Anda di halaman 1dari 4

A.

APBN

1.

Fungsi

Di negara manapun juga, baik yang beraliran sosial maupun berbasis


kapitalis atau gabungan dari dua sistem ekonomi tersebut, pemerintah
mempunyai suatu peran sangat penting di dalam kegiatan ekonomi
nasional. Tugas pemerintah ini di realisasikan lewat berbagai macam
kebijakan, peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk
mendorong atau menggairahkan ekonomi pada saat ekonomi sedang lesu
dan mengerem laju ekonomi pada saat sedang memanas pertumbuhan
ekonomi rata-rata pertahun tinggi.
Perubahan maupun pemakaian APBN dalam upaya mencapai
pertumbuhan ekonomi, penciptaan lebih banyak kesempatan kerja,
stabilitas harga, dan stabilitas dalam posisi eksternal di cerminkan oleh
sifat dari kebijakan fiskal.
2.

Komponen-komponen APBN

APBN mempunyai dua kompoen besar, yakni anggaran pengeluaran


pemerintah pusat dan anggaran pendapatan negara . Selanjutnya, kedua
komponen tersebut, masing-masing mempunyai banyak sub komponen.
Anggaran pendapatan negara terdiri dari berbagai macam pajak, retribusi,
royalti, bagian laba BUMN, dan berbagai pendapatan non-pajak lainnya.
Sedangkan anggaran pengeluaran pemerintah pusat teriri dari dus subkomponen besar, yakni, pengeluaran pemerintah pusat dan pengeluaran
pemerintah daerah, yaitu transfer ke pemerintah daerah.
Pada tabel 7.1 menunjukkan APBN Pemerintah Indonesia untuk periode
1964-1965, saat keterburukan ekonomi nasional mencapai titik
klimaksnya. Dapat dilihat bahwa akibat pendapatan pemerintah jauh lebih
kecil dibandingkan pengeluarannya, defisit APBN pada periode itu
melebihi 100 % dari jumlah pendapatan.
Tahu
n

Pendapatan
Anggara Aktual
n
1964 200
263
1965 671
923

Pengeluaran
Defisit
Anggaran Aktual Anggaran
688
965

681
2.526

398
1.603

%
dari
pendapatan
141
174

Sebagai perbandingan tabel yang terlampir (7.2) menjabarkan ringkasan


APBN selama periode 2005-2010. Dapat dilihat bahwa komponen terbesar
dari pendapatan negara adalah pajak dalam negeri yang pada tahun 2005
tercatat mencapai hampir Rp. 331,8 triliun, dibandingkan pajak dari
perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) yang hanya Rp. 15,2 triliun,
atau hanya sekitar 4,58 %. Pada tahun 2009 realisasi nilai pajak dalam
negeri meningkat menjadi Rp. 697,4 triliun dan dari nilai pajak dari hasil

perdagangan luar negeri sekitar Rp. 28,5 triliun. Untuk tahun 2010 sesuai
rencana APBN (RAPBN) yang disahkan oleh DPR ketika MENKU masih
dijabat oleh Sri Mulyani pada Mei 2010, penerimaan pajak ditetapkan
sekitar hampir Rp. 729,2 triliun, yang terdiri dari pajak dalam negeri
sebesar Rp. 702 triliun dan ekspor dan impor sebanyak Rp. 27 triliun. Jika
dilihat dari perkembangan trennya selama 2004 hingga 2010, rasio
pendapatan pajak terhadap total penerimaan negara cenderung
meningkat dari hampir 70% tahun 2004 menjadi 75% berdasarkan RAPBNP 2010 (7.1). Namun, jika dilihat dari rasio terhadap PDB, hingga saat ini
Indonesai masih termasuk negara kecil jika dilihat dari rasio pajaknya,
yakni jumlah penerimaan pajak sebagai persentase dari PDB (7.2).
Sedangkan penerimaan dalam negeri dari non pajak 2005 tercatat sekitar
Rp. 146,9 triliun dan tahun 2009 realisasinya mencapai hampir Rp. 259
triliun. Untuk tahun 2010 ditetapkan jumlah pemasukan pemerintah dari
non pajak hampir Rp. 181 triiliun. Penerimaan hibah dari luar negeri relatif
tidak terlalu besar perubahannya, yang rata-rata pertahun selama periode
yang diteliti berkisar Rp. 1 triliun hingga Rp. 1,5 triliun.

Pertama, di antara jenis-jenis pajak yang ada, pajak penghasilan dari


sektor migas dan sektor-sektor non migas adalah yang terbesar yang di
dominasi oleh pph dari sektor-sektor non-migas. Kedua, dari sektor luar
negeri, bea masuk selalu lebih besar dari bea keluar yang bisa
mencerminkan dua hal, yakni Indonesia sangat banyak melakukan impor
dan pemerintah berupaya selama ini menggenjot ekspor dengan berbagai
macam cara, di antaranya dengan memberikan keringanan pajak
ekspor. Ketiga, dalam bidang SDA, ternyata keuangan pemerintah hingga
searang ini masih sangat tergantung pada pemasukan dari sektor
migas. Keempat, sumbangan dari laba BUMN terhadap pendapatan
pemerintah cenderung meningkat setiap tahun, walaupun banyak BUMN
yang mengalami kerugian pada taun-tahun tertentu.
Memang yang penting bagi pemerintah adalah setelah dilakukan revisi,
defisit anggaran bisa lebih kecil atau paling tidak bertambah besar, tetapi
ini tentu sangat tergantung pada kondisi perekonomian saat itu yang
menjadi alasan utama revisi APBN atau RAPBN dilakukan.

3.

APBN Realisasi versus APBN Revisi

Bebrapa tabel sebelumnya menunjukkan adanya dua versi APBN, yakni


APBN realisasi dan APBN revisi. APBN yang direvisi biasanya disebut APBN
perubahan (APBN-P). Revisi bisa dilakukan dengan atau tanpa kebijakan.
Realisasi APBN bisa lebih besar, sama atau lebih kecil dari anggaran awal
atau anggaran yang telah di revisi. Revisi APBN tidak selalu berarti beban
pemerintah smakin berat, atau pengeluaran dan defisit APBN yang di
revisi tidak harus selalu lebih besar dari anggarn semula, tergantung

penyebab utama dilakukannya revisi dan metode penghitungannya serta


asumsi-asumsi baru yang menjadi dasar revisi. Revisi APBN diperlukan
saat kondisi perekonomian cenderung berubah, yang artinya asumsiasumsi tersebut melandasi penyusunan anggaran pemerintah tidak dapat
terealisasi atau tidak dapat dipertahankan

B.

Kebijakan Fiskal

1.

Teori dan Model

Pertumbuhan dan stabilitas sektor riil di pengaruhi oleh pemerintah lewat


kabijakan fiskal, dan di Indonesia kebijakan ini merupakan tanggung
jawab menteri keuangan. Sedangkan pertumbuhan dan stabilitas sektor
moneter dipengaruhi oleh pemerintah lewat kebijakan moneter yang
sepenuhnya adalah tanggung jawab Bank Indonesia. Keserasian antara
stabilitas di dalam ekonomi dengan pertumbuhan yang berkelanjutan. Di
Indonesia, kebijakan fiskal mempunyai dua prioritas. Prioritas pertama
adalah mengatasi APBN, dan masalah-masalah APBN lainnya.

2.

Analisis Empiris

Salah satu jalur lewat mana pemerintah bisa mempengaruhi atau


meminkan peran ekonominya adalah lewat kebijakan fiskal. Hal ini
dilakukan dengan menaikkan atau mengurangi pengdi teluarannya, di
dalam model ekonmi karo keynesian, di tandai dengan variabel G, atau
menakkan dan menurunkan tarif pajak, di tandai dengan variabel T, dan
ini semua tercermin oleh besarnya nilai APBN. Untu menganalisis tingat
kesehatan keuangan pemerintah, besarnya defisit anggaran pemerintah
juga perlu dilihat dari persentasenya terhadap PDB. Karena yang perlu di
ukur tidak hanya beban dari kebijakan fiskal namun juga efektifitasnya.

C.

Utang Luar Negeri (ULN)

1.

Penyebab Utama : Suatu Perspektif Teori

Sejak krisis ULN di dunia pada awal 1980-an, masalah ULN yang dialami
oleh banyak NB tidak semakin baik. Banyak NB semakin terjerumus ke
dalam krisis ULN sampai negara-negara pengutang besar terpaksa
melakukan program-program penyesuaian struktural terhadap ekonomi
mereka atas desakan dari bank Dunia dan IMF, sebagai syarat utama
untuk mendapatkan pinjaman baru atau pengurangan terhadap pinjaman
lama. Bahkan Indonesia telah beberapa kali nyaris terjerumus ke krisis
ULN yang serius sejak era Orde Lama hingga krisis keuangan Asia.
Tingginya ULN dari banyak negara disebabkan oleh tiga jenis defisit :

defisit transaksi berjalan (TB), defidit neraca perdagangan, defisit


investasi dan defisit fiskal.
Dapat di ketahui bahwa defisit TB yang terjadi terus menerus membuat
banyak NB harus tetap bergantung pada pinjaman luar negeri (PLN),
terutama negara-negara yang kondisi ekonomi domestiknya tidak
menggairahkan investor-investor asing sehingga sulit bagi negara-negara
tersebut untuk mensubtitusikan PLN dengan investasi, misalnya dalam
bentuk penanaman modal asing (PMA).

Anda mungkin juga menyukai