AHMAD RIZALL® INDRA DJATI SIDES&SATRIA DHARMADAFTAR ISI
Klub Guru: Membangun Negara dengan Menjadi Guru Bangsa 1
Resesi Dunia dan Dunia Pendidil 9
Mutu dan Kompetensi Guru ivan
Apa pun Kurikulumnya, Mutu Guru Raich
12
Peningkatan Mutu Pendidikan .... 20
Korupsi, Bencana Alam, dan Mutu Pendidikan . 2B
Revitalisasi Pendidikan Guru/LPTK, Apa yang Bisa Dilakukan ..... 25
‘Rinses dean Paral ee on tere ancora AE
Mengkaji Anggaran Pendidikan. 37.
Menggali Dana Pendidikan Non-APBN | 38
Mengangkat Citra Sekolah Kejuruan 41
Mengangkat Citra Sekolah Kejuruan 42
Pendidikan Sistem Gande 5
Praktik Kerja di Luar Negeri...... 49
Reposisi Pendidikan Kejurnan 52
Guru, Paradigma dan Revolusi Pendidikan .. 57
Laptop untuk Guru: Revolusi Pendidikan ‘Melalui Elvoler
Informasi ... 58
Guru Koviiides Tempur, Guru Nasanoaibes ‘dite Gast:
Fasibitator ss seceecccseeseses 63
Mencetak Guru Berkualisen Testes ‘Dunk Pendidikan... 66
Tukang Cukur dan Gurn 70
Great Tethers sa scsssisssisisissiiiiaiaisicsatssnasinuninnaaaiinisaiiaaiiaa 22
Dapatkah Menciptakan Guru Profesional Secara Instan? wus 74
Daftar isi | yMenakar Sertifikasi G 2
Menakar Sertifikasi Guru 78
Diklat Abal-Abal Sertifikasi Gui 81
Menyoal Sekolah Gratis .. a
20 Persen Anggaran Pendidikan: Ys Tetap.
Sekolah Kenapa Harus Gratis? (Bagian 1)...
Sekolah Kenapa Harus Gratis? (Bagian 2)
Pendidikan Dasar Gratis: Amanat yang Terlupakan
83
Pendidikan Gratis dan Bermutu. 101
Mengkritisi Kemampuan Berbahasa Inggris .... 104
Bahasa Inggris: Ironi Dosen Unmul dan Kualitas Pendidikan
Bahasa Tnggris dan Mitos vos lll
Oleh-Oleh dari Serawak (1)
Oleh-Oleh dari Serawak (2) se
Oleh-Oleh dari Seraweth (3) ....ccisescscrreiuisiereierissssnisessssess 122
Ujian Akhir Nasional.....
Unas Jeblok Salah Siapa?
Unas: Mutu Diharap Bencana Didapat.
Ujian Nasional sebagai Keputusan Politi
Mengapa UN (Sampai Kapan pun)
Tidak Mampu Meningkatkan Mutu Pendidikan? «0.0... 140
Pendidikan Antikorupsi ...
Pendidikan Antikorupsi KPK, L Lanta
Kantin Kejujuran Verses Prinsip 3-2-1 coccccessccsevessesecssevsssevees 147
Perpustakaan Sekolah dan Budaya Membaca...............0:s0 153
Perpustakaan Sekolah Sebagai Pusat Pembelajaran ...
vi | Dari Guru Konvensianal Menuju Guru Profesionalnbaca atau Mati!
Anak TK Tidak Boleh Diajari Membacai
165
Sekolah Berbasis Keagamaan dan Tantangan Bersama di Masa
Sekolah Berbasis Keagamaan ats Tantengats Bersama di Masa
Depan ..
Gagalnya ‘Pendidikan (Agama) Kita? (L).
Gagalnya Pendidikan (Agama) Kita? (2)
Sekolah Bertaraf Internasional dan Kelas Internasional.......... 181
Kelas Internasional yang Full AC dan Toilet. . 182
Sekolah Bertaraf Internasional: Quo Vadiz: 187
RSBI: Rintisan Mengubah Paradigma..vsserivrrereees 196
Kurikulum Berbasis Kompetens' _ 199
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Bilik Edukasi 213
Belajar Menyenangkan . varssnone 214
Mengisi Jam Kosong di Sekolah. 216
Mengajarkan Keberagaman kepada Ana
Sejarah Berdirinya Klub Guru Indonesia ...
Daftar Pustaka ............cccccsesecsecssessersessereeseessseeseesssetseeseeeee 241
Biografi Simghat ...........e:ccsssserssserseeessssesersssnssserseseeseresaveeserseses 242
Doftar Ist \viiKlub Guru:
Membangun Kualitas
dan Kompetensi
co yang disebut sebagai “Guru Bangsa”? Guru Bangsa adalah
setiap orang yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mendidik
siswa dan orang-orang di sekitarnya agar dapat menjadi tunas-tunas bangsa
yang akan tumbuh dan menjadi pembangun bangsa sesuai dengan cita-cita
proklamasi kemerdekaan dan amanat UUD 1945.
Apakah hanya orang-orang besar saja yang bisa menjadi Guru Bangsa?
Tidak. Pada hakikatnya, setiap guru yang berdiri di depan kelas ataupun
berkeringat di lapangan dan laboratorium dan mengajar anak-anak bangsa
adalah Guru Bangsa sejati. Guru yang mampu membuat semangat dan
inspirasi anak-anak bangsa bangkit untuk dapat menjadi penerus perju-
angan bangsa.
Jadi, jika Anda seorang guru atau instruktur di lapangan, sejenak
lupakan para orang besar di buku-buku sejarah yang sudah dan scdang
ditulis. Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita berkeinginan
untuk menjadi Guru Bangsa. Kebangkitan bangsa dan negara Indonesia
ini ada di tangan para Guru Bangsa yang mendedikasikan seluruh hidup
dan cita-citanya kepada pembangunan bangsa melalui pendidikan para
tunas bangsa. Ada sebesar 2,7 juta guru di seluruh Indonesia yang dapat
menjadi Guru Bangsa!
Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 4Permasalahan bangsa—bahkan masalah pendidikan yang begitu kom-
pleks—jelas tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah, Justru kitalah,
para guru, yang jumlahnya 2,7 juta orang yang sebenarnya memegang kunci
solusi dari permasalahan bangsa. Jika para guru dapat menjadi Guru Bangsa,
semua persoalan bangsa akan dapat rerselesaikan.
Gurulah para pemimpin sejati sebenarnya. Gurulah yang memegang
peran sebagai pemimpin perubahan. Untuk dapat menjadi pemimpin peru-
bahan, guru harus melakukan perubahan dati dalam dirinya sendiri terlebih
dahulu. Guru tidak selayaknya meminta pihak mana pun untuk mengubah
guru. Perubahan harus datang dari dalam diri guru itu sendiri. Sekali para
guru melakukan perubahan dalam dirinya, selanjutnya roda perubahan akan
bergerak dengan sendirinya. Guru tidak bergantung pada pemerintah dalam
mengelola pendidikan—justru pemerintahlah yang bergantung pada guru
dalam hal ini. Jadi, mari kita hentikan sikap bergantung pada pemerintah
tersebur, Justru gurulah yang mampu menggerakkan bangsa ini, Gurulah
yang harus menyelesaikan masalah pendidikan, bukan para birokrat di
Depdiknas. Pemerintah hanya bertugas sebagai lembaga yang mengurus
dan mengelola administrasi pendidikan.
Untuk itulah Klub Guru harus berdiri. Klub Guru adalah organisasi
profesi guru yang didirikan dan dibangun oleh para guru dan aktivis pendi-
dikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya agar dapat
menjadi pelaku perubahan dalam bangsa. Klub Gutu didirikan agar kita,
para guru, dapat mengubah diri sendiri tanpa harus bergantung pada pihak
lain—sekaligus menjadi lokomotif penggerak perubahan bagi bangsa.
Pihalclain dapat membantu proses perubahan tersebut. Tapi, daya dan
keinginan untuk berubah iru harus datang dari diri kita, para guru senditi.
Kita telah melihat bahwa upaya-upaya pemerintah agar guru dapat menjadi
kompeten dan profesional sering kali menjadi mandul justru karena ke-
inginan untuk berubah itu belum muncul dari diri kita, para guru. Motivasi
untuk berubah harus datang dari dalam diri kita, bukan karena didorong-
dorong dan dipaksa-paksa, Menjadi guru harus merupakan pilihan pribadi
dan bukan karena keterpaksaan. Karena itu, para guru harus benar-benar
hidup dengan pilihannya tersebut atau meninggalkannya sama sekali!
2 | Bari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionalAntuslasme Guru,
“Guru adalah
profesi mutia,””
pesan Menkominfo
Prof. Dr. Mohammad
‘Nuh DEA datam
sebuah seminar
yang dihadici
‘ratusan anggota
Klub Guru.
Akrab.
Pertemuan santai
Klub Guru, Satria
Dharma dan
Mohammad Ihsan,
dengan Margani
‘M, Mustar (Kepala
Dinas Pendidikan
Menengah dan
Tinggi DKi Jakarta)
dan Abdurrokhim
(Ketua PGR! DK!
Jakarta, paling
kanan).
Agen Perubahan Bangsa
“Kalau tidak berbahagia sebagai guru, ya jangan jadi guru,” kata seorang
teman. Hanya, jika kita berbahagia sebagai guru, kita bisa menjadi Guru
Bangsa. Kualitas pendidikan sebuah bangsa itu bergantung pada kualitas
gurunya dan kualitas guru ditentukan oleh keinginan para guru itu sendiri
dalam meningkatkan kualitasnya. Jadi, sebagai guru kita harus menjadi
agen perubahan bagi iri kita sendiri lebih dahulu sebelum mampu menjadi
agen perubahan bagi bangsa. Jika bolch disampaikan dalam kalimat yang
ringkas, Klub Guru didirikan agar guru dapat menjadi penggerak utama
dalam kebangkitan nasional.
Karena itu, LET'S TAKE THE LEAD NOW BECAUSE WE, TEACH-
ERS, ARE LEADERS.
Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 3ie oeian |
‘ewe wee oe ee
Kerja Sama. (Dari kiri) Sirikit Syah, Prof. Budi Darma (Guru Besar Unesa), Drs. A. Dasuki,
M.M. (Direktur Profesi Pendidik Ditjen PMPTK), Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. (Direktur
Ketenagaan Ditjen Dikti), Mohammad Ihsan, dan Satria Dharma.
Bagaimana hubungan Klub Guru dengan PGRI (dan organisasi profesi
guru lain)? Apakah Klub Guru tidak menjadi saingan bagi PGRI? Apakah
tidak akan terjadi kerancuan antara Klub Guru dan PGRI? Pertanyaan-
pertanyaan semacam ini selalu datang, baik dari para guru, birokrat, maupun
pengurus PGRI sendiri. Jika hati saya sedang ingin bergurau, saya biasanya
menjawab, “Alhamdulillah! Hubungan Klub Guru dan PGRI baik-baik
saja.” Faktanya, kami memang selalu membangun hubungan baik dengan
pengurus-pengurus PGRI di mana pun kami berada.
Tencu saja PGRI tidak bisa menjalankan semua tugas pembinaan dan
peningkatan kualitas guru sendirian, Jumlah 2,7 juta guru adalah jumlah
yang sangat besar, Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru adalah
tugas yang sangat besar dan kompleks. PGRI justru dengan senang hati
mengajak kami untuk membantu mereka di mana pun untuk bersama-sama
melaksanakan tugas tersebut.
The task is so everwhelming dan PGRI tentu akan senang jika ada
organisasi profesi guru lain yang bersedia menggeralkan para guru dari
dalam sendiri.
Di Kota Malang, jabatan Kecua Klub Guru justru dipegang oleh Ketua
PGRI Kota Malang, yaitu Prof. Dr. Amat Mukhadis. Di Jakarta, Ketua
4 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionalPGRI DKI Jakarta Abdurrohim membuka pintu selebar-lebarnya bagi Klub
Guru untuk memanfaatkan fasilitas PGRI DKI Jakarta.
Kita memang harus bersinergi dan bekerja bahu-membahu dalam me-
mecahkan masalah pendidikan, bukan saling bersaing ataupun curiga men-
curigai. Sudah saatnya bangsa kita mengerahkan seluruh energinya untuk
memecahkan masalah bersama dan meninggalkan sikap saling mencurigai
yang sungguh menghabiskan energi cersebut. PGRI bahkan memburuhkan
lebih banyak lagi organisasi profesi guru yang dapat mendorong dan meng-
gerakkan guru agar dapat menjadi kompeten dan profesional.
Apakah sebenarnya yang hendak diperangi oleh Klub Guru? Jika
ini pertanyaannya, jawabannya adalah: Klub Guru hendak memerangi
KEBODOHAN, KEMALASAN, KETIDAKJUJURAN, DAN KEBER-
GANTUNGAN.
Kebodohan adalah musuh yang diperangi oleh tujuan pendidikan itu
sendiri, Kebodohan jelas membuat manusia menjadi terpuruk dan terhina.
Hal ini berarti bahwa Klub Guru bertugas untuk mengajak para guru me-
lawan kebodohan diri sendiri agar dapat bangkit menjadi pemimpin yang
melakukan perubahan.
Kemalasan adalah musuh besar kita dan teman akrab kebodohan,
Orang yang malas, tidak bisa tidak, pastilah akan menjadi bodoh dan
bahkan kebodohan itu bermula dari kemalasan. Ini berarti Klub Guru
bertugas untuk mengajak para guru untuk bekerja keras melawan kemalasan
dan kebodohan. Hanya orang yang rajin dan bekerja keraslah yang dapat
berhasil dalam hidup.
Ketidakjujuran adalah antitesis dari semua hal yang baik. Ketidakju-
juran adalah penyakit yang harus dihindari jika kita ingin membangun
bangsa. Tale ada martabat dan sifat mulia yang bergandengan dengan
ketidakjujuran. Jika para guru ingin menjadi Guru Bangsa dan pelopor
perubahan, ketidaljujuran harus benar-benar hilang dalam dirinya. Dunia
boleh rerjungkir balik, tapi guru harus tetap jujur dan amanah. Tanpa itu,
tidak ada artinya semua yang dilakukan oleh para guru. Sikap jujur adalah
harga mati bagi para guru.
Kebergantungan sengaja kami masukkan sebagai musuh dari Klub
Guru Karena sikap inilah yang selama ini membuat para guru tak mampu
Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 5menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai Guru Bangsa dan pelopor peruba-
han—hanya membuat para guru menjadi pembebek dan mediocre. Hanya
dengan tekad untuk bersikap mandirilah, para guru dapat benar-benar
menjadi Guru Bangsa dan pelopor perubahan.
Sekali lagi, guru tidak bergantung pada pemerintah dalam mengelola
pendidikan dan justru pemerintahlah yang bergantung pada guru dalam hal
ini, Jangan terbalik. Mulai sekarang, raihlah tongkat estafet pembangunan.
bangsa dan bawa larilah menuju gatis finis. Tak perlu kita menggantung-
kan nasib guru pada siapa pun. Kita adalah para Guru Bangsa dan pelopor
perubahan. Guru Bangsa tidak menggantungkan nasib dan keputusannya
kepada siapa pun.
Adakah hubungan antara Klub Guru dengan parrai politik rertentu?
Tidak. Klub Guru jelas bukan organisasi yang dibentuk dengan tujuan
politis schingga tidak ada orang-orang politik yang ikut dalam Klub Guru.
Jika ada orang-orang politik yang ingin terlibat dalam gerbong perubahan
yang dilakukan oleh Klub Guru, dia harus menanggalkan jubah partainya
dan tidak bersikap partisan dalam Klub Guru. Klub Guru tidak didirikan
untuk kepentingan politik dan tidak akan menjadi organisasi politik.
Untuk Pendidikan Negeri. Satria Dharma dan Mohammad Ihsan dari Klub Guru diterima
Dirjen PMPTK Dr. Baedhowi (tengah) di ruang kerjanya.
6 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionalLantas, siapa sajakah orang-orang di “belakang” Klub Guru? Tentu saja
para guru dan aktivis pendidikan. Jumlah anggota Klub Guru saat ini ada
sekitar 2.500 orang dan terus bertambah dengan cepat. Tapi, jika Anda ingin
mendengar nama “selebritas”, saya dapat sebutkan beberapa di antaranya,
yaitu Prof. Dr. Muchlas Samani, Ir. Ahmad Rizali, M.Sc., Dr. Indra Djati
Sidi, Dr, Gatot Hari Priowirjanto, Prof. Dr. Amat Mukhadis, Dra, Sirikit
Syah, M.A., Bambang Sumintono, Ph.D., Dr. Shofwan, M.Si., dan lain-lain,
Tentu saja, selain para “selebricas” tersebut, banyak orang yang tidak
kalah penting perannya dalam Klub Guru. Ada Pak Yono dan Mas Syifa
di Jombang, Pak Pudji di Bojonegoro, Kadis Pendidikan Kota Malang Dr.
Shofwan, Pak Anam, dan John di Surabaya, Kadis Dikmenti DKI Jakarta
Pak Margani, dan Ketua PGRI DKI Jakarta Pak Abdurrahim, Habe Arifin
wartawan, dan yang sangat penting adalah Mas Mohammad Ihsan yang rela
keluar dari pekerjaan lamanya untuk menjadi Sekjen Klub Guru selama ini.
Tanpanya, Klub Guru tidak akan dapat berkembang seperti sekarang ini.
Sinergi untuk Pencapaian Optimal
Apakah yang dapat dilakukan oleh Klub Guru dalam membantu guru
mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya? Klub Guru pada
intinya adalah menggerakkan semua anggotanya di berbagai daerah untuk
mulai mengorganisasi kegiatan-kegiatan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan guru dalam melaksanakan tugasnya, baik sebagai guru di kelas
ataupun pelopor perubahan di masyarakat secara sistematis dan terpadu,
Setiap daerah akan melakukan kegiatan-kegiatan seperti seminar, lokakarya,
forum diskusi, pelatihan terstruktur, studi banding, pameran pendidikan,
konferensi, dialog interaktif di radio, sarasehan, kunjungan kerja, dan lain-
Jain sesuai kapasitas masing-masing dacrah dengan mendapatkan dukungan
dan kerja sama dari berbagai cabang Klub Guru lainnya. Setiap cabang Klub
Guru menyinergikan sumber daya dan kegiatannya demi memperoleh hasil
yang optimal.
Sumber daya di satu cabang Klub Guru dapat dan akan ditawarkan
ke daerah atau cabang Klub Guru lain agar dapat digunakan oleh cabang
Klub Guru tersebut. Dengan sinergi seperti ini, sumber daya para guru di
Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional | 7cabang Klub Guru mana pun akan dapat disebarkan agar para guru dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal.
Saat tulisan ini dibuat, Klub Guru telah berhasil mengajak para guru
dan aktivis pendidikan di Jabodetabek untuk mengadakan acara awal, yaitu
seminar dan /aunching Klub Guru Jabodetabek yang rencananya diadakan
pada 15 Juni 2008. Setelah itu, para guru serta aktivis pendidikan di Ban-
dung dan sekitarnya sudah bersedia untuk melakukan hal yang sama dengan
mendirikan Klub Guru Jawa Barat. Untuk daerah-daerah lain, tampaknya
hanya masalah waktu saja untuk dapat ikut serta dalam gelombang ini.
Tapi, upaya ini jelas sudah menggelinding dengan cepat.
Jika para guru sudah memahami arti penting dari sinergisme dalam
upaya peningkatan kompetensi dan profesionalisme mereka sendiri, se-
benarnya kebangkitan nasional dalam arti yang sesungguhnya telah di
depan mata.
Mari kita sambut Kebangkitan Nasional yang dipelopori oleh para
guru ini!
Balikpapan, 5 Mei 2008
Satria Dharma
8 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionalResesi Dunia
dan Dunia Pendidikan
enerima Nobel Ekonomi 2008 Paul Krugman meramalkan bahwa
resesi di Amerika akan berkepanjangan dan akan menyerupai resesi
pada 1930 (Koran Tempo, Oktober 2008). Resesi ini akan menyebabkan
hilangnya juraan lapangan kerja di Amerika dan Eropa, terutama Inggris
Raya. Dengan demikian, tenaga kerja di negara Barat akan semakin mu-
rah dan pengusahanya mencari terobosan peluang bisnis, termasuk bisnis
pendidikan.
Untuk Indonesia, hal ini musibah sekaligus berkah. Musibah, karena
dampaknya juga terasa, sekaligus akan terjadi migrasi tenaga kerja dari negeri
Barat ke Indonesia dalam berbagai bisnis—termasuk bisnis pendidikan yang
terkait dengan internasionalisasi seperti Rintisan Sekolah Bertaraf Interna-
sional (RSBI) imu. Guru lokal terdesak dan guru asing mulai mengisi posisi
kosong tersebut. Kurikulum Cambridge akan semakin didorong untuk
digunakan dengan segala perantinya, lunak maupun keras,
Musibah itu akan terjadi jika provinsi dan kabupaten/kota masih
menggunakan paradigma usang dalam berpikir dan menyikapi RSBI, ser-
ta dalam mengelola pendidikan. Scakan-akan RSBI adalah scbuah harga
mati jika anak didiknya ingin meneruskan sekolah ke Iuar negeri. Padahal
dengan kemampuan bahasa asing yang terlatih baik, mereka pasti mampu
bersaing di negara lain.
Musibah akan terjadi jika sekolah masih korup dalam menggunakan
dana publik sehingga pengelolaan sekolah belum mengikuti tata kelola yang
baik dan mutu yang baik tak pernah berhasil diraih. Apalagi jika paradigma
Dari Guru Konvensiona! Menuju Guru Profesional | 9semua civitas akademika sekolah masih tetap deterministik bahwa kebenaran
itu adalah milik guru dan murid harus menerima dan pasrah bongkokan
tanpa melalui proses menemukan—dalam bentuk diskusi dan dialog,
Resesi itu akan menjadi berkah jika guru sudah berparadigma seperti
Bu Muslimah dalam film Zaskar Pelang? yang “no thing useless"—dengan
semangat tak terhingga mendidik murid-muridnya menjadi bernalar dan.
menikmati pendidikan di sekolah yang kusam dan reyot itu hingga anak-
anak menjadi “sesuatu”, Semangat seperti itulah yang “menarik” berkah
Tuhan turun ke bumi ini.
Resesi akan menjadi berkah, manakala semua benda dan apa pun di
lingkungan kita menjadi alat pembelajar, seperti upaya Pak Tjandra Heru
Awan yang mampu menciptakan berbagai alat bantu belajar sains dari
barang bekas dan sangat murah. Jika semakin banyak guru terinspirasi
kecanggihan Pak Tjandra, pemerataan mutu pendidikan bukan sekadar
omong kosong belaka.
Resesi dunia menyebabkan barang impor menjadi lebih murah dan
barang lokal akan terpuruk di pojokan kumuh. Jika barang lokal terdesak,
pengangguran lokal juga bertambah. Sebab, pabrik tutup, barang tak dibeli.
Akibatnya bisa dipastikan, angka putus sekolah akan meningkat dan tujuan
pembangunan milenium yang menyatakan bahwa pada 2015 semua anak
usia sekolah lelaki dan perempuan harus tuntas menyclesaikan pendidikan
dasar—dalam konteks Indonesia artinya SMP.
Mari kita sikapi resesi dunia yang konon akan terasa di Indonesia pada
2009 itu dengan cara hidup yang benar, berpikir benar, bersahaja dalam
sikap hidup, sangkil, dan mangkus seperti menggalakkan penggunaan kertas
daur ulang, memanfaatkan lampu Tuhan di siang hari, menggunakan ken-
daraan bermotor jika hanya perlu dengan lebih memilih berjalan kaki dan
bersepeda, dan semua sikap yang benar dalam hidup. Sedikit mengurangi
kenyamanan tidak apalah.
Bayangkan, jika 1.000 guru menganjurkan gaya hidup seperti itu dan
50 muridnya mengikutinya, Sudah 50.000 kepala berubah, apalagi jika 2,7
juta guru yang mempraktikkannya, Dahsyat!!!
Lantas, bisakah dimulai dari Klub Guru?
Depok, 17 Oktober 2008
Ahmad Rizali
10 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionalCt
MPET a eAApa Pun Kurikulumnya,
Mutu Guru Kuncinya
“I ducational change depends on what teachers do and think — its as simple
and as complex as that. It would all be so easy if we could legislate changes
in thinking. Classrooms and schools become effective when (1) quality people
are recruited to teaching, and (2) the workplace is organized to energize teach-
ers and reward accomplishments. The two are intimately related. Professionally
rewarding workplace conditions attract and retain good people.” The New
Meaning of Educational Change, 3rd Ed, Fullan (2001:115).
Ini bukan versi iklan “Apa pun makannya, minumnya...”. Tapi,
judul ini memang perlu saya tampilkan agar para pengambil kebijakan
pendidikan di Indonesia sadar. Jika mereka ingin membuat perubahan
yang berarti dalam bidang pendidikan, fokus utama mereka haruslah cecap
pada kualicas guru.
Seperti yang dikarakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif
apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru dan (2)
lingkungan kerja dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendo-
rong guru berkarya agar guru tidak loncat mencari pekerjaan lain.
Tru kalau kita mau melakukan perubahan dalam pendidikan /ho!
Tapi, kalau sekadar menjalankan pendidikan seadanya, ya lakukan saja apa
12 Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesionatyang sudah dilakukan selama ini. Memiliki dan mendapackan guru-guru
berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu, mengingat dunia pendi-
dikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu
pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak, dunia pendidikan hanya akan
menghasilkan lulusan-lulusan yang “katrok “ terhadap perkembangan dunia
lain, Apa pun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak dilakukan
olch bangsa ini, kalau mutu guru rendah, akan sia-sia.
Segala ambisi besar macam “Sekolah Bertaraf Internasional” pada
akhirnya akan kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali ak
bertaraf internasional. Paling banter nantinya akan menjadi “Sekolah Ber-
tarif Internasional “.
Coba bayangkan betapa “katrok”-nya dunia pendidikan kita yang
lebih dari 90 persen gurunya ternyata tidak mengenal dunia Internet dan
tidak punya akses ke dunia maya. Padahal di semua sudut dunia orang dari
berbagai macam suku, bangsa, agama, dan pendidikan sudah terhubung
dan berkomunikasi dengan Internet. Apa jadinya jika orang-orang “katrok”
diminta untuk mengadakan perubahan di dunia ini?
Perubahan Kurikulum
Perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah sebuah kenis-
cayaan. Kalau tidak berubah, berarti kita semakin tertinggal. Kalau sekolah
kita tidak mengajarkan pemanfaatan komputer sebagai alat belajar dan
Internet sebagai sumber belajar, sekolah kita jelas akan tertinggal jauh di
belakang. Kita hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kom-
patibel dengan kebucuhan dunia baru yang mensyaratkan kemampuan
memanfaatkan Internet sebagai media dalam segala urusan dunia modern.
Teu artinya kita hanya akan meluluskan siswa dengan kualitas “dunia agraris”
belaka. Sungguh celaka!
Ttu sebetulnya sudah dipahami oleh semua pihak. Untuk bisa meng-
hasilkan siswa-siswa yang siap berkompctisi dalam dunia modern, mereka
mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasicas dan kompetensi yang
memadai dengan kebutuhan masa depan tersebut. Masalahnya, apakah para
Mutu dan Kompetensi Guru | 13guru kita mampu untuk diajak terus-menerus berlari mengejar perkem-
bangan zaman dan teknologi jika mereka tidak pernah dan—lebih parah
lagi—tidak mau dilatih dan dibimbing?
Dunia pendidikan kica memang menghadapi masalah besar dengan
kompcetensi para gurunya. Scorang pengamat pendidikan dengan masygul
berkata bahwa dunia pendidikan kita dilaksanakan oleh mayorieas orang-
orang yang tidak kompeten. Menyakitkan, tapi memang begitulah faktanya.
Tewadalah buah dari kebijakan pendidikan sebelumnya yang merekrut guru
secara asal-asalan hingga pada akhinya dunia pendidikan diisi oleh orang-
orang yang tidak kompeten. Dan, kita harus menanggungnya sekarang.
Tronisnya, kita hampir tidak punya daya untuk mengubah keadaan
tersebut. Berbagai upaya untuk memperbaiki kompetensi dan profesiona-
lisme guru tampaknya selalu terganjal oleh fakea bahwa banyak guru yang
tidak mampu (dan juga tidak mau) untuk ditingkatkan kualitasnya. Dari
sononya memang sudah “katrok” dan tidal bisa diperbailki. Hanya sebagian
keeil saja guru yang memiliki “tulang bagus “ yang bisa dididik dan dilatih
ulang.
Mutu Guru Kendala Terbesar Pelaksanaan Kurikulum
Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari mema-
dai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar, seperti mengenal
dan menggunakan Internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah
lagi, para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan
proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sckaligs.
Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum
ini hanya dipahami secara parsial schingga juga diterapkan secara parsial.
Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasati kurikulum
ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran
lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan
KBM dalam sebuah proyek sccara bersama dengan guru-guru dari bidang
studi lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkan-
nya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih
melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri.
14 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionalGuru masih melihat bidang studinya berupa “text” dan belum “con-
text” karena metode CTL (comextual teaching and learning) masih berupa
wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi keterampilan. Guru-guru
masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya.
Hal ini tampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang,
digunakan para guru di lapangan masih berpedoman pada paradigma lama
yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi
yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya.
Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka
mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluasi dengan portofolio. Karena
ketidakpahaman ini, mereka kembali kepada pola assesment lama dengan
tes-tes dan ulangan-ulangan yang bersifat cognitive-based semata. Tidak
adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para
guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses
peningkatan kegiatan belajar mengajarnya.
Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap
unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip “student-centered”
dan kegiatan belajar-mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang
sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi
kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya mengambil kulit-kulitnya dan
tidak paham esensinya. Saat ini sekolah-sekolah berlomba-lomba mene-
rapkan moving class tanpa tahu apa sebenarnya inti dari moving class terse-
but. Sehingga, yang terjadi sama sekali berbeda dengan apa yang hendak
dicapai oleh sistem moving class tersebut. Dan, itu juga lagi-lagi disebabkan
rendahnya kualitas guru sehingga mereka tidak mampu menyerap dan
memahami apa sebenarnya di balik berbagai perubahan yang terjadi di
negara-negara maju. Mereka mengikuti, tapi tidak paham apa sebenarnya
yang mereka ikuti itu.
Alih-alih berupaya meningkatkan kualitas guru melalui pelatihan yang
terprogram secara sistematis dan mendasar, pemerintah justru mengeluar-
kan kebijakan ujian nasional yang kontraproduktif tersebut. Bagaimana
mungkin sekolah diminta untuk mendidik dan melatih siswa agar memiliki
kompetensi, tapi di lain pihak pemerintah masih bersikeras menggunakan
bentuk evaluasi ujian nasional untuk menentukan kelulusan siswa,
Mutu dan Kompetensi Guru | 15Ujian nasional yang cognitive-based sama sckali tidak sejalan dengan
KBK secara filosofis. Seperti yang dikatakan oleh Bagong Suyanto, mantan
ketua Komisi Litbang Dewan Pendidikan Jawa Timur, “Penilaian yang ber-
orientasi pada hasil daripada proses ini sedikit banyak menyebabkan orientasi
siswa menjadi bersifat karbitan, cenderung ingin hasil yang instan—ujung-
ujungnya yang lahir adalah mental potong kompas, bukan sesuatu yang
substansial. Implikasi dari model penilaian prestasi belajar siswa semacam ini
sebetulnya rawan, menyebabkan terjadinya kualitas pembelajaran menjadi
stagnan, bahkan kontra-produkti£” (Kompas, 31 Januari 2005).
Atau, seperti yang disampaikan oleh Y, Priyono Pasti, kepala SMA
Santo Fransiskus Asisi Pontianak, “Bagaimana mungkin pendidikan kita
akan melahirkan generasi muda yang militan, beretos kerja tinggi, siap
menghadapi tantangan global, dan dapat bersaing dengan bangsa-bangsa
lain ketika proses pembelajaran di sekolah hanya menghamba pada
kurikulum, mengabdi pada UN, berkutat pada bagaimana mengerjakan
soal-soal dalam LKS/PR, dan menghafal soal-soal dan kunci-kunci jawaban
UN yang melecehkan itu? Bukankah UN hanya mengukur pencapaian
prestasi akademik siswa terhadap sejumlah tujuan instruksional? Bagaimana
dengan prestasi non-akademik yang telah mereka raih?” Pertanyaan yang
sulit untuk kita jawab.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil be-
lajar peserta didik dilakukan olch pendidik (baca: guru) untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara ber-
kesinambungan.
Fenomena Perubahan
Perubahan ditandai dengan sejumlah fenomena atau gejala yang dia-
kibatkan atau ditimbulkan, seperti:
1. New Materials
Materi baru, apa pun itu, merupakan bagian yang sangible dalam suatu
inovasi, baik itu berupa benda (komputer baru) ataupun kebijakan
(kurikulum baru) sekaligus yang relatif paling mudah diusahakan.
16 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional2. New Behavior!Practices
Yang sulit adalah dalam melakukan perubahan. Keahlian, latihan, dan
metode pelajaran apa yang harus dilakukan jika guru melaksanakan
KBM? Perubahan perilaku menunjukkan hal yang lebih rumit. Bahan
pelajaran bisa didapatkan dalam semalam, namun hal ini tidak menjan-
jikan bahwa keesokan harinya kita menjadi ahli dalam melakukannya.
Perubahan adalah suatu proses dan bukan sekadar kejadian, Untuk
mengembangkan keahlian secara terus-menerus diperlukan upaya
pengembangan profesi.
3. New BelieffUnderstanding
Bagaimana kita memahami perubahan adalah hal yang sangat penting
untuk membuat penilaian. Apakah kita akan melaksanakannya atau
tidak, dan bagaimana menggunakannya.
Kualitas Guru yang Dibutuhkan
Menurut Prof. Suyanto, Ph.D. Dirjen Mendikdasmen: “Guru harus diajak
berubah dengan dilatih terus-menerus dalam pembuatan satuan pelajaran,
metode pembelajarannya yang berbasis inguiry, discovery, contextual teac-
hing and learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya,
perubahan filosofisnya, dan lain-lain.”
Achmad Sapari, mantan Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik
Kabupaten Ponorogo: “Guru harus terus ditingkatkan sensivitasnya dan
kreativicasnya. Sensitivitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan
kepekaan-kepekaan pedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran.”
Jika guru telah memiliki kualitas sebagai guru profesional, tuntutan
kurikulum bagaimanapun tentu akan dapat dipenuhinya. Seorang guru
profesional bak seorang chef ahli yang dapat diminta uncuk membuat
masakan jenis apa pun scpanjang bahan dan peralatannya tersedia. Seo-
rang chefahli bahkan bisa membuat masakan yang enak meski bahan dan
peralatannya terbatas.
Bagaimana Mencapainya
Mulai sckarang rekruclah guru-guru yang memang memiliki kualifikasi
tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar
‘Mutu dan Kampetensi Guru | 17dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang
telah memadai, Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang
akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat
menghasilkan siswa yang kompeten.
Selain itu, guru harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi
dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini, Guru yang memiliki
motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK
menuntue kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya
di elas. Setelah itu berikan pelatihan centang pembelajaran sebanyak-
banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas.
Kalau perlu, magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional
agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competence-based
dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk
mengembangkan kurikulum.
Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendake diajarkan,
guru harus dapat meng-npdare dirinya. Pelatihan terus-menerus adalah
jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaran yang berkorelasi
dengan penguasan KBK maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang
menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras un-
tuk mengembangkan sensitivitas dan kreativitas dari masing-masing guru,
mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing.
Practice....practice.... and practice.
Sekolah juga harus terus aktifuntuk meningkatkan motivasi dari para
gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya.
Sekolah berkewajiban meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam
memahami materi yang diajarkan dan metodologi penyampaiannya. Untuk
itu, sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengitim guru-
gurunya uncuk mengikuti seminar, lokakarya, pelatihan, magang, maupun
studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem
pengajaran yang efektif,
Minimal guru harus dapat memperoleh tiga kali seminar atau pelatihan
mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi.
18| Dari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionalGuru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengaja-
ran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun
melalui buletin-buletin profesi.
Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah
internasional di kota masing-masing karena mereka telah lama melaksanakan
pendekatan “student-centered” maupun “competence based” ini, terutama
dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio.
Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis
bahan makanan dan peralatan masak, sebelum mampu membuat suatu ma-
sakan atau sajian yang benar-benar berkualitas guru juga harus memahami
benar materi yang hendak diajarkannya dan tahu bagaimana mengolahnya
menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan
kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guru-guru profesional untuk dapat
mengembangkan kurikulum apa pun dan bukan sekadar guru berkualitas
“standar”.
Guru profesional bukan hanya harus benar-benar menguasai materi
yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan
pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Dia juga harus paham
hal-hal mendasar seperti prinsip belajaf orak kiri dan kanan, pendekatan
quantum teaching and learning, pemahaman tentang multiple intelligences
dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada pro-
ses belajar-mengajar, metode pengajaran contextual teaching and learning,
mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, atau meng-
orkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam
suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru profesional bukan hanya
harus “1vell-performed’ tapi juga harus “well-trained”, “well-equipped”, dan
tentunya juga “well-paid”.
Selamat berjuang dalam pendidikan!
“Education is a world of change. Ifyou don't.change, you will rot.”
Balikpapan, 3 Februari 2008
Satria Dharma, Klub Guru Indonesia
Mutu dan Kampetensi Guru | 19Peningkatan Mutu Pendidikan
elain ujian akhir sekolah (UAS) dan ujian akhir nasional (unas), rasio
se merupakan indikator mutu pendidikan, Sebab, dengan
rasio siswa-guru yang baik dapat diharapkan proses pendidikan berjalan
dengan baik pula. Idealnya, perbandingan antara siswa-guru tidak terlalu
besar. Dengan demikian, jumlah siswa dalam setiap rombongan belajar
juga tidak terlalu besar dan beban jam mengajar guru tidak terlalu banyak.
Secara nasional, pada tahun 2000/2001 untuk tingkat SD/MI, rata-rata
rasio siswa-guru adalah 22, sedangkan rasio siswa-kelas adalah 26.
Dengan berpedoman pada perhitungan bahwa dalam satu kelas ter-
dapat 40 siswa, guru SD merupakan guru kelas dan setiap SD memiliki
seorang guru olahraga, seorang guru agama, dan seorang kepala sekolah.
Maka, secara ideal rasio siswa-guru di SD adalah 1:26. Dengan demikian,
data tersebut sudah mencukupi, bahkan melebihi. Persoalan yang terjadi
di lapangan adalah ketidakmerataan distribusi guru. Di sebagian sekolah,
terutama di daerah perkotaan, terjadi inflasi guru. Sementara di sekolah-
sekolah Jain banyak terjadi kekurangan guru, terutama di daerah-daerah
tertinggal, terpencil, daerah konflik, dan daerah terisolasi.
Di tingkat SMP/MTS, rasio siswa-guru menunjukkan angka yang
lebih kecil, yaitu 16. Hal ini dapat dipahami karena di SMP berlaku guru
‘mata pelajaran schingga penyediaan guru bergantung pada kebutuhan mata
20 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesionalpelajaran yang diberikan pada tingkat sekolah tersebut. Namun, kalau data
SMP dan MTs ini digabung di seluruh provinsi, rasio siswa-guru dalam
skala nasional menjadi 14,31. Sementara, rasio siswa-kelas secara nasional
sebesar 1:39. Kendati begitu, ada enam provinsi yang rasio siswa-kelasnya
di atas 40 anak, yaitu Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DIJ, Jawa Timur,
dan Sumatra Utara. Mengingat ketidakmerataan distribusi siswa per sekolah,
dapat dipastikan masih banyak SMP/MTs yang mempunyai rasio siswa-kelas
lebih dari 40 sehingga masih diperlukan penambahan ruang kelas baru.
Secara nasional, rasio guru-siswa dan siswa-ruang kelas sudah meme-
nuhi standar. Masa ketidakmerataan distribusi guru dan siswa membuat ada
sebagian sekolah yang kekurangan atau kelebihan guru, dan ada sekolah yang
kekurangan atau kelebihan murid, Sebagaimana pada SD/MI, di SMP/MTs
perkotaan banyak terjadi kelebihan guru. Sebaliknya di dacrah pedalaman,
terpencil, tertinggal, dan daerah konflik, banyak terjadi kekurangan guru.
Alhasil, masih diperlukan penambahan guru dan penambahan unit sekolah
baru atau ruang kelas baru.
Rasio Kelas-Ruang Kelas dan Laboratorium-Sekolah
Rasio kelas atau rombongan belajar dengan ruang kelas dapat digunakan
untuk melihat seberapa banyak sekolah yang melaksanakan double shift
(kelas pagi dan kelas siang/sore), Data Balitbang menunjukkan bahwa pada
2000/2001 masih terdapat rata-rata 9% SD yang melaksanakan double
shift, sedangkan untuk tingkat SMP scbanyak 4%. Karena double shift
tidak ideal dalam pembelajaran, pada masa mendatang masih diperlukan
penambahan ruang kelas baru sehingga nantinya diharapkan tidak ada lagi
pola double shift,
Hal lain yang masih memprihatinkan adalah rasio laboratorium seko-
lah, yang di tingkat SMP secara nasional sebesar 68,31%. Artinya, dari 100
sekolah SMP, hanya sekitar 68 sekolah yang memiliki laboratorium, baik
laboratorium IPA, Bahasa, maupun IPS. Sekolah-sekolah di luar Jawa yang
tidak memiliki laboratorium jauh lebih banyak lagi. Misalnya, di Provinsi
Maluku Utara, sekolah yang punya laboratorium hanya 11,35%.
Mutu dan Kompetensi Guru | 21Kelayakan Mengajar Guru
Guru menduduki peran strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan,
sehingga diperlukan kelayakan untuk mengajar pada jenis dan jenjang
pendidikan tertentu. Data tahun 2000/2001 menunjukkan bahwa terdapat
49,49% guru SD yang layak jika mengacu pada kualifikasi mengajar mini-
mal D-2. Sedangkan, sebanyak 50,31% dinilai tidak layak. Pada tingkat
SMB, terdapar 66,33% guru SMP yang dinilai layak dengan kualifikasi
mengajar SMP minimal D-3, sedangkan terdapat 33,67% yang dinilai tidak
layak. Persentase ini bisa lebih besar lagi lantaran sekarang ditetapkan guru
SMP harus memiliki kualifikasi $-1.
Kondisi Gedung Sekolah
Kondisi gedung sekolah dan ruang kelas dapat memengaruhi peningkatan
mutu pendidikan jika dilihat dari fungsi gedung dan ruang kelas, Data
pada 2000/2001 menunjukkan bahwa kerusakan gedung sekolah sangat
besar. Untuk SD/MI 24,279% masuk kategori rusak berat dan 32,92%
rusak ringan. Untuk tingkat SMP, 4,289% rusak berat dan 9,94% rusak
ringan. Kerusakan gedung tersebut berpengaruh terhadap proses belajar
mengajar dan akhirnya juga berpengaruh pada mutu pendidikan. Karena
itu, kerusakan itu perlu diatasi schingga dapat memberikan kenyamanan
pada siswa dalam kegiaran belajar mengajar.
Indra Djati Sidi
22 | Dari Guru Konvensionat Menuju Guru ProfesionalKorupsi, Bencana Alam,
dan Mutu Pendidikan
dakah korelasi antara korupsi dengan bencana alam dan buruknya mutu
pendidikan? ... Ah mengada-ada! Korupsi urusannya dengan pencu-
rian uang dengan tidak sah dan yang mengurusi adalah polisi, kejaksaan,
dan—saat ini yang paling ditakuti adalah—KPK. Sementara itu, bencana
alam—banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa, dan tsunami—yang
mengurusi adalah Depsos atau paling apes Basarnas dan Departemen PU
serta Depkes. Sedangkan, buruknya mutu pendidikan adalah guru tidak
Jayak mengajar, sckolah kebocoran, roboh, dan tidak semua anak bisa
sekolah. Nah, ini urusan Kementerian Pendidikan Nasional.
Tak ada kaitan antara ketiganya. Yang ada adalah bantuan bencana
alam dikorupsi saking banyaknya bantuan dan rakusnya si pengurus ban-
tuan, duit membangun sekolah dikorupsi, atau dana bantuan operasional
sekolah (BOS) dicarut. Arau, paling tidak, sckolah memungut uang orang
tua anak SD yang diharamkan pemerintah.
Tetapi, cobalah telisik. Jika dana APBN dan APBD untuk mengurusi
penghijauan, konversi pemakaian bensin menjadi gas alam, mengeruk
sungai, memperbaiki gorong-gorong, atau memperbaiki jalan, serta tender-
tender sesuai aturan, pasti ceritanya lain. Tidak seperti sekarang, sebelum
ditentukan pemenang, sudah terjadi kasak-kusuk dan mengalislah duic
Mutu dan Kompetensi Guru | 23kepada pemutus pemenang tender. Ketika CV “anu” menang, diborong-
kan lagi kepada UD “una” dan akhirnya dikerjakan oleh PT “ini”, periksa
masihkah bestek dikerjakan seperti yang ditecapkan?
Akhirnya, penghijauan hanya dilakukan saat seremoni, konversi pakai
minyak jadi gas alam asal bagi tabung, sungai dikeruk saat bupati meninjau,
ukuran garis cengah gorong-gorong dikecilkan, dan jalan banjir saat hujan
Iebat curun. Kemudian, ketika dana untuk operasional sekolah, merancang
program, memantau hingga evaluasi, melatih guru, mengadakan buku, dan
perbaikan kelas disunat oleh aparat oknum, masihkah bisa diharapkan mucu
pendidikan kita membaik?
Korupsi mulai dari yang terang-benderang hingga sejenis penggelapan
pajale dan pencucian uang telah membuat pekak telinga semua pemim-
pin dari tingkat negara hingga dukuh di pedesaan terpencil dan menular
kepada aktivis dan mantan aktivis mahasiswa sampai rakyat jelata. Pekale
telinga telah menjalar ke pekak panca indra pada peringatan alam. Suacu
kearifan budaya lokal yang pada zaman nenek moyang kita, tanpa teknologi
supercanggih pun, masih dipelihara. Pekak dan degil inilah akibat panjang
korupsi, korupsi akibat kerakusan dan bermegah-megahan.
Dalam Al-Qur'an, kitab suci agama yang saya anut, tak ada satu pun
surat yang menyebut larangan JANGAN sampai 3 kali, kecuali larangan
bermegah-megahan—apalagi bermegah-megahan dengan hasil dari korupsi.
Dan jika bermegah-megahan diteruskan, hanya akan berhenti diliang kubur.
Korupsi itulah yang menggali kuburan besar rakyat di bumi Indonesia yang
sedang longsor digerus banjir.
Depok, 29 Desember 2007
Ahmad Rizali
24 | Dari Guru Konvensional Menuju Guru ProfesionatRevitalisasi Pendidikan Guru/LPTK,
Apa yang Bisa Dilakukan
emerintah mulai menunjukkan keseriusan dalam memperbaiki mutu
Prrviites dengan cara meluncurkan program revitalisasi pendidikan
guru/LPTK yang disebut BERMUTU (Better Education thru Reformed
Management of Universal Teacher and Upgrading). Lantas, strategi apakah
yang bisa kita lakukan dalam lingkup jejaring CBE dan milis CFBE dalam
membantu Depdiknas merevitalisasi LPTK. Coba simak rencana aksi
berikut ini:
1. Menggalang keterlibatan dari semua pihak (luar), terutama pressure dari
alumnus LPTK kepada LPTK di mana mereka pernah belajar untuk
menyadarkan pentingnya perubahan LPTK dalam meningkatkan
mutu guru dan pada akhirnya meningkatkan mucu pendidikan di
Indonesia.
2. Menggalang keterlibatan person internal LPTK (biasanya di LPTK
banyak orang waras dan kredibel, tapi nggak dipakai karena dianggap
edan) dengan cara melakukan lobi-lobi khusus kepada mereka tentang
misi pecubahan ini.
3. Melakukan pembinaan kepada mahasiswa/aktivis LPTK tentang arti
pentingnya memasukkan program advokasi perubahan mutu kepada
civitas akademika LPTK agar insticusi mereka berubah dan akhirnya
dijadikan model perubahan dan menjadi center of excellence sebuah
teachers school.
Mutu dan Kompetensi Guru | 2510.
Menjual ide peran koordinatif tentang revitalisasi LPTK kepada semua
institusi mapan (misalnya foundation besar) dan mendorong mereka
menggalang dana hibah pemerintah asing dan institusi sosial via CSR-
aya perusahaan dan menyinergikan dengan program pendidikan mereka.
Melakukan lobi kepada diknas dari Dirjen hingga menteri dan par-
lemen komisi pendidikan, cari akses di semua parpol, termasuk Menkeu
sebagai pemegang anggaran. Advokasi menjadi sangat penting karena
program ini sangat strategis. Tentang pentingnya menjaga konsistensi
program Revitalisasi LPTK ini karena /oan USD 195 juta bukan jum-
lah yang sedikit dan jika tidak dikawal dengan serius, berdosa besar.
Karena ini, utang dengan bunga lunak dan pengembalian panjang
harus dijaga penggunaannya agar tidak membuang-buang duit lagi.
Berupaya memasukkan pakar yang bisa memtfasilitasi tim perencanaan
dan pembuat kebijakan, pemantau, serta pendamping agar program
besar revitalisasi LPTK berjalan dengan arah yang benar dan dikawal
ketat pelaksanaannya.
Membangun penekan/pressure melalui media, dengan mencari
“PENYANYI & quote” yang selalu diliput oleh media agar ada pressure
kepada pelaksana dan pembuat kebijakan.
Melakulean diskusi-diskusi publik tentang pentingnya LPTK untuk
berubah, karena dari sanalah guru berasal.
Mengusulkan kepada pelaksana dan pembuat kebijakan agar melakukan
sosialisasi program yang intensif dan jelas kepada LPTK dan menunjuk
beberapa LPTK sebagai model perubahan dengan memberi token
kepada LPTK tersebut. Pada akhirnya, yang menjalankan LPTK yang
sudah bermutu tersebut adalah para praktisi dan akademisi Pendidikan
Membentuk shind-tank bayangan tentang program revitalisasi LPTK.
Dari sinilah program revitalisasi di- update terus-menerus dengan meli-
batkan semua stakeholder. Scharusnya, Balitbang memainkan peran ini.
Siapkah kita terlibat?
Depok, 1 Januari 2008
Ahmad Rizali-The CBE, Ketua Dewan Pembina
26 | Dari Guru Konvensfonal Menuju Guru Profesional