Menu utama
Langsung ke isi
Beranda
About
Mei 25 2012
OLEH
ANDRI AZMUL FAUZI
GID011001
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR II
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kami telah menyelesaikan praktikum sekaligus laporan tetap tepat pada
waktunya.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil praktikum dan ditambah dengan referensi dari berbagai
buku yang tentunya berhubungan dengan acara-acara dalam praktikum ini. Adapun maksud
dan tujuan dalam penyusunan laporan ini adalah sebagai syarat yang diperlukan untuk
menyelesaikan mata kuliah Fisika Dasar II. Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari
masih banyak kekeliruan dan kekurangannya, untuk itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada:
1. Allah SWT, atas segala rahmat-Nya sehingga segala sesuatunya bisa berjalan lancar.
2. Bapak Bakti Sukrisna, M.Si selaku dosen mata kuliah Fisika Dasar II, atas semua
ilmu yang beliau berikan.
3. Koordinator praktikum serta para laboran, yang membantu serta mengatur persiapan
praktikum.
4. para co. ass yang tidak bosan-bosannya memberikan bimbingan pada saat praktkum.
5. Rekan-rekan lainnya yang turut membantu hingga laporan ini bisa terselesaikan.
Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca serta semua pihak yang
membutuhkan.
Mataram,7 Juni 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ..
KATA PENGANTAR .
DAFTAR ISI .
Acara 1. Lensa Tipis dan Kisi Difraksi
Acara 2. Refraktometer
LENSA TIPIS
Dan
KISI DIFRAKSI
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
Habibi Sauki
G1B0070
LENSA TIPIS
(Percobaan O.01)
A.PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan
3. Tempat
adalah indeks bias medium disebelah kanan lensa dan R2 adalah jari-jari kelengkungan
permukaan (Sutrisno, 1995:94-95).
Titik focus untuk lensa tipis adalah posisi benda agar bayangan terletak jauh di tak terhingga.
Untuk lensa tipis, titik focus pertama dan kedua terletak pada sisi yang berlawanan dan
berjarak sama dari lensa. Jarak focus dapat dihitung dari persamaan dengan memasukkan O
dan i=f kita peroleh :
1 = (-1) (1/r1 1/rn)
F
Hubungan ini dikenal dengan persamaan pembuat lensa karena dari persamaan ini dapat
dihitung jarak focus lensa dinyatakan dalam jari-jari kelengkungan permukaannya dan indeks
refraksi bahannya bila persamaan lensa digabungkan maka persamaannya dapat ditulis
sebagai berikut :
1+1 =1
O
Sinar sejajar yang datang dengan membentuk sudut kecil dengan sumbu lensa. Sinar ini
diusatkan oleh lensa ke bidang fokus f f. bidang focus ini melalui focus dan tegak lurus ke
sumbu lensa. Semua sinar memiliki panjang linasan optis yang sama karena semua sinar
melalui sejumlah gelombang yang sama banyaknya dan gelombang itu tidak lain daripada
permukaan di mana gangguan gelombang memiliki harga kostanta yang sama besarnya
(Halliday,1996: 663-664).
Kaidah-kaidah pembentukan bayangan oleh lensa:(Soedojo,2004:104)
1. Sinar sejajar sumbu utama dari sebelah kiri bidang utama pertama akan dibiaskan ke
titik focus kedua setelah sampai di bidang tama kedua, sebaliknya sinar sejajar sumbu
utama dari sebelah kanan bidang utama kedua akan dibiaskan ke titik focus pertama
setelah sampai di bidang utama pertama.
2. Sinar yang melewati titik focus pertama akan dibiaskan sejajar sumbu utama setelah
sampai di bidang utama pertama, sebaliknya yang melewati titik focus kedua akan
dibiaskan sejajar sumbu utama setelah sampai bidang utama kedua.
3. Sinar menuju titik utama pertama akan dibiaskan sejajar dari titik utama kedua,
sebaliknya sinar yang menuju titik utama kedua akan dibiaskan sejajar dari titik utama
pertama.
D.PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menentukan panjang titik api lensa positif
a. Sumber cahaya, benda, lensa positif dan layardiletakkan secara berurutan
b. Letak lensa positif diatur untuk ukuran yang wajar lalu dicatat jarak benda dengan lensa
(S)
c. Letak layar digeser-geserkan hingga didapat bayangan benda yang paling tajam dan jelas
d. Dicatat jarak bayangan dengan lensa(S)
e. Diulangi langkah a-d untuk beberapa kali pengamatan untuk S yang berbeda
f.
2. Menentukan Panjang Titik Api Lensa Negatif dengan Susunan Lensa Negatif Terletak di
Belakang Lensa Positif
a. Cara 1a-1d diulangi lalu dicatat S
b. Lensa negative diletakkan di antara lensa positif dan layar, serta posisi layar diatur hingga
didapat bayangan yang jelas dan tajam pada layar
c. Diukur jarak antara kedua lensa (x),jarak bayangan dengan lensa negative (S2), serta
jarak bayangan dengan lensa positif(S1)
d. Cara di atas diulangi untuk beberapa kali pengamatan dengan S yang berbeda
e. Hasil pengamatan dicatat pada tabel
E.HASILPENGAMATAN
1. Menentukan Fokus Lensa Positif
No S (cm)
S(cm)
Sifat Bayangan
19
33,2
Nyata,terbalik,diperbesar
23
25
22,5
26
20
27
Nyata,terbalik,diperbesar
No
x(cm)
Sifat Bayangan
35
21,5
15,5
Nyata,terbalik, diperkecil
27,5
23
18
Nyata,terbalik,sama besar
26,5
24,5
18
Nyata, terbalik,dierbesar
24,5
25
20
F.ANALISIS DATA
1. Menentukan Fokus Lensa Positif
Posisi Benda
Posisi Lensa
Posisi Bayangan
Fokus
Sifat Bayangan
15 cm
34 cm
67,2 cm
12,08
cm
Nyata,terbalik,
diperbesar
20 cm
43 cm
68 cm
11,98
cm
Nyata,terbalik, sama
besar
25 cm
47,5 cm
73,5 cm
12,0 cm
Nyata,terbalik, sama
besar
30 cm
50 cm
77 cm
11,49
cm
Nyata,terbalik,
diperbesar
S = 34-15 = 19 cm
S= 67,2-34 = 33,2 cm
1 =1 + 1
F1 S
=1 + 1
19
33,2
= 52,2
630,8
F1 = 630,8 = 12,08 cm
52,2
S = 43 -20 = 23 cm
S= 68 43= 25 cm
1 = 1 +1
F2
=1 +1
23
25
= 48
575
F2 = 575 = 11,98 cm
48
S = 47,5 25 = 22,5 cm
S= 73,5 47,5 = 26 cm
1=1
+ 1
F3 22,5
26
= 48,5
585
F3= 585 = 12,06 cm
48,5
S = 50 30 = 20 cm
S= 77 50 = 27 cm
1=1 + 1
F4 20
27
= 47
540
F4= 540 = 11,49 cm
47
Mencari Fokus Rata-rata
Fr= F
n
= F1 + F2 + F3 +F4
4
= 12,08 + 11,98 + 12,06 + 11,49
4
= 47,61
4
= 11,90 cm
Mencari Standar Deviasi
S (cm) S (cm)
F (cm)
Fr (cm)
F- Fr
(F-Fr)2
19
33,2
12,08
11,90
0,18
0,0324
23
25
11,98
11,90
0,08
0,0064
22,5
26
12,06
11,90
0,16
0,0256
20
27
11,49
11,90
-0,41
0,1681
SD =
=
=
0,278
% error = SD x 100%
Fr
= 0,278 x 100%
11,90
= 2,3%
Fokus Lensa Positif
F = Fr SD
= (11,90 0,276) cm
(+) Fr + SD = 11,90 + 0,278
= 12,178 cm
(-) Fr + SD = 11,90 0,278
0,2325
= 11,622 cm
2. Menentukan Fokus Lensa Negatif
S(cm)
S1(cm) S2(cm)
X (cm)
F (cm)
Sifat Bayangan
35
21,5
15,5
Nyata,terbalik,diperkecil
27,5
23
18
Nyata,terbalik,sama besar
26,5
24,5
18
78
Nyata,terbalik,diperbesar
24,5
25
20
Mencari Fokus
F1 = (x S1) S2
(x S1)+S2
= (15,5 21,5) 6
(15,5-21,5) +6
= (-6) 6
-6 +6
= -36 =
0
F2 = (x S1) S2
(x S1)+S2
= (18 23) 5
(18-23) + 5
= (-5) 5
-5 +5
= -25 =
0
F3 = (x S1) S2
(x S1)+S2
= (18 24,5) 6
(18-24,5) +6
= (-6,5)6
-6,5+6
= 78 cm
F4= (x S1) S2
(x S1)+S2
= (20 -25) 5
(20-25)+5
= (-5) 5
-5+5
= -25 =
0
Mencari Fokus Rata-rata
Fr = F
n
= F1 + F2 + F3 + F4
n
= + + 78 +
4
=
Standar Deviasi
SD =
=
=
% error = SD x 100%
Fr
= x 100%
= 100%
Focus Lensa Negatif
F=
G.PEMBAHASAN
Sedangkan pada percobaan lens negative, terjadi hal yang sungguh tidak terduga, di mana %
error yang terjadi adalah 100%. Fokus rata-rata yang diperoleh pada lensa negative adalah .
Sedangkan bayangan yang dihasilkan tidak semuanya sama dalam ukurannya. Ada yang
diperkecil, diperbesar dan sama besar. Kesalahan yang terjadi pada percobaan kali ini adalah
karena ketidaktepatan dalam menentukan jarak antara lensa negative dengan layar, karena
jaraknya terlalu dekat, sehingga bilangan-bilangan decimal yang kecil diabaikan. Hal
tersebut, sekecil apapun ternyata sangat mempengarhi perhitungan. Untuk mencri focus lensa
negative menggunakan rumus :
F = (x S1) S2
(x S1)+S2
Di mana x adalah jarak antara lensa positif dan negative.
H.KESIMPULAN dan SARAN
1. Kesimpulan
Sifat bayangan yang dibentuk lensa positif adalah nyata, terbalik, diperbesar
Sifat bayangan oleh lensa negative ada 3 yaitu nyata terbalik diperkecil, nyata terbalik
diperbesar, dan nyata terbalik sama besar
Pada percobaan lensa negative fokusnya karena terjadi kesalahan sementara pad lensa
psitif fokusnya sekitar 11,622 12,178 cm
2. Saran
Dalam percobaan, sebaiknya jangan mengabaikan data sekecil apapun karena bisa
sangat mempengaruhi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
KISI DIFRAKSI
(Percobaan O.02)
A.PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan
2. Hari, tanggal
3. Tempat
difraksi seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dan sinar-sinar yang terdifraksi sebelumnya
tersebut berinterferensi pada layar yang menghasilkan pola akhir (Soekarno,1996: 150-155).
Pola interferensi yang diuraikan pada suatu arah sembarang, sebelum mencapai titik yang
diamati. Masing-masing sinar berasal dari celah yang berbeda pula. Untuk dua celah yang
berbeda, beda lintasan yang terjadi ialah d sin . Dengan demikian persyaratan umum pola
interferensi ialah :
d sin = n (n = 1,2,3,..)
Persyaratan tersebut dapat dinyatakan untuk menentukan panjang gelombang dengan
mengukur jika tetapan kisi d diketahui dengan bilangan bulat, n menyatakan orde difraksi.
Jiak gelombang yang datang pada kisi terdiri atas beberapa panjang gelombang masingmasing akan menyimpang atau akan membentuk maksimum pada arah yang berbeda. Kecuali
untuk n=0 yang terjadi pada arah = 0. Maksimum pusat (n = 0) meliputi berbagai panjang
sedangkan maksimum ke-1, ke-2 dan seterusnya memenuhi ( m +1) * /2 menurut panjang
gelombang masing-masing (Hikam,2005: 20-21).
Suatu celah yang dikenai cahaya dari arah depan akan memproyeksikan bayangan
terang yang sebentuk dengan celah tersebut di belakangnya. Tetapi di samping itu, terbentuk
juga bayangan-bayangan terang yang lain dari celah tersebut di sebelah menyebelah bayangn
aslinya, dan yang semakin ke tepi, terangnya semakin merosot. Jadi seolah-olah sinar cahaya
yang lolos lawat celah itu ada yang dilenturkan atau didifraksikan kea rah menyamping.
Gejala difraksi demikian tak lain ialah interferensi sinar-sinar gelmbang elektromagnetik
cahaya dari masing-masing bagian medan gelombang sebagai sumber gelombang cahaya
(Soedojo,2004 : 123).
D.PROSEDUR PERCOBAAN
Menentukan Panjang Gelombang Sinar Laser
1. Sumber laser diletakkan pada meja, tepat mendatar dan tegak lurus pada layar atau
tembok
2. Kisidifraksi diletakkan (dengan jarak antara celah yang telah diketahui) di depan lubang
tempat sinar laser keluar, sehingga pola difraksi terletak tepat horizontal pada layar
3. Diukur jarak antara kisi difraksi dengan laser
4. diukur jarak tiap pola difraksi yang terjadi (terang ke-n) ke pola difraksi pusat
E.HASIL PENGAMATAN
No
1/100 mm
y1= 16,5 cm
y2 = 33 cm
y3 = 50 cm
254 cm
2
1/300 mm
y1 = 50 cm
y2 = 104 cm
1/600 mm
y1 = 109 cm
F.ANALISIS DATA
Y
L
L
N
(grs/mm)
d= 1/N
(mm)
Y1(n=1)
(mm)
Y2(n=2)
(mm)
Y3(n=3)
(mm)
(mm)
100
1/100
165
330
500
6,51 x 10-4
300
1/300
500
600
1/600
1090
L = 254 cm = 2540 mm
Menentukan Panjang Gelombang
Y = d sin
n= d sin
n= dy
L
= dy
nL
Panjang Gelombang N = 100
1 = dy1
nL
= 165 x 10-2
2540
= 6,49 x 10-4 mm
2 = dy2
nL
= 330 x 10-2
2 x 2540
= 6,49 x 10-4 mm
nL
3 = dy3
1040
6,69 x 10-4
7,15 x 104
= 500 x 10-2
3 x 2540
= 6,56 x 10-4 mm
Panjang Gelombang Rata-rata
rata-rata =
n
= 1 + 2 + 3
N
= (6,49 + 6,49 + 6,56) x 10-4
3
= 6,51 x 10-4 mm
Standar Deviasi
SD =
=
= 4,06 x 10-6
%error = SD x 100%
r
= 4,06 x 10-6 x 100%
6,51 x 10-4
= 0,62 %
Panjang Gelombang
=r SD
= 6,51 0,0406) x 10-4 mm
(+) = r +SD
= 6,5506 x 10-4 mm
(-) = r SD
= 6,4694 x 10-4 mm
Panjang Gelombang N = 300
1 = dy1
nL
= 1/300 x 500
2540
= 6,56 x 10-4 mm
2 = dy2
nL
= 1/300 x 1040
2 x 2540
= 6,82 x 10 -4 mm
Panjang Gelombang Rata-rata
rata-rata =
n
= (6,5 + 6,82)10-4
2
= 6,69 x 10-4
Standar Deviasi
SD =
=
= 1,84 x 10 -5
% error = SD x 100%
r
Panjang gelombang cahaya selalu tetap walaupun melalui kisi yang berbeda
Semakin banyak celah, maka jarak antar titik makin jauh begitu pula sebaliknya
Gelombang sinar laser adalah kurang lebih 6,4694 x 10-4 mm 7,15 x 10-4 mm
2. Saran
Pelaksanaan praktiku kali ini sudah cukup baik hanya saja untuk para praktikan haus
lebih teliti dalam pengambilan data agar hasilnya lebih baik dan maksimal. Untuk co. ass
terima kasih atas bimbingannya.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli.2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Hikam.2005. Eksperimen Fisika Dasar untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Kencana.
Soedojo, Peter, B.Sc.2004. Fisika Dasar. Yogyakarta : Andi.
Soekarno.1996.
Sutrisno. 1989. Fisika Dasar 1. Bandung: ITB.
REFRAKTOMETER
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
Susi Rahayu
G1B007050
REFRAKTOMETER
(Percobaan O.03)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1) Tujuan
3) Tempat
Refraktometer
Gelas ukur
Timbangan elektronik
Pipet tetes
Gelas
Sendok
2) BAHAN
Sukrosa / gula
Air
Tissue
C. LANDASAN TEORI
Laju cahaya dalam udara hampa adalah c =3 x 108 m/det. Laju ini berlaku untuk
semua gelombang elektromagnetik, termasuk cahaya tampak. Di udara, laju tersebut hanya
sedikit lebih kecil. Pada benda transparan lainnya seperti kaca dan air, kelajuan selalu lebih
kecil dibanding di udara hampa. Sebagai contoh, di air cahaya kira-kira merambat dengan
laju c. perbandingan laju cahaya di udara hampa dengan laju v pada materi tertentu disebut
indeks bias dari materi tersebut : (Giancoli, 2001:256-257)
=c
v
Ketika seberkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang datar yang
memisahkan dua medium yang berbeda seperti sebuah permukaan kaca, energi cahaya
tersebut dipantulkan, dan di medium kedua, perubahan arah dari sinar yang ditransisikan
tersebt dikatakan pembiasan. Gelombang yang ditransmisikan adalah hasil interferensi dari
gelimbang datang dan gelombang yang dihasilkan oleh penyerapan dan radiasi ulang energi
cahaya oleh atom-atom dalam medium tersebut. Untuk cahaya yang memasuki kaca dari
udara, ada sebuah ketertinggalan fase antara gelombang yang diradiasikan kembali dengan
gelombang datang. Demikian juga ada ketertinggalan fase antara gelombang hasil dan
gelombang datang. Ketertinggalan fase ini berarti bahwa posisi puncak gelombang dari
gelombang yang dilewatkan diperlambat relative terhadap posisi puncak gelombang, dari
gelombang datang pada medium tersebut (Halliday,1978 : 446).
Suatu berkas cahaya yang semula menjalar pada media dengan indeks bias , kemudian
beralih ke dalam medium dengan indeks bias 2 akan dibelokkan mendekati garis normal
karena secara fisis,suatu gelombang akan memilih lintasan terpendek bila lajunya mengenai
karena 2 > 1, maka kelajuan cahaya dalam media tersebut akan lebih kecil yakni :
V2 = c/2 < V1 = c/1
dengan keterangan seperti gambar berikut:
Pada bagian itu kita pilih sembarang titik A yang terletak pada garis batas medium. Dari
titik A kita tarik garis tegak lurus garis pantul dan garis bias, maka titik B dan C masingmasing pada berkas cahaya pantul dan berkas cahaya bias adalah pada permukaan gelombang
yang sama. Hal ini berarti lintasan garisOBdanOC ditempuh dalam waktu yang sama maka:
(Renreng,1967:161-162)
Sin 1 = OB = v1t
OC
OC
Sin 2 = OC = v2t
OA
OA
v2 c/2
sin 2
Refraktometer adalah alat untuk mengukur kerapatan atau densitas media. Dalam hal
ini larutan gula digunakan untuk mengukur brix atau zat padat terlarut dalam larutan tersebut.
Prinsip dasar pengukuran adalah hubungan antara indeks bias dengan brix larutan
(http://www.scribd.com/doc/5006057/4-BAB-LAPORAN).
Indeks refraksi larutan gula tergantung jumlah zat-zat yang terlarut, dan densitas suatu zat
cair, meskipun demikian dapat digunakan untuk mengukur kandungan gula. Cara ini hanya
valid untuk pengukuran larutan gula murni, karena adanya zat selain gula mempengaruhi
indeks refraksi terhadap sukrosa (http://www.scribd.com/doc/5006057/4-BAB-LAPORAN).
Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gram) seiap 100 gram larutan. Untuk
mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan diperlukan suatu alat ukur.
Indeks bias suatu larutan gula atau nira mempunyai hubungan yang erat dengan brix. Artinya,
bahwa jika indeks bias nira bisa diukur, maka brix nira dapat dihitung berdasarkan indeks
bias tersebut. Alat untuk mengukur brix dengan indeks bias dinamakan refraktometer.
Dengan menggunakan alat ini, contoh nira yang digunakan sedikit dan alatnya tidak cepat
rusak (http://www.risvank.com/pengertian-brix-dan-pol.html).
Refraktometer adalah alat pengukur kadar garam(salinity) berdasarkan pembiasan cahaya
oleh kaca prisma. Selain mengukur salinitas, juga untuk pengukuran indeks bias. Cara
penggunaan refraktometer: (http://roydocklas.blogspot.com/)
Bilas kaca prisma dengan aquadest, usap dengan tissue dan simpan refraktometer di
tempat kering
D.PROSEDUR PERCOBAAN
Larutan gula (10%) dibuat dengan menggunakan bahan gula dan air dengan bantuan
gelas ukur
Bersihkan permukaan kaca larutan uji pada refraktometer kemudian ditetesi larutan
tersebut dan diamati pembiasan skala indeks biasnya
Diulangi pengamatan nilai indeks bias untuk 5 kali tetesan dengan konsentrasi larutan
gula yang sama
Dicatat hasil pengamatan nilai indeks bias untuk 5 kali percobaan tersebut
Percobaan yang sama dilakukan untuk larutan dengan konsentrasi 20%, 30%, 40%,
dan 50%
Dilakukan perulangan pengamatan indeks bias untuk 5 kali tetesan dengan konsentrasi
larutan gula yang sama (indeks bias rata-rata)
Dengan menggunakan bantuan grafik yang telah dibuat sebelumnya, dicari besarnya
konsentrasi larutan
E.HASIL PENGAMATAN
Menentukan Indeks Bias Larutan Gula
Konsentrasi
larutan
I
II
III
IV
10%
1,348
1,348
1,348
1,349
1,349
20%
1,363
1,363
1,363
1,363
1,363
30%
1,370
1,370
1,370
1,370
1,370
40%
1,410
1,412
1,412
1,412
1,412
50%
1,416
1,4185
1,4185
1,4185
1,419
Konsentrasi
larutan
I
II
III
IV
X%
1,3755
1,382
1,377
1,380
1,381
Y%
1,361
1,362
1,362
1,362
1,3625
F.ANALISIS DATA
1. Menentukan indeks Bias Larutan Gula
a. Larutan Gula 10%
No
i r
(i r)2
1,348
-0,0004
16 x 10-8
1,348
-0,0004
16 x 10-8
1,348
-0,0004
16 x 10-8
1,349
0,0006
36 x 10-8
1,349
0,0006
36 x 10-8
6,742
i =
= 6,742
5
= 1,3484
SD =
=
= 5,477 x 10-4
b. Larutan Gula 20%
No
i r
(i r)2
1,363
1,363
1,363
1,363
1,363
6,815
i =
= 6,815
5
120 x 10-8
= 1,363
SD =
=
=0
c. Larutan Gula 30%
No
i r
(i r)2
1,370
1,370
1,370
1,370
1,370
6,850
i =
= 6,850
5
= 1,370
SD =
=
=0
d. Larutan gula 40%
No
i
i r
(i r)2
1,410
-0,0016
256 x 10-8
1,412
0,0004
16 x 10-8
1,412
0,0004
16 x 10-8
1,412
0,0004
16 x 10-8
1,412
0,0004
16 x 10-8
7,058
320 x 10-8
i =
= 7,058
5
= 1,4116
SD =
=
= 8,944 x 10-4
e. Larutan Gula 50%
No
i
i r
(i r)2
1,416
-0,0021
441 x10-8
1,4185
0,0004
16 x 10-8
1,4185
0,0004
16 x 10-8
1,4185
0,0004
16 x 10-8
1,419
0,0009
81 x 10-8
7,0905
570 x 10-8
i =
= 7,0905
5
= 1,4181
SD =
=
= 11,937 x 10-4
Tabel analog antara indeks bias rata-rata (y) dengan konsentrasi (x)
No
r (y)
x.y
x2
1,3484
0,1
0,13484
0,01
1,363
0,2
0,27260
0,04
1,370
0,3
0,41100
0,09
1,4116
0,4
0,56464
0,16
1,4181
0,5
0,70905
0,25
6,9111
1,5
2,09213
0,55
Least square : y = A + Bx
A = (y) (x2) (x) (xy)
i(x2) (x)2
= (6,9111) (0,55) (1,5) (2,09213)
5(0,55) (1,5)2
= 3,80115 3,138195
2,75 2,25
= 1,32582
B = i(xy) (x) (y)
i(x2) (x)2
= 5(2,09213) (1,5) (6,9111)
5(0,55) (1,5)2
= 10,46065 10,36665
2,75 2,25
= 0,188
Y = A + BX
Y = 1,32582 + 0,188X
HUBUNGAN KONSENTRASI(X) DAN INDEKS BIAS(Y)
NO
KONSENTRASI
INDEKS BIAS ( )
0,1
1,3484
0,2
1,3630
0,3
1,3700
0,4
1,4116
0,5
1,4181
Y= 1,32582 + 0,188X
2. Menentukan Konsentrasi Larutan Gula
a. Larutan X%
No
i r
(i r)2
1,3755
-0,0036
1296 x 10-8
1,382
0,0029
841 x 10-8
1,377
-0,0021
441 x 10-8
1,380
0,0009
81 x 10-8
1,381
0,0019
361 x 10-8
6,8955
3020 x 10-8
i =
= 6,8955
5
= 1,3791
SD =
=
= 27,477 x 10-4
Konsentrasi larutan X
Y = 1,32582 + 0,188X
X = Y 1,32582
0,188
= 1,3791 1,32582
0,188
= 0,28
Konsentrasi larutan X = 28%
b. Larutan Y%
No
i r
(i r)2
1,361
-0,0009
81 x 10-8
1,362
0,0001
1 x 10-8
1,362
0,0001
1 x 10-8
1,362
0,0001
1 x 10-8
1,3625
6,8095
0,0006
36 x 10-8
120 x 10-8
i =
= 6,8095
5
= 1,3619
SD =
=
= 5,477 x 10-4
Konsentrasi larutan Y
Y = 1,32582 + 0,188X
X = Y 1,32582
0,188
= 0,19
Konsentrasi larutan Y = 19%
G.PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kita memiliki dua tujuan, antara lain menentukan indeks bias larutan
gula dengan konsentrasi yang sudah ditentukan dan menentukan konsentrasi larutan gula
dengan refraktometer (melalui penentuan indeks biasnya). Dalam hal ini, indeks bias
merupakan perbandingan kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan cahaya dalam
zat/medium.
Dari hasil analisis data, dalam menentukan indeks bias larutan gula dengan konsentrasi 10%,
10%, 30%, 40%, 50% diperoleh bahwa semakin besar konsentrasi larutan, maka indeks bias
larutan atau zat tersebut semakin besar. Hal ini karena semakin besar kerapatan, maka
kecepatan cahaya yang melaluinya semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Sesuai dengan
rumus: sin 1 = 2
sin 2
di mana 1 adalah sudut datang,dan 2 adalah sudut bias pada medium. Jadi semakin rapat
suatu medium, maka cahaya yang melewatinya memiliki kecepatan yang makin kecil
sehingga 1 akan semakin kecil dan 2 (indeks bias medium tersebut) semakin besar.
Sedangkan untuk menentukan konsentrasi larutan yang telah kita ketahui rata-rata indeks
biasnya digunakan persamaan Y = A + BX, di mana A,B adalah konstan, Y adalah indeks bias
rata-rata dan X asalah konsentrasi larutan. Pada analisis data diperoleh nilai konsentrasi yaitu
28% dan 19%. Di mana konssentrasi 28% diperoleh dengan mencampurkan 5 jenis
konsentrasi larutan gula pada percobaan sebelumnya. Sedangkan konsentrasi 19% dibuat
dengan menambahkan air pada larutan yang konsentrasinya 28% tadi.
Untuk mengukur indeks bias, digunakan refraktometer. Sebelum menggunakannya, alat ini
harus dikalbrasi terlebih dahulu. Proses pengkalibrasian ini cukup rumit karena skala yang
terlihat pada refraktometer agak kecil sehingga benar-benar dibutuhkan ketelitan. Pada
refraktometer terdapat dua buah skala yaitu skala atas dan skala bawah. Nilai indeks bias
dapat dibaca pada skala bawah. Agar nilai indeks bias yang ditunjukkan oleh skala bawah
tepat, maka skala bagian atas harus dikalibrasi dengan tepat. Jadi kita tidak bisa langsung
membaca nilai indeks bias pada skala bawah sebelum mengkalibrasi skala atas.
H.KESMPULAN dan SARAN
1. Kesimpulan
Semakin besar konsentrasi suatu larutan, maka semakin besar pula nilai indeks biasnya
Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan cahaya
dalam medium
Jika indeks bias suatu larutan sudah diketahui, kita bisa menentukan konsentrasi larutan
tersebut dengan mencari hubungan antara indeks bias dan konsentrasi
Refraktometer adalah alat untuk menentukan indeks bias pada suatu larutan
Untuk membaca nilai indeks bias suatu larutan dengan refraktometer, skala pada
refraktometer harus dikalibrasi terlebih dahulu.
Refraktometer terdiri dari dua skala, yaitu skala atas dan skala bawah
2. Saran
Pelaksanaan praktikum kali ini sangat baik dan lancar, jadi terus dipertahankan dan
ditingkatkan juga untuk ke depannya. Untuk co ass, sudah sangat bagus dan jelas dalam
memberikan bimbingannya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli.2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
Djarot Abdi
G1B0070
A.PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan
: a. Dapat menggunakan osciloskop dengan baik dan benar sebagai
alat unuk pengukuran tegangan listrik dan pengamatan bentuk sinyal tegangan
b. Menentukan frekuensi antara dua input pulsa sumber dengan pengamatan kurva Lissajous
2. Hari, tanggal
3. Tempat
a. Sumber AC
Skala
No
Tegangan
Sumber
Volt/div (v)
vertikal
Time/div (ms)
Horizontal
5 volt
3,4
3,4
7volt
4,4
3,4
9 volt
5,6
3,4
11 volt
3,4
13 volt
3,4
b. Sumber DC
Skala
No
Tegangan
Sumber
Volt/div (v)
vertikal
Time/div (ms)
Horizontal
5 volt
3,2
7volt
6,5
3,3
9 volt
3,3
11 volt
3,8
3,3
13 volt
4,4
3,3
2. Menentukan Frekuensi antara Dua Input Pulsa Sumber dengan Pengamatan Kurva
Lissajous
No
Fy
5,7
2,8
3,5
F.ANALISIS DATA
I. PENGOLAHAN DATA
1. Pengukuran dan Pengamatan Bentuk Sinyal Tegangan
a. Sumber AC
Vpp = volt/div x skala vertikal
(volt)
Vp (Vmax) = Vpp
2
Vef = Vmax
2
T = time/div x skala horizontal
(s)
f = 1/T
(Hz)
b. Sumber DC
(volt)
Vef = Vp
2
T = time/div x skala horizontal
f = 1/T
(s)
(Hz)
2. Pengukuran Frekuensi dengan Kurva Lissajous
Fx = x_
Fy
II.PERHITUNGAN DATA
1.Pengukuran dan Pengamatan Bentuk Sinyal Tegangan
1. Sumber AC
1. Vpp = volt/div x skala vertikal
= 5 x 3,4
= 17 volt
2
= 17
2
= 8,5 volt
Vef = Vmax
2
= 8,5
2
= 6,03 volt
Vp (Vmax) = Vpp
Vp (Vmax) = Vpp
= 58,82 Hz
3. Vpp = volt/div x skala vertikal
= 5 x 5,6
= 28 volt
2
= 28
2
= 14 volt
Vef = Vmax
2
= 14
2
= 9,93 volt
T = time/div x skala horizontal
= 5 x 3,4
= 17 ms
= 17 x 10-3 s
f = 1/T
= 1/17 x 10-3
= 58,82 Hz
4. Vpp = volt/div x skala vertikal
=5x7
= 35 volt
Vp (Vmax) = Vpp
2
Vp (Vmax) = Vpp
= 35
2
= 17,5 volt
Vef = Vmax
2
= 17,5
2
= 12,41 volt
T = time/div x skala horizontal
= 5 x 3,4
= 17 ms
= 17 x 10-3 s
f = 1/T
= 1/17 x 10-3
= 58,82 Hz
5. Vpp = volt/div x skala vertikal
=5x8
= 40 volt
2
= 40
2
= 20 volt
Vef = Vmax
2
= 20
Vp (Vmax) = Vpp
2
= 14,18 volt
T = time/div x skala horizontal
= 5 x 3,4
= 17 ms
= 17 x 10-3 s
f = 1/T
= 1/17 x 10-3
= 58,82 Hz
1. SumberDC
1. Vp = volt/div x skala vertikal
=2x5
= 10 volt
Vef = Vp
2
= 10
2
= 7,09 volt
T = time/div x skala horizontal
= 5 x 3,2
= 16 ms
= 16 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/16 x 10-3
= 62,50 Hz
= 16,5 ms
= 16,5 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/16,5 x 10-3
= 60,61 Hz
1. Vp = volt/div x skala vertikal
= 5 x 3,8
= 19 volt
Vef = Vp
2
= 19
2
= 13,48 volt
T = time/div x skala horizontal
= 5 x 3,3
= 16,5 ms
= 16,5 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/16,5 x 10-3
= 60,61 Hz
1. Vp = volt/div x skala vertikal
= 5 x 4,4
= 22 volt
Vef = Vp
2
= 22
2
= 15,60 volt
T = time/div x skala horizontal
= 5 x 3,3
= 16,5 ms
= 16,5 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/16,5 x 10-3
= 60,61 Hz
1. 2.
fy y
fx = x . fy
y
= 1 . 5,7
2
= 2,85 Hz
1. fx = x
fy y
fx = x . fy
y
= 1 . 2,8
4
= 0,7 Hz
1. fx = x
fy y
fx = x . fy
y
=1.2
6
= 0,33 Hz
1. fx = x
fy y
fx = x . fy
y
= 1 . 3,5
5
= 0,7 Hz
1. fx = x
fy y
fx = x . fy
y
= 3. 8
4
= 6 Hz
GAMBAR SINYAL OSCILOSKOP
a. Sumber AC
Gambar a.1
Gambar a.2
Gambar a.3
Gambar a.4
Gambar a.5
b. Sumber DC
gambar b.1
Gambar b.2
Gambar b.3
Gambar b.4
Gambar a.5
c. Kurva Lissajous
Gambar c.1
Gambar c.2
Gambar c.3
Gambar c.4
Gambar c.5
G.PEMBAHASAN
Osciloskop adalah alat ukur listrik untuk pengukuran tegangan disertai gambaran
bentuk sinyal tegangan. Pada praktikum ini kita melakukan 3 kali percobaan. Percobaan
pertama dan kedua yaitu menentukan besarnya tegangan dan frekuensi dari suatu gelombang
yang dihasilkan oleh suatu sumber tegangan. Sumber tegangan yang kita gunakan adalah
sumber AC dan DC.
Dari hasil analisa data, kita bisa melihat bahwa frekuensi dari masing-masing sumber adalah
tetap, walaupun pada sumber DC ada sedikit perbedaan, tapi bisa diabaikan ( disebabkan
ketidaktelitian) karena perbedaannya tidak terlalu besar. Frekuensi sumber AC adalah 58,82
Hz, sedangkan DC 60,61 hingga 62,50 Hz. Selain itu dari hasil pengamatan bentuk sinyal
tegangan dari masing-masing sumber, kita bisa melihata bahwa bentuk sinyal tegangan dari
sumber AC dan DC berbeda. Pada sumber AC, satu gelombang terdiri dari satu bukit dan satu
lembah. Sedangkan pada sumber DC, satu gelombang terdiri dari dua bukit gelombang.
Pada percobaan ketiga, kita menentukan frekuensi sumber tegangan (fx) dengan
menggunakan pengamatan dari kurva Lissajous. Di mana channel 1 dihubungkan dengan
sumber tegangan, sedangkan channel 2 dihubungkan dengan generator pulsa. Dalam hal ini,
kita menentukan frekuensi pada generator pulsa (diatur frekuensinya) sehingga didapat
gambar sinyal yang jelas pada layar osciloskop. Kemudian dihitung jumlah x dan y, di mana
x (mewakili sinyal gelombang dari sumber tegangan) berarah horizontal, dan y (mewakili
sinyal gelombang dari sumber generator pulsa) berarah vertikal.
Dari hasil analisa data, diperoleh bahwa fx rata-rata lebih kecil dari fy. hal tersebut bisa
terlihat jelas pada gambar. Seperti kita ketahui bahwa frkuensi adalah banyaknya gelombang
yang dihasilkan tiap sekon. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa x mewakili gelombang yang
dihasilkan oleh sumber tegangan sedangkan y mewakili gelombang dari generator pulsa.
Pada gambar, kita lihat bahwa x lebih kecil dibandingkan y. jika kita anggap x dan y juga
mewakili banyaknya gelombanga yang dihasilkan (dalam waktu yang sama), maka sudah
jelas bahwa fx akan lebih kecil dari fy.
Dari ketiga percobaan tersebut, kita bisa mngetahui fungsi serta cara penggunaan osciloskop.
Dalam percobaan ini, bisa diketahiu bahwa osciloskop dapat digunakan untuk menentukan
tegangan serta frekuensi suatu gelombang. Sedangkan cara sama seperti sebagian besar
instrumen lain, sebelum digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu.
Pada osciloskop, terdapat tombol channel selektor yang fungsinya untuk menentukan input
mana yang ingin ditampilkan. Misalnya, yang ingin kita tampilkan pada layar adalah input
dari channel 1, maka channel selektor diarahkan ke ch 1. Sementara jika kita ingin
menampilkan dua input pada layar maka channel selektor diarahkan menuju DUAL.
Untuk mengatur tampilan gambar pada layar osciloskop, digunakan kontrol timebase dan
kontrol channel. Sama halnya seperti pada peta, pada osciloskop juga skala untuk mengatur
besar kecilnya gambar agar bisa atau mudah diamati. Misalnya gambar pada layar terlalu
besar sehingga melewati batas layar (sulit diamati), maka untuk memperkecil gambar
tersebut, kita harus memperbesar skalanya, begitu pula sebaliknya. Skalanya bisa diatur
dengan tombol time/div, untuk skala horizontal. Sedangkan untuk skala vertikal
menggunakan tombol volt/div. Skala vertikal untuk mengetahui tegangan, sedangkan skala
horizontal untuk menentukan periode suatu gelombang.
H.KESIMPULAN dan SARAN
1. Kesimpulan
Satu gelombang AC terdiri dari satu bukit dan satu lembah, sedangkan gelombang DC
hanya terdiri dari dua bukit
Pada percobaan, semakin kecil nilai x maka fx juga semakin kecil begitu pula
sebaliknya
Untuk mengatur tampilan gambar pada layar (ukuran maupun posisi gambar)
digunakan kontrol channel dan kontrol timebase
2. Saran
Lebih ditingakatkan lagi kinerja co ass maupun para praktikan
DAFTAR PUSTAKA
Hayt, Jack, dkk.1996. Rangkaian Listrik Edisi 4 Jilid 1. Surabaya : Erlangga.
Holdman, J P.1985. Metode Pengukuran Teknik. Jakarta : Erlangga.
http://www.fi.itb.ac.id/ifd/index-php?aksi=1.
Tippler, Paul A.1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi ke-3 Jilid 2.Surabaya : Erlangga.
Wollard, Barny.2003. Elektronika Praktis.Jakarta : Pradnya.
KARAKTERISTIK BEBERAPA KOMPONEN ELEKTRONIKA
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
Dwi Wahyudiati
G1B0060
KARAKTERISTIK BEBERAPA KOMPONEN ELEKTRONIKA
(Percobaan L-3)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan
: Mempelajari karakteristik beberapa komponen elektronika
berdasarkan hubungan arus dan tegangan
2. Hari, tanggal
3. Tempat
C.LANDASAN TEORI
Semua alat listrik, dari pemanas sampai bola lampu hingga amplifier stereo,
memberikan hambatan terhadap aliran arus. Umumnya, kawat penghubung memiliki
hambatan yang sangat kecil dibandingkan dengan hambatan filamen atau kumparan kawat.
Kebanyakan rangkaian, terutama pada alat-alat elektronik, resistor digunakan untuk
mengendalikan besar arus. Resistor mempunyai hambatan mulai dari kurang dari satu ohm,
sampai jutaan ohm. Dua jenis utama adalah resistor gulungan kawat yang terdiri dari
kumparan kawat halus dan resistor komposisi yang biasanya terbuat dari karbon
semikonduktor. Kalau kita mrnggunakan diagram rangkaian, kita nyatakan hambatan dengan
simbol
Sedangkan kawat yang hambatannya dapat diabaikan hanya digambarkan sebagai garis lurus
(Giancoli,2001: 69-70).
Kita menekankan bahwa hubungan V = IR bukanlah merupakan sebuah pernyataan hukum
ohm. Sebuah penghantar memenuhi hukum ini hanya jika kurva V-I nya adalah linier, yakni
jika R tidak tergantung dari V dan I. Hubungan R = V/I tetap sebagai definisi umum dari
hambatan sebuah penghantar tak peduli apakah sebuah penghantar tersebut menuruti hukum
ohm atau tidak. Ekivalen mikroskopik dari hubungan V = IR adalah persamaan E = j.
Sebuah bahan penghantar dikatakan menuruti hukum ohm jika grafik dari E terhadap j adalah
linier, yakni jika resistivitas tak tergantung dari E dan j. Hukum ohm adalah sebuah sifat
spesifik dari bahan-bahan tertentu dan bukan merupakan sebuah hukum umum mengenai
keelektromagnetan (Halliday,1984: 195).
Suatu penghantar yang memiliki nilai tahanan kecil atau mempunyai daya hantar yang besar
ini berarti mudah dialiri arus. Besar daya kemampuan penghantar arus ini disebut daya hantar
arus. Sedangkan penyekat atau isolator adalah suatu bahan yang mempunyai tahanan yang
besar sekali atau mempunyai daya hantar yang kecil ini berarti sukar dilalui arus listrik
(Suryatmo,1996:22).
D.PROSEDUR PERCOBAAN
Diganti resistor pada gambar dengan komponen lain ( lampu dan dioda) lalu dilakukan
langkah-langkah di atas
E.HASIL PENGAMATAN
1. Komponen Elektronika Lampu
Pengamatan ke-
V (volt)
I (mA)
3,8
0,3
3,74
0,3
4,18
0,3
4,4
0,3
4,49
0,2
Pengamatan ke-
V (volt)
I (mA)
5,1
0,3
5,34
0,3
5,65
0,3
5,69
0,3
5,74
0,3
Pengamatan ke-
V (volt)
I (mA)
1,48
0,2
1,80
0,2
2,29
0,2
2,95
0,2
5,63
0,3
F.ANALISIS DATA
GRAFIK HUBUNGAN ARUS DAN TEGANGAN
1.Komponen Elektronika Lampu
G.PEMBAHASAN
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui karakteristik beberapa
komponen elektronika berdasarkan hubungan arus dan tegangan. Hubungan antara arus dan
tegangan digambarkan oleh tiga grafik pada analisis data.
Pada grafik pertama, menggunakan hubungan arus dan tegangan pada lampu. Dari grafik,
dilihat bahwa semakin besar tegangan, arusnya semakin kecil. Hal ini dipengaruhi oleh
hambatan. Di sini, kita menggunakan potensiometer dalam rangkaian, di mana potensiometer
sama dengan hambatan, tapi nilainya dapat kita ubah. Jadi, nilai arus tidak sebanding dengan
tegangan karena pengaruh hambatan yang berubah-ubah.
Pada grafik kedua, menunjukkan nilai arus tetap meskipun nilai tegangan berubah-ubah dan
hambatan juga berubah-ubah. Sedangkan pada grafik yang terakhir, bisa dikatakan bahwa
hubungan arus dan tegangan adalah sebanding. Namun, arus rata-rata dari resistor (grafik 3)
lebih kecil dari komponen lainnya. Hal itu karena kita menggunakan resistor 6,3 k selain
ditambah dengan potensiometer. Selain pengaruh hambatan, kelayakan alat juga perlu
diperhitungkan dalam pengukuran arus dan tegangan.
H.KESIMPULAN dan SARAN
1. Kesimpulan
Resistor berfungsi untuk mengatur besar kecilnya arus pada rangkaian
Dioda dapat mengijinkan arus mengalir pada satu arah saja
Faktor kelayakan alat sangat mempengaruhi pengaukuran
2. Saran
Diharapkan agar alat-alat yang ada di laboratorium diperiksa kelayakannya. Jika
memang sudah tidak layak pakai diganti secepatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli, Douglas.2001. Fisika Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Halliday dan Resnick.1984. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Suryatmo. 1996. Teknik Pengukuran Listrik dan Elektronika.Jakarta : Bumi Aksara.
RANGKAIAN SERI dan PARALEL
Pada RESISTOR
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
Isnal Mufakkir
G1B007026
2. Hari, tanggal
3. Tempat
Kabel penghubung
2. BAHAN
Resistor 100
Resistor 47 k
Resistor 100
C.LANDASAN TEORI
Kawat tahanan pada hakikatnya ialah kawat konduktor dari bahan logam yang
mengandung banyak elektron bebas. Dengan tiadanyamedan listrik, elektron-elektron bebas
itu dalam gerakannya tumbuk-menumbuk satu sama lain serta bertumbukan pula dengan
atom-atom bahan yang bergetar-getar di sekitar titik setimbangnya, sehingga gerakan elektron
bebas itu tidak karuan. Tetapi, apabla ujung-ujung kawat tahanan dihubungkan ke sumber
tegangan, sepanjang kawat akan munculmedan listrik yang mempercepat garakan elektronelektron bebas ke arah yang sesuai denganmedan listrik (Soedojo,2004:264).
Kita tinjau pengaliran arus listrik sepanjang kawat tahanan sepanjang l yang luas
penampangnya A dengan menghubungkan ujung-ujungnya ke sumber daya yang e.m.f nya V.
Mengingat turunnya potensial listrik sama dengan usaha oleh salah satu muatan listrik di
bawahgayamedanlistrik yang kuatnya E sepanjang kawat tahanan, berlakulah persamaan
berikut;
V = El ; V = iR ; R = l/A ; j = i/A
Di mana adalah tahanan jenis (Soedojo,2004:265).
Hubungan seri resistor didapati bila arus hanya dapat mengikuti satu jalan mengaliri dua atau
lebih resistor. Untuk hubungan seri beberapa hambatan, hambatan subtitusi atau hambata
ekivalennya adalah :
Rek = R1 + R2 + R3 +..
Perhatikan bahwa cara untuk mendapatkan Rek untuk hubungan seri sama dengan cara
mendapatkan Cek untuk hubungan paralel. Dalam hubungan seri, arus yang mengalir pada
tiap-tiap resistor sama. Beda potensial antara kedua ujung susunan adalah sama dengan
jumlah beda potensial antara masing-masing hambatan (Bueche,1987: 224).
Pada rangkaian paralel, arus yang masuk ke dalam titik cabang harus sama denagn arus yang
keluar dari titik cabang.
I = I1 + I2 + I3 +.
Ketika resistor terhubung paralel, masin-masing mengalami tegangan yang sama, sehingga
I1 = V ,
I2 = V, I3 = V
R1
R2
R3
Mari kita tentuka nilai resistor tunggal Rek yang akan menarik arus I yang sama dengan ketiga
hambata paralel ini. Resistor ekivalen Rek ini harus memenuhi
I = V_
Rek
Dengan menghubungkan persamaan-persamaan sebelumnya, kita peroleh :
V_ = V + V + V
Rek
R1 R2 R3
Karena V pada setiap resistor sama, serta sama dengan tegangan penuh sumber, maka:
( Giancoli, 2001:97)
_1_ = 1 + 1 + 1_
Rek
R1 R2 R3
D.PROSEDUR PERCOBAAN
1. Rangkaian Seri Resistor
Disusun rangkaian seperti gambar di bawah
R1
R2
Diamati arus dan tegangan yang melalui R1, R2 dan pada rangkaian
Diubah tegangan sumber untuk nilai yang berbeda (2V, 3V, 4V, 5V) da dilakukan
langkah 3-4
2. Rangkaian Paralel Resistor
R1
Diamati arus dan tegangan yan gmelalui R1, R2 dan pada rangkaian
Diubah tegangan sumber untuk beberapa nilai yang berbeda (2V, 3V, 4V, 5V) lalu
dilakukan langkah 3-4
3. Rangkaian Kombinasi Resistor
R1
R3
Diamati arus dan tegangan yang melalui R1, R2, dan pada rangkaian (R1=Rek=R12 , R2
=R3)
Diubah tegangan sumber untuk beberapa nilai berbeda (2V,3V,4V,5V) dan dilakukan
langkah ketiga dan keempat
E.HASIL PENGAMATAN
1.Rangkaian Seri
Arus (A)
Tegangan (V)
No V Sumber
Rangk
R1
R2
Rangk
R1
R2
1V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,011
0,008
2V
0,2
0,1
0,1
0,002
0,003
0,004
3V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,001
0,001
4V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,001
0,0026
5V
0,1
0,1
0,1
0,003
0,002
0,001
2.Rangkaian Paralel
Arus (A)
Tegangan (V)
No V Sumber
Rangk
R1
R2
Rangk
R1
R2
1V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,002
0,002
2V
0,3
0,1
0,1
0,001
0,003
0,001
3V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,002
0,002
4V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,002
0,003
5V
0,1
0,1
0,1
0,003
0,002
0,003
3.Rangkaian Kombinasi
Arus (A)
Tegangan (V)
No V Sumber
Rangk
R1
R2
Rangk
R1
R2
1V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,003
0,002
2V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,001
0,003
3V
0,1
0,1
0,1
0,002
0,002
0,002
4V
0,4
0,4
0,4
0,002
0,002
0,003
5V
0,3
0,1
0,2
0,003
0,001
0,003
R1 = 100
R2 = 47 k
R3 = 100
F.ANALISIS DATA
I. Pengolahan Data
1. Rangkaian Seri
R1
R2
Iek
Vek
Iek = IR1 =IR2
Iek = Vin , Rek = R1 + R2
Rek
2. Rangkaian Paralel
Iek
Vek
R1
VR1 = VR2 = Vek = Vin
Iek = IR1 + IR2 , Rek = R1 . R2
R1+R2
IR1 = Vin
R1
IR2 = Vin
R2
3. Rangkain Kombinasi
Iek
Vek
R3
R1
Iek = IR3 = IR12
Iek = Vin , Rek = R1R2 + R3
Rek
R1+R2
Vek = VR3 + VR12
VR3 = Iek . R3
VR12 = Iek . R12
Iek =
1__
47100
= 0,00002 A
= 2 x 10-5 A
VR1 = Iek x R1
= 0,00002 x 100
= 0,002 V
VR2 = Iek x R2
= 0,00002 x 47000
= 0,94 V
Vek = VR1 + VR2
= 0,942 V
b. Vin = 2 V
Iek = IR1 = IR2 = Vin
Rek
Iek =
2__
47100
= 0,00004 A
= 4 x 10-5 A
VR1 = Iek x R1
= 0,00004 x 100
= 0,004 V
VR2 = Iek x R2
= 0,00004 x 47000
= 1,88 V
c. Vin = 3 V
Iek = IR1 = IR2 = Vin
Rek
Iek =
3__
47100
= 0,00006 A
= 6 x 10-5 A
VR1 = Iek x R1
= 0,00006 x 100
= 0,006 V
VR2 = Iek x R2
= 0,00006 x 47000
= 2,82 V
Vek = VR1 + VR2
= 2,826 V
d. Vin = 4 V
Iek = IR1 = IR2 = Vin
Rek
Iek =
47100
= 0,00006 A
4__
= 8 x 10-5 A
VR1 = Iek x R1
= 0,00008 x 100
= 0,008 V
VR2 = Iek x R2
= 0,00008 x 47000
= 3,76 V
Vek = VR1 + VR2
= 3,768 V
e. Vin = 5 V
Iek = IR1 = IR2 = Vin
Rek
Iek =
5__
47100
= 0,0001 A
= 1 x 10-4 A
VR1 = Iek x R1
= 0,0001 x 100
= 0,01V
VR2 = Iek x R2
= 0,0001 x 47000
= 4,7 V
Vek = VR1 + VR2
= 4,71 V
2. Rangkaian Paralel
R1 = 100
R2 = 47 k
Rek = R1 . R2
R1+R2
= 100 x 47000
100 + 47000
= 99,79
a. Vin = Vek = VR1 = VR2 = 1 V
IR1 = Vin
R1
= 1_
100
= 0,01 A
IR2 = Vin
R2
=
1__
47000
= 0,00002 A
Iek = IR1 + IR2
= 0,01002 A
b. Vin = Vek = VR1 = VR2 = 2 V
IR1 = Vin
R1
= 2_
100
= 0,02 A
IR2 = Vin
R2
=
2__
47000
= 0,00004 A
Iek = IR1 + IR2
= 0,02004 A
c. Vin = Vek = VR1 = VR2 = 3 V
IR1 = Vin
R1
= 3_
100
= 0,03 A
IR2 = Vin
R2
=
3__
47000
= 0,00006 A
Iek = IR1 + IR2
= 0,03006 A
d. Vin = Vek = VR1 = VR2 = 4 V
IR1 = Vin
R1
= 4_
100
= 0,04 A
IR2 = Vin
R2
=
4__
47000
= 0,00008 A
Iek = IR1 + IR2
= 0,04008 A
e. Vin = Vek = VR1 = VR2 = 5 V
IR1 = Vin
R1
= 5_
100
= 0,05 A
IR2 = Vin
R2
=
5__
47000
= 0,0001 A
Iek = IR1 + IR2
= 0,0501 A
3. Rangkaian Kombinasi
R12 = 99,79
R3 = 100
Rek = R12 + R3
= 99,79 + 100
= 199,79
a. Vin = 1 V
Iek = Vin
Rek
=
1___
199,79
= 0,005 A
VR3 = Iek x R3
= 0,005 x 100
= 0,5 V
VR12 = Iek x R12
= 0,005 x 99,79
= 0,49 V
Vek = VR12 + VR3
= 0,99 V
b. Vin = 2 V
Iek = Vin
Rek
=
199,79
= 0,01 A
VR3 = Iek x R3
= 0,01 x 100
2___
=1V
VR12 = Iek x R12
= 0,01 x 99,79
= 0,99 V
Vek = VR12 + VR3
= 1,99 V
c. Vin = 3 V
Iek = Vin
Rek
=
3___
199,79
= 0,015 A
VR3 = Iek x R3
= 0,015 x 100
= 1,5 V
VR12 = Iek x R12
= 0,015 x 99,79
= 1,49 V
Vek = VR12 + VR3
= 2,99 V
d. Vin = 4 V
Iek = Vin
Rek
=
199,79
4___
= 0,02A
VR3 = Iek x R3
= 0,02 x 100
=2V
VR12 = Iek x R12
= 0,02 x 99,79
= 1,99 V
Vek = VR12 + VR3
= 3,99 V
e. Vin = 5 V
Iek = Vin
Rek
=
5___
199,79
= 0,025 A
VR3 = Iek x R3
= 0,025 x 100
= 2,5 V
VR12 = Iek x R12
= 0,025 x 99,79
= 2,49 V
Vek = VR12 + VR3
= 4,99 V
GRAFIK HUBUNGAN ARUS DENGAN TEGANGAN
1. Rangkaian Seri
Vek
Iek
0,942
1,884
2,826
3,768
4,710
10
2. Rangkaian Paralel
Vek
Iek
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
3. Rangkaian Kombinasi
Vek
Iek
0,99
0,005
1,99
0,010
2,99
0,015
3,99
0,020
4,99
0,025
G.PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, kita mengamati hubungan antara arus dan tegangan dalam
rangkaian seri dan paralel dari resistor. Dari hasil analisis data, serta pada grafik bisa kita
lihat bahwa hubungan antara arus dan tegangan adalah sebanding. Artinya, semakin besar
tegangan, maka arus yang mengalir dalam rangkaian juga akan semakin besar. Namun,
hubungan tersebut berlaku jika hambatan total tetap.
Dalam hal ini, untuk rangkaian seri, hambatan totalnya 47100 , rangkaian paralel 99,79
sedangan rangkaian kombinasi, hambatan totalnya 199,79 . Hambatan total tersebut kita
buat konstan (nilainya tidak diubah) untuk masing-masing rangkaian. Sehingga pada grafik
diperoleh garis lurus (menandakan hambatan konstan) sedangkan yang berubah adalah arus
dan tegangan. Jika hambatan total tidak kita buat konstan, maka hubungan antara arus dengan
tegangan belum tentu sebanding. Misalnya jika V kita buat tetap, sedangkan hambatan
berubah-ubah, maka yang kita dapatkan adalah hubungan arus dan hambatan , di mana arus
berbanding terbalik dengan hambatan.
Selain itu, kita juga mengukur arus dan tegangan pada masing-masing rangkaian resistor
dengan multimeter sebagai pembanding. Namun, jika dibandingkan hampir semua data hasil
pengukuran dengan multimeter tidak sesuai dengan hasil perhitungan (analisis data).
Meskipun secara teori (jika tidak membandingkan nilai antara hasil analisis data dengan hasil
pengukuran), ada sebegian data yang benar. Misalnya pada rangkaian seri, di mana arus yang
mengalir di setiep titik adalah sama. Dari hasil pengukuran dengan multimeter, pada
rangkaian seri, hampir sebagian besar data benar yaitu arus pada setiap titik adalah sama
yaitu 0,1 ampere. Kesalahan pengukuran arus dan tegangan yang terjadi dikarenakan alat
ukur yang digunakan (multimeter) sudah tidak layak pakai. Selain itu, dari analisa data, kita
peroleh bahwa arus pada tiap titik sangat kecil. Dalam hal ini, multimeter tidak dapat
digunakan untuk mengukur arus yang sangat kecil.
H.KESIMPULAN dan SARAN
1. Kesimpulan
Jika hambatan tetap,maka nilai arus dan tegangan selalu berbanding lurus pada setiap
rangkaian
Arus selalu berbanding terbalik dengan hambatan
Multimeter tidak dapat digunakan untuk mengukur arus yang sangat kecil
Hambatan total untuk rangkaian paralel selalu lebih kecil dibandingkan pada rangkaian seri
(jika nilai masing-masing hambatan sama)
2. Saran
Seharusnya alat-alat yang rusak tidak digunakan dalam praktikum dan diganti
secepatnya demi kelancaran praktikum selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bueche, Frederick.1987. Fisika Edisi Kedelapan.Jakarta : Erlangga.
Giancoli, Douglas.2001.Fisika Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : erlangga.
Soedojo, Peter.2004. Fisika Dasar. Yogyakarta : Andi.
KAPASITAS KAPASITOR
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR II
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
Mudzakki
G1B0060
KAPASITAS KAPASITOR
(Percobaan L-2)
A.PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan
: a. Menentukan kapasitas kapasitor yang tidak diketahui
melelui perbandingan dengan menggunakan bantuan pembagian tegangan kapasitif
b. Menentukan kapasitas kapasitor lempeng
2. Hari, tanggal
3. Tempat
Multimeter
Kabel penghubung
Power supply
2. BAHAN
Kapasitor 10 F
Kapasitor lempeng
C.LANDASAN TEORI
Pada dasarnya suatu kapasitor listrik adalah dua buah lempeng yang terbuat dari suatu bahan
yang dapat menampung muatan listrik, yang satu sama lain berlawanan tanda dipisahkan oleh
suatu media isolator. Sedangkan dengan itu, pada suatu kondensator didefinisikan apa yang
disebut kapasitas kondensator sebagai besarnya muatan kondensator dibagi dengan selisih
potensial yang bekerja antara dua lempeng. Dalam hal ini, muatan yang dimaksud
kondensator ialah besar muatan listrik satu lempeng: hal mana yang bersangkutan dengan
kenyataan bahwa muatan total suatu kondensator lenyap. Karena muatan listrik di antara
kedua lempeng berlawanan tanda, tetapi sama besarnya, makamedanlistrik yang terjadi di
antara kedua lempeng itu arahnya dari lempeng bermuatan positif ke lempeng bermuatan
negatif. Andaikan besarnya muatan listrik kondensator adalah q, dan selisih potensial di
antara keduanya v, maka menurut definisi kapasitas kondensator : (Renreg,1983:19)
C=q
v
Kapasitor adalah piranti yang berguna untuk menyimpan muatan dan energi. Kapasitor terdiri
dari dua konduktor yang berdekatan tapi terisolasi satu sama lain dan membawa muatan yang
sama besar dan berlawanan. Kapasitor memiliki banyak kegunaan. Cahaya kilat pada kamera
menggunakan suatu kapasitor untuk menyimpan energi yang diperlukan untuk memberi
cahaya kilat secara tiba-tiba. Kapasitor memperluas trak yang timbul akibat arus bolak-balik
dikonversi menjadi arus searah pada catu daya, sehingga dapat digunakan pada kalkulator
atau radio ketika battry tidak dapat digunakan (Tipler,1996:109).
Untuk kapasitor- kapasitor yang dihubungkan seri, maka besarnya muatan adalah sama. Hal
ini karena muatan netto pada begian rangkaian yang dicakup oleh garis putus-putus pada
gambar haruslah sebesar nol, yakni muatan yang hadir mula-mula pada plat-plat ini adalah
nol dan dengan menghubungkan sebuah baterai antara a dan b hanya akan menghasilkan
pemisahan muatan, sedangkan muatan netto pada plat-plat ini masih tetap sebesar nol.
Dengan menganggap bahwa C1 maupun C2 tidaklah memercikkan bunga api, maka muatan
tidak dapat memasuki atau meninggalkan voluma yang digambarkan oleh garis putus-putus
tersebut (Halliday,1984:149).
D.PROSEDUR PERCOBAAN
C1V1 = C2V2
Kapasitor C1 yang belum diketahui nilainya tadi, diukur nilainya dengan multimeter
sebagai pembanding dengan nilai kapasitor yang diperoleh dari hasil perhitungan
E.HASIL PENGAMATAN
Tegangan Sumber
V C1 (mV)
V C2 (mV)
2V
29,3
30,2
4V
52,7
12,7
6V
42,0
56,6
8V
43,0
3,9
10 V
31,2
4,5
F.ANALISIS DATA
1. C2 = 10 F
V1 = 29,3 mV
V2 = 30,2 mV
C1 = C2 .V2
V1
= 10 . 30,2
29,3
= 10,307 F
2. C2 = 10 F
V1 = 52,7 mV
V2 = 12,7 mV
C1 = C2 .V2
V1
= 10 . 12,7
52,7
= 2,410 F
3. C2 = 10 F
V1 = 42 mV
V2 = 56,6 mV
C1 = C2 .V2
V1
= 10 . 56,6
42
= 13,476 F
4. C2 = 10 F
V1 = 43 mV
V2 = 3,9 mV
C1 = C2 .V2
V1
= 10 . 3,9
43
= 0,907 F
5. C2 = 10 F
V1 = 31,2 mV
V2 = 4,5 mV
C1 = C2 .V2
V1
= 10 . 4,5
31,2
= 1,442 F
G.PEMBAHASAN
Kapasitor merupakan komponen yang dapat menyimpan muatan listrik. Pada percobaan ini,
kita mencoba untuk menghitung kepasitas kapasitor yang belum diketahui (C1), kemudian
kita bandingkan hasil perhitungan tersebut dengan nilai kapasitor C1 yang sebenarnya. Di
mana, nilai sebenarnya setelah diukur dengan multimeter adalah 0,473 F.
Dari hasil analisa data, diperoleh bahwa nilai kapasitor C1 berbeda-bed dan tidak sesuai
dengan nilai sebenarnya. Hal ini karena ketidaktelitian dalam pengukuran tegangan pada C1
maupun C2, karena angka pada multimeter berubah begitu cepat sehingga sulit menentukan
angka yang pertama kali ditampakkan pada multimeter saat pengukuran tegangan. Selain itu,
pada pengukuran tegangan untuk C1, saat kabel penghubung dilepas, harus sesegera mungkin
diukur tegangannya. Jika terlalu lama, maka nilai nilai tegangan yang terbaca akan semakin
kecil. Sementara intuk memperoleh nilai kapasitor sebesar 0,473 F, sementara nilai kapasitor
C2 10 F, maka tegangan pada C1 haruslah lebih besar dari tegangan pada C2. Hal tersebut
sesuai dengan perbandingan:
C1 V 1 = C 2 V 2
Selain ketidaktelitian dari para praktikan, faktor kelayakan alat juga perlu diperhitungkan.
Bisa saja beberapa alat yang digunakan sebenarnya tidak layak pakai tapi tetap saja
digunakan karena belum dicek ulang.
Pada praktikum ini, kami melakukan dua kali pengulangan untuk memastikan kebenaran
pengukuran pada percobaan yang pertama. Ternyata hasilnya sangat jauh berbeda dengan
pengukuran pertama. Itu menandakan kalau alat yang dignakan juga perlu dipertanyakan
kelayakannya, karena pada pengukuran yang kedua kami mengganti multimeter yang
pertama kami gunakan.
H.KESIMPULAN dan SARAN
1. Kesimpulan
Pada rangkaian seri, muatan di setiap kapasitor adalah sama sehingga : C1V1=C2V2
Jika C1V1 = konstan (muatan tetap) maka tegangan selalu berbanding terbalik dengan
kapasitas kapasitor
Kapasitor dapat berfungsi menyimpan muatan listrik
2. Saran
Sebaiknya, semua alat yang ada di laboratorium diperiksa terlebih dahulu sebelum
diadakan praktikum dan alat yang rusak diganti secepatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Halliday dan Resnick.1984. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Renreng, Abdullah.1983. Asas-Asas Ilmu Alam Universitas. Ujung pandang : Badan
Kerjasama PTN.
Tippler, Paul.1996. Fisika untuk Sains dan Teknik, Jilid 2.Surabaya : Erlangga.
`
JEMBATAN WHEATSTONE
Laporan praktikum Fisika Dasar II ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi SKS dalam
mata kuliah Fisika Dasar II. Laporan ini disahkan pada:
Hari,tanggal
Tempat
Penyusun
A.PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan
: a. memahami dasar pengukuran nilai hambatan denga metode
arus nol (metode Jembatan Wheatstone)
b. Menentukan besarnya nilai hambatan suatu penghantar
2. Hari, tanggal
3. Tempat
1. ALAT
Bangku jembatan wheatstone
Sumber tegangan
Kabel penghubung
Galvanometer
2. BAHAN
Hambatan standar
Hambatan
Hambatan kawat
C.LANDASAN TEORI
Gambar 32.9 memperlihatkan dasar-dasar dari sebuah potensiometer, yakni sebuah alat untuk
mengukur tge x yang tak diketahui.dengan memakaikan eorema simpal kepada simpal abcd
maka dihasilkan
-x ir + (i0 i)R = 0
Di mana i0 i adalah arus di dalam hambatan R. dengan memecahkannya untuk I maka
dihasilkan
i = i0R x
R+r
Di mana R adalah sebuah hambatan yang variabel. Hubungan ini memperlihatkan bahwa jika
R diatur sehingga mempunyai nilai sebesar Rx di mana
i0Rx = x
maka arus i di dalam cabang abcd akan menjadi nol. Unyuk membuat keseimbangan
potensiometer dengan cara ini, maka R harus diatur dengan menggunakan tangan sampai alat
pengukur arus yang sensitif G menunjukkan pembacaan nol (Halliday,1978 :229)
The resistance of awire of uniform cross section is related to the resistivity by the formula
R = l_
A
We can use this formula to calculate the resistace if the resistivity of the material is known,
and we can also use it to calculate the resistivity if the resistance is known. The latter
Sumber tagangan dihidupkan dan tahanan geser diatur dengan menggerakkan jarum
pointer pada kawat sampai diperoleh arus pada galvanometer sama dengan nol
Apabila langkah ketiga sudah dilakukan, dan belum juga diperoleh arus nol, hambatan
standar Rs diganti kemudian tahanan geser diatur lagi sampai diperoleh arus nol
Dicatat harga Rs, L2, L4, serta nilai R tahanan yang ditentukan nilainya pada tabel
Percobaan diulangi dengan memvariasikan Rs, L2, L4 sampai 5 kali dan dicatat dalam
tabel
E
E.HASIL PENGAMATAN
Rs ()
L2 (cm)
L4 (cm)
16
20
80
16
29
71
16
39,5
60,5
16
54,5
45,5
16
24
76
16
30,5
69,5
16
33
67
16
39
61
16
46,5
53,5
16
46
54
F.ANALISIS DATA
1. Rs = 16
L4 = 80 cm
L2 = 20 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 20 x 16
80
=4
2. Rs = 16
L4 = 71 cm
L2 = 29 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 29 x 16
71
= 6,54
3. Rs = 16
L4 = 60,5 cm
L2 = 39,5 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 39,5 x 16
60,5
= 10,45
4. Rs = 16
L4 = 45,5 cm
L2 = 54,5 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 54,5 x 16
45,5
= 19,16
5. Rs = 16
L4 = 76 cm
L2 = 24 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 24 x 16
76
= 5,05
6. Rs = 16
L4 = 69,5 cm
L2 = 30,5 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 30,5 x 16
69,5
= 7,02
7. Rs = 16
L4 = 67 cm
L2 = 33 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 33 x 16
67
= 7,88
8. Rs = 16
L4 = 61 cm
L2 = 39 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 39 x 16
61
= 10,23
9. Rs = 16
L4 = 53,5 cm
L2 = 46,5 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 46,5 x 16
53,5
= 13,91
10. Rs = 16
L4 = 54 cm
L2 = 46 cm
R1 = L 2 x Rs
L4
= 46 x 16
54
= 13,63
G.PEMBAHASAN
Salah satu cara untuk megukur hambatan adalah dengan metode jembatan
wheatstone. Seperti kita ketahui, jembatan wheatstone merupakan sebuah rangkaian yang
terdiri dari empat buah hambatan (yang salah satunya diukur nilainya) serta sebuah
galvanometer yang disusun paralel dan dihubungkan dengan sumber tegangan.
Pada percobaan ini, digunakan empat buah hambatan yaitu hambatan yang akan diukur
nilainya (R1), hambatan tetap (Rs), serta sebuah hambatan kawat (pengganti dua buah
hambatan lainnya yang disatukan). Untuk mengukur hambatan R1 , arus pada galvanometer
haruslah nol. Caranya yaitu dengan menggerakkan jarum pointer pada kawat ( jarum berada
di bawah kawat dan harus menyentuh kawat). Jika pada jarak tertentu pada kawat(L4), jarum
galvanometr menunjukkan angka nol, maka R1 dapat dihitung dengan rumus yang telah
ditentukan.
Jarak L4 pada kawat mewakili nilai hambatan R4 karena hambatan sebanding dengan panjang
kawat. Untuk mengetahui nilai hambatan R2, dapat diperoleh dengan mengurangi panjang
kawat seluruhnya dengan panjang kawat L4.
Dari hasil analisa data, diperoleh bahwa nilai hambatan R1 berbanding terbalik dengan
panjang kawat L4. Nilai R1 yang diperoleh, tidak lebih dari 20 sebagaimana tertera pada R1
tersebut.
Jika nilai R1 lebih besar dari 20 , hal itu bisa disebabkan beberapa hal :
1.
Ketidaktelitian Praktikan
Jika jarum pointer tidak bersentuhan dengan kawat, otomatis jarum pada galvanometer
menunjuk angka nol. Bisa saja jarum pointer terlepas dari kawat pada jarak tertentu dan
praktikan mengira kalau itu adalah jarak L4.
2.
Pengaruh rangkaian
Jika pemasangan rangkaian sudah tidak tepat, maka hasil pengukuran tidak mungkin benar.
H.KESIMPULAN dan SARAN
1.Kesimpulan
Metode Jembatan Wheatstone adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menentukan nilai suatu hambatan
2.Saran
Sebaiknya, tidak hanya praktikan saja yang harus aktif bertanya maupun bekerja, tapi
co ass juga harus lebih aktif dalam memberikan bimbingan serta lebih fokus pada praktikum
yang sedang dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli.2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Halliday.1978. Fisika jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Ohanian, Hans C.1991. General Physics.New York : W.W norton & Company.
Suryatmo. 1996. Teknik Pengukuran Listrik dan Elektronika.Jakarta : Bumi Aksara.
About these ads
Share this:
Facebook1
Like this:
Suka Memuat...
By andrifauzi
Navigasi tulisan
Hello world!
Tinggalkan Balasan
MY OCLOCK
Cari
Mei 2012