Anda di halaman 1dari 14

Lagi, Tiga TKI Tewas Ditembak di

Malaysia
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/19/
063546367/Lagi-Tiga-TKI-TewasDitembak-di-Malaysia
NURUL MAHMUDAH

Foto Iknoriyanto (26) dan Heri Setiawan (33) di Jodoh, Batam, (13/10). Heri Setiawan dan
Iknoriyanto adalah TKI asal Batam yang tewas ditembak polisi Malaysia di Selangor,
(11/10). ANTARA/Joko Sulistyo

Berita Terkait

Disiksa, TKI Erwiana Alami Trauma Kepala

Polisi Hong Kong Akan Periksa TKW yang Disiksa

Sunaryani Bebas dari Ancaman Hukuman Mati

Kondisi TKW yang Disiksa di Hong Kong Membaik

Kementerian Sediakan Pengacara Bagi Erwiana

Foto Terkait

Ratusan TKI Bermasalah Serbu Kantor Departemen Sosial

Topik

#Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah

#Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia | BNP2TKI

Besar Kecil Normal


TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Fungsi Konsuler Konsulat Jenderal Republik Indonesia
(KJRI) Johor Baru Malaysia, Sri Nirmala mengatakan, kasus penembakan terhadap tiga
Tenaga Kerja Indonesia asal Lombok Nusa Tenggara Timur pada 11 Januari 2014 lalu telah
diproses.

Menurut dia, KJRI telah meminta berkas penyelidikan dari Kepolisian Diraja Malaysia atas
tuduhan perampokan yang dilakukan ketiga TKI itu. Ketiga TKI itu menyerang polisi
dengan mengarahkan tembakan dengan pistol dan 2 lainnya dengan parang ketika polisi
sedang melakukan razia di Ulu Tikam, Johor Baru, kata Nirmala ketika dihubungi Tempo,
Ahad, 19 Januari 2014.

Ketiga jenazah TKI sudah sampai di Lombok pada 17 Januari 2014 lalu. Ketiga korban
penembakan itu adalah Wahab, Sudarsono dan Gusti Randa yang masing-masing berasal dari
Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Menurut Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care, ketiga TKI itu bekerja si sektor
konstruksi dan perkebunan. Ia menilai penembakan yang kerap dilakukan polisi Malaysia
salah prosedur. Harusnya kan tidak boleh ditembak mati. Kan ada proses peradilan untuk
membuktikan mereka benar melakukan tindakan kriminal yang dituduhkan, kata Anis.

Ia mengatakan kasus ini tergolong pelanggaran Hak Asasi Manusia karena prosedur
melumpuhkan tidak dipakai, justru menembak mati. Ia menyayangkan kasus penembakan tak
pernah ada penanganan serius. Kalau dituduh melakukan perampokan kan belum terbukti,
tapi sudah ditembak mati. Pemerintah tidak pernah punya kemauan mengusut kasus-kasus ini
dengan tuntas, ujar Anis.
Pada Oktober 2013 lalu, kasus serupa terjadi. Dalam sepekan, ada tujuh
TKI yang ditembak mati karena dituduh melakukan tindakan kriminal. Ada
tiga orang dituduh melakukan perampokan Bank tewas ditembak di
kawasan Selangor Malaysia sementara 4 orang lainnya tewas saat
digerebek polisi karena dituduh merampok rumah.
Wow, Presiden SBY Bertemu Dengan 4 Keluarga TKI Yang Terancam Hukuman
Mati

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)


bertemu empat keluarga TKI yang terancam hukuman mati di Semarang, Jateng. SBY
menyatakan pemerintah terus berusaha agar para TKI itu bisa terbebas dari hukuman mati.
Pertemuan dilakukan di ruang Walnut, Hotel Gumaya Semarang. Dalam sambutannya, SBY
menyatakan pemerintah sudah berusaha keras dan tinggal menunggu pengampunan dari
keluarga korban.
Sebagaimana bapak ibu ketahui, pemerintah terus berikhtiar dan berupaya untuk meminta
pengampunan dari arab dan pemaafan dari keluarga korban, kata SBY di lokasi, Minggu
(30/3/2014).
SBY menambahkan, upaya yang dilakukannya yaitu mengirim surat kepada raja Arab Saudi.
Upaya pengiriman surat ini terbukti didengar oleh pemimpin Arab Saudi berdasarkan kasus
Satinah yang mendapatkan penundaan eksekusi mati hingga qisas atau pembayaran diyat.
Tim terus melakukan negosiasi dengan keluarga. Alhamdulillah, surat permohonan
Indonesia sudah menemui jalan, tinggal dari keluarga saja, tandasnya.

Selain keluarga Satinah, tiga keluarga lainnya yaitu dari keluarga TKI Siti Zaenab bin Duhri
Rupa, Tuti Tursilawati bin Warzuki, dan Karni bin Medi Tarsim. Tiga TKI tersebut juga
mengalami nasib yang sama dengan Satinah.
Siti Zaenab sejak tahun 1999 eranya Presdien Gus Dur dan Megawati, sudah diberikan
pengampunan, tapi belum bebas hukuman mati, menunggu putranya akhil balik, mau
maafkan atau tidak. Ini belum memaafkan resmi. Untuk Tuti Tursilowati dan Karni, kami
lakukan hal yang sama, ujar SBY.
Saat ini pihak keluarga dari empat TKW tersebut masih melakukan pertemuan tertutup
dengan SBY di ruang yang sama. Dalam pertemuan tersebut turut hadir Mensesneg Rudi
Silalahi, jubir kepresidenan Julian Pasha, Penasihat Presiden Daniel Sparingga, dan
Mendikbud Muhammad Nuh.
http://www.beritakaget.com/berita/12684/wow-presiden-sby-bertemu-dengan-4-keluarga-tkiyang-terancam-hukuman-mati.html

Seorang TKI asal Jawa Tengah disayat majikannya

KUDUS, KOMPAS.com -Dwi Indah


Wahyuningrum (20) warga Desa Pucakwangi, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati, Jawa
Tengah, mengalami luka di sekujur tubuhnya karena dianiaya majikannya ketika bekerja di
Abu Dhabi.
Menurut ayah korban, Supariyo, Rabu (10/2/2010) luka yang dialami anaknya hampir di
sekujur tubuhnya, seperti luka lebam dan luka sayatan.
Bahkan, luka pada kaki kiri gadis yang berangkat ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada
Agustus 2009 itu, kini mulai membusuk.

Ia mengatakan anaknya pulang ke rumah dengan diantar kendaraan travel dari Jakarta pada
21 Januari 2010. Saat itu Indah tidak bisa jalan dan badannya kurus dengan sejumlah luka
pada tubuhnya, katanya.
Supariyo mengatakan tangan kanan anaknya terdapat luka sayatan yang mulai mengering.
Demikian pula dengan bagian lehernya, juga terdapat luka seperti bekas dicakar.
Demikian hebatnya siksaan yang diderita Indah hingga gadis ini tidak mampu berjalan lagi.
Selain tidak bisa berjalan, gadis lulusan madrasah aliyah (MA) ini sering mengigau, serta
tidak ingat orangtuanya lagi.
Berat badannya juga turun drastis dibanding empat bulan lalu, kata Supariyo, ayahnya, di
Kudus Rabu (10/2/2010).
Untuk mengembalikan kondisi kesehatannya, Indah langsung dibawa ke RS Soewondo Pati
untuk mendapatkan perawatan medis.
Saat ini, kondisinya masih lemah dan belum bisa diajak komunikasi, katanya.
Anak nomor dua dari tiga bersaudara itu, menurut dia juga masih sering mengigau seperti
mengalami depresi berat, karena kekerasan yang dialaminya. Saat sadar, kata dia, anaknya
ini pernah bercerita saat menjadi TKI sering dipukul, ditendang, dan dijambak oleh majikan
wanitanya tanpa alasan yang jelas.
Tidurnya juga di lantai ruang mainan anak majikannya, katanya.
Sementara itu, dari hasil pemeriksaan dokter, Indah hanya mengidap penyakit paru.
Sedangkan penyebab dirinya tidak bisa jalan, hingga kini belum diketahui.
Ibu korban, Sri Wahyuni berharap anaknya segera sembuh. Hingga kini dia memang sering
lupa dengan kami orangtuanya, katanya.
Namun akhirnya, gadis ini menghembuskan nafas terakhirnya di Badan Rumah Sakit Daerah
(BRSD) RAA Soewondo, Pati, Jateng, pada Jumat (12/2/2010) pagi.
Menurut Intan Tri Wijayanti, adik korban, kakaknya sempat mengalami masa kritis pada
Jumat dini hari. Tubuhnya semakin lemas dan sulit diajak berkomunikasi, ujarnya.
Akhirnya, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Supariyo dan Sri Wahyuni itu
menghembuskan nafas terakhirnya pada Jumat, sekitar pukul 08.00 WIB.
Korban menjalani perawatan di BRSD selama 22 hari karena mengalami kelumpuhan, tubuh
penuh luka, dan trauma berkepanjangan, hingga mengalami hilang ingatan.

Luka di sekujur tubuh Intan diduga kuat karena dianiaya oleh majikannya, ketika dia bekerja
sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).
Ia mengatakan, jenazah kakaknya langsung dimakamkan sekitar pukul 15.00 WIB, di
pemakaman desa setempat.
http://chacha259271.wordpress.com/2012/04/02/ham-2-kekerasan-terhadap-tki/

Cerita Panjang Satinah dari Mencari Riyal sampai Divonis Hukuman Mati

TRIBUNnews.com Kam, 27 Mar 2014

Bagi 29

Tweet

Konten Terkait

Lihat Foto

Pemprov DKI Akan Perketat Perizinan TKI


Berita Lainnya

Usai Makan Bersama, Jagal Tangerang Beraksi


Tempo

Korban selamat sempat diajak Gugum ke lantai 2 untuk dibantai


Merdeka.com

Cara Perusahaan Rekrut Tersangka Sodomi di JIS


Tempo
Lainnya

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA Satinah binti Jumadi saat ini sedang menunggu upaya
pemerintah Indonesia supaya terbebas dari hukuman mati di Arab Saudi atas kasus
pembunuhan terhadap majikannya.
Satinah berangkat ke Arab Saudi menjadi TKI setelah September 2006 mendaftar melalui
Perusahaan PT Djamin Harapan Abadi. Keberangkatannya tersebut merupakan kali ke tiga
setelah ditinggal sang suami. Tujuan ibu yang memiliki anak satu ini mengadu nasib ke
negeri orang adalah untuk menghidupi anaknya.
"Ini yang ketiga kali (Satinah jadi TKI di Arab Saudi), jadi dia ingin (menjadi TKI) ini yang
terakhir lah," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah saat ditemui di Sekretariat
Migran Care, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (25/3/2014).
Ia pun bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga dengan nama majikan Muhammed Al
Mosaemeri di Arab Saudi. Sampai akhirnya terjadi insiden pada 18 September 2007. Saat itu,
Satinah sedang berada di dapur, tiba-tiba majikannya memanggil dirinya sambil berteriakteriak. Kemudian sang majikan pun menjambak dan mencaci maki Satinah.
Majikan Satinah yang marah tanpa alasan yang jelas lantas menarik kepalanya dan berupaya
membenturkan kepala Satinah ke tembok. Satinah pun tidak berdiam diri, merasa nyawanya
terancam tangannya berupaya mengambil benda yang bisa membantunya dari penganiayaan
sang majikan. Tangan Satinah berhasil menggapai sebuah penggulung roti dan memukulka
sekenanya kepada majikan yang menganiayanya.
"Kemudian (benda yang dipegang Satinah) ditimpukan pada kepala belakang atau tengkuk
majikannya. Kemudian majikan langsung ambruk terus dibawa ke rumah sakit. Satinah
sendiri melarikan diri ke polisi dan menyerahkan diri ke polisi," ungkap Anis.

Di kantor polisi, Satina diberi kesempatan untuk mengabari keluarganya. Kabar Satinah pun
membuat keluarga terkejut mendengar kabar sedang berada di kantor polisi karena didera
masalah tanpa mengabarkan apa duduk permasalahannya.
Sejak saat itu, Satinah tidak pernah lagi ada kabar, sampai akhirnya pada 2008 datang
seseorang perempuan bernama Sri kepada keluarga Satinah dan mengabarkan Satinah berada
di penjara. Pengakuan Sri saat itu, dirinya bertemu Satinah saat mengantar majikannya
membesuk seseorang yang kebetulan berada dalam satu penjara dengan Satinah.
Satinah meminta tolong kepada Sri untuk mengabarkan keluarganya dan memberikan alamat
tempat tinggalnya di Semarang kepada Sri. Keluarga pun kemudian kembali mendapatkan
kabar dari Satinah pada 2009. Satinah melalui sambungan teleponnya mengabarkan kepada
keluarga bahwa dirinya berada di penjara karena dituduh membunuh majikan perempuannya
dan sudah menjalani persidangan.
"Selama dua tahun menjalani proses persidangan Satinah itu tidak disediakan lawyer, tidak
didampingi sama sekali, pemerintah tidak tahu sama sekali," ungkap Anis.
Kemudian pada 13 Oktober 2009, kakak kandung Satinah, Paeri Al Feri mendatangi Migran
Care di Jakarta Timur mengadukan kasus mendera adiknya. Didampingi Migran Care, Paeri
mendatangi Kementrian Luar Negeri Direktorat Pelindungan WNI dan Badan Hukum
Indonesia.
Tetapi laporan tersebut tidak mendapat tanggapan, sampai akhirnya keluarga bersama
Migrant Care kembali membuta laporan ke Kemenlu pada 26 September 2011. "Selama
rentan waktu dua tahun itu kita terus komunikasi dengan Kemenlu tetapi jawabannya tidak
ada perkembangan," ujarnya.
Baru 2011 pemerintah mulai memperhatikan permasalahan hukum yang dihadapi para TKI
termasuk Satinah setelah ramai TKI Indonesi dihukum mati. Pemerintah bergerak cepat
dengan membentuk Satgas penangan TKI yang terancam hukuman mati.
Posisi Satinah saat itu sudah divonis bersalah melakukan pembunuhan berencana. Kemudian
sidang pun minta diulang sampai akhirnya Satinah divonis bersalah melakukan pembunuhan.
"Tetapi vonisnya tetap hukuman mati," ucapnya.
Setelah laporan ke dua, baru lah Kemenlu bergerak dengan mendatangi keluarga Satinah di
Semarang, Jawa Tengah kemudian memberikan informasi penanganan kasus Satinan melalui
surat pada 13 Oktober 2011.
Ada informasi penting yang disampaikan Kemenlu kepada keluarga Satinah diantaranya
pihak pemerintah berupaya melakukan negosiasi dengan keluarga majikan Satinah supaya
Satinah bisa terbebas dari hukuman mati.

"Keluarga korban memberikan maaf. Dengan difasilitasi dari Gubernur Gassem keluarga
sepakat untuk memberikan maaf dan meminta diyat sebesar 500 ribu riyal atau sekitar Rp
1,25 miliar," ungkapnya.
Tetapi dikatakan Anis, tidak tahu bagaimana asal-usulnya justru diyat yang harus dibayar
menjadi 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar. Hal tersebut lah yang hingga kini masih alot
jadi bahan negosiasi dengan majikan Satinah.
Pembayaran diyat tersebut sudah tertunda hingga empat kali, awalnya pembayaran diyat
terakhir harus dibayarkan Desember 2012, kemudian diperpanjang lagi hingga Desember
2013, diperjang lagi hingga Febuari 2014, diperpanjang lagi hingga 3 April 2014.
"Sekarang negosiasi yang kelima, saya tidak tahu akan ada negosiasi perpanjangan diyat lagi
atau pemerintah akan bayar diyat, kalau nadanya pada saat pemerintah kemarin konpers tetap
tidak mau membayar dengan alasan khawatir akan terjadi preseden semua TKI akan terancam
hukuman mati dan harus bayar diyat," ungkapnya.
Dikatakan Anis, bila pemerintah memberikan bantuan hukum yang maksimal sejak awal,
maka proses hukum yang dijalani Satinah tidak akan berakhir seperti saat ini. Nyawa Satinah
kini hanya tergantung upaya negosiasi pemerintah Indonesia dengan keluarga majikan
Satinah.
"Satinah kan kasusnya 2007 dan pemerintah baru tahu 2009. Kalau sejak awal mungkin akan
berbeda ceritanya," ungkapnya.
https://id.berita.yahoo.com/cerita-panjang-satinah-dari-mencari-riyal-sampaidivonis-205825593.html

Nasional

Pemilu 2014

Regional

Internasional

Jakarta

Super Ball

Seleb

Bisnis

Lifestyle

Images

Lainnya

Tribunnews.com Nasional Hukum


Satinah Divonis Hukuman Mati

265 TKI Menunggu Vonis Hukuman


Mati di Luar Negeri
Kamis, 27 Maret 2014 03:54 WIB
+ Share

ANGGA BHAGYA NUGRAHA


Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi dari Arab Saudi tiba di Bandara SoekarnoHatta, Tangerang, Banten, Kamis (28/11/2013). Ratusan TKI yang overstay ini akan didata
dan selanjutnya akan dipulangkan ke kampung halamannya masing-masing. Warta
Kota/Angga Bhagya Nugraha

Keterangan Pers Pembebasan Satinah

Aksi Lilin dan Doa Bersama untuk Satinah


Laporan Wartawan Tribunnews, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA Migrant Care mencatat masih ada 265 Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang menunggu nasib hukuman mati seperti Satinah.
Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah memaparkan dari 265 tersebut 39 di antaranya
berada di Arab Saudi dengan rincian lima sudah divonis tetap termasuk Satinah sementara
sebagian lagi masih dalam proses hukum.

Kemudian di Malaysia ada 3 TKI yang sudah divonis, sementara ratusan lainnya masih
dalam proses hukum, di Cina 22 orang sembilan diantaranya sudah di vonis, di Singapura
satu orang, Qatar 1 orang, dan Iran 1 orang.
"Semuanya pemerintah yang tekel, semua diberi pendampingan," ucap Anis saat berbincang
dengan Tribun di sekretariat Migran Care, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (25/3/2014).
Sejak Ruyati pada 2011 lalu dihukum mati, Pemerintah Indonesia lebih memperhatikan para
TKI yang menjakani proses hukum.
"Dipastikan semua ada pendamping ada lawyer," ucapnya.
Sementara sebelumnya, pemerintah RI seperti acuh tak acuh dengan TKI yang tersangkut
hukum di negara tempatnya bekerja. Anis mencontohkan pada 2007 pihaknya menerima
laporan atas nama Maryanto Ardilan yang terancam hukuman mati di Malaysia.
"Itu dia sewa lawyer, udunan bersama rekan-rekan buruh migrant. sampai sudah vonis. Saya
ingat betul karena mereka mencatat iuran-iuran yang mereka kumpulkan dan baru ditangani
KBRI 2011," ungkapnya.
Permasalahan TKI berakar dari dalam negeri sendiri. Masih banyak para TKI yang berangkat
melalui PJTKI ilegal dengan memalsukan dokumen. Tetapi anehnya meskipun data-datanya
dipalsukan tetapi mereka bisa mendapatkan paspor. Hal tersebut seperti yang terungkap barubaru ini di Bareskrim Pori yang menyeret dua orang tersangka.
"Sebenarnya masalah itu dimulai dari sini, buakn di negara-negara itu, masalah di mulai dari
sini, nah mestinya kalau mau menangani mestinya dari sini, bukan tiba-tiba di sananya. Jadi
kalau menyebutkan orang sakit itu salah obat, sakit perut malah dikasih obat sakit kepala ya
tidak sembuh malah over dosis," ungkapnya.
http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/27/265-tki-menunggu-vonishukuman-mati-di-luar-negeri

Kronologi Kasus Satinah, Perjuangan TKI


Semarang dari Jerat Pancung

Ibnu Azis Rabu, 26 Maret 2014 - 20:29 WIB

Save Satinah (wordpress.com)


Save Satinah menggema. Gerakan sosial gencar dilakukan di darat dan jagat maya. Jadi isu
nasional, Satinah, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
Presiden SBY bertindak, surati Raja Saudi agar bermurah hati.
Didakwa membunuh majikannya, Satinah tak berdaya. Dalam hitungan hari, ia bisa
meregang nyawa. Hukuman pancung menanti, gerakan sosial terus dilakukan di dalam
negeri. Bagaimana kronologi kasus memilukan itu, berikut alur benang merah yang berliku.
Adonan Roti
Kisah Satinah di negeri Arab bermula di tahun 2006. Ia berkelana mengadu nasib melalui PT
Djasmin Harapan Abadi, penyalur TKI. Di Saudi, wanita asal Semarang itu ditempatkan di
Provinsi Al Qassim untuk menghamba di keluarga Nura Al Gharib.
Satinah mengaku kerap disiksa majikannya. Suatu hari di tahun 2007, ia melawan. Berlokasi
di dapur, Nura tiba-tiba membenturkan kepala Satinah ke tembok. Reflek defensif, ia
memukul tungkuk Nura dengan adonan roti. Sang majikan pingsan dan akhirnya meninggal
setelah koma di Rumah Sakit.
Hukuman Mati
Tak bersalah, Satinah yakinkan diri ke kantor polisi. Ia mengakui perbuatannya namun
didakwa dua hal. Selain pembunuhan, diduga dirinya mengambil uang majikan sebesar
37.970 riyal. Selang tahun 2009 2010, peradilan berlangsung. Alhasil, atas dakwaan
pembunuhan berencana, awalnya Satinah direncanakan dihukum mati Agustus 2011.
Pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Lewat sejumlah pendekatan mereka meminta pihak
keluarga agar sudi memaafkan. Pihak Arab Saudi juga diminta untuk membujuk keluarga
Nura. Pembayaran uang darah atau diyat dilayangkan sebagai kompensasi hukuman pancung.
Rp 21 Miliar

Tak menyerah lakukan segala cara, akhirnya pendekatan pemerintah berbuah hasil. Campur
tangan mereka buat Satinah mendapat perpanjangan waktu hingga tiga kali. Sejak tahun
2011, sudah diundur mulai Desember 2011, Desember 2012, dan Juni 2013. Akhirnya,
keluarga korban setuju dengan pembayaran diyat.
Namun, permintaan itu juga tidak sedikit. Meski pihak keluarga Nura sempat menurunkan
hingga tiga kali, jumlah Rp 21 miliar cukup besar. Awalnya, keluarga korban meminta 15 juta
riyal (Rp 45 miliar) yang kemudian turun jadi 10 juta riyal (Rp 30 miliar).
Terakhir, uang diyat turun menjadi 7 juta riyal atau Rp 21 miliar. Tanggal 3 April 2014 adalah
tenggat waktu terakhir batas pembayaran diyat. Jika tidak, Satinah bisa celaka.
Save Satinah
Pemerintah telah berupaya maksimal dalam kasus ini. Soal uang diyat, mereka telah
anggarkan Rp 12 miliar. Kurang Rp 9 miliar, sejumlah aksi dan gerakan penggalangan dana
muncul. Dari ini, maka lahirlah Save Satinah.
Di jagat maya, tagar #SaveSatinah berkibar. Di darat, aksi galang dana menggelora. Di
sejumlah kota-kota di tanah air, gerakan tersebut terus dilakukan.
3 April 2014 tinggal hitungan hari. Dana kurang Rp 9 miliar terus dicari. Segenap warga
Indonesia diharap membantu perjuangan TKI Semarang yang kurang beruntung. Sudah tiga
tahun Satinah berjuang untuk lolos jerat pancung.

Anda mungkin juga menyukai