7. Roda gigI
8. Mata pencacah ikan
3.1. Perhitungan Daya Yang Direncanakan
Demi kelancaran dalam pemakai motor penggerak dan daya yang digerakan, maka perlu
diketahui berapa putaran dan daya yang berkerja pada proses mesin yang direncanakan.
3.1.1. Menetukan Volume Hopper
Menurut Verlag Dr.-Ing. P. Chirstiani (1988:14) volume benda yang berbentuk
pyramid puntung dapat ditentukan volumenya dengan persamaan :
A1+ A2 A1 A2
h
V =
3
Dimana : V
= Volume benda
= Tinggi
A1
= Area dasar
A2
Bentuk dari hopper yang direncanakan, yang akan digunakan pada mesin
pencacah ikan untuk pembuatan abon adalah sebagai berikut :
A 1=P l
0,5 0,012
0,106
0,084 0,41
0,03481 m3
3.1.2. Menentukan Kapasitas Kerja
Dimana untuk menentukan kapasitas direncanakan putaran silinder yang berkerja
sebesar n = 300 Rpm. Dari hasil pengamatan yang dilakukan penulis, daging ikan yang
telah dilakukan perebusan memiliki perbedaan dari daging ikan mentah, dimana daging
ikan yang telah direbus memiliki sifat kekenyalan lebih rendah dari daging mentah dan
meiliki sifat potong yang lebih tinggi dari daging mentah. Dan diketahui massa jenis dari
daging ikan sebesar = 1,1 kg/m3. Maka untuk menentukan kapasitas kerja mesin
digunakan persamaan berikut :
Q=V n
Dimana : Q
= Kapasitas (kg/jam)
= Putaran (rpm)
kg
menit
2
n
60
= Kecepatan sudut (rad/s)
2
n
60
2 3,14
300
60
3,14
rad
s
VB
1,57
m
s
Menurut george H. Martin (1984:20) putaran untuk semua titik dalam sebuah
benda yang berputar mempunyai kecepatan sudut yang sama w, jadi kecepatan sudut
antara silinder dan puli besar sama. Kecepatan linier silinder dan puli besar berbeda. Dari
perhitungan diatas telah diketahui kecepatan linier dari silinder, maka dengan
mengunakan persamaan dibawah ini dapat kita ketahui kecepatan linier puli besar.
VA RA
=
VB RB
Dimana : VA
VB
RA
RB
m
s
Jadi kecepatan linier untuk puli besar adalah sebesar =2,983, maka untuk
menentukan putaran yang berkerja digunakan persamaan berikut :
Dimana : N
= Kecepatan linier
= Radius
maka :
3.1.4.
Daya kerja yang terjadi pada silinder
Daya yang dibutuhkan untuk memutar silinder dan mencacah ikan, untuk
perencanaan awal daya yang terjadi antara silinder dengan daging ikan. Menurut Verlag
Dr.-Ing. P. Chirstiani (1988:17) gaya yang berkerja pada silinder pencacah dapat
ditentukan dengan mengunakan persamaan berikut :
mV 2
F=
r
Dimana : F
= Gaya (N)
V
= Kecepatan sudut silinder (m/s)
r
= Radius silinder pencacah (m)
m
= Massa yang diberikan (kg)
Maka :
2
11,45 1,57
F=
0,05
564 N
Maka :
= 0,05 564
= 28,4 (Nm)
Maka untuk mengetahui daya yang terjadi menggunakan persamaan berikut:
P=T
Dimana : P
= Daya (watt)
T
= Torsi yang terjadi (Nm)
Jadi dari hasil perhitungan diatas didapat daya motor penggerak sebesar 1 hp
dengan putaran 300 rpm, dari hasil survei diketahui bahwa tidak ada motor dengan
karakteristik 1 hp 300 rpm , jadi dipilih sebagai alternatif motor dengan karakteristik 1 hp
1200 rpm
3.2. Daya Rencana
Daya rencana adalah hasil konversi antara daya nominal output dari motor penggerak
dengan faktor koreksi,karna daya yang besar di perlukan pada saat start atau mungkin beban
yang besar yang terus bekerja stelah start.dengan demikian di perlukan faktor koreksi pada daya
rata-rata yang di perlukan dengan menggunakan faktor koreksi perencanaan.
Dari hasil perhitungan daya kerja yang terjadi pada silinder diperoleh data dengan daya
penggerak sebasar 1 HP, putaran 1200 rpm. Menurut sularso dan Kiyokatsu Suga (1987:7), maka
daya yang di berikan dalam horse power harus di konversikan dengan 0,735 untuk mendapatkan
daya dalam kW.
Maka untuk mengamankan daya out put dari motor penggerak tersebut,terlebih dahulu
kita harus mengkonversikan dengan faktor koreksi (fc). Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga
(1987 : 7) maka daya rencana dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
Pd=fc p
Dimana; pd
fc
= daya rencana
= faktor koreksi (Tabel 4.1)
= 1,4 (diperhitungkan/digolongkan mesin pencacah ikan untuk Pembuatan
abon sebagai mesin yang mempunyai variasi beban Sedang dengan
jumlah jam kerja 8-10 jam/hari)
Maka :
Pd=1,4 0,735=1,029 kW
fc
1,2 -2,0
0,2 - 1,2
1,0 - 1,5
Jadi berdasarkan hasil perhitungan suatu proses pemotongan diketahui bahwa daya rencana (pd)
sebesar 1,029 Kw, dengan putaran 1200 rpm.
3.3. Perhitungan Sabuk dan Puli
3.3.1. Pemilihan Sabuk
Daya motor yang direncanakan (Pd 1,029 Kw).karna motor yang ada dipasaran
hanya memiliki klafikasi 1 HP dan putaran 1200, sedangkan putaran yang diperlukan
untuk menggerakan puli penggerak sebesar 600 rpm, maka harus dilakukan reduksi agar
mendapat putaran yang diperlukan . Dirancanakan putaran akan direduksi dengan
menggunakan gear box WPO type 50 dengan perbandingan reduksi sebesar 1: 2, maka
untuk mereduksi putaran digunakan persamaan berikut :
1
N=1200 =600 rpm
2
Maka dari hasil reduksi didapat putaran sebesar 600 rpm dan daya rencana sebesar
(Pd 1,029 Kw).maka berdasarkan gambar 4.1 didapat sabuk dengan tipe A
3.3.2. Pemilihan Bahan Puli
Bahan puli yang dipilih adalah besi cor FC30 dengan kekuatan tarik (B) 27
kg/mm3 (lampiran 1).
3.3.3. Menentukan Diameter Puli
Berdasarkan tabel pemilihan diameter puli minimum yang dianjurkan pada
(lampiran 2), untuk sabuk dengan tipe A maka diameter puli minimum yang dianjurkan
adalah 95 (mm) untuk pulli penggerak. Maka menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga
(1987 : 166), besarnya diameter nominal puli yang digerakan dapat ditentukan dengan
persamaan;
n1
D
=i= p
n2
dp
Dimana : n1
n2
dp
Dp
i
Maka :
jadi, Dp untuk ukuran standar dipilih 190 mm.
Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997:177) diameter luar puli dapat
ditentukan dengan persamaan :
Dimana : dp
= diameter puli kecil
dk
= putaran puli yang digerakkan
Dk
= diameter luar puli yang digerakan
Maka :
3.3.4.
Dp
Maka :
C = 2 190
= 380 mm
Pada perencanaan sabuk V ini faktor koreksi yang dipilih sesuai denganctabel
faktor koreksi untuk tranmisi sabuk menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997 : 165)
dipilih Fc = 1,3 karena tergantung jumlah jam kerja 8 10 jam per hari, maka Pd = 1,3 x
1,029 = 1,3377 (kw)
3.3.5. Menghitung Momen Rencana T1, T2 (Kg, mm)
1
L=2 C+ ( Dp+dp )
( Dpdp )2
2
4C
L=2 380+
3,14
1
( 190+ 95 )
( 19095 )2
2
4 380
L=1208 mm
b=2 L (Dp+dp)
2438 894,9
1543,1mm
Maka :
C=1543,1+ 1543,128(19095)2
8
382,82mm
383 mm
Jadi jarak sumbu poros yang diperoleh , C = 383 mm, dan diperoleh panjang
keliling sabuk L = 1219 mm
3.3.7. Menentukan Sudut Kotak Sabuk
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997 : 173) sudut kotak pada puli
penggerak dapat ditentukan dengan persamaan :
=1800
Dimana :
57(Dpdp)
C
57(19095)
383
5415
383
165,8o
3.3.8. Menghitung Kecepatan Sabuk
Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997 : 166) kecepatan sabuk dapat
ditentukan dengan persamaan
Dimana :
V = kecepatan sabuk
dp = diameter puli kecil
n1 = putaran motor penggerak
Maka :
45
V=
60 1000
3,14 95 600
x
xx
V = 3 m/s
Sularso dan Kiyokatsu Suga (1987 : 163) mengatakan kecepatan sabuk
yang baik adalah lebih kecil dari 25 m/s jadi pada perencanaan mesin ini
kecepatan sabuknya baik, karna V1 = 25 m/s : V = 3 m/s
V1 > V
25 m/s > 3 m/s................................baik
Perbandingan reduksi :
i = n1/n2
= 600/300
=2
4.3.9 Analisa Gaya Tarik Sabuk
Gaya gaya yang terjadi pada sabuk dapat diperlihatkan pada gambar
berikut :
Gambar 4.6 analisa gaya tarik sabuk
Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997 : 171) gaya tarik sabuk dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
2
1
F
F=x
46
Dimana :
F1 = gaya tarik sabuk pada sisi tarik (kg)
F2 = gaya tarik sabuk pada sisi kendur (kg)
= 0,44
Dimana :
= sudut kotak sabuk
=
180
.165,8
= 2,89
- Analisa gaya tarik sabuk dari puli motor penggerak ke puli yang
digerakan :
2
1
F
F
= 2,7182820,44 x 2,89
2
1
F
F
= 3,56
F1 = 3,56x F2 ...................................................................(1)
47
Menurut Khurmi Dan Gupta (1980 : 664) persamaan gaya tarik sabuk
adalah :
Pd = (F1 F2) x V .............................................................(2)
Dimana :
Pd = daya rencana
V = kecepatan sabuk
F1 = gaya tarik sabuk pada sisi tarik
F2 = gaya tarik sabuk pada sisi kendur
Subtitusi persamaan (1) ke persamaan (2), maka :
Pd = (3,56 F2 F2) x V
1029 = (2,56F2) x 3 (m/s)
F2 = 134 N
= 13,6 kg
Maka
F1 = 3,56.F2
= 3,56 x 13,6
= 48 kg
Dengan demikian gaya tarik sabuk efektif , menurut Sularso dan
Kiyokatsu Suga (1997:171). Dapat ditentukan dengan :
F = F1 F2
= 48 - 13,6
= 34,4 kg
Joseph E. Shigley dan larry D. Mitchell (1984 :336) mengatakan gaya
tarik awal sabuk dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
Fi =
2
12FF
=
2
48 13,6
= 30,8 kg
48
4.3.10 Menentukan Jumlah Sabuk
Sularso dan kiyokatsu suga (1997:173) mengatakan untuk menentukan
jumlah sabuk dapat ditentukan dengan persamaan :
N=
p k
pd
.0
Dimana :
P0 = kapasitas daya yang dapat ditransmisi oleh sabuk tunggal (Kw)
K = faktor koreksi
N = jumlah sabuk
Untuk nominal puli kecil, putaran 600 rpm (menurut sularso dan k. Suga
hal : 172) maka harga po adalah :
P0 = 0,67 + 0,06
= 0,73
Sedangkan untuk faktor koreksi (K) yang mendekati nilai sudut kotak puli kecil
1 = 165,8o adalah 169o dengan faktor koreksinya adalah 0,97 (lampiran 4).
Maka
N=
0,73 0,97
1,029
x
= 1,45..............(diambil satu buah)
4343
= 43 Kg
Maka momen lentur yang terjadi adalah :
M = 43 x (1/2 . 199)
= 4279 kg.mm
50
4.4 Perhitungan Mata Pencacah dan Silinder
Mata pencacah dan silinder adalah salah satu komponen utama dari
kontruksi mesin dimana direncanakan
A. Mata Pencacah
Panjang keseluruhan = 12 mm
Panjang dari permukaan silinder = 7 mm
Panjang dari permukaan ke dalam = 5 mm
Diameter mata pencacah = 1,5 mm
Jarak antara mata ke mata = 10 mm
Bahan = stainless steel
Gambar 4.7 Detail mata pencacah
B. Silinder Pencacah
Panjang = 500 mm
Diameter = 100 mm
Bahan = kayu
4.4.1 Menghitung Jumlah Mata Pencacah
Banyaknya jumlah mata pencacah yang berfungsi sebagai pencacah sangat
mempengaruhi baik tidaknya hasil pencacahan yang dilakukan berikut ini
menunjukan gambar mata pencacah yang direncanakan:
51
Gambar 4.8 Potongan silinder pencacah
dari gambar diatas didapat jumlah pisau yang terdapat pada silinder
pencacah dengan mengetahui terlebih dahulu panjang keliling lingkarannya
dengan persamaan berikut :
keliling lingkaran = . R .2
= 3,14 x 50 x 2
= 314 mm
Jadi
N=
5
kelilinglingkaran
Dimana
N = jumlah baris mata pencacah
314 = keliling lingkaran
5 = jarak antara baris kebaris lain
Maka :
52
=
5
314
= 62,8
= 63 baris
Maka untuk menentukan jumlah mata pencacah tiap silinder adalah sebagai
berikut :
a. jumlah mata pencacah untuk silinder A
M1 =
i
Pi
Dimana :
M1 = jumlah mata pencacah silinder A
P = panjang silinder
i = jarak antara mata kemata
Maka :
M1 =
10
500 10
= 49
Jadi jumlah keseluruhan mata pencacah untuk silinder A
J1 = M x N
Dimana :
M1 = jumlah mata pencacah silinder A
N = jumlah baris mata pencacah
J1 = jumlah mata pencacah untuk silinder A
Maka
J1 = 49 x 63
= 3087 buah
b. jumlah mata pencacah untuk silinder B
M2 =
i
P
53
Dimana :
M1 = jumlah mata pencacah silinder B
P = panjang silinder
i = jarak antara mata kemata
maka :
M2 =
10
500
= 50
Jadi jumlah keseluruhan mata pencacah untuk silinder B
J2 = M2 x N
Dimana :
M2 = jumlah mata pencacah silinder B
N = jumlah baris mata pencacah
J2 = jumlah mata pencacah untuk silinder B
Maka :
J2 = 50 x 63
= 3150
Maka jumlah keseluruhan mata pencacah untuk kedua silinder adalah :
J = J1 + J2
Dimana :
J = jumlah keseluruhan mata pencacah
J1 = jumlah mata pencacah untuk silinder A
J2 = jumlah mata pencacah untuk silinder B
Maka :
J = 3087 + 3150
= 6237 buah
4.4.2 Menghitung Beban Yang Terjadi Pada Pisau Penyerat
Momen bengkok yang terjadi pada mata pencacah dapat ditentukan
dengan persamaan beikut :
Mb = F . l
54
Dimana :
Mb = momen bengkok
F = gaya pada mata pencacah (N)
= (halaman 33)
l = panjang mata pencacah (mm)
maka :
Mb = 564 x 7
= 3948 Nmm
4.4.3 Menentukan Tegangan Bengkok Pada Pisau Pencacah
Menurut Verlag Dr.-Ing. P. Chirstiani (1988:28) tegangan bengkok pada
suatu bidang dapat ditentukan dengan persamaan :
b =
Wb
Mb
Dimana :
= 0,0153
32
3,14 x
= 0,331 mm3
Maka :
b =
Wb
Mb
55
=
0,331
3948
= 11927 N/mm2
4.4.4 Menetukan massa silinder
Verlag Dr.-Ing. P. Chirstiani (1988:15) mengatakan volume benda
berbentuk silinder berlubang dapat diketahui dengan persamaan berikut :
V=
4
.h
. ( D2-d2 )
Dimana : V = Volume silinder
h = Tinggi silinder
= 0,000295 kg
Maka untuk menetukan berat keseluruhan mata mata pencacah yang ada pada
silinder digunakan persamaan berikut :
K = M x J2
= 0,000295 x 3150
= 0,929 kg
Jadi berat keseluruhan tiap silinder dapat ditentukan dengan persamaan berikut
N = A1 + K
= 1,7 + 0,929
= 2,629 kg
Jadi berat yang terjadi di silinder adalah :
massa sebesar = 2,629 + 11,45
= 14,079 kg
4.5 Perencanaan Roda Gigi Lurus
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:245) untuk merencanakan
roda gigi terlebih dahulu harus diketahui modul roda gigi yang didapat dari
diagram pemilihan modul dimana ditentukan dari hubungan antara daya rencana
dan putaran poros penggerakkan mesin tersebut adalah 1,029 Kw dari hubungan
putaran 600 rpm dan daya rencana maka diperoleh modul sebesar m = 1,25
(lampiran 5)
bahan roda gigi yang direncanakan adalah S 25 C dengan perbandingan
reduksi 1:1 dan jarak sumbu poros 110 mm
57
jadi lingkaran jarak bagi d1 dan d2 dapat dihitung dengan persamaan yaitu
sebagai berikut :
d1 =
11
2 110
x
= 110 mm
d2 =
11
2 110 1
xx
= 110 mm
Jadi jumlah gigi untuk masing masing roda gigi dapat dihitung dengan
persamaan yaitu sebagai berikut :
Z1 =
m
d1
=
1,25
110
= 88
Z2 =
m
d2
=
1,25
110
= 88
Dari jumlah jumlah gigi pada tiap roda gigi diatas, yaitu sebanyak 88
buah.dan untuk menghitung diameter lingkaran jarak bagi digunakan persamaan
berikut :
d01 = Z1 x m
= 88 x 1,25
= 110
d02 = Z2 x m
= 88 x 1,25
= 110
58
Jarak sumbu poros
ao = (d01 + d01 )/2
= (110 + 110)/2
= 110
Untuk menentukan diameter kepala dan diameter kaki serta tinggi gigi
(kedalaman pemotongan) dari gigi maka digunakan persamaan berikut
Menentukan diameter kepala
dk1 = (Z1 + 2).m
= (88 + 2). 1,25
= 112,5
dk2 = (Z2 + 2).m
= (88 + 2). 1,25
= 112,5
Menentukan diameter kaki, Ck = 0,25 x 1,25 = 0,31
df1 = (Z1 - 2) x m 2 x Ck
= (88 - 2) 1,25 2 x 0,31
= 106,88 mm
df2 = (Z2 - 2) x m 2 x Ck
= (88 - 2) 1,25 2 x 0,31
= 106,88 mm
Tinggi gigi
H = 2.m + Ck
= 2 x 1,25 + 0,31
= 2,81 (mm)
Dari (lampiran 6) tabel faktor bentuk gigi (Y) jadi karna ditabel tidak ada maka
digunakan cara interpoli sebagi berikut
Y1 = 0,434 + (0,446 0,434).
100 75
88 75
= 0,440
Karna Z1 dan Z2 hasilnya sama maka Y2 sama dengan Y1
59
4.5.1 Menganalisa Kecepatan Roda Gigi
Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997:238) kecepatan keliling pada
jarak bagi roda gigi dapat dicari dengan persamaan :
V=
60.1000
..1dn
Dimana :
V = kecepatan keliling roda gigi
d1 = diameter lingkaran jarak bagi
n = putaran yang berkerja
maka :
V=
60 1000
3,14 110 300.
x
xx
= 1,73 (m/s)
4.5.2 Menganalisa Gaya Yang Terjadi
Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997:238) gaya tangensial dapat
dihitung dengan persamaan :
Ft =
V
102.p
Dimana :
Ft = Gaya tangensial
V = Kecepatan keliling roda gigi
P = Daya yang ditranmisikan
Maka :
Ft =
1,73
102.1,029
= 60,66 kg
60
4.5.3 Menentukan Faktor Dinamis Roda Gigi
Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997:240) faktor dinamis roda gigi
dapat ditentukan, karna roda gigi teliti dengan kecepatan V kurang dari 10 (m/s),
maka digunakan persamaan berikut :
Fv =
3v
3
=
3 1,73
3
= 0,634
4.5.4 Menganalisa Tegangan Lentur Yang Terjadi
bahan roda gigi dipilih dari jenis baja karbon dengan lambang S 25 C
(lampiran 1), Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997:240) diperoleh
tegangan lentur yang diizinkan untuk roda gigi a = 21 kg/mm2
. tegangan lentur
yang terjadi dapat dicari dengan persamaan :
Fb = a.m.Y.Fv
Dimana :
Fb = beban lentur diizinkan
a = tegangan lentur yang diizinkan
Y = faktor bentuk gigi
Fv = faktor dinamis
m = modul
Maka :
Fb = 21 x 1,25 x 0,440 x 0,634
= 7,32 (kg/mm)
4.5.5 Menganalisa Beban Permukaan Dan Lebar Gigi
Menurut Sularso Dan Kiyokatsu Suga (1997:244) beban permukaan yang
diizinkan dapat diperoleh, dan terlebih dahulu harus diketahui faktor tegangan
kotak diketahui kekerasan (150 Hb) maka harga KH = 0,039 kg/mm2 maka
digunakan persamaan berikut :
61
FH = Fv. KH. d01.
12
2 2.
ZZ
Z
x
= 3 kg/mm
Harga minimum Fmin is 3 kg/mm of KH
Maka tebal roda gigi
b = Ft / Fmin
= 60,66 / 3 = 20 mm
4.6 Perhitungan Poros
Untuk menghitung besar diameter dan bahan poros yang sesuai maka
terlebih dahulu perlu penganalisa gaya gaya yang berkerja pada poros. Poros ini
mendapat beban kombinasi puntir dan lentur.
Gambar dibawah ini memperlihatkan gaya gaya yang berkerja pada
poros
Dimana :
a = tegangan geser yang diizinkan (kg.mm2)
B = kekuatan tarik maxsimum bahan
Sf1= faktor keamanan bahan poros
64
= umumnya diambil, 6
Sf1= faktor konsentrasi tegangan
= 1,5 3,0 diambil 1,5
Maka :
6 3,0
58
x
a
= 3,2 kg/mm2
4.6.3 Menghitung Diameter Poros
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:8), besarnya diameter poros
dapat dihitung dengan persamaan berikut :
3
1
5,1 . .
Kt Cb T
a
ds
Dimana :
Ds = diameter poros
Kt = Harga untuk faktor kejutan
Cb = harga pembebanan lentur
T = momen puntir
Harga untuk faktor kejutan (Kt) diambil kejutan sedang yaitu : 1,5 dari
(1,5-3,0) dan untuk harga pembebanan lentur (Cb) diambil 2,0 dari (1,2-2,3).
3
1
1,5 . 2 . 4343
6,444
5,1
ds
= 21,76 mm (disesuaikan menjadi 25 mm)
4.6.4 Menghitung Tegangan Geser Yang Terjadi Pada Poros
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1987;7), tegangan geser pada poros
dapat dihitung dengan persamaan :
65
( )3
5,1 .
ds
bT
Dimana :
Ds = diameter poros
Kt = momen putir
b = Tegangan Geser Yang Terjadi Pada Poros
maka :
(25)3
b 5,1 . 4343
= 1,41 Kg/mm2
Dari hasil perhitungan ternyata tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari
tegangan geser yang dizinkan, maka poros aman terhadap tegangan puntir yang
terjadi.
a b
3,2 kg/mm2 1,41 Kg/mm2
4.6.5 Pemeriksaan Keamanan Poros
a. Akibat momen puntir
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1987;17), tegangan geser yang
terjadi akibat momen puntir dapat dihitung dengan persamaan berikut :
( )3
16.
ds
bT
Maka :
3.14(25)3
b 16. 4343
66
= 1,41 Kg/mm2
4.7 Perhitungan pasak
Pasak yang akan direncanakan adalah pasak benam yang berpenampang
segi empat. Berdasarkan ukuran diameter poros telah direncanakan maka dapat
dipilih ukuran/ dimensi pasak, sehingga dapat diketahui tekanan permukaan dan
tegangan geser yang terjadi.
Berdasarkan diameter poros yang telah direncanakan adalah 22 mm, maka
dimensi pasak adalah sebagai berikut :
Panjang pasak (b x h) = 8 x 7 mm
Kedalaman alur pasak pada poros (tl) = 4,0 mm
Kedalaman alur pasak pada naf (t2) = 3,3 mm
C = 0,40
L = 18 90 mm
4.7.1 Menghitung Gaya Tangensial
Akibat momen puntir, maka akan timbul gaya tangensial pada permukaan
poros dan besarnya gaya tangensial menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga Elemen
Mesin (1987;25), dapat dihitung dengan persamaan berikut :
( / 2) 5 d
FT
Dimana :
F = gaya tangensial
T = momen punter
ds = diameter poros
maka :
( / 2) 5 d
FT
67
(25 / 2)
4343
= 347,44 Kg
4.7.2 Menghitung Tegangan Geser Yang Terjadi
Akibat gaya tangensial (F) yang bekerja pada permukaan poros, maka
pasak akan putus secara geser selebar (b) dan sepanjang (l) . Menurut Sularso dan
Kiyokatsu Suga Elemen Mesin (1997;25), besarnya tegangan geser yang terjadi
pada pasak dapat dihitung dengan persamaan berikut :
bl
F
k.
68
6.3
55 ka
= 3,0 Kg/mm
4628 Karena tegangan geser yang diizinkan lebih besar dari tegangan geser
yang terjadi, maka pasak aman digunakan.
3,0 Kg/mm2 1,15 Kg/mm2
4.7.4 Menghitung Tekanan Permukaan
Tekanan permukaan yang terjadi pada permukaan pasak adalah sepanjang
(l) dan setinggi (t) seperti terlihat pada gambar 4 dibawah ini :
( ) 1 2 l t atau t
PF
(P = merupakan Tekanan permukaan)
37,5 . 4
P 347,44
= 2,31 kg/mm2
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1987;27), harga tekanan permukaan
yang dizinkan (pa = 8 Kg/mm2 ) untuk poros yang berdiameter kecil, 10 (Kg/mm2)
untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga diatas untuk
poros berputaran tinggi.
4.8 Perhitungan dan pemilihan bantalan
4.8.1 Menghitung Beban Ekuivalen Dinamis
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1987;135), besarnya beban
ekuivalen dinamis radial dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Pr = X . V . Fr + Y . Fa
Maka untuk mencari nilai Fr adalah :
F F 2 RA2 r t
347,44 2 442
69
= 350 Kg
Untuk nilai (X = 0,56), (V = 1), (Y = 0, )dan (Fa) dapat dilihat (lampiran
7)
Sehingga :
Pr = 0,56 . 1 . 350 + 0 . 0
= 197 Kg
4.8.2 Bantalan pada poros
Berdasarkan diameter poros 25 mm yang sesuai dengan putaran 600 rpm,
maka menurut sularso (1997:143) dapat ditentukan jenis bantalan dengan nomor
6305, (lampiran 8) dengan ukuran rata rata sebagai berikut :
- diameter dalam bantalan = 25 mm
- diameter luar bantalan = 52 mm
- lebar bantalan = 12 mm
- kapasitas beban dinamis spesifik = 1610 kg
- kapasitas beban statis spesifik = 1080 kg
Menurut sularso dan kiyokatsu suga (1997:136) untuk membuktikan
bantalan dalam keadaan aman atau tidak , maka dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
Cp = P
fn
fh
Dimana :
C = beban nominal dinamis spesifik (kg)
P = beban dinamis (ketegangan sabuk = 34,4 kg )
fh = faktor ukuran bantalan
fn = faktor kecepatan
Faktor kecepatan bantalan
fn =
1/ 3 33,3
=
1/ 3
300
33,3
= 0,48
70
Faktor umur bantalan
fh =
1/ 3
500
Lh
dimana :
Lh = umur bantalan 15000 (jam) menurut sularso dan kiyokatsu suga
(1997 :137) untuk pemakain tidak terus menurus.
fh =
1/ 3
500
15000
= 3,10
Sehingga kapasitas beban dinamis spesifik (C) Sularso dan Kiyokatsu
Suga (1987;136), dapat dihitung dengan persamaan berikut :
n
hr
f
Cf.P
0,48
3,10 . 197
= 1272 Kg
4.9 Perhitungan dan Pemilihan baut
Baut merupakan elemen pengikat, disini akan ditentukan ukuran ukuran
utama dari baut. Jumlah baut yang diinginkan untuk mengikat silinder
penghancur berjumlah 2 buah baut jenis baut tanam dan 4 buah baut tembus. Dan
baut untuk pengikat puli sebanyak 4 buah dan baut untuk pengikat bantalan
sebanyak 4 buah.
4.9.1 Perhitungan baut pengikat puli
Menentukan diameter baut
Menurut Khurmi R.S dan J.K Gupta (1982 ; 315), Sehingga dimensidimensi
baut menurut standar SI : 1362-1962 (Refer Fig. 10. 1) adalah :
Bahan : FC 20
Ulir : M 5
Pitch : 0,8
Diameter utama : 5 mm
71
Diameter efektif pitch(dp) : 4,480 mm
Diameter inti(dc) : 4,019 mm
Kedalaman ulir (h) : 0,491 mm
Menentukan beban tarik aksial
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:296), beban aksial dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
2
Wa.d2
=
2
2
2.5
= 25 Kg
Menghitung tegangan geser yang terjadi
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:296), tegangan geser pada
baut dapat dihitung dengan presamaan berikut :
A
Ft
g
Maka untuk mengetahui Ft digunakan persamaan :
P = 284 . d
= 284 x 5
= 1420
Jadi Ft = . 2
.4
cd
P
= 3.14 4,019 2
1420 4
x
x
= 111 kg/mm2
Luas penampang baut :
2
24
pcdd
A
72
=
2
2
4,480 4,019
4
3,14
= 14 mm2
Maka :
14
111 g
= 7,9 Kg/mm2
4.9.2 Perhitungan baut pengikat bantalan
Menentukan diameter baut
Menurut Khurmi R.S dan J.K Gupta (1982 ; 315), Sehingga dimensidimensi
baut menurut standar SI : 1362-1962 (Refer Fig. 10. 1) adalah :
Bahan : FC 20
Ulir : M 10
Pitch : 1.75
Diameter utama : 10mm
Diameter efektif pitch(dp) : 9,026 mm
Diameter inti(dc) : 8,160 mm
Kedalaman ulir (h) : 0,920 mm
=
2
2
2 . 10
= 100 kg
Menghitung tegangan geser yang terjadi
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:296), tegangan geser pada
baut dapat dihitung dengan presamaan berikut :
73
A
Ft
g
Maka untuk mengetahui Ft digunakan persamaan :
P = 284 . d
= 284 x 10
= 2840
Jadi Ft = . 2
.4
cd
P
= 3.14 8,1602
2840 4
x
x
= 54,3 kgmm2
Luas penampang baut :
2
24
pcdd
A
=
2
2
9,026 8,160
4
3,14
= 57,9 mm2
Maka :
57,9
54,3 g
= 0,93 Kg/mm2
4.9.3 Perhitungan baut pengikat flens
Menentukan diameter baut
Menurut Khurmi R.S dan J.K Gupta (1982 ; 315), Sehingga dimensidimensi
baut menurut standar SI : 1362-1962 (Refer Fig. 10. 1) adalah :
Bahan : S 20 C
Ulir : M 6
Pitch : 1 mm
Diameter utama : 6 mm
Diameter efektif pitch(dp) : 5,350 mm
74
Diameter inti(dc) : 4,773 mm
Kedalaman ulir (h) : 0,613 mm
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:296), beban aksial dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
2
Wa.d2
=
2
2
2.6
= 36 kg
Menghitung tegangan geser yang terjadi
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:296), tegangan geser pada
baut dapat dihitung dengan presamaan berikut :
A
Ft
g
Maka untuk mengetahui Ft digunakan persamaan :
P = 284 . d
= 284 x 6
= 1704
Jadi Ft = . 2
.4
cd
P
= 3.14 4,7732
1704 4
x
x
= 95,2kgmm2
Luas penampang baut :
2
24
pcdd
A
=
2
2
5,350 4,773
4
3,14
= 20 mm2
75
Maka :
20
95,2 g
= 4,76 Kg/mm2
4.9.4 Perhitungan baut pengikat silinder
Menurut Khurmi R.S dan J.K Gupta (1982 ; 315), Sehingga dimensidimensi
baut menurut standar SI : 1362-1962 (Refer Fig. 10. 1) adalah :
Ulir : M 5
Pitch : 0,8
Diameter utama : 5 mm
Diameter efektif pitch(dp) : 4,480 mm
Diameter inti(dc) : 4,019 mm
Kedalaman ulir (h) : 0,491 mm
Menentukan beban tarik aksial
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:296), beban aksial dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
2
Wa.d2
=
2
2
2.5
= 25 Kg
Menghitung tegangan geser yang terjadi
Menurut Sularso dan Kiyokatsu Suga (1997:296), tegangan geser pada
baut dapat dihitung dengan presamaan berikut :
A
Ft
g
Maka untuk mengetahui Ft digunakan persamaan :
P = 284 . d
= 284 x 5
= 1420
76
Jadi Ft = . 2
.4
cd
P
= 3.14 4,0192
1420 4
x
x
= 111 kg/mm2
Luas penampang baut :
2
24
pcdd
A
=
2
2
4,480 4,019
4
3,14
= 14 mm2
Maka :
14
111 g
= 7,9 Kg/mm