Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis.Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran
pernapasan atas termasuk faringitis.Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat
disebabkan akibat infeksi (virus dan bakteri) maupun non infeksi (alergi, trauma, toksin dan lainlain)Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis.Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh,
konsumsimakanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.Virus dan bakteri
melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi local.Infeksi bakteri grup A
Streptokokus hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri
ini melepaskan toksin ekstraselular yang dapat menimbulkan demamreumatik, kerusakan katup
jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus tergangguakibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak menyerang anak usia sekolah,orang dewasa dan
jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah
(droplet infection).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian
atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan
terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.8
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini merupakan
bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia
faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap
bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otototot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor
ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.1,8

Gambar 2.1. Otot-otot Faring dan Esofagus


Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring).

Gambar 2.2. Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing


Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini
antara lain : - batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole


- batas depan : rongga hidung
- batas belakang : vertebra servikal
Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus,
Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian
petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 1,8
Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring.
Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
- batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
4

sekum.

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas


dari laringofaring antara lain, yaitu :
- batas atas : epiglotis
- batas bawah : kartilago krikodea
- batas depan : laring
- batas belakang : vertebra servikalis
B. Fisiologi Faring
Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan artikulasi. 9
1. Fungsi Menelan
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan
makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the
mouth.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ
yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan

ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30
pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam
lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi
kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. 9

Gambar 2.3. Proses Menelan


2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara
Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan
proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa
adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang
dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk
perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.
Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan
produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.

Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang
normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara
dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi.
Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan
memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara. 9

C. Faringitis
Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun
non infeksi. 1
1. Etiologi
Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (540%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi
dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenza virus,
Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A,
cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan
terjadinya faringitis. 1
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun.
Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 1
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis.
Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi
makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
2. Insidens
Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa.
Sekitar 15 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 7 tahun, dan sekitar
10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia <3 tahun.
Penyebab tersering dari faringitis ini yaitu streptokokus grup A, karena itu sering disebut
faringitis GAS (Group A Streptococci). Bakteri penyebab tersering yaitu Streptococcus pyogenes.

Sedangkan, penyebab virus tersering yaitu rhinovirus dan adenovirus. Masa infeksi GAS paling
sering yaitu pada akhir musim gugur hingga awal musim semi.
3. Patogenesis
Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang
berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini
hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini
menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan
jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring. 10 Periode inkubasi
faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam.11
Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan
bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat
dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.10
Faktor risiko dari faringitis yaitu:12

Cuaca dingin dan musim flu

Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui
udara

Merokok, atau terpajan oleh asap rokok

Infeksi sinus yang berulang

Alergi

4. Klasifikasi Faringitis
4.1. Faringitis Akut
Faringitis akut adalah inflamasi febris tenggorok yang disebabkan oleh organism
virus hamper 70%. Streptokokus group A adalah organism bakteri paling umum yang
berkenaan dengan faringitis akut, yang disebut sebagai strep throat. (Brunner & Suddarth,
2001 : 548 )

Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau bakteri,
yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam,
pembesaran limfonodi leher dan malaise.(Vincent,2004)
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan
faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan
tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi
kulit berupa maculopapular rash. 1

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis


Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis
terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama
retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan
nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 1
b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan

tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
pada penekanan. 1

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis


Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis
akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40%
terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi
streptococcus group A.5
c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di
orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1
Tabel. Klasifikasi Faringitis
Faringitis Virus

Faringitis Bakteri

Biasanya

tidak

ditemukan

nanah

di Sering ditemukan nanah di

tenggorokan

tenggorokan

Demam, biasanya tinggi.

Demam.

Jumlah sel darah putih normal atau agak Jumlah


meningkat

sel

darah

putih

meningkat ringan sampai


sedang

Kelenjar getah bening normal atau sedikit Pembengkakan


membesar

sampai

ringan

sedang

pada

kelenjar getah bening


Tes apus tenggorokan memberikan hasil Tes
negative

apus

tenggorokan

memberikan hasil positif


untuk strep throat

Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh Bakteri tumbuh pada biakan


bakteri

4.1.1

di laboratorium

Patofisiologi Faringitis Akut


Pada infeksi faringitis, virus atau bakteri secara langsung menginvasi mucosa pada

rongga tenggorokan, menyebabkan suatu respon inflamasi lokal. berbeda halnya dengan virus,
seperti

rhinovirus,dapat

mengiritasi

mukosa

rongga

tenggorokan.

Streptococcal

infeksi/peradangan ditandai oleh pelepasan dan invasi toksin ekstra seluler lokal dan proteases
(Kazzi, et.al.,2006) .

4.1.2

Manifestasi Klinis Faringitis Akut

Tanda dan gejala faringitis akut termasuk membrane mukosa sangat merah dan tonsil
berwarna kemerahan; folikel limfoid membengkak dan dipenuhi dengan eksudat; dan perbesaran
serta nyeri tekan nodus limfe servikal. Demam, malaise, dan sakit tenggorok juga bisa timbul.
Serak, batuk, dan rhinitis bukan hal yang tidak umum.
Infeksi virus tidak terkomplikasi biasanya hilang dengan segera, dalam 3 sampai 10 hari
setelah awitan. Namun faringitis yang disebabkan oleh bakteri yang lebih virulen
sepertistreptokokus Group A adalah penyakit yang lebih parah selama fase akut, dan jauh lebih
penting karena insiden dari bahaya komplikasi. Komplikasi ini termasuk sinusitis, otitis media,
abses peritonsilar, mastoiditis, adenitis servikal, demam reumatik, dan nefritis. Kultur tenggorok
merupakan cara utama dalam menentukan organism penyebab setelah diresepkan terapi yang
sesuai. Usap nasal dan kultur darah mungkin juga dilakukan untuk mengidentifikasi organisme.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 548 )
Gejala dan tanda faringitis akut adalah nyeri tenggorok, sulit menelan, demam, mual dan
kelenjar limfe leher membengkak.Pada pemeriksaan tampak hiperemis, udem dan dinding
posterior faring bergranular . (Rusmarjono,et.al.,2001).
Streptococcus group A merupakan bakteri penyebab faringitis akut yang paling sering,
kira-kira 15 sampai 30 % kasus pada anak-anak, dan 5 sampai 10 % pada oang dewasa. Biasanya
terdapat riwayat infeksi tenggorokan oleh bakteri Streptococcus sebelumnya. Insidensi faringitis
yang disebabkan oleh streptococcus meningkat pada musim dingin. Gejala dapat berupa rasa
sakit pada tenggorokan, nyeri saat menelan, demam, pusing, nyeri perut, mual dan muntah.
Sedangkan tanda-tanda yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada
faring dan tonsil, petechiae palatine, edema uvula, limfadenopati servikalis anterior. Tidak semua
pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang dengan gejala yang ringan
dan tanpa eksudatif. Anak-anak dibawah tiga tahun dapat disertai coryza dan krusta hidung.
Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada umur ini. (Alan, et.al.,2001).
Pada infeksi virus, gejala disertai dengan konjungtivitis, coryza, malaise, fatigue, serak,
dan demam yang tidak tidak terlalu tinggi (low-grade fever). Faringitis pada anak dapat disertai
dengan diare, nyeri perut, dan muntah (Vincent, et.al., 2006).
4.1.3

Penatalaksanaan/Terapi Faringitis Akut


Jika diduga atau ditunjukkan adanya penyebab bacterial, pengobatan dapat mencakup

pemberian agens antimicrobial. Untuk streptokokus group A, penisilin merupakan obat pilihan.
Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin atau yang mempunyai organism resisten terhadap

eritromisin (seperlima organism streptokokus group A dan kebanyakan S, aureus resisten


terhadap penisilin dan eritromisin), digunakan sefalosporin. AntibiotiK diberikan selama
sedikitnya 10 hari untuk menghilangkan streptokokus group A dari orofaring.
Diet cair atau lunak diberikan selama tahap akut penyakit, tergantung pada napsu makan
pasien dan tingkat rasa tidak nyaman yang terjadi bersama proses menelan. Kadang, tenggorok
sakit sehingga cairan tidak dapat diminum dalam jumlah yang cukup dengan mulut. Pada kondisi
yang parah, cairan diberikan secara intravena. Sebaliknya, pasien didorong untuk memperbanyak
minum sedapat yang ia lakukan, dengan minimal 2 sampai 3 liter sehari. (Brunner & Suddarth,
2001 : 549 )
1. Keperawatan
1) Istirahat di tempat tidur sampai demam hilang
2) Diet makanan lunak
3) Banyak minum
4) Kompres leher dengan es bisa digunakan meredakan rasa sakit
(Keperawatan Medikal Bedah, Charlene J. Reeves, Gayle Roux, Robin. Lockhart)
2. Medik
1) Pemberian antibiotik golongan penisilin atau sulfonanida selama lima hari
2) Antipiretik
3) Obat kumur atau obat hisap dengan desinfektan
4) Bila alergi pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin
(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
4.2

Faringitis Kronik
Faringitis kronik adalah suatu kondisi infeksi (bakteri atau virus) atau iritasi (kimia atau

fisik) yang melibatkan inflamasi pada mukosa faring menetap selama minimal satu tahun, selama
lebih dari enam jam sehari, selama lebih dari dua minggu bulan, selama lebih dari tiga bulan
dalam setahun. 4
Faktor-faktor predisposisi terjadinya faringitis kronik : 1
1) Infeksi persisten pada daerah sekitar faring
Pada rinitis dan sinusitis kronik, discarj purulen dapat mengalir turun menuju faring
sehingga selalu menjadi sumber infeksi. Hal ini menyebabkan hipertrofi pada lateral band
faring. Sama halnya dengan tonsilitis kronik dan infeksi pada gigi dapat menyebabkan
faringitis kronik dan sakit tenggorok yang rekuren.
2) Napas lewat mulut

Bernapas melalui mulut dapat membuat faring kontak dengan udara yang belum disaring,
dilembabkan dan disesuaikan dengan suhu tubuh sehingga membuatnya lebih rentan
terhadap infeksi. Pernapasan mulut dapat disebabkan :
Obstruksi pada cavum nasi seperti : polip , rhinitis alergi atau vasomotor, hipertrofi
konka, septum deviasi atau tumor.
Obstruksi pada nasofaring, misalnya adenoid atau tumor.
Gigi yang menonjol sehingga menyebabkan maloklusi
Kebiasaan tanpa adanya gangguan secara anatomis
3) Iritasi kronik
Merokok berlebihan, mengunyah tembakau, minuman alkohol, makanan yang sangat pedas
dapat menyebabkan faringitis kronis.
4) Polusi dari lingkungan
Lingkungan yang berasap atau berdebu dan asap industri mungkin juga dapat menyebabkan
faringitis kronis.
Tingkat keparahan gejala pada faringitis kronik bervariasi pada individu. Gejala yang
mungkin dapat timbul yaitu : 1
1.
2.
3.
4.

Rasa tidak nyaman atau nyeri di tenggorok


Rasa mengganjal pada tenggorok
Tidak dapat berbicara lama dikarenakan nyeri
Batuk
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis

kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,
iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.
Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut
karena hidungnya tersumbat. 5
a. Faringitis Kronik Hipertrofi
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang berdahak.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 5

Gambar 4. Granulasi pada mukosa faring posterior 2

Gambar 5. Granulasi pada mukosa faring posterior 1

Gambar 6. Faringitis kronik e.c iritasi kronik 6


Terapi lokal dengan menggunakan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras
argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur atau
tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di
hidung dan sinus paranasal harus diobati.5
Terapi faringitis kronik tipe hipertrofi yaitu : 1
1) Faktor-faktor penyebab harus dihindari
2) Kumur dengan larutan saline hangat pada pagi hari dapat meredakan rasa nyeri di
tenggorok

3) Kauter granulasi limfoid disarankan. Tenggorokan disemprot dengan anestesi lokal dan
jaringan granulasi diberi perak nitrat 10-25%. Elektrokauter atau diathermy nodul
mungkin memerlukan anestesi umum
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan
tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 5
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.5 Kalium iodida 325 mg,
diberikan secara oral selama beberapa hari membantu untuk merangsang sekresi dan mencegah
pengerasan kulit.1

4.3 Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler. Abses
peritonsiler terjadi:
a. Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu :
sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan
biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada
pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru.
b. Demam rheumatic akut (3-5 minggu setelah infeksi),

poststreptococcal

glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses,


c. Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barr
syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan
karsinoma nasofaring (Kazzi,at.al.,2006).

BAB III
LAPORAN KASUS

Seorang Laki- laki 23 Tahun dengan Faringitis kronik


et causa infeksi bakteri
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. AF
Umur
: 23 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tembalang, Jawa Tengah
Pekerjaan : Mahasiswa
No. CM : 179822
Masalah Aktif

Masalah Pasif

1. Nyeri tenggorok

2. Batuk berdahak

3. Demam

4. Pemeriksaan fisik pada mukosa faring


posterior didapatkan adanya granulasi (+)
dan hiperemis (+)

5. Faringitis kronis granulosa eksaserbasi akut


et causa infeksi bakteri
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 24 Maret 2016 pukul 10.45 WIB di Poliklinik THT-KL BKIM
Semarang
Keluhan Utama
: Nyeri tenggorok
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik THT-KL BKIM Semarang dengan keluhan nyeri tenggorok
sejak + 3 minggu yang lalu, nyeri tenggorok dirasakan hilang timbul dan membuat pasien
merasa sulit menelan. Nyeri dirasa bertambah bila makan dan minum. Pasien juga mengeluh
terasa adanya lendir di tenggorok dan tenggorok terasa panas.
+ 7 hari yang lalu pasien mengeluh keluhan masih dirasa, nyeri tenggorok (+) hilang
timbul, demam ngelemeng (+) sepanjang hari, batuk berdahak (+) dengan dahak berwarna
kuning, sulit menelan (+), terasa adanya lendir di tenggorok (+), tenggorok terasa panas (+),
rasa mengganjal tenggorok (+), pilek (-), bersin-bersin (-), sering berdehem (-), tenggorok
terasa gatal (-), batuk setelah makan/berbaring (-), kesukaran bernapas atau tersedak (-),
nyeri dada atau rasa asam naik ke tenggorok (-), nyeri gigi (-), gusi bengkak (-). Pasien
sudah berobat ke dokter umum dan diberi obat batuk dan obat penurun panas namun keluhan
tidak membaik. Oleh karena hal tersebut pasien periksa ke poli THT BKIM Semarang.
-

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat sakit seperti ini + 1 tahun yang lalu hilang timbul.
Riwayat maag disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat batuk lama disangkal
Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


-

Riwayat maag disangkal


Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat alergi makanan disangkal
Riwayat batuk lamadisangkal
Riwayat DM, hipertensi, penyakit jantung disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien tinggal dengan orang tua dan dua orang adik. Pasien berstatus sebagai mahasiswa.
Biaya pengobatan mandiri.
Kesan : sosial ekonomi cukup

Lain-lain : -

PEMERIKSAAN FISIK
(Tanggal 24 Maret 2016, pukul 10.45 di Poliklinik THT-KL BKIM Semarang)
Status Praesen
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
: TD : 110/70 mmHg
Suhu : 36,8 C
Nadi : 84 x/menit
RR
: 20 x/menit
VAS : 3
Pemeriksaan fisik : Kepala
: mesosefal
Thoraks
: Cor : tidak diperiksa
Paru : tidak diperiksa
Abdomen : tidak diperiksa
Ekstremitas : tidak diperiksa
Status Lokalis:
Telinga:
Gambar :

Bagian Telinga

Telinga kanan

Telinga kiri

Daerah preaurikula

Aurikula

Daerah retroaurikula

Mastoid

CAE / MAE

Hiperemis (-), edema (-),

Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan tragus (-)


Normotia, hiperemis (-),

tekan tragus (-)


Normotia, hiperemis (-),

edema (-), nyeri tarik (-),

edema (-), nyeri tarik (-),

nyeri tekan (-)


Hiperemis (-), edema (-),

nyeri tekan (-)


Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan (-)
Nyeri tekan (-), nyeri

tekan (-)
Nyeri tekan (-), nyeri

ketok (-), fistel (-)


Serumen minimal, edema

ketok (-), fistel (-)


Serumen (-), edema (-),

(-), hiperemis (-), furunkel

hiperemis (-), furunkel (-),

(-), discaj (-)


discaj (-)
Putih mengkilat (+), reflek Putih mengkilat (+), reflek
Membran timpani

cahaya (+), posisi jam 5,

cahaya (+), posisi jam 7,

retraksi (-), perforasi (-)

retraksi (-), perforasi (-)

Hidung:

Gambar :

Pemeriksaan Hidung
Hidung Luar

Sinus
Rinoskopi Anterior

Hidung Kanan
Hidung Kiri
Inspeksi : Bentuk (N), simetris, deformitas (-),
benjolan (-), warna kulit sama dengan kulit sekitar,
allergic crease (-), nasal salut (-)
Palpasi : os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
Maxillaris : Nyeri tekan (-/-), Nyeri ketok (-/-)
Frontalis : Nyeri tekan (-/-), nyeri ketok (-/-)

Discaj

(-)
(-)
Hiperemis (-), livid (-), Hiperemis (-), livid (-),

Mukosa

edema (-)
Mukosa hiperemi (-),

edema (-)
Mukosa hiperemi (-),

Konka

livid (-), hipertrofi (-),

livid (-), hipertrofi (-),

Tumor

atrofi (-)
Massa (-)
Deviasi (-), benda asing

atrofi (-)
Massa (-)
Deviasi (-), benda asing

(-), perdarahan (-),

(-), perdarahan (-),

perforasi (-)
(+)

perforasi (-)
(+)

Septum nasi
Palatal Phenomena
Tenggorok:
Gambar :

Bagian (Orofaring)
Palatum
Arkus Faring
Mukosa
Mukosa Faring
Posterior
Tonsil
Peritonsil
Nasofaring

Keterangan
Bombans (-), hiperemis (-)
Simetris, uvula ditengah, reflek muntah (+) normal
Hiperemis (+), Post nasal drip (-)
Granulasi (+)
Ukuran T1
Ukuran T1
Edema (-), hiperemis (-), fluktuasi (-)

tidak dilakukan

Laringofaring:

tidak dilakukan

Laring

tidak dilakukan

Supraglotis

tidak dilakukan

Glotis

tidak dilakukan

Subglotis

tidak dilakukan

Kepala dan Leher :


Kepala
: mesosefal
Mata
: allergic shinner (-)
Wajah
: simetris, perot (-), deformitas (-)
Leher anterior : pembesaran nnll (-)
Leher lateral : pembesaran nnll (-)
Lain-lain
: (-)
Gigi dan Mulut
Gigi geligi
: karies (-), plak (-), gigi goyang (-)
Lidah
: simetris, tidak ada deviasi
Palatum
: bombans (-)
Pipi
: mukosa buccal : hiperemis (-), stomatitis (-)

RINGKASAN
Seorang laki-laki, 23 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorok sejak + 3 minggu
yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul dan merasa bertambah nyeri bila makan dan
minum. + 7 hari yang lalu pasien mengeluh keluhan masih dirasa, nyeri tenggorok (+)
hilang timbul, demam ngelemeng (+) sepanjang hari, batuk berdahak (+) dengan dahak
berwarna kuning, sulit menelan (+), terasa adanya lendir di tenggorok (+), tenggorok
terasa panas (+), rasa mengganjal tenggorok (+). Pasien sudah berobat ke dokter umum,
diberikan obat batuk dan obat penurun panas, namun keadaan tidak membaik. Pada
pemeriksaan fisik pada mukosa faring posterior didapatkan adanya granulasi (+) dan
mukosa hiperemis (+)

DIAGNOSIS BANDING :
Faringitis kronis granulosa eksaserbasi akut et causa infeksi bakteri
Faringitis kronis granulosa eksaserbasi akut et causa iritasi makanan pedas
Faringitis kronis granulosa eksaserbasi akut et causa iritasi okupasional

DIAGNOSIS KERJA:
Faringitis kronis granulosa eksaserbasi akut et causa infeksi bakteri

RENCANA PENGELOLAAN :
1. Pemeriksaan Diagnostik
S:O : Swab tenggorok

2. Terapi :
Methylprednisolone 4mg/ 12 jam p.o
Cefadroxil 500mg/ 12 jam p.o
Ambroxol 30mg/ 12 jam p.o
Betadine gargle and mouthwash 3x1 cup
Vitamin C 500 mg/ 24 jam
3. Pemantauan
Keadaan umum, tanda vital, keluhan pasien, progresivitas penyakit, respon terapi
dan efek samping terapi
4. Edukasi :
Pasien diberitahu bahwa pasien mengalami radang tenggorok yang disebabkan

oleh bakteri.
Pasien diedukasi untuk menghindari makanan dan minuman yang bersifat iritatif

seperti makanan pedas, makanan dan minuman terlalu panas, alkohol dan rokok.
Pasien diinformasikan untuk minum obat secara teratur, dan kontrol apabila obat
habis.

5. Prognosis :
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Fungsionam : ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorok sejak + 3
minggu yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul dan merasa bertambah nyeri bila makan dan
minum.
7 hari yang lalu pasien mengeluh keluhan masih dirasa, nyeri tenggorok (+) hilang timbul,
demam ngelemeng (+) sepanjang hari, batuk berdahak (+) dengan dahak berwarna kuning, sulit
menelan (+), terasa adanya lendir di tenggorok (+), tenggorok terasa panas (+), rasa mengganjal
tenggorok (+). Pasien sudah berobat ke dokter umum, diberikan obat batuk dan obat penurun
panas, namun keadaan tidak membaik. Pada pemeriksaan fisik pada mukosa faring posterior
didapatkan adanya granulasi (+) dan mukosa hiperemis (+)Dari hasil pemeriksaan fisik, status
lokalis berupa telinga hidung, gigi dan mulut, kepala dan lehert tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan status lokalis tenggorok ditemukan mukosa hiperemis dan adanya granulasi pada
mukosa faring posterior.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis sebagai faringitis akut
et causa infeksi bakteri. Untuk tatalaksana dilakukan pemeriksaan swab tenggorok sebagai
tatalaksana awal dan merupakan gold standard dalam penegakkan diagnosa.Selanjutnya dalam

tatalaksana terapi pasien diberikan Methylprednisolone 4mg/ 12 jam p.o, Cefadroxil 500mg/ 12
jam p.o, Ambroxol 30mg/ 12 jam p.o, Betadine gargle and mouthwash 3x1 cup , Vitamin C 500
mg/ 24 jam.Setelah diberikan terapi pasien dijelaskan mengenai penyakit yang diderita, pasien
diedukasi untuk untuk menghindari makanan dan minuman yang bersifat iritatif seperti makanan
pedas, makanan dan minuman terlalu panas, alkohol dan rokok, serta minum obat secara teratur.

Anda mungkin juga menyukai