Anda di halaman 1dari 9

http://sumut.kemenag.go.

id/
11/02/2015

Peningkatan Kemampuan Guru dalam Melakukan Penelitian


Tindakan Kelas Melalui Implementasi Diklat

Oleh: Dra. Hj. Intan Pulungan, M.Pd


Widyaiswara Madya BDK Medan

ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang implementasi Model Pelatihan In-On-In untuk meningkatkan
motivasi guru dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pembahasan diawali
dengan penjelasan singkat tentang PTK dan pentingnya bagi guru melakukan PTK,
karakteristik pelatihan yang efektif serta pelaksanaan diklat in-on-in Penelitian Tindakan
Kelas.
Kata Kunci: Kemampuan Guru, Penelitian Tindakan Kelas, Implementasi Diklat

A.

PENDAHULUAN

Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah wajib bagi guru profesional. peraturan


menteri negara pendayagunaan aparatur negara nomor 16 tahun 2009 tentang jabatan
fungsional guru dan angka kreditnya mengatur dengan jelas tentang hal ini. akan tetapi
dengan terbitnya peraturan ini, banyak guru yang mengalami kesulitan dalam peningkatan
karir dan jabatan mereka terutama dalam memenuhi tuntutan pelakanaan kegiatan
pengembangan keprofesian berkelanjutan. banyak yang mengalami stagnan dalam
pengembangan karir dan kepangkatannya sebagai guru, terutama guru yang telah berada di
golongan iv/a menuju ke iv/b dimana guru dituntut untuk melakukan kegiatan publikasi
ilmiah untuk kenaikan pangkat dan jabatannya. data dari kementerian pendidikan dan
kebudayaan tahun 2011 menunjukan bahwa 123.000 guru tidak mengalami kenaikan pangkat
dari pangkat iv/a ke iv/b selama lebih dari 5 tahun.

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015
Artikel ini membahas tentang penerapan pola pelatihan yang efektif yang dapat membantu
serta memotivasi guru dalam melaksanakan dan membuat laporan penelitian tindakan kelas.
Dengan pola pelatihan in-on-in diharapakan dapat membantu guru dalam memulai penelitian
tindakan kelas.

B.

PENTINGNYA BAGI GURU MELAKSANAKAN PENELITIAN TINDAKAN

KELAS
Melaksanakan Penelitian tindakan kelas dinilai bermanfaat bagi guru. Menurut Suharsimi
(2002), melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) masalah-masalah pendidikan dan
pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan, sehingga proses pendidikan dan
pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara
sistematis. Upaya PTK diharapkan dapat menciptakan sebuah budaya belajar (learning
culture) di kalangan guru-siswa di sekolah. PTK menawarkan peluang sebagai strategi
pengembangan kinerja, sebab pendekatan penelitian ini menempatkan pendidik dan tenaga
kependidikan lainnya sebagai peneliti, sebagai agen perubahan yang pola kerjanya bersifat
kolaboratif.
Suharsimi (2002) juga menambahkan bahwa PTK merupakan paparan gabungan definisi dari
tiga kata penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu
objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
bermanfaat bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan
kualitas diberbagai bidang.Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan
dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya berbentuk rangkaian periode / siklus
kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan
tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru yang sama. Penelitian
tindakan kelas (PTK) merupakan terjemahan dari Classroom Action Research yaitu suatu
action research (penelitian tindakan) yang dilakukan di kelas.
C.

PELATIHAN YANG EFFEKTIF

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015
Beberapa penelitian telah dilakukan tentang pelatihan yang effektif bagi guru dalam
meningkatkan kompetensi guru dengan melihat akibat perubahannya pada guru itu sendiri,
siswa, sekolah dan pemerintah pada umumnya. Dari hasil penelitian tersebut diidentifikasi
beberap faktor yang sebaiknya diperhatikan dalam sebuah pelatihan agar dapat dikategorikan
sebagai pelatihanyang efektif; yaitu desain waktu dan metode penyampaian, materi pelatihan,
evaluasi pelatihan dan program tindak lanjut.

Gbr.1 Pelatihan PTK bagi guru IPA MTs.


1.

Desain waktu dan metode penyampaian pelatihan

Desain waktu pelatihan adalah faktor penting dalam menentukan efektifitas sebuah pelatihan.
Kebanyakan pelatihan yang dilaksanakan didesain sebagai pelatihan singkat dengan durasi
tertentu antara 3 hari sampai beberapa minggu. Desain program pelatihan seperti ini disebut
dengan one-shot strategies. Akan tetapi, menurut Mirici (2006) , desain pelatihan one-shot
strategy ini kurang efektif dibandingkan dengan ongoing programme. Ongoing
programmes are generally considered more fruitful and effective in achieving the desired
objective than one-shot teacher training programs (Mirici, 2006, p. 157). Sejalan dengan
ini, Fullan (1980, dikutip dari CERI, 1982, p. 54) sependapat bahwa most in-service training
is ineffective because it is frequently based on one-shot workshops involving a large or in
any case undifferentiated group of teachers, and provides limited time for teachers to learn.
Dengan kata lain, pelatihan singkat dengan jangka waktu tertentu dianggap kurang efektif
karena desain pelatihan seperti ini membatasi kesempatan belajar guru. Ferguson and Donno
3

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015
(2003), menambahkan bahwa jangka waktu sebuah pelatihan adalah hal penting untuk
menentukan keefektifan sebuah pelatihan karena terbatas waktu yang tersedia juga akan
membatasi kesempatan peserta pelatihan untuk belajar dan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan mereka.
Metode penyampain juga berperan penting dalam pelatihan. Sebuah pelatihan yang hanya
berdasarkan penyampaian dan pemaparan teori akan materi tertentu, menurut Ur (1992)
sudah tidak lagi sesuai dan efektif sebagai metode penyampaian materi dalam pelatihan.
Menurutnya sebuah pelatihan untuk pengembangan keprofesionalan haruslah berdasarkan
theory of action, yaitu a thoughtful, systematic, and principled rationale underlying
practice by means of continual interaction between the theoretical and practical components
of a course (1992, p.56). lebih lanjut Ur menjelaskan bahwa:
The main objective of an effective ELT course must be the development of trainee teachers
personal theory of action; and hence its main focus should be an ELT pedagogy course into
which teaching practice and observation is integrated, and which uses a variety of
experiential techniques as well as lectures, reading, discussion (Ur, 1992, p. 60).
Hal ini menyiratkan bahwa metode penyampaian materi dalam sebuah pelatihan sebaiknya
berbariasi mulai dari kegiatan pemaparan teori sampai kepada penerapan dari teori yang telah
dipaparkan.
2.

Komponen Pelatihan

Fullan (1980, cited in CERI, 1982, p. 54) menyatakan bahwa salah satu penyebab sebuah
pelatihan yang dilaksanakan menjadi tidak efektif adalah materi pelatihan yang disajikan
tidak sesuai dengan kebutuhan guu. Hal ini mengindikasikan bahwa materi sebuah pelatihan
sebaiknya dideasain sesuai dengan kebutuhan yang mendesak yang dibutuhkan oleh peserta
pelatihan, terutama materi yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi peserta pelatihan.
Hal ini akan berdampak pada motivasi dan keseriusan peserta dalam mengikuti pelatihan.
3.

Evaluasi pelatihan dan program tindak lanjut

Pelatihan yang tidak disertai dengan evaluasi dan program tindak lanjut merupakan salah satu
penyebab sebuah pelatihan dapat dikategorikan sebagai pelatihan yang tidak efektif (Fullan
4

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015
(1980), dikutip dari CERI, 1982,hal. 54). Sebagaiman diungkapkan oleh Gemmell, King,
Randall and Sutherland, 2003, (dikutip dari Balchin, Randall and Tunner, 2006), kebanyak
evaluasi pelatihan yang dilakukan hanya berkisar pada pengukuran hal-hal teknis seperti
tingkat kepuasan pesetta terhadap materi pelatihan atau pelatih / narasumber. Sebaiknya
evaluasi juga dilakukan untuk mengukur tingkat pembelajaran peserta dan perubahan tingkah
laku peserta sebagai akibat dari hasil pelatihan.
D. PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS DENGAN MODEL IN-ON-IN
1.

Setting Pelatihan

Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model In-On-In dilaksanakan diantara
pada bulan Agustus sampai Oktober 2013. Pelatihan ini diikuti oleh 25 orang guru yang
terdiri dari 17 orang guru laki-laki dan 8 orang guru perempuan. Seluruh peserta pelatihan
adalah guru PNS memiliki pangkat IV/a dengan masa kepangkatan lebih dari 5 tahun.
Kegiatan ini berlangsung selama 8 hari mulai antara Agustus sampai dengan Oktober 2013.
2.

Desain pelatihan

Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas ini didesain menggunakan model In-On-In yang terdiri
dari kegiatan In-service Learning 1, On the Job Learning dan In-service Learning 2. Secara
keseluruhan, kegiatan ini berlangsung selama 3 bulan 8 hari (Agustus sampai dengan Oktober
2013) yang terdiri dari 5 hari untuk kegiatan In-service Learning 1, 3 bulan untuk kegiatan
On the job Learning dan 3 hari untuk kegiatan In-service learning 2.
Metode penyampaian materi pelatihan juga dikombinasikan antara pemaparan teori tentang
Penelitian Tindakan Kelas dan penerapkan teori-toeri tersebut dalam bentuk kegiatan
simulasi, latihan, diskusi dan presentasi pada kegiatan In service learning 1 dan 2. Kemudian
juga dikombinasikan dengan praktek melaksanakan penelitian tindakan kelas di kegiatan On
the job learning serta penulisan pelaporan.
3.

Komponen Pelatihan

Dalam kegiatan In-service learning 1 yang terdiri dari 42 jam pelajaran, dibahas tentang teori
tentang penelitian tindakan kelas dengan materi pokok yaitu konsep dasar Penelitian
5

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015
Tindakan Kelas, tahap persiapan PTK, tahap perencanaan PTK, Tahap pelaksanaan PTK,
tahap pengamatan PTK, tahap Refleksi PTK dan tahap pelaporan PTK.
Materi pokok konsep dasar PTK memuat tentang definisi, manfaat, tujuan dan teori-teori
yang menjadi dasar pelaksanaan PTK. Materi tahap persiapan ptk memuat tentang hal-hal
yang harus dilakukan oleh seorang guru sebelum memulai melakukan penelitian tindakan.
Dimulai dari mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh guru didalam kelas, kemudian
menganalisis dan merumuskan masalah yang telah diidentifikasi kemudian rumusan masalah
tersebut dibuatkan hipothesis penyelesaiannya. Hal inilah dijadikan dasar untuk
merencanakan PTK. Materi selanjutnya adalah tahap perencanaan PTK. Materi ini memuat
tentang merencanakan PTK yang akan dilakukan dimulai dari menetapkam materi pokok
yang menjadi permasalahan, menetapkan rencana siklus yang akan diterapkan serta
menyusun silabus dan RPP. Kemudian, materi tahap pelaksanaanPTK membahas tentang
bagaimana sebuah PTK dilaksanakan. Materi ini diiringi dan sejalan dengan materi tahap
pengamatan PTK yang membahas tentang bagaimana pengamatan pelaksanaan sebuah PTK
sebaiknya dilakukan. Materi dilanjutkan dengan tahap refleksi PTK yang mencakup kegiatan
analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang telah
dilakukan.

Hasil refleksi berupa kesimpulan yang mantap dan tajam. Hasil refleksi

digunakan untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan
PTK. Bila masalah PTK belum tuntas atau indikator belum tercapai, maka PTK akan
dilanjutkan pada siklus berikutnya melalui tahap-tahap yang sama dengan siklus sebelumnya.
Kemudian materi diklat diakhiri dengan materi tahap pelaporan PTK. Pada matreri pelaporan
PTK ini dibahas tentang sistematika penulisan laporan PTK. Kegiatan in-service learning 1
ini diakhiri dengan membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) tentang penelitian tindakan kelas
yang akan dilakukan oleh peserta dalam kurun waktu 3 bulan.
Dalam Kegiatan On the Job Learning, peserta melaksanakan penelitian tindakan kelas
dengan menerapkan seluruh pengetahuan dan keterampilanyang telah mereka dapatkan
selama kegiatan in-service learning 1. Pada tahap ini, peserta akan dibimbing dan
dimonitoring pelaksanaan penelitian tindakan kelasnya oleh fasilitator sebanyak 3 kali
pertemuan dalam kurun waktu 3 bulan.

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015
Setelah selesai melaksanakan kegiatan on the job learning, dilanjutkn pada kegiatan in-sevice
learning 2. Pada kegiatan ini peserta menyerahkan draft laporan penelitian yang telah mereka
laksanakan serta mempresentasikan hasil kegiatan tersebut dalam kelas untuk diberi masukan
dan saran oleh fasilitator maupun peserta diklat yang lain.
Kegiatan ini diakhiri dengan menyerahkan laporan final penelitian tindakan kelas setelah
direvisi sesuai dengan masukan, kritikan dan saran dari hasil kegiatn in-service learning 2.
Untuk kegiatan revisi ini peserta diberikan waktu maksiml 3 minggu untuk menyelesaikan
revisi laporan tersebut.
4.

Evaluasi dan Tindak lanjut Pelatihan

Evaluasi dan tindak lanjut pelatihan dilakukan untuk kegiatan in-service learning 1 dan 2
maupun on the job learning. Evaluasi untuk kegiatan in-service 1 dan 2 dilaksanakan
menggunakan instrumen evaluasi penyelenggaraan diklat yang dilaksanakan diakhir
pelatihan. Instrumen ini berisi 11 pertanyaan untuk mengukur tingkat relevansi dan efektifitas
pelatihan berdasarkan kebutuhan peserta. Selain itu juga digunakan instrumen smiley face
untuk mengukur tingkat kepuasaan peserta setiap hari diakhir pelatihan. Hasil evaluasi smiley
face ini digunakan untuk bahan melakukan perbaikan pada hari berikutnya.
5.

Hasil Pelatihan

Hasil pelatihan penelitian tindakan kelas ini menunjukan bahwa 97,5% peserta (24 orang
dari 25 peserta) termotivasi untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dan berhasil
menyelesaikan laporan PTK. 1 orang peserta tidak dapat menyelesaikan penelitian tindakan
kelas dan menyusun pelaporannya karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.
Dari 24 orang peserta yang mampu menyelesaikan penelitian tindakan kelas dan
pelaporannya. Seluruh peserta mengatakan bahwa pelatihan in-on-in ini memberikan mereka
waktu dan bimbingan yang cukup yang mereka butuhkan untuk melakukan sebuah penelitian
dan membuat pelaporannya. Pelatihan yang mereka ikuti benar-benar bermanfaat dalam
membangun pengetahuan dan keterampilan tentang penelitian tindakan kelas. Bahkan mereka
juga mengatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan penelitian yang
mereka dapatkan juga dapat diterapkan untuk penelitian lain selain PTK.
7

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015
Kegiatan in-service learning 1 dirasakan oleh peserta sangat bermanfaat dalam membangun
pengetahuan dan pemahaman mereka tentang konsep-konsep penelitian tindakan kelas.
Metode penyampaian materi yang bervariasi sangat menyenangkan dan tidak membosankan.
Bahkan peserta juga mengatakan mereka dapat membangun kerjasama yang baik bahkan
sampai diluar pelatihan karena pelatihan selalu dilakukan dalam kelompok.
Kegiatan on the job learning adalah hal yang paling disukai peserta dari pelatihan PTK
dengan model In-on-in ini. Kegiatan yang berdurasi selama lebih kurang 3 bulan ini
memberikan waktu yang cukup bagi peserta untuk menerapkan teori-toeri penelitian yang
didapatkan dalam kegiatan in-service learning 1. Lagi pula, kegiatan on the job learning ini
dilengkapi dengan kegiatan mentoring dan monitoring yang dilakukan oleh fasilitator selama
kegiatan on the job learning berlangsung. Peserta merasa kegiatan monitoring dan mentoring
ini sangat bermanfaat dalam membimbing dan memonitor keterlaksanaan tugas ojl yang
mereka lakukan yaitu melakukan penelitian tindakan kelas dan menyusun pelaporannya
dalam bentuk laporan PTK.
E.

PENUTUP

Dengan dukungan yang tepat seperti pelatihan model in-on-in, dapat memotivasi dan
meningkatkan kemampuan guru untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas yang
merupakan salah satu syarat untuk pengembangan karir dan kepangkatan guru khususnya
guru PNS. Diharapkan dengan pelatihan in-on-in ini, masalah guru PNS yang tidak dapat
naik pangkat dari golongan IV/a keatas yang terbentur karena tidak melaksanakan kegiatan
publikasi ilmiah dapat diatasi.

F.

DAFTAR PUSTAKA

Balchin, N., Randall, L., & Tunner, S. (2006). The couch consult methods: A model for a
sustainable change in schools. Educational psychology in practice. 22(3), 237-254.

CERI (Centre for Educational Research and Innovation) (1982). In-service education and
training of teachers: A condition for educational change. Paris: OECD.

http://sumut.kemenag.go.id/
11/02/2015

Mirici, I.H. (2006). Electronic in-service teacher-training for the new national EFL
curriculum in Turkey. Turkish online journal of distance education-TOJDE. 7(1), 155-164
.
Ur, P. (1992). Teacher learning. ELT Journal. 46(2). 56-61.

Suharsimi, Arikunto (2002), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai