Anda di halaman 1dari 31
AHMAD RIZALL® INDRA DJATI SIDES&SATRIA DHARMA DAFTAR ISI Klub Guru: Membangun Negara dengan Menjadi Guru Bangsa 1 Resesi Dunia dan Dunia Pendidil 9 Mutu dan Kompetensi Guru ivan Apa pun Kurikulumnya, Mutu Guru Raich 12 Peningkatan Mutu Pendidikan .... 20 Korupsi, Bencana Alam, dan Mutu Pendidikan . 2B Revitalisasi Pendidikan Guru/LPTK, Apa yang Bisa Dilakukan ..... 25 ‘Rinses dean Paral ee on tere ancora AE Mengkaji Anggaran Pendidikan. 37. Menggali Dana Pendidikan Non-APBN | 38 Mengangkat Citra Sekolah Kejuruan 41 Mengangkat Citra Sekolah Kejuruan 42 Pendidikan Sistem Gande 5 Praktik Kerja di Luar Negeri...... 49 Reposisi Pendidikan Kejurnan 52 Guru, Paradigma dan Revolusi Pendidikan .. 57 Laptop untuk Guru: Revolusi Pendidikan ‘Melalui Elvoler Informasi ... 58 Guru Koviiides Tempur, Guru Nasanoaibes ‘dite Gast: Fasibitator ss seceecccseeseses 63 Mencetak Guru Berkualisen Testes ‘Dunk Pendidikan... 66 Tukang Cukur dan Gurn 70 Great Tethers sa scsssisssisisissiiiiaiaisicsatssnasinuninnaaaiinisaiiaaiiaa 22 Dapatkah Menciptakan Guru Profesional Secara Instan? wus 74 Daftar isi | y Menakar Sertifikasi G 2 Menakar Sertifikasi Guru 78 Diklat Abal-Abal Sertifikasi Gui 81 Menyoal Sekolah Gratis .. a 20 Persen Anggaran Pendidikan: Ys Tetap. Sekolah Kenapa Harus Gratis? (Bagian 1)... Sekolah Kenapa Harus Gratis? (Bagian 2) Pendidikan Dasar Gratis: Amanat yang Terlupakan 83 Pendidikan Gratis dan Bermutu. 101 Mengkritisi Kemampuan Berbahasa Inggris .... 104 Bahasa Inggris: Ironi Dosen Unmul dan Kualitas Pendidikan Bahasa Tnggris dan Mitos vos lll Oleh-Oleh dari Serawak (1) Oleh-Oleh dari Serawak (2) se Oleh-Oleh dari Seraweth (3) ....ccisescscrreiuisiereierissssnisessssess 122 Ujian Akhir Nasional..... Unas Jeblok Salah Siapa? Unas: Mutu Diharap Bencana Didapat. Ujian Nasional sebagai Keputusan Politi Mengapa UN (Sampai Kapan pun) Tidak Mampu Meningkatkan Mutu Pendidikan? «0.0... 140 Pendidikan Antikorupsi ... Pendidikan Antikorupsi KPK, L Lanta Kantin Kejujuran Verses Prinsip 3-2-1 coccccessccsevessesecssevsssevees 147 Perpustakaan Sekolah dan Budaya Membaca...............0:s0 153 Perpustakaan Sekolah Sebagai Pusat Pembelajaran ... vi | Dari Guru Konvensianal Menuju Guru Profesional nbaca atau Mati! Anak TK Tidak Boleh Diajari Membacai 165 Sekolah Berbasis Keagamaan dan Tantangan Bersama di Masa Sekolah Berbasis Keagamaan ats Tantengats Bersama di Masa Depan .. Gagalnya ‘Pendidikan (Agama) Kita? (L). Gagalnya Pendidikan (Agama) Kita? (2) Sekolah Bertaraf Internasional dan Kelas Internasional.......... 181 Kelas Internasional yang Full AC dan Toilet. . 182 Sekolah Bertaraf Internasional: Quo Vadiz: 187 RSBI: Rintisan Mengubah Paradigma..vsserivrrereees 196 Kurikulum Berbasis Kompetens' _ 199 Kurikulum Berbasis Kompetensi Bilik Edukasi 213 Belajar Menyenangkan . varssnone 214 Mengisi Jam Kosong di Sekolah. 216 Mengajarkan Keberagaman kepada Ana Sejarah Berdirinya Klub Guru Indonesia ... Daftar Pustaka ............cccccsesecsecssessersessereeseessseeseesssetseeseeeee 241 Biografi Simghat ...........e:ccsssserssserseeessssesersssnssserseseeseresaveeserseses 242 Doftar Ist \vii Klub Guru: Membangun Kualitas dan Kompetensi co yang disebut sebagai “Guru Bangsa”? Guru Bangsa adalah setiap orang yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mendidik siswa dan orang-orang di sekitarnya agar dapat menjadi tunas-tunas bangsa yang akan tumbuh dan menjadi pembangun bangsa sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan dan amanat UUD 1945. Apakah hanya orang-orang besar saja yang bisa menjadi Guru Bangsa? Tidak. Pada hakikatnya, setiap guru yang berdiri di depan kelas ataupun berkeringat di lapangan dan laboratorium dan mengajar anak-anak bangsa adalah Guru Bangsa sejati. Guru yang mampu membuat semangat dan inspirasi anak-anak bangsa bangkit untuk dapat menjadi penerus perju- angan bangsa. Jadi, jika Anda seorang guru atau instruktur di lapangan, sejenak lupakan para orang besar di buku-buku sejarah yang sudah dan scdang ditulis. Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita berkeinginan untuk menjadi Guru Bangsa. Kebangkitan bangsa dan negara Indonesia ini ada di tangan para Guru Bangsa yang mendedikasikan seluruh hidup dan cita-citanya kepada pembangunan bangsa melalui pendidikan para tunas bangsa. Ada sebesar 2,7 juta guru di seluruh Indonesia yang dapat menjadi Guru Bangsa! Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 4 Permasalahan bangsa—bahkan masalah pendidikan yang begitu kom- pleks—jelas tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah, Justru kitalah, para guru, yang jumlahnya 2,7 juta orang yang sebenarnya memegang kunci solusi dari permasalahan bangsa. Jika para guru dapat menjadi Guru Bangsa, semua persoalan bangsa akan dapat rerselesaikan. Gurulah para pemimpin sejati sebenarnya. Gurulah yang memegang peran sebagai pemimpin perubahan. Untuk dapat menjadi pemimpin peru- bahan, guru harus melakukan perubahan dati dalam dirinya sendiri terlebih dahulu. Guru tidak selayaknya meminta pihak mana pun untuk mengubah guru. Perubahan harus datang dari dalam diri guru itu sendiri. Sekali para guru melakukan perubahan dalam dirinya, selanjutnya roda perubahan akan bergerak dengan sendirinya. Guru tidak bergantung pada pemerintah dalam mengelola pendidikan—justru pemerintahlah yang bergantung pada guru dalam hal ini. Jadi, mari kita hentikan sikap bergantung pada pemerintah tersebur, Justru gurulah yang mampu menggerakkan bangsa ini, Gurulah yang harus menyelesaikan masalah pendidikan, bukan para birokrat di Depdiknas. Pemerintah hanya bertugas sebagai lembaga yang mengurus dan mengelola administrasi pendidikan. Untuk itulah Klub Guru harus berdiri. Klub Guru adalah organisasi profesi guru yang didirikan dan dibangun oleh para guru dan aktivis pendi- dikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya agar dapat menjadi pelaku perubahan dalam bangsa. Klub Gutu didirikan agar kita, para guru, dapat mengubah diri sendiri tanpa harus bergantung pada pihak lain—sekaligus menjadi lokomotif penggerak perubahan bagi bangsa. Pihalclain dapat membantu proses perubahan tersebut. Tapi, daya dan keinginan untuk berubah iru harus datang dari diri kita, para guru senditi. Kita telah melihat bahwa upaya-upaya pemerintah agar guru dapat menjadi kompeten dan profesional sering kali menjadi mandul justru karena ke- inginan untuk berubah itu belum muncul dari diri kita, para guru. Motivasi untuk berubah harus datang dari dalam diri kita, bukan karena didorong- dorong dan dipaksa-paksa, Menjadi guru harus merupakan pilihan pribadi dan bukan karena keterpaksaan. Karena itu, para guru harus benar-benar hidup dengan pilihannya tersebut atau meninggalkannya sama sekali! 2 | Bari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional Antuslasme Guru, “Guru adalah profesi mutia,”” pesan Menkominfo Prof. Dr. Mohammad ‘Nuh DEA datam sebuah seminar yang dihadici ‘ratusan anggota Klub Guru. Akrab. Pertemuan santai Klub Guru, Satria Dharma dan Mohammad Ihsan, dengan Margani ‘M, Mustar (Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKi Jakarta) dan Abdurrokhim (Ketua PGR! DK! Jakarta, paling kanan). Agen Perubahan Bangsa “Kalau tidak berbahagia sebagai guru, ya jangan jadi guru,” kata seorang teman. Hanya, jika kita berbahagia sebagai guru, kita bisa menjadi Guru Bangsa. Kualitas pendidikan sebuah bangsa itu bergantung pada kualitas gurunya dan kualitas guru ditentukan oleh keinginan para guru itu sendiri dalam meningkatkan kualitasnya. Jadi, sebagai guru kita harus menjadi agen perubahan bagi iri kita sendiri lebih dahulu sebelum mampu menjadi agen perubahan bagi bangsa. Jika bolch disampaikan dalam kalimat yang ringkas, Klub Guru didirikan agar guru dapat menjadi penggerak utama dalam kebangkitan nasional. Karena itu, LET'S TAKE THE LEAD NOW BECAUSE WE, TEACH- ERS, ARE LEADERS. Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 3 ie oeian | ‘ewe wee oe ee Kerja Sama. (Dari kiri) Sirikit Syah, Prof. Budi Darma (Guru Besar Unesa), Drs. A. Dasuki, M.M. (Direktur Profesi Pendidik Ditjen PMPTK), Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. (Direktur Ketenagaan Ditjen Dikti), Mohammad Ihsan, dan Satria Dharma. Bagaimana hubungan Klub Guru dengan PGRI (dan organisasi profesi guru lain)? Apakah Klub Guru tidak menjadi saingan bagi PGRI? Apakah tidak akan terjadi kerancuan antara Klub Guru dan PGRI? Pertanyaan- pertanyaan semacam ini selalu datang, baik dari para guru, birokrat, maupun pengurus PGRI sendiri. Jika hati saya sedang ingin bergurau, saya biasanya menjawab, “Alhamdulillah! Hubungan Klub Guru dan PGRI baik-baik saja.” Faktanya, kami memang selalu membangun hubungan baik dengan pengurus-pengurus PGRI di mana pun kami berada. Tencu saja PGRI tidak bisa menjalankan semua tugas pembinaan dan peningkatan kualitas guru sendirian, Jumlah 2,7 juta guru adalah jumlah yang sangat besar, Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru adalah tugas yang sangat besar dan kompleks. PGRI justru dengan senang hati mengajak kami untuk membantu mereka di mana pun untuk bersama-sama melaksanakan tugas tersebut. The task is so everwhelming dan PGRI tentu akan senang jika ada organisasi profesi guru lain yang bersedia menggeralkan para guru dari dalam sendiri. Di Kota Malang, jabatan Kecua Klub Guru justru dipegang oleh Ketua PGRI Kota Malang, yaitu Prof. Dr. Amat Mukhadis. Di Jakarta, Ketua 4 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional PGRI DKI Jakarta Abdurrohim membuka pintu selebar-lebarnya bagi Klub Guru untuk memanfaatkan fasilitas PGRI DKI Jakarta. Kita memang harus bersinergi dan bekerja bahu-membahu dalam me- mecahkan masalah pendidikan, bukan saling bersaing ataupun curiga men- curigai. Sudah saatnya bangsa kita mengerahkan seluruh energinya untuk memecahkan masalah bersama dan meninggalkan sikap saling mencurigai yang sungguh menghabiskan energi cersebut. PGRI bahkan memburuhkan lebih banyak lagi organisasi profesi guru yang dapat mendorong dan meng- gerakkan guru agar dapat menjadi kompeten dan profesional. Apakah sebenarnya yang hendak diperangi oleh Klub Guru? Jika ini pertanyaannya, jawabannya adalah: Klub Guru hendak memerangi KEBODOHAN, KEMALASAN, KETIDAKJUJURAN, DAN KEBER- GANTUNGAN. Kebodohan adalah musuh yang diperangi oleh tujuan pendidikan itu sendiri, Kebodohan jelas membuat manusia menjadi terpuruk dan terhina. Hal ini berarti bahwa Klub Guru bertugas untuk mengajak para guru me- lawan kebodohan diri sendiri agar dapat bangkit menjadi pemimpin yang melakukan perubahan. Kemalasan adalah musuh besar kita dan teman akrab kebodohan, Orang yang malas, tidak bisa tidak, pastilah akan menjadi bodoh dan bahkan kebodohan itu bermula dari kemalasan. Ini berarti Klub Guru bertugas untuk mengajak para guru untuk bekerja keras melawan kemalasan dan kebodohan. Hanya orang yang rajin dan bekerja keraslah yang dapat berhasil dalam hidup. Ketidakjujuran adalah antitesis dari semua hal yang baik. Ketidakju- juran adalah penyakit yang harus dihindari jika kita ingin membangun bangsa. Tale ada martabat dan sifat mulia yang bergandengan dengan ketidakjujuran. Jika para guru ingin menjadi Guru Bangsa dan pelopor perubahan, ketidaljujuran harus benar-benar hilang dalam dirinya. Dunia boleh rerjungkir balik, tapi guru harus tetap jujur dan amanah. Tanpa itu, tidak ada artinya semua yang dilakukan oleh para guru. Sikap jujur adalah harga mati bagi para guru. Kebergantungan sengaja kami masukkan sebagai musuh dari Klub Guru Karena sikap inilah yang selama ini membuat para guru tak mampu Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 5 menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai Guru Bangsa dan pelopor peruba- han—hanya membuat para guru menjadi pembebek dan mediocre. Hanya dengan tekad untuk bersikap mandirilah, para guru dapat benar-benar menjadi Guru Bangsa dan pelopor perubahan. Sekali lagi, guru tidak bergantung pada pemerintah dalam mengelola pendidikan dan justru pemerintahlah yang bergantung pada guru dalam hal ini, Jangan terbalik. Mulai sekarang, raihlah tongkat estafet pembangunan. bangsa dan bawa larilah menuju gatis finis. Tak perlu kita menggantung- kan nasib guru pada siapa pun. Kita adalah para Guru Bangsa dan pelopor perubahan. Guru Bangsa tidak menggantungkan nasib dan keputusannya kepada siapa pun. Adakah hubungan antara Klub Guru dengan parrai politik rertentu? Tidak. Klub Guru jelas bukan organisasi yang dibentuk dengan tujuan politis schingga tidak ada orang-orang politik yang ikut dalam Klub Guru. Jika ada orang-orang politik yang ingin terlibat dalam gerbong perubahan yang dilakukan oleh Klub Guru, dia harus menanggalkan jubah partainya dan tidak bersikap partisan dalam Klub Guru. Klub Guru tidak didirikan untuk kepentingan politik dan tidak akan menjadi organisasi politik. Untuk Pendidikan Negeri. Satria Dharma dan Mohammad Ihsan dari Klub Guru diterima Dirjen PMPTK Dr. Baedhowi (tengah) di ruang kerjanya. 6 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional Lantas, siapa sajakah orang-orang di “belakang” Klub Guru? Tentu saja para guru dan aktivis pendidikan. Jumlah anggota Klub Guru saat ini ada sekitar 2.500 orang dan terus bertambah dengan cepat. Tapi, jika Anda ingin mendengar nama “selebritas”, saya dapat sebutkan beberapa di antaranya, yaitu Prof. Dr. Muchlas Samani, Ir. Ahmad Rizali, M.Sc., Dr. Indra Djati Sidi, Dr, Gatot Hari Priowirjanto, Prof. Dr. Amat Mukhadis, Dra, Sirikit Syah, M.A., Bambang Sumintono, Ph.D., Dr. Shofwan, M.Si., dan lain-lain, Tentu saja, selain para “selebricas” tersebut, banyak orang yang tidak kalah penting perannya dalam Klub Guru. Ada Pak Yono dan Mas Syifa di Jombang, Pak Pudji di Bojonegoro, Kadis Pendidikan Kota Malang Dr. Shofwan, Pak Anam, dan John di Surabaya, Kadis Dikmenti DKI Jakarta Pak Margani, dan Ketua PGRI DKI Jakarta Pak Abdurrahim, Habe Arifin wartawan, dan yang sangat penting adalah Mas Mohammad Ihsan yang rela keluar dari pekerjaan lamanya untuk menjadi Sekjen Klub Guru selama ini. Tanpanya, Klub Guru tidak akan dapat berkembang seperti sekarang ini. Sinergi untuk Pencapaian Optimal Apakah yang dapat dilakukan oleh Klub Guru dalam membantu guru mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya? Klub Guru pada intinya adalah menggerakkan semua anggotanya di berbagai daerah untuk mulai mengorganisasi kegiatan-kegiatan peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan tugasnya, baik sebagai guru di kelas ataupun pelopor perubahan di masyarakat secara sistematis dan terpadu, Setiap daerah akan melakukan kegiatan-kegiatan seperti seminar, lokakarya, forum diskusi, pelatihan terstruktur, studi banding, pameran pendidikan, konferensi, dialog interaktif di radio, sarasehan, kunjungan kerja, dan lain- Jain sesuai kapasitas masing-masing dacrah dengan mendapatkan dukungan dan kerja sama dari berbagai cabang Klub Guru lainnya. Setiap cabang Klub Guru menyinergikan sumber daya dan kegiatannya demi memperoleh hasil yang optimal. Sumber daya di satu cabang Klub Guru dapat dan akan ditawarkan ke daerah atau cabang Klub Guru lain agar dapat digunakan oleh cabang Klub Guru tersebut. Dengan sinergi seperti ini, sumber daya para guru di Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 7 cabang Klub Guru mana pun akan dapat disebarkan agar para guru dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Saat tulisan ini dibuat, Klub Guru telah berhasil mengajak para guru dan aktivis pendidikan di Jabodetabek untuk mengadakan acara awal, yaitu seminar dan /aunching Klub Guru Jabodetabek yang rencananya diadakan pada 15 Juni 2008. Setelah itu, para guru serta aktivis pendidikan di Ban- dung dan sekitarnya sudah bersedia untuk melakukan hal yang sama dengan mendirikan Klub Guru Jawa Barat. Untuk daerah-daerah lain, tampaknya hanya masalah waktu saja untuk dapat ikut serta dalam gelombang ini. Tapi, upaya ini jelas sudah menggelinding dengan cepat. Jika para guru sudah memahami arti penting dari sinergisme dalam upaya peningkatan kompetensi dan profesionalisme mereka sendiri, se- benarnya kebangkitan nasional dalam arti yang sesungguhnya telah di depan mata. Mari kita sambut Kebangkitan Nasional yang dipelopori oleh para guru ini! Balikpapan, 5 Mei 2008 Satria Dharma 8 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional Resesi Dunia dan Dunia Pendidikan enerima Nobel Ekonomi 2008 Paul Krugman meramalkan bahwa resesi di Amerika akan berkepanjangan dan akan menyerupai resesi pada 1930 (Koran Tempo, Oktober 2008). Resesi ini akan menyebabkan hilangnya juraan lapangan kerja di Amerika dan Eropa, terutama Inggris Raya. Dengan demikian, tenaga kerja di negara Barat akan semakin mu- rah dan pengusahanya mencari terobosan peluang bisnis, termasuk bisnis pendidikan. Untuk Indonesia, hal ini musibah sekaligus berkah. Musibah, karena dampaknya juga terasa, sekaligus akan terjadi migrasi tenaga kerja dari negeri Barat ke Indonesia dalam berbagai bisnis—termasuk bisnis pendidikan yang terkait dengan internasionalisasi seperti Rintisan Sekolah Bertaraf Interna- sional (RSBI) imu. Guru lokal terdesak dan guru asing mulai mengisi posisi kosong tersebut. Kurikulum Cambridge akan semakin didorong untuk digunakan dengan segala perantinya, lunak maupun keras, Musibah itu akan terjadi jika provinsi dan kabupaten/kota masih menggunakan paradigma usang dalam berpikir dan menyikapi RSBI, ser- ta dalam mengelola pendidikan. Scakan-akan RSBI adalah scbuah harga mati jika anak didiknya ingin meneruskan sekolah ke Iuar negeri. Padahal dengan kemampuan bahasa asing yang terlatih baik, mereka pasti mampu bersaing di negara lain. Musibah akan terjadi jika sekolah masih korup dalam menggunakan dana publik sehingga pengelolaan sekolah belum mengikuti tata kelola yang baik dan mutu yang baik tak pernah berhasil diraih. Apalagi jika paradigma Dari Guru Konvensiona! Menuju Guru Profesional | 9 semua civitas akademika sekolah masih tetap deterministik bahwa kebenaran itu adalah milik guru dan murid harus menerima dan pasrah bongkokan tanpa melalui proses menemukan—dalam bentuk diskusi dan dialog, Resesi itu akan menjadi berkah jika guru sudah berparadigma seperti Bu Muslimah dalam film Zaskar Pelang? yang “no thing useless"—dengan semangat tak terhingga mendidik murid-muridnya menjadi bernalar dan. menikmati pendidikan di sekolah yang kusam dan reyot itu hingga anak- anak menjadi “sesuatu”, Semangat seperti itulah yang “menarik” berkah Tuhan turun ke bumi ini. Resesi akan menjadi berkah, manakala semua benda dan apa pun di lingkungan kita menjadi alat pembelajar, seperti upaya Pak Tjandra Heru Awan yang mampu menciptakan berbagai alat bantu belajar sains dari barang bekas dan sangat murah. Jika semakin banyak guru terinspirasi kecanggihan Pak Tjandra, pemerataan mutu pendidikan bukan sekadar omong kosong belaka. Resesi dunia menyebabkan barang impor menjadi lebih murah dan barang lokal akan terpuruk di pojokan kumuh. Jika barang lokal terdesak, pengangguran lokal juga bertambah. Sebab, pabrik tutup, barang tak dibeli. Akibatnya bisa dipastikan, angka putus sekolah akan meningkat dan tujuan pembangunan milenium yang menyatakan bahwa pada 2015 semua anak usia sekolah lelaki dan perempuan harus tuntas menyclesaikan pendidikan dasar—dalam konteks Indonesia artinya SMP. Mari kita sikapi resesi dunia yang konon akan terasa di Indonesia pada 2009 itu dengan cara hidup yang benar, berpikir benar, bersahaja dalam sikap hidup, sangkil, dan mangkus seperti menggalakkan penggunaan kertas daur ulang, memanfaatkan lampu Tuhan di siang hari, menggunakan ken- daraan bermotor jika hanya perlu dengan lebih memilih berjalan kaki dan bersepeda, dan semua sikap yang benar dalam hidup. Sedikit mengurangi kenyamanan tidak apalah. Bayangkan, jika 1.000 guru menganjurkan gaya hidup seperti itu dan 50 muridnya mengikutinya, Sudah 50.000 kepala berubah, apalagi jika 2,7 juta guru yang mempraktikkannya, Dahsyat!!! Lantas, bisakah dimulai dari Klub Guru? Depok, 17 Oktober 2008 Ahmad Rizali 10 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional Ct MPET a eA Apa Pun Kurikulumnya, Mutu Guru Kuncinya “I ducational change depends on what teachers do and think — its as simple and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes in thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people are recruited to teaching, and (2) the workplace is organized to energize teach- ers and reward accomplishments. The two are intimately related. Professionally rewarding workplace conditions attract and retain good people.” The New Meaning of Educational Change, 3rd Ed, Fullan (2001:115). Ini bukan versi iklan “Apa pun makannya, minumnya...”. Tapi, judul ini memang perlu saya tampilkan agar para pengambil kebijakan pendidikan di Indonesia sadar. Jika mereka ingin membuat perubahan yang berarti dalam bidang pendidikan, fokus utama mereka haruslah cecap pada kualicas guru. Seperti yang dikarakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan (2) lingkungan kerja dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendo- rong guru berkarya agar guru tidak loncat mencari pekerjaan lain. Tru kalau kita mau melakukan perubahan dalam pendidikan /ho! Tapi, kalau sekadar menjalankan pendidikan seadanya, ya lakukan saja apa 12 Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesionat yang sudah dilakukan selama ini. Memiliki dan mendapackan guru-guru berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu, mengingat dunia pendi- dikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak, dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang “katrok “ terhadap perkembangan dunia lain, Apa pun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak dilakukan olch bangsa ini, kalau mutu guru rendah, akan sia-sia. Segala ambisi besar macam “Sekolah Bertaraf Internasional” pada akhirnya akan kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali ak bertaraf internasional. Paling banter nantinya akan menjadi “Sekolah Ber- tarif Internasional “. Coba bayangkan betapa “katrok”-nya dunia pendidikan kita yang lebih dari 90 persen gurunya ternyata tidak mengenal dunia Internet dan tidak punya akses ke dunia maya. Padahal di semua sudut dunia orang dari berbagai macam suku, bangsa, agama, dan pendidikan sudah terhubung dan berkomunikasi dengan Internet. Apa jadinya jika orang-orang “katrok” diminta untuk mengadakan perubahan di dunia ini? Perubahan Kurikulum Perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah sebuah kenis- cayaan. Kalau tidak berubah, berarti kita semakin tertinggal. Kalau sekolah kita tidak mengajarkan pemanfaatan komputer sebagai alat belajar dan Internet sebagai sumber belajar, sekolah kita jelas akan tertinggal jauh di belakang. Kita hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kom- patibel dengan kebucuhan dunia baru yang mensyaratkan kemampuan memanfaatkan Internet sebagai media dalam segala urusan dunia modern. Teu artinya kita hanya akan meluluskan siswa dengan kualitas “dunia agraris” belaka. Sungguh celaka! Ttu sebetulnya sudah dipahami oleh semua pihak. Untuk bisa meng- hasilkan siswa-siswa yang siap berkompctisi dalam dunia modern, mereka mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasicas dan kompetensi yang memadai dengan kebutuhan masa depan tersebut. Masalahnya, apakah para Mutu dan Kompetensi Guru | 13 guru kita mampu untuk diajak terus-menerus berlari mengejar perkem- bangan zaman dan teknologi jika mereka tidak pernah dan—lebih parah lagi—tidak mau dilatih dan dibimbing? Dunia pendidikan kica memang menghadapi masalah besar dengan kompcetensi para gurunya. Scorang pengamat pendidikan dengan masygul berkata bahwa dunia pendidikan kita dilaksanakan oleh mayorieas orang- orang yang tidak kompeten. Menyakitkan, tapi memang begitulah faktanya. Tewadalah buah dari kebijakan pendidikan sebelumnya yang merekrut guru secara asal-asalan hingga pada akhinya dunia pendidikan diisi oleh orang- orang yang tidak kompeten. Dan, kita harus menanggungnya sekarang. Tronisnya, kita hampir tidak punya daya untuk mengubah keadaan tersebut. Berbagai upaya untuk memperbaiki kompetensi dan profesiona- lisme guru tampaknya selalu terganjal oleh fakea bahwa banyak guru yang tidak mampu (dan juga tidak mau) untuk ditingkatkan kualitasnya. Dari sononya memang sudah “katrok” dan tidal bisa diperbailki. Hanya sebagian keeil saja guru yang memiliki “tulang bagus “ yang bisa dididik dan dilatih ulang. Mutu Guru Kendala Terbesar Pelaksanaan Kurikulum Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari mema- dai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar, seperti mengenal dan menggunakan Internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah lagi, para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sckaligs. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial schingga juga diterapkan secara parsial. Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasati kurikulum ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah proyek sccara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkan- nya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri. 14 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional Guru masih melihat bidang studinya berupa “text” dan belum “con- text” karena metode CTL (comextual teaching and learning) masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi keterampilan. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini tampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang, digunakan para guru di lapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluasi dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini, mereka kembali kepada pola assesment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang bersifat cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip “student-centered” dan kegiatan belajar-mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya mengambil kulit-kulitnya dan tidak paham esensinya. Saat ini sekolah-sekolah berlomba-lomba mene- rapkan moving class tanpa tahu apa sebenarnya inti dari moving class terse- but. Sehingga, yang terjadi sama sekali berbeda dengan apa yang hendak dicapai oleh sistem moving class tersebut. Dan, itu juga lagi-lagi disebabkan rendahnya kualitas guru sehingga mereka tidak mampu menyerap dan memahami apa sebenarnya di balik berbagai perubahan yang terjadi di negara-negara maju. Mereka mengikuti, tapi tidak paham apa sebenarnya yang mereka ikuti itu. Alih-alih berupaya meningkatkan kualitas guru melalui pelatihan yang terprogram secara sistematis dan mendasar, pemerintah justru mengeluar- kan kebijakan ujian nasional yang kontraproduktif tersebut. Bagaimana mungkin sekolah diminta untuk mendidik dan melatih siswa agar memiliki kompetensi, tapi di lain pihak pemerintah masih bersikeras menggunakan bentuk evaluasi ujian nasional untuk menentukan kelulusan siswa, Mutu dan Kompetensi Guru | 15 Ujian nasional yang cognitive-based sama sckali tidak sejalan dengan KBK secara filosofis. Seperti yang dikatakan oleh Bagong Suyanto, mantan ketua Komisi Litbang Dewan Pendidikan Jawa Timur, “Penilaian yang ber- orientasi pada hasil daripada proses ini sedikit banyak menyebabkan orientasi siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung ingin hasil yang instan—ujung- ujungnya yang lahir adalah mental potong kompas, bukan sesuatu yang substansial. Implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa semacam ini sebetulnya rawan, menyebabkan terjadinya kualitas pembelajaran menjadi stagnan, bahkan kontra-produkti£” (Kompas, 31 Januari 2005). Atau, seperti yang disampaikan oleh Y, Priyono Pasti, kepala SMA Santo Fransiskus Asisi Pontianak, “Bagaimana mungkin pendidikan kita akan melahirkan generasi muda yang militan, beretos kerja tinggi, siap menghadapi tantangan global, dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain ketika proses pembelajaran di sekolah hanya menghamba pada kurikulum, mengabdi pada UN, berkutat pada bagaimana mengerjakan soal-soal dalam LKS/PR, dan menghafal soal-soal dan kunci-kunci jawaban UN yang melecehkan itu? Bukankah UN hanya mengukur pencapaian prestasi akademik siswa terhadap sejumlah tujuan instruksional? Bagaimana dengan prestasi non-akademik yang telah mereka raih?” Pertanyaan yang sulit untuk kita jawab. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil be- lajar peserta didik dilakukan olch pendidik (baca: guru) untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara ber- kesinambungan. Fenomena Perubahan Perubahan ditandai dengan sejumlah fenomena atau gejala yang dia- kibatkan atau ditimbulkan, seperti: 1. New Materials Materi baru, apa pun itu, merupakan bagian yang sangible dalam suatu inovasi, baik itu berupa benda (komputer baru) ataupun kebijakan (kurikulum baru) sekaligus yang relatif paling mudah diusahakan. 16 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional 2. New Behavior!Practices Yang sulit adalah dalam melakukan perubahan. Keahlian, latihan, dan metode pelajaran apa yang harus dilakukan jika guru melaksanakan KBM? Perubahan perilaku menunjukkan hal yang lebih rumit. Bahan pelajaran bisa didapatkan dalam semalam, namun hal ini tidak menjan- jikan bahwa keesokan harinya kita menjadi ahli dalam melakukannya. Perubahan adalah suatu proses dan bukan sekadar kejadian, Untuk mengembangkan keahlian secara terus-menerus diperlukan upaya pengembangan profesi. 3. New BelieffUnderstanding Bagaimana kita memahami perubahan adalah hal yang sangat penting untuk membuat penilaian. Apakah kita akan melaksanakannya atau tidak, dan bagaimana menggunakannya. Kualitas Guru yang Dibutuhkan Menurut Prof. Suyanto, Ph.D. Dirjen Mendikdasmen: “Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus-menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis inguiry, discovery, contextual teac- hing and learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dan lain-lain.” Achmad Sapari, mantan Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kabupaten Ponorogo: “Guru harus terus ditingkatkan sensivitasnya dan kreativicasnya. Sensitivitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan pedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran.” Jika guru telah memiliki kualitas sebagai guru profesional, tuntutan kurikulum bagaimanapun tentu akan dapat dipenuhinya. Seorang guru profesional bak seorang chef ahli yang dapat diminta uncuk membuat masakan jenis apa pun scpanjang bahan dan peralatannya tersedia. Seo- rang chefahli bahkan bisa membuat masakan yang enak meski bahan dan peralatannya terbatas. Bagaimana Mencapainya Mulai sckarang rekruclah guru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar ‘Mutu dan Kampetensi Guru | 17 dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai, Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten. Selain itu, guru harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini, Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntue kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di elas. Setelah itu berikan pelatihan centang pembelajaran sebanyak- banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu, magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competence-based dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum. Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendake diajarkan, guru harus dapat meng-npdare dirinya. Pelatihan terus-menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaran yang berkorelasi dengan penguasan KBK maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras un- tuk mengembangkan sensitivitas dan kreativitas dari masing-masing guru, mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing. Practice....practice.... and practice. Sekolah juga harus terus aktifuntuk meningkatkan motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya. Sekolah berkewajiban meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkan dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu, sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengitim guru- gurunya uncuk mengikuti seminar, lokakarya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif, Minimal guru harus dapat memperoleh tiga kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi. 18| Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengaja- ran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi. Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah internasional di kota masing-masing karena mereka telah lama melaksanakan pendekatan “student-centered” maupun “competence based” ini, terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio. Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak, sebelum mampu membuat suatu ma- sakan atau sajian yang benar-benar berkualitas guru juga harus memahami benar materi yang hendak diajarkannya dan tahu bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guru-guru profesional untuk dapat mengembangkan kurikulum apa pun dan bukan sekadar guru berkualitas “standar”. Guru profesional bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Dia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajaf orak kiri dan kanan, pendekatan quantum teaching and learning, pemahaman tentang multiple intelligences dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada pro- ses belajar-mengajar, metode pengajaran contextual teaching and learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, atau meng- orkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru profesional bukan hanya harus “1vell-performed’ tapi juga harus “well-trained”, “well-equipped”, dan tentunya juga “well-paid”. Selamat berjuang dalam pendidikan! “Education is a world of change. Ifyou don't.change, you will rot.” Balikpapan, 3 Februari 2008 Satria Dharma, Klub Guru Indonesia Mutu dan Kampetensi Guru | 19 Peningkatan Mutu Pendidikan elain ujian akhir sekolah (UAS) dan ujian akhir nasional (unas), rasio se merupakan indikator mutu pendidikan, Sebab, dengan rasio siswa-guru yang baik dapat diharapkan proses pendidikan berjalan dengan baik pula. Idealnya, perbandingan antara siswa-guru tidak terlalu besar. Dengan demikian, jumlah siswa dalam setiap rombongan belajar juga tidak terlalu besar dan beban jam mengajar guru tidak terlalu banyak. Secara nasional, pada tahun 2000/2001 untuk tingkat SD/MI, rata-rata rasio siswa-guru adalah 22, sedangkan rasio siswa-kelas adalah 26. Dengan berpedoman pada perhitungan bahwa dalam satu kelas ter- dapat 40 siswa, guru SD merupakan guru kelas dan setiap SD memiliki seorang guru olahraga, seorang guru agama, dan seorang kepala sekolah. Maka, secara ideal rasio siswa-guru di SD adalah 1:26. Dengan demikian, data tersebut sudah mencukupi, bahkan melebihi. Persoalan yang terjadi di lapangan adalah ketidakmerataan distribusi guru. Di sebagian sekolah, terutama di daerah perkotaan, terjadi inflasi guru. Sementara di sekolah- sekolah Jain banyak terjadi kekurangan guru, terutama di daerah-daerah tertinggal, terpencil, daerah konflik, dan daerah terisolasi. Di tingkat SMP/MTS, rasio siswa-guru menunjukkan angka yang lebih kecil, yaitu 16. Hal ini dapat dipahami karena di SMP berlaku guru ‘mata pelajaran schingga penyediaan guru bergantung pada kebutuhan mata 20 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional pelajaran yang diberikan pada tingkat sekolah tersebut. Namun, kalau data SMP dan MTs ini digabung di seluruh provinsi, rasio siswa-guru dalam skala nasional menjadi 14,31. Sementara, rasio siswa-kelas secara nasional sebesar 1:39. Kendati begitu, ada enam provinsi yang rasio siswa-kelasnya di atas 40 anak, yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DIJ, Jawa Timur, dan Sumatra Utara. Mengingat ketidakmerataan distribusi siswa per sekolah, dapat dipastikan masih banyak SMP/MTs yang mempunyai rasio siswa-kelas lebih dari 40 sehingga masih diperlukan penambahan ruang kelas baru. Secara nasional, rasio guru-siswa dan siswa-ruang kelas sudah meme- nuhi standar. Masa ketidakmerataan distribusi guru dan siswa membuat ada sebagian sekolah yang kekurangan atau kelebihan guru, dan ada sekolah yang kekurangan atau kelebihan murid, Sebagaimana pada SD/MI, di SMP/MTs perkotaan banyak terjadi kelebihan guru. Sebaliknya di dacrah pedalaman, terpencil, tertinggal, dan daerah konflik, banyak terjadi kekurangan guru. Alhasil, masih diperlukan penambahan guru dan penambahan unit sekolah baru atau ruang kelas baru. Rasio Kelas-Ruang Kelas dan Laboratorium-Sekolah Rasio kelas atau rombongan belajar dengan ruang kelas dapat digunakan untuk melihat seberapa banyak sekolah yang melaksanakan double shift (kelas pagi dan kelas siang/sore), Data Balitbang menunjukkan bahwa pada 2000/2001 masih terdapat rata-rata 9% SD yang melaksanakan double shift, sedangkan untuk tingkat SMP scbanyak 4%. Karena double shift tidak ideal dalam pembelajaran, pada masa mendatang masih diperlukan penambahan ruang kelas baru sehingga nantinya diharapkan tidak ada lagi pola double shift, Hal lain yang masih memprihatinkan adalah rasio laboratorium seko- lah, yang di tingkat SMP secara nasional sebesar 68,31%. Artinya, dari 100 sekolah SMP, hanya sekitar 68 sekolah yang memiliki laboratorium, baik laboratorium IPA, Bahasa, maupun IPS. Sekolah-sekolah di luar Jawa yang tidak memiliki laboratorium jauh lebih banyak lagi. Misalnya, di Provinsi Maluku Utara, sekolah yang punya laboratorium hanya 11,35%. Mutu dan Kompetensi Guru | 21 Kelayakan Mengajar Guru Guru menduduki peran strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan, sehingga diperlukan kelayakan untuk mengajar pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Data tahun 2000/2001 menunjukkan bahwa terdapat 49,49% guru SD yang layak jika mengacu pada kualifikasi mengajar mini- mal D-2. Sedangkan, sebanyak 50,31% dinilai tidak layak. Pada tingkat SMB, terdapar 66,33% guru SMP yang dinilai layak dengan kualifikasi mengajar SMP minimal D-3, sedangkan terdapat 33,67% yang dinilai tidak layak. Persentase ini bisa lebih besar lagi lantaran sekarang ditetapkan guru SMP harus memiliki kualifikasi $-1. Kondisi Gedung Sekolah Kondisi gedung sekolah dan ruang kelas dapat memengaruhi peningkatan mutu pendidikan jika dilihat dari fungsi gedung dan ruang kelas, Data pada 2000/2001 menunjukkan bahwa kerusakan gedung sekolah sangat besar. Untuk SD/MI 24,279% masuk kategori rusak berat dan 32,92% rusak ringan. Untuk tingkat SMP, 4,289% rusak berat dan 9,94% rusak ringan. Kerusakan gedung tersebut berpengaruh terhadap proses belajar mengajar dan akhirnya juga berpengaruh pada mutu pendidikan. Karena itu, kerusakan itu perlu diatasi schingga dapat memberikan kenyamanan pada siswa dalam kegiaran belajar mengajar. Indra Djati Sidi 22 | Dari Guru Konvensionat Menuju Guru Profesional Korupsi, Bencana Alam, dan Mutu Pendidikan dakah korelasi antara korupsi dengan bencana alam dan buruknya mutu pendidikan? ... Ah mengada-ada! Korupsi urusannya dengan pencu- rian uang dengan tidak sah dan yang mengurusi adalah polisi, kejaksaan, dan—saat ini yang paling ditakuti adalah—KPK. Sementara itu, bencana alam—banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa, dan tsunami—yang mengurusi adalah Depsos atau paling apes Basarnas dan Departemen PU serta Depkes. Sedangkan, buruknya mutu pendidikan adalah guru tidak Jayak mengajar, sckolah kebocoran, roboh, dan tidak semua anak bisa sekolah. Nah, ini urusan Kementerian Pendidikan Nasional. Tak ada kaitan antara ketiganya. Yang ada adalah bantuan bencana alam dikorupsi saking banyaknya bantuan dan rakusnya si pengurus ban- tuan, duit membangun sekolah dikorupsi, atau dana bantuan operasional sekolah (BOS) dicarut. Arau, paling tidak, sckolah memungut uang orang tua anak SD yang diharamkan pemerintah. Tetapi, cobalah telisik. Jika dana APBN dan APBD untuk mengurusi penghijauan, konversi pemakaian bensin menjadi gas alam, mengeruk sungai, memperbaiki gorong-gorong, atau memperbaiki jalan, serta tender- tender sesuai aturan, pasti ceritanya lain. Tidak seperti sekarang, sebelum ditentukan pemenang, sudah terjadi kasak-kusuk dan mengalislah duic Mutu dan Kompetensi Guru | 23 kepada pemutus pemenang tender. Ketika CV “anu” menang, diborong- kan lagi kepada UD “una” dan akhirnya dikerjakan oleh PT “ini”, periksa masihkah bestek dikerjakan seperti yang ditecapkan? Akhirnya, penghijauan hanya dilakukan saat seremoni, konversi pakai minyak jadi gas alam asal bagi tabung, sungai dikeruk saat bupati meninjau, ukuran garis cengah gorong-gorong dikecilkan, dan jalan banjir saat hujan Iebat curun. Kemudian, ketika dana untuk operasional sekolah, merancang program, memantau hingga evaluasi, melatih guru, mengadakan buku, dan perbaikan kelas disunat oleh aparat oknum, masihkah bisa diharapkan mucu pendidikan kita membaik? Korupsi mulai dari yang terang-benderang hingga sejenis penggelapan pajale dan pencucian uang telah membuat pekak telinga semua pemim- pin dari tingkat negara hingga dukuh di pedesaan terpencil dan menular kepada aktivis dan mantan aktivis mahasiswa sampai rakyat jelata. Pekale telinga telah menjalar ke pekak panca indra pada peringatan alam. Suacu kearifan budaya lokal yang pada zaman nenek moyang kita, tanpa teknologi supercanggih pun, masih dipelihara. Pekak dan degil inilah akibat panjang korupsi, korupsi akibat kerakusan dan bermegah-megahan. Dalam Al-Qur'an, kitab suci agama yang saya anut, tak ada satu pun surat yang menyebut larangan JANGAN sampai 3 kali, kecuali larangan bermegah-megahan—apalagi bermegah-megahan dengan hasil dari korupsi. Dan jika bermegah-megahan diteruskan, hanya akan berhenti diliang kubur. Korupsi itulah yang menggali kuburan besar rakyat di bumi Indonesia yang sedang longsor digerus banjir. Depok, 29 Desember 2007 Ahmad Rizali 24 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesionat Revitalisasi Pendidikan Guru/LPTK, Apa yang Bisa Dilakukan emerintah mulai menunjukkan keseriusan dalam memperbaiki mutu Prrviites dengan cara meluncurkan program revitalisasi pendidikan guru/LPTK yang disebut BERMUTU (Better Education thru Reformed Management of Universal Teacher and Upgrading). Lantas, strategi apakah yang bisa kita lakukan dalam lingkup jejaring CBE dan milis CFBE dalam membantu Depdiknas merevitalisasi LPTK. Coba simak rencana aksi berikut ini: 1. Menggalang keterlibatan dari semua pihak (luar), terutama pressure dari alumnus LPTK kepada LPTK di mana mereka pernah belajar untuk menyadarkan pentingnya perubahan LPTK dalam meningkatkan mutu guru dan pada akhirnya meningkatkan mucu pendidikan di Indonesia. 2. Menggalang keterlibatan person internal LPTK (biasanya di LPTK banyak orang waras dan kredibel, tapi nggak dipakai karena dianggap edan) dengan cara melakukan lobi-lobi khusus kepada mereka tentang misi pecubahan ini. 3. Melakukan pembinaan kepada mahasiswa/aktivis LPTK tentang arti pentingnya memasukkan program advokasi perubahan mutu kepada civitas akademika LPTK agar insticusi mereka berubah dan akhirnya dijadikan model perubahan dan menjadi center of excellence sebuah teachers school. Mutu dan Kompetensi Guru | 25 10. Menjual ide peran koordinatif tentang revitalisasi LPTK kepada semua institusi mapan (misalnya foundation besar) dan mendorong mereka menggalang dana hibah pemerintah asing dan institusi sosial via CSR- aya perusahaan dan menyinergikan dengan program pendidikan mereka. Melakukan lobi kepada diknas dari Dirjen hingga menteri dan par- lemen komisi pendidikan, cari akses di semua parpol, termasuk Menkeu sebagai pemegang anggaran. Advokasi menjadi sangat penting karena program ini sangat strategis. Tentang pentingnya menjaga konsistensi program Revitalisasi LPTK ini karena /oan USD 195 juta bukan jum- lah yang sedikit dan jika tidak dikawal dengan serius, berdosa besar. Karena ini, utang dengan bunga lunak dan pengembalian panjang harus dijaga penggunaannya agar tidak membuang-buang duit lagi. Berupaya memasukkan pakar yang bisa memtfasilitasi tim perencanaan dan pembuat kebijakan, pemantau, serta pendamping agar program besar revitalisasi LPTK berjalan dengan arah yang benar dan dikawal ketat pelaksanaannya. Membangun penekan/pressure melalui media, dengan mencari “PENYANYI & quote” yang selalu diliput oleh media agar ada pressure kepada pelaksana dan pembuat kebijakan. Melakulean diskusi-diskusi publik tentang pentingnya LPTK untuk berubah, karena dari sanalah guru berasal. Mengusulkan kepada pelaksana dan pembuat kebijakan agar melakukan sosialisasi program yang intensif dan jelas kepada LPTK dan menunjuk beberapa LPTK sebagai model perubahan dengan memberi token kepada LPTK tersebut. Pada akhirnya, yang menjalankan LPTK yang sudah bermutu tersebut adalah para praktisi dan akademisi Pendidikan Membentuk shind-tank bayangan tentang program revitalisasi LPTK. Dari sinilah program revitalisasi di- update terus-menerus dengan meli- batkan semua stakeholder. Scharusnya, Balitbang memainkan peran ini. Siapkah kita terlibat? Depok, 1 Januari 2008 Ahmad Rizali-The CBE, Ketua Dewan Pembina 26 | Dari Guru Konvensfonal Menuju Guru Profesional

Anda mungkin juga menyukai