked

J510155014

Rizma Alfiani Rachmi, S. Ked

J510155024

Safira Tsaqifani Lathifah, S. Ked

J510155044

Shinta Asih Witha Lestari, S. Ked

J510155053

Rezita Oktiana Rahmawati, S. Ked

J510155079

Septian Dwi Saputro, S. Ked

J510155095

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

2016

Pembimbing:
dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes

Disahkan Ketua Progdi Profesi:


dr. Dona Dewi Nirlawati

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PUSKESMAS KECAMATAN GATAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Narkotika dan obat-obat berbahaya yang biasa disebut narkoba, beberapa
tahun terakhir ini di Indonesia menjadi masalah serius dan menjadi keadaan
yang memperihatinkan. Tidak memandang umur, sosial, dan jenis kelamin
penyalahgunaan narkoba telah meluas. Selain itu, tidak hanya perkotaan tetapi
hingga meluas ke pedesaan dan melampaui batas negara yang akibatnya sangat
merugikan perorangan, masyarakat, negara, khususnya generasi muda. Hal ini
dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai
budaya bangsa yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional.
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah sampai pada titik yang
menghawatirkan.
Data dari Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus narkoba meningkat
dari sebanyak 3.478 kasus pada tahun 2000 menjadi 8.401 kasus pada tahun
2004, atau meningkat sekitar 28,9% pertahun. Jumlah angka tindak kejahatan
para pecandu narkoba pun meningkat dari 4.955 kasus pada tahun 2000 menjadi
11.315 kasus pada tahun 2004. Mulai 2004 sampai pertengahan Juni 2005
menunjukkan kasus yang meningkat begitu tajam (A. Widiada, 2005). Saat ini
terdapat kurang lebih 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, dari 111.000
keseluruhan tahanan di Penjara 30 persennya merupakan kasus narkoba
(Amirudin dan Zainal, 2004).
Pasal 1 angka 14 UU No. 35 tahun 2009 menjelaskan tentang Kecanduan
Narkoba merupakan Kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan
narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan atau
dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Baik Undangundang Psikotropika maupun Undangundang Narkotika
mewajibkan untuk menjalani perawatan dan pengobatan atau rehabilitasi bagi
pecandu narkoba. Ketentuan mengenai kewajiban untuk menjalani rehabilitasi
bagi pengguna yang mengalami kecanduan narkoba, dalam Undang-Undang
Psiktropika diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 39 dan pada Undang
undang Narkotika diatur dalam Pasal 45. Hal ini dilakukan karena banyaknya
kejahatan yang diakibatkan dari pemakai narkoba (Aruan, 1988).

Program rehabilitasi bagi pecandu narkoba merupakan serangkaian


upaya yang terkoordinasi dan terpadu, meliputi upaya-upaya kesehatan,
bimbingan mental, psikososial, keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional
untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, kemandirian dan menolong
diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional sesuai dengan potensi yang
dimiliki, baik fisik, mental, sosial dan ekonomi. Pada akhirnya mereka
diharapkan dapat mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba dan kembali
berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Berdasarkan latar belakang
tersebut, kami tertarik untuk mengangkatnya dalam tugas makalah kami dengan
judul Rehabilitasi Sosial Pada Pecandu Narkoba.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas terdapat permasalahan
dalam penulisan makalah ini yang dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana
rehabilitasi sosial pada pecandu narkoba secara tepat dan efektif dalam
penanggulangan penyalahgunaan narkoba?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diutarakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana rehabilitasi sosial yang tepat
dan efektif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika.

D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan
terkait rehabilitasi sosial pada umumnya, serta program rehabilitasi sosial
pada pecandu narkoba secara tepat dan efektif pada khususnya.
2. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan memberikan manfaat yang besar untuk kepentingan


panti rehabilitasi tentang program kegiatan rehabilitasi sosial yang bisa
diberikan dalam menunjang rehabilitasi pada pecandu narkoba.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. REHABILITASI SOSIAL
1. Definisi

Menurut (Ichwan. 2010) rehabilitasi mangandung makna pemulihan


kepada kedudukan nama baik yg dahulu atau perbaikan anggota tubuh yg cacat
dan sebagainya supaya menjadi berguna dan memiliki tempat di masyarakat.
Jadi kata rehabilitasi dipadukan dengan kata sosial, maka rehabilitasi
sosial bisa diartikan untuk pemulihan kembali keadaan individu yang
mengalamai permasalahan sosial (Ichwan, 2010).
Rehabilitasi merupakan upaya yang ditujukan untuk mengembalikan
seseorang ke dalam kehidupan masyarakat dengan membantunya menyesuaikan
diri dengan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi
dengan masyarakat apabila memiliki kemampuan fisik, mental, dan sosial serta
diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Saat ini sudah banyak panti-panti
rehabilitasi sosial yang menampung orang-orang yang mengalami gangguan
sosial seperti panti rehabilitasi anak jalanan, gelandangan dan pengemis, tuna
wisma, tuna susila, panti rehabilitasi narkoba dll (Ichwan, 2010).
2.

Tujuan
Menurut (Dinsos, 2011) rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan,
diantaranya sebagai berikut :
a) Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, tanggung jawab
terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau
lingkungan sosial.
b) Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan melaksanakan
fungsi sosialnya.

3. Fungsi
Beberapa fungsi rehabilitasi sosial adalah sebagai berikut (Dinsos, 2011).
a) Pelaksanaan kebijakan teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi
balita, anak dan lansia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak
nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
b) Penyusunan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi balita,
anak dan lansia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak nakal,
korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.

c) Pemberian bimbingan teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi


balita, anak dan lansia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak
nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
d) Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi
balita, anak dan lansia terlantar, serta rehabilitasi sosial bagi anak
nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
e) Pengawasan penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi anak nakal,
korban napza, penyandang cacat dan tuna social.
4. Model Pelayanan
Dalam rehabilitasi sosial ada tiga model pelayanan yang diberikan kepada
klien, yaitu sebagai berikut :
a) Institutional Based Rehabilitation (IBR), pelayanan rehabilitasi sosial
menempatkan penyandang masalah dalam suatu institusi.
b) Extra-institusional Based Rehabilitation, pelayanan yang dilakukan
dengan cara menempatkan penyandang masalah pada keluarga dan
masyarakat.
c) Community Based Rehabilitation (CBR), tindakan yang dilakukan
pada tingkatan masyarakat dengan cara membangkitkan kesadaran
masyarakat menggunakan potensi yang dimilikinya.

5. Kegiatan
a) Beberapa kegiatan yang dilakukan, adalah sebagai berikut (Dinsos,
2011) : Pencegahan; mencegah timbulnya masalah sosial, baik
masalah datang dari diri klien, maupun masalah yang dari lingkungan
klien.
b) Rehabilitasi; memberikan bimbingan sosial dan pembinaan mental,
bimbingan keterampilan.
c) Resosialisasi; upaya yang bertujuan untuk menyiapkan seseorang
agar mampu berintegrasi di masyarakat.
d) Pembinaan tidak lanjut; bertujuan untuk keberhasilan klien dalam
proses rehabilitasi dapat lebih dimantapkan.
6. Tahap-Tahap
1) Pendekatan awal
a. Orientasi dan konsultasi

1. Tujuan: menerima dukungan dan kemudahan


2. Kegiatan: pendataan, pengajuan rencana program,
analisis kelayakan potensi dan sumber, konsultasi dan
koordinasi, observasi.
b. Identifikasi
1. Tujuan: mengetahui dan memahami masalah calon
klien
2. Kegiatan: dengan pencatatan identitas,
pengelompokkan permasalahan, dll.
c. Motivasi
1. Tujuan: menimbulkan kesadaran calon klien dan
keluarga untuk mendapatkan pelayanan.
2. Kegiatan: memberi suatu motivasi.
2) Penerimaan
a. Registrasi
1. Tujuan: mendapatkan informasi klien secara obyektif.
2. Kegiatan: pengecekan syarat, pemberian nomor induk.
b. Pengungkapan dan pemahaman masalah :
1. Tujuan: memahami kondisi objektif klien, menetapkan
program pelayanan yg tepat.
2. Kegiatan: pemerikasaan kondisi fisik, psikologis,
c.

social dan pengetahuan.


Penempatan dalam program
1. Tujuan: menentukan jenis pelayanan
2. Kegiatan: revalidasi data, penyuluhan pemilihan

jabatan, sidang kasus, dll.


3) Bimbingan sosial dan keterampilan
a. Bimbingan fisik dan mental
1. Tujuan: membina ketaqwaan, mendorong kemauan
dan kemampuan untuk memulihkan harga diri serta
menstabilkan emosi.
2. Kegiatan: Bimbingan kewarganegaraan, kesehatan,
olah raga, agama, mental psikologik dan kedisiplinan.
b. Bimbingan sosial
1. Tujuan: membina kesadaran, tanggung jawab sosial
dan penyesuaian diri

2. Kegiatan: Bimbingan sosial perorangan, kelompok,


kemasyarakatan, pembinaan hubungan orang tua dan
klien.
c. Bimbingan keterampilan kerja
1. Tujuan: klien memiliki keterampilan kerja.
2. Kegiatan: menciptakan suasana kerja.
4) Tahap resosialisasi
a. Bimbingan kesiapan hidup bermasyarakat
1. Tujuan: menumbuhkan kemampuan berintegrasi
dengan masyarakat.
2. Kegiatan: evaluasi terhadap perkembangan klien.
b. Bimbingan bantuan stimulant
1. Tujuan: memberikan peralatan
2. Kegiatan: penyiapan bantuan permodalan atau
peralatan.
c. Penyaluran
1. Tujuan: Menempatkan klien di bidang usaha atau
kerja
2. Kegiatan: persiapan administrasi, kontak dengan
keluarga, kontak dengan dunia kerja
5) Pembinaan lanjut
a. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat
1. Tujuan: memantapkan kemampuan berintegrasi
dengan masyarakat
2. Kegiatan: bimbingan sosial perorangan atau
kelompok.
b. Bantuan perkembangan usaha atau keterampilan
1. Tujuan: memantapkan usaha atau kerja
2. Kegiatan: latihan keterampilan, latihan pemasaran

B. NARKOBA
1. Definisi
Narkoba dibagi menjadi narkotika, alkohol, psikotropika dan zat
adiktif lainnya serta memiliki arti yaitu zat yang memengaruhi kerja otak
(sistem saraf pusat) saat ditelan, diminum, sering menimbulkan candu dan

membuat gangguan fungsi untuk kemasyarakatan, psikologi diri dan fisik


tubuh (Martono & Joewana, 2008).

2. Jenis-jenis Narkoba
Berdasarkan efeknya, narkoba diklasifikasikan menjadi tiga golongan :
a. Golongan Depresan
Zat yang memberikan efek membuat pemakaiannya tenang, suka
diam dan mudah tertidur hingga tidak sadar. Jenis yang termasuk yaitu
otot tidur, penenang, Opioid (morfin, putauw, kodein) dan tranquilizer
(anti cemas).
b. Golongan Stimulan
Zat yang dapat merangsang pemakainya menjadi lebih bersemangat,
aktif dan segar. Contoh : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain
c. Golongan Halusinogen
Zat yang dapat menimbulkan efek halusinasi yaitu merubah mood
dan pikiran serta kemampuannya bisa berbeda sehingga seluruh perasaan
dapat terganggu. Golongan ini tidak masuk dalam terapi medis,
contohnya: Kanabis (ganja), LSD, Mescalin. (Benjamin et al, 2002)
Untuk penjelasan jenis narkoba sebagai berikut:
a. Narkotika
Menurut UU Nomor 22 Tahun 1997, Narkotika merupakan zat
yang berasal dari tumbuhan yang menimbulkan efek candu, bebal atau
tidak merasakan apa-apa, berubahnya kesadaran (BNN, 2013).
Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 6, Narkotika
diklasifikasikan dalam tiga golongan antara lain :
1) Narkotika Golongan I
Digunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan yang
menimbulkan efek candu yang tinggi. Jadi golongan ini tidak dapat
digunakan untuk keperluan terapi.
2) Narkotika Golongan II

10

Sebagai pilihan terakhir bisa digunakan untuk perkembangan


ilmu pengetahuan dan menimbulkan efek candu.
3) Narkotika Golongan III
Sebagai pilihan terapi yang memiliki efek candu yang rendah.
Menurut proses pembuatannya, dibagi seperti berikut ini: (Allen et
all, 2010):
1) Narkotika alam
a) Opium
Diperoleh dari getah Papaver Somniferum yang dikeringkan
menjadi opium mentah. Efek samping yang muncul seperti:
a.
b.
c.
d.

Berbicara menjadi lambat dan kacau


Rusaknya untuk melihat di malam hari
Kerusakan di hati dan ginjal
Peningkatan risiko HIV aids melalui jarum suntik dan juga

menurunnya hasrat seksual


e. Identitas seksual yang kacau
f. Mati karena obat yang berlebihan
Gejala keracunan opium seperti: Mengerutnya pupil (atau
Mengembangnya pupil karena anoksia akibat kelebihan obat
berat) dan ditunjukkan satu atau lebih tanda berikut:
a. Mengantuk atau tidak sadar diri sampai berbicara cadel
b. Gangguan untuk mengingat
c. Perubahan psikologis yang bermakna seperti:
1) Senang berlebihan pada awalnya lalu diikuti sikap acuh
2)
3)
4)
5)

tak acuh
Gangguan perasaan
Kekurangan untuk menggerakan diri
Gangguan dalam menimbangkan hal
Gangguan fungsi bermasyarakat atau untuk bekerja

Seseorang dengan ketergantungan opium jarang bisa kea rah


meninggal akibat putus opium, kecuali orang tersebut memiliki
penyakit fisik mendasar parah, seperti penyakit jantung. Gejala
yang bisa timbul lagi antara lain bangun di malam hari, denyut
nadi yang rendah, suhu yang tidak teratur dan candu opiat bisa

11

juga menetap dalam sebulan setelah putus zat. Setiap waktu


selama tidak melakukan hubungan seksual, dengan suntikan
tunggal morfin atau heroin dapat menghilangkan semua gejala.
Gejala penyerta putus opioid antara lain gelisah, mudah
menanggapi rangsang, putus asa, gerakan alat gerak yang
berlebihan lemah, mual dan muntah. Turunan opium (opiat)
yang sering disalahgunakan, adalah candu, morfin, heroin,
codein, demerol, methadone, kokain.
b) Kokain
Diperoleh dari daun tumbuhan Erythroxylon Coca dalam
peredaran mempunyai efek mengstimulasi yang disebut kokain.
Gejala intoksitasi kokain, antara lain:
1) Kegelisahan dan Ketersinggungan menimbulkan gangguan
dalam pertimbangan perilaku seksual yang tidak terkendali
2) Kemungkinan berbahaya penyerangan dalam peningkatan
aktivitas gerak tubuh: denyut nadi tinggi, tekanan darah
tinggi, pupil melebar
Gejala putus zat kokain antara lain :
Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah
intoksikasi akut terjadi depresi pasca intoksikasi yang ditandai
dengan gangguan perasaan, hilang minat, cemas, acuh tak acuh,
lelah, mengantuk yang berlebihan, kadang-kadang suka gelisah.
Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus
kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala
putus kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan
mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus
kokain juga dapat disertai dengan keinginan ke arah bunuh diri.
Orang yang mengalami putus kokain sukanya mengobati dirinya
sendiri dengan gejalanya pada alkohol, sedatif, hipnotik, atau
obat anti tegang yang berlebihan seperti diazepam (valium).
c) Canabis

12

Diperoleh dari tanaman Perdu Cannabis sativa (ganja) yang


mengandung tanaman aktif yang bersifat adiktif (Martono &
Joewana, 2008).
2) Narkotika semi sintetik
Dibuat dari alkaloid opium yang mempunyai inti Phenanthren
dan diproses secara kimiawi menjadi suatu bahan obat yang manjur
sebagai narkotik, misalnya: Heroin, Codein, Oxymorphon, dan lainlain (Martono & Joewana, 2008).
3) Narkotika Sintetik
Dibuat dengan suatu proses kimia yang didapat dari suatu hasil
baru yang mempunyai efek narkotik, misalnya: Petidine, Nisentil,
Leritine, dan lain-lain (Martono & Joewana, 2008).
b. Psikotropika
Psikotropika merupakan zat dari bahan alamiah ataupun sintetis
dan bukan merupakan narkotika, membuat gejala perubahan aktivitas
dan emosional melalui pengaruh selektif di susunan saraf pusat.
Berdasarkan potensinya yang dapat menyebabkan candu, terdapat
4 golongan psikotropika, sebagai berikut (Allen et all, 2010):
1) Golongan I
Golongan psikotropika dilarang keras untuk mengedarkan di
luar sebagai bahan ilmu pengetahuan. Jenis psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan tinggi. Misalnya: ekstasi
(MDMA)
2) Golongn II
Golongan psikotropika yang menimbulkan efek candu dan
bisa dipakai untuk pengobatan. Misalnya: metamefatamin dan
amfetamin
3) Golongan III dan IV

13

Jenis psikotropika dengan ketergantungan yang sedang dan


ringan sehingga dapat digunakan untuk pengobatan, namun harus
dengan resep dokter. Misalnya: lexotan (lexo), obat sedative.
4) Golongan IV
Psikotropika yang manjur untuk pengobatan dan memiliki efek
ringan untuk candu, misalnnya: Diazepam, Nitrazepam.
c. Zat psikoaktif lain
Merupakan zat yang bukan narkotika ataupun psikotropika,
mempengaruhi kerja otak namun sering disalahgunakan adalah berikut
(Hawari, 2006):
1) Inhalasi
Merupakan gas atau zat pelarut dari senyawa organik yang
mudah menguap, sering buat keperluan industri, rumah tangga,
bengkel, took, dan kantor. Misalnya: aerosol, aceton, bensin, dan
lem.
2) Alkohol
Minuman keras yang memiliki aneka jenis seperti : golongan
A (etanol 1-5%, contoh : bir), golongan B (etanol 5-20%,
misalnya: minuman anggur), golongan C (etanol 20-45%, contoh :
Vodka)
3) Nikotin
Zat ini terkandung di rokok yang punya 4.000 zat dan dapat
menyebabkan efek candu.WHO membuat jenis klasifikasi obat, zat
psikoaktif, dan bahan berdasarkan tubuh manusia yaitu, Opioda
(opium, morfin, heroin, dan petidin); Ganja; Kokain dan daun
koka; Alkohol; Amfetamin (amfetamin, ekstasi, shabu);
Halusinogen (LSD); Sedativa dan hipnotika (obat penenang dan
obat tidur); PCP (fensiklidin); Inhalansia dan solven; Nikotin dan
Kafein ( Martono & Joewana, 2008).
3. Bahaya penyalahgunaan Narkoba
a. Perubahan fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan
memiliki jenis sebagai berikut :

14

1) Pada saat menggunakan narkoba: jalan sempoyongan, bicara cadel,


acuh tak acuh, mengantuk, mudah menyerang, curiga.
2) Bila banyak dosisnya: nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
3) Bila sakau: mata dan hidung berair, menguap terus menerus, BAB
cair berlebihan, nyeri diseluruh tubuh, takut air sehingga malas
mandi,kejang, kesadaran menurun.
4) Pengaruh jangka panjang, kelihatan tidak sehat, acuh tak acuh
terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos,
membekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada
pengguna dengan jarum suntik).
b. Perubahan Sikap
1) Prestasi sekolah menurun, sering tidak mengerjakan PR, sering
membolos, malas, kurang tanggung jawab.
2) Pola tidur berubah, suka begadang, sulit dibangunkan di pagi hari,
mengantuk dikelas atau tempat kerja.
3) Sering mendekam sendirian, berlama-lama dikamar mandi,
menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah.
4) Sering emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap
bermusuhan, pencuriga,tertutup dan penuh rahasia (Allen et al,
2010)
C. REHABILITASI SOSIAL BAGI PECANDU NARKOBA
1.

Penyalahgunaan Narkoba
Penyalahgunaan narkoba bermula dengan upaya coba-coba dalam
lingkungan sosial. Risiko kecanduan semakin tinggi jika semakin lama
pemakaian dilakukan. Jika terus berlanjut, untk mencapai kondisi yang
diinginkan maka dosis narkoba yang digunakan juga akan semakin besar. .
Hingga pengguna tidak dapat melewatkan satu hari tanpa narkoba
(Alodokter,2016).
Jika seseorang sudah dalam tahap kecanduan, terdapat beberapa gejala
yang menandakan antara lain keinginan untuk mengonsumsi narkoba setiap
hari atau beberapa kali dalam sehari, dosis yang dibutuhkan semakin lama

15

semakin besar, keinginan menggunakan narkoba tak bisa ditahan. Pengguna


bahkan rela mencuri agar suplai narkoba terus tersedia dan bersedia
menghabiskan uang hanya untuk membeli narkoba (Haryati, 2012).
Dari sisi sosial, pecandu narkoba lalai dalam memenuhi kewajiban
seperti bekerja atau aktivitas rutin serta tampak menarik diri dari keluarga
maupun lingkungan yang lebih luas. Mereka juga sering melakukan hal-hal
yang berisiko membahayakan diri sendiri dan orang lain (seperti mengendarai
kendaraan bermotor) saat di bawah pengaruh narkoba (Alodokter, 2016).
Bagi pengguna remaja, seringnya tidak masuk sekolah sehingga ttampak
penurunan prestasi ataupun tidak tertarik aktivitas lain di sekolah. Tampak
berpakaian tidak pantas, kehilangan semangat dan motivasi. Penguna remaja
juga tampak semakin sering mengurung diri dan terjadi perubahan drastis
dalam bersosialisasi dengan teman dan keluarga (Alodokter, 2016).

2.

Tujuan Rehabilitasi Narkoba


Tujuan dari rehabilitasi narkoba adalah agar pengguna tidak merasakan
candu terhadap obat-obatan yang selama ini di konsumsi dan agar pengguna
dapat terlepas dari obat-obatan tersebut. Kunci dari rehabilitasi narkoba adalah
melakukannya secepat mungkin. Untuk itu diperlukan dokter spesialis
ketergantungan narkoba dengan bantuan psikiater ataupun konselor khusus di
bidang ini (BNN, 2016).
Pecandu narkoba sulit diminta untuk melakukan rehabilitasi dan
seringkali menyangkal kondisinya. Biasanya dibutuhkan dukungan dan
dorongan baik dari keluarga atau teman untuk memotivasi atau membuat
pengguna narkoba mau menjalankan rehabilitasi (BNN, 2016).

3.

Tahapan Rehabilitasi Narkoba


Tahap-tahap rehabilitasi bagi pecandu obat-obatan :
a. Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Pecandu di periksa seluruh kesehatannya baik dari segi mental
dan fisik oleh dokter terlatih. Dokter yang akan memutuskan apakah
pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus

16

zat (sakau) yang di derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba
dan berat ringanya gejala putus zat (Haryati, 2012).
Penanganan melalui obat-obatan akan dilakukan melalui
pengawasan dokter, tergantung dari jenis narkoba yang digunakan.
Pengguna narkoba jenis heroin atau morfin, akan diberikan terapi obat
seperti methadone dan buprenorfin. Obat ini akan membantu
mengurangi keinginan memakai narkoba, yang diharapkan dapat
mencegah penyakit seperti hepatitis C dan HIV hingga kematian
(Alodokter, 2016)
Obat jenis lain yang dapat digunakan untuk membantu
rehabilitasi narkoba yaitu naltrexone. Hanya saja obat ini memiliki
beberapa efek samping dan hanya diberikan pada pasien rawat jalan,
setelah pengobatan detoksifikasi dilakukan di lokasi
rehabilitasi. Naltrexone akan menghalangi efek narkoba berupa euforia
(perasaan senang yang berlebihan dalam hal ini karena efek obat) dan
ketagihan (Alodokter, 2016).
b. Tahap rehabilitasi non-medis,
Di Indonesia terdapat beberapa tempat rehabilitasi, sebagai
contoh di bawah BNN terdapat tempat rehabilitasi di daerah Lido
(Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat
rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya
program therapeutic communities (TC), 12 langkah, pendekatan
keagamaan, dll (Haryati, 2012).
Salah satu proses dari rehabilitasi non medis adalah konseling.
Konselor pertama kali harus meyakinkan pengguna narkoba bahwa ia
mengalami kecanduan. Sebab, seorang penngguna narkoba yang masih
dalam tahap penyangkalan akan sulit diajak bergabung dalam
rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Konseling
biasanya dilakukan secara individu, namum dapat dilakukan secara
berkelompok. Konseling yang dilakukan dalam rehabilitasi akan
membantu si pengguna mengenali masalah atau perilaku yang memicu
ketergantungan tersebut.(Alodokter, 2016),

17

c. Tahap bina lanjut (after care)


Pada tahap ini, untuk mengisi kegiatan sehari-hari pecandu
diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat, pecandu tetap berada
di bawah pengawasan dan dapat kembali kesekolah atau tempat kerja
(Haryati, 2012).
Dalam penanganan pecandu obat-obatan, di Indonesia terdapat beberapa
metode terapi dan rehabilitasi yang digunakan yaitu (Haryati, 2012):
a) Cold turkey
Merupakan metode dimana seorang pecandu langsung
menghentikan penggunaan obat-obatan/zatadiktif. Metode ini
merupakan metode tertua, dengan mengurung pecandu dalam masa
putus obat tanpa memberikan obat-obatan. Setelah gejala putus obat
hilang, pecandu dikeluarkan dan diikutsertakan dalam sesi konseling
(rehabilitasi non-medis). Metode ini banyak digunakan oleh beberapa
panti rehabilitasi dengan pendekatan keagamaan dalam fase
detoksifikasinya.
b) Metode Alternatif
c) Terapi substitusi opioda
Terapi ini digunakan pada pasien dengan ketergantungan heroin
(opioda). Untuk pengguna opioda hard core addict (pengguna opioda
yang telah bertahun-tahun menggunakan opioda suntikan), pecandu
biasanya mengalami kekambuhan kronis sehingga perlu berulang kali
menjalani terapi ketergantungan. Kebutuhan heroin (narkotikailegal)
diganti (substitusi) dengan narkotika legal. Beberapa obat yang sering
digunakan adalah kodein, bufrenorphin, metadone, dan nalrekson.
Obat-obatan ini digunakan sebagai obat detoksifikasi, dan diberikan
dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian secara
bertahap dosisnya diturunkan.
d) Therapeutic community (TC)
Program TC, merupakan program yang disebut Drug Free Self
Help Program. Tujuan utama metode ini adalah menolong pecandu
agar mampu kembali menjalani kehidupan yang produktif dan
kembali ketengah. Sembilan elemen dalam program ini yaitu
partisipasi aktif, role modeling, feedback dari keanggotaan, format

18

kolektif untuk perubahan pribadi, komunikasi terbuka, sharing norma


dan nilai-nilai, struktur&sistem, hubungan kelompok dan penggunaan
terminologi unik. Aktivitas dalam TC akan menolong peserta belajar
mengenal dirinya melalui lima area pengembangan kepribadian, yaitu
manajemen perilaku, intelektual, emosi/psikologis & spiritual,
pendidikan dan vocasional, keterampilan untuk bertahan bersih dari
obat-obatan.
e) Metode 12 steps
Metode ini di lakukan di Amerika Serikat, jika seseorang
kedapatan mabuk atau menyalahgunakan obat-obatan, pengadilan
akan memberikan hukuman untuk mengikuti program 12 langkah.
Pecandu yang mengikuti program ini dimotivasi untuk
mengimplementasikan ke 12 langkah ini dalam kehidupan sehari-hari.
4.

Kriteria Tempat Rehabilitasi Narkoba


Pusat atau Lembaga Rehabilitasi yang baik harus memenuhi persyaratan antara
lain :
a. Sarana dan prasarana yang memadai yaitu termasuk gedung, akomodasi,
kamar mandi/WC yang higienis, makanan dan minuman yang bergizi dan
halal, ruang kelas, ruang rekreasi, ruang konsultasi individual maupun
kelompok, ruang konsultasi keluarga, ruang ibadah, ruang olahraga, ruang
ketrampilan dan sebagainya.
b. Tenaga yang profesional (seperti : psikiater, dokter umum, psikolog, pekerja
sosial, perawat, agamawan/rohaniawan dan tenaga ahli lainnya/instruktur).
Tenaga profesional ini tujuannya untuk menjalankan program yang terkait.
c. Manajemen yang baik.
d. Kurikulum/program rehabilitasi yang memadai sesuai dengan kebutuhan
penderita;
e. Peraturan dan tata tertib yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran ataupun
kekerasan dalam pusat rehabilitasi;
f. Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran
narkoba didalam pusat rehabilitasi (Hawari, 2009).

5.

Standar Pelayanan Rehabilitasi Narkoba


Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam Buku Standar
Pelayanan Minimal Terapi Medik Ketergantungan Narkotika, Psikotropika,

19

dan Bahan Aditif sebagai panduan bagi pemerintah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan rehabilitasi sosial korban narkoba secara lebih profesional.
Aspek-aspek yang harus distandarisasi adalah :
a. Legalitas Institusi Pengelola.
Institusi pengelola pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan
narkoba wajib mempunyai legalitas. Sebuah panti pelayanan dan rehabilitasi
sosial korban narkoba tercatat diinstansi sosial terkait, mempunyai struktur
organisasi, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) dan akte
notaris.
b. Pemenuhan Kebutuhan Klien
Kebutuhan pokok klien dipenuhi oleh pengelola panti pelaksana pelayanan
dan rehabilitasi sosial, dengan mempertimbangkan kelayakan dan
proporsionalitas. Kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
1) Makan 3x sehari dengan mempertimbangkan kecukupan gizi dengan
menu gizi seimbang.
2) Pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan kerjasama puskesmas,
dokter praktek, dan rumah sakit.
3) Pelayanan rekreasional dalam bentuk penyediaan TV, alat musik
sederhana, rekreasi di tempat terbuka, dan lainlain.
c. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna
narkoba dilaksanakan dengan tahap yang standar, meliputi:
1) Pendekatan Awal
Pendekatan awal adalah kegiatan yang mengawali keseluruhan proses
pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan
penyampaian informasi program kepada masyarakat, instansi terkait,
dan organisasi sosial(lain) guna memperoleh dukungan dan data awal
calon klien/residen dengan persyaratan yang telah ditentukan.
2) Penerimaan
Tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menentukan apakah
diterima atau tidak dengan mempertimbangkan halhal sebagai berikut:
a) Pengurusan administrasi surat menyurat yang diperlukan untuk
persyaratan masuk panti (seperti surat keterangan medical check up,
test urine negatif, dan sebagainya).
b) Pengisian formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan
menjadi klien / residen.
c) Pencatatan klien dalam buku registrasi.

20

d. Asesmen
Kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah untuk mengetahui seluruh
permasalahan klien/residen, menetapkan rencana dan pelaksanaan
1)
2)
3)
4)
5)

intervensi. Kegiatan asesmen meliputi:


Menelusuri dan mengungkapkan latar belakang dan keadaan klien.
Melaksanakan diagnosa permasalahan.
Menentukan langkah langkah rehabilitasi.
Menentukan dukungan pelatihan yang diperlukan.
Menempatkan klien dalam proses rehabilitasi.
e. Bimbingan Fisik
Kegiatan ini ditujukan untuk memulihkan kondisi fisik klien, meliputi
pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris berbaris dan olah raga.
f. Bimbingan Mental dan Sosial
Bimbingan mental dan sosial meliputi bidang keagamaan/ spritual, budi
pekerti individual dan sosial/kelompok dan motivasi klien (psikologis).
g. Bimbingan orangtua dan keluarga
Bimbingan bagi orangtua/keluarga dimaksudkan agar orang tua /keluarga
dapat menerima keadaan klien, memberi support, dan menerima kembali
dirumah pada saat rehabilitasi telah selesai.
h. Bimbingan Keterampilan
Bimbingan keterampilan berupa pelatihan vokalisasi dan keterampilan
usaha, sesuai dengan kebutuhan.
i. Resosialisasi / Reintegrasi
Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabiltasi yang
diarahkan untuk menyiapkan kondisi klien yang akan kembali kepada
keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi:
1) Pendekatan kepada klien untuk kesiapan kembali ke lingkungan keluarga

dan masyarakat tempat tinggalnya.


2) Menghubungi dan memotivasi keluarga klien serta lingkungan masyarakat untuk
menerima kembali.
3) Menghubungi lembaga pendidikan bagi yang akan melanjutkan sekolah.
j. Penyaluran dan Bimbingan Lanjut (Aftercare)
Dalam penyaluran dilakukan pemulangan klien kepada orangtua/wali,
disalurkan ke sekolah maupun instansi/perusahaan dalam rangka
penempatan kerja. Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala dalam rangka
pencegahan kambuh/relapse dengan kegiatan konseling, kelompok dan
sebagainya.
k. Terminasi
Kegiatan ini berupa pengakhiran/pemutusan program pelayanan dan

21

rehabilitasi bagi klien yang telah mencapai target program (BNN, 2013).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Rehabilitasi sosial merupakan pemulihan kembali keadaan individu yang
mengalamai permasalahan social.
2. Bahaya penyalahgunaan narkoba dapat mempengaruhi perubahan fisik dan
perubahan sifat.

22

3. Tahapan rehabilitasi sosial pada pecandu narkoba meliputi: Tahap rehabilitasi


medis (detoksifikasi), Tahap rehabilitasi non-medis, Tahap bina lanjut (after
care).
B. SARAN
Berdasarkan makalah diatas maka terdapat beberapa saran yang penulis ajukan,
diantaranya :
1. Bagi lembaga Panti Rehabilitasi Sosial : menambah program atau
keterampilan untuk dapat lebih memberdayakan pemuda khususnya korban
pecandu narkoba, perlu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang
bahaya narkoba
2. Bagi korban Penyalahgunaan narkoba : supaya korban tidak lagi
mengkonsumsi narkoba, bahwa harus memiliki pola hidup yang sehat,
mendekatkan diri kepada Allah SWT untuk memperkuat iman agar terhindar
dari hal-hal yang dapat menjerumuskan diri sendiri dan orang lain.
3. Bagi masyarakat : agar tidak mengucilkan para pecandu narkoba, sebaiknya
ikut berpartisipasi dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba untuk
meminimalisir kejahatan yang bisa dilakukan para pengguna narkoba, dapat
menjadi inspirator bagi pecandu narkoba agar korban tidak ingin memakai
narkoba lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, Asikin, H.. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
Allen K.M. Clinical Care of the Addicted Client, Review Article on: American
Psychiatriy Journal, 2010 October 20.
Alodokter . 2013. Tahapan Rehabilitasi Narkoba http://www.alodokter.com/tahapanrehabilitasi-narkoba [Accessed: Nov 28, 2016].

23

Aruan, S. 1998. Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi. Ghalia
Indonesia.
Benjamin, et al. Substance Related Disorders. Dari: Kaplan & Sadock Synopsis of
Psychiatry Behavioral Science/Clinical Psychiatry 9th edition, Lippingcott
Williams & Wilkins, 2002, h. 380-435.
BNN. (2013). Perkembangan Ancaman Bahaya Narkoba di Indonesia.
http://www.bnn.go.id pdf. di akses tanggal 16 april 2015.
BNN. 2016. http://jabar.bnn.go.id/artikel/tahapan-rehabilitasi-bagi-pecandunarkotikanarkoba [Accessed: Nov 28, 2016].
Dinas Sosial Jawa Timur. 2011. Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.Online
http://dinsos.jatimprov.go.id/web/index.php?
option=com_content&view=article&id=111&Itemid=89 (29 November 2016)
Hawari, D. (2006). Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA, Jakarta : FKUI.
Haryati L., 2013.Tahap-tahap Pemulihan Pecandu Narkoba. Humas Badan Narkotika
Nasional.Jakarta.
http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/08/24/514/tahap-tahappemulihan-pecandu-narkoba [Accessed: Nov 28, 2016].
Martono, L.H, Joewana, S. 2008. Belajar Hidup Bertanggung Jawab Menagkal
Narkoba & Kekerasan. Jakarta: Balai Pustaka.
Muis, Ichwan. 2010. Rehabilitasi Sosial. Online http://ichwanmuis.com/?p=231 (29
November 2016)
Sumiati. DKK. (2009). Kesehatan jiwa remaja dan konseling. Jakarta: Trans Info
Media.
Widiada, A . 2005. Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan. Bandung : Amrico.

24

25

Anda mungkin juga menyukai