Anda di halaman 1dari 91

THALASEMIA

A.

DEFINISI

Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang


diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya
akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang
(Supardiman, 2002).

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat


berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan
infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen
dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi.
Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi
tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara
normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino
yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang
berarti lautan dan anaemia (weak blood). Perkataan Thalassa digunakan karena
gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negaranegara sekitar Mediterranean (TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan
pada kelompok hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin
spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Nama Mediterranean anemia
yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena kondisi ini bisa
ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik pada
daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang
menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul
hemoglobin (Hb).

Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Pertama


kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927.
Kata Talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan
penduduk Mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut. (Permono, &
Ugrasena, 2006)
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan
infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE, 2010)
Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin
pada hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan
menimbulkan anemia (Fatimah, 2009)
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama
kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan
oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun
1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran
limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya. (Weatherall, 1965 cit Ganie 2005).
Thalasemia adalah kelompok dari anemia herediter yang diakibatkan oleh
berkurang nya sintesis salah satu rantai globin yang mengkombinasikan
hemoglobin (HbA, 2 2). Disebut hemoglobinopathies, tidak terdapat perbedaan
kimia dalam hemoglobin. Nolmalnya HbA memiliki rantai polipeptida dan , dan
yang paling penting thalasemia dapat ditetapkan sebagai - atau thalassemia
(Rudolph et al, 2002)
Thalassemia merupakan golongan penyakit anemia hemolitik yang diturunkan
secara autosom resesif, disebabkan mutasi gen tunggal, akibat adanya gangguan
pembentukan rantai globin alfa atau beta. Individu homozigot atau compound
heterozygous, double heterozygous bermanifestasi sebagai thalassemia beta mayor
yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi besi untuk
mempertahankan kualitas hidupnya (Munthe, 1997 cit Bulan 2009)
Thalassemia adalah suatu kelainan genetik darah dimana produksi hemoglobin
yang normal tertekan karena defek sintesis satu atau lebih rantai globin.
Thalassemia beta mayor terjadi karena defisiensi sintesis rantai sehingga kadar
Hb A(22) menurun dan terdapat kelebihan dari rantai , sebagai kompensasi
akan dibentuk banyak rantai dan yang akan bergabung dengan rantai yang
berlebihan sehingga pembentukan Hb F (22) dan Hb A2 (22) meningkat
(Weatherall, 2004)

B.

KLASIFIKASI

Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai atau . Dua kromosom 11 mempunyai satu gen pada
setiap kromosom (total dua gen ) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua
gen pada setiap kromosom (total empat gen ). Oleh karena itu satu protein Hb
mempunyai dua subunit dan dua subunit . Secara normal setiap gen globin
memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin ,
menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila
gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas
pada gen globin akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan
abnormalitas pada gen rantai globin dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
1.

a.

Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang


mengalami defek, yaitu Thalassemia dan Thalassemia . Pelbagai defek
secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).

Thalassemia

Oleh karena terjadi duplikasi gen (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka
akan terdapat total empat gen (/). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia maka terminologi untuk Thalassemia tergantung terhadap delesi
yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama
(cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen dilabel + sedangkan pada dua
gen dilabel o (Sachdeva, 2006).
1)

Delesi satu gen / silent carrier/ (-/)

Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein sehingga secara
umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus
untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa
menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2)

Delesi dua gen / Thalassemia minor (--/) atau (-/-)

Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia
ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka
merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3)

Delesi 3 gen / Hemoglobin H (--/-)

Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai dan
menyebabkan akumulasi rantai di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb
yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ 4) (Wiwanitkit, 2007).
4)

Delesi 4 gen / Hemoglobin Bart (--/--)

Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di
dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan
oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai menyebabkan kelebihan rantai
(diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai menghasilkan masing-masing
hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (4 / Hb Bart, afiniti terhadap
oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (4, tidak stabil) (Sachdeva,
2006).
b.

Thalasemia

Thalassemia disebabkan gangguan pada gen yang terdapat pada kromosom 11


(Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan
secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di
daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia o
Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu
pertiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).
Thalassemia +
Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin terjadi. Sebanyak
10-50% dari sintesis rantai globin yang normal dihasilkan pada keadaan ini
(Rodak, 2007).
Secara klinis, Thalassemia dikategori kepada:
1)

Thalassemia minor / Thalassemia trait(heterozygous) / (+) or (o)

2)
Salah satu gen adalah normal () sedangkan satu lagi abnormal, sama ada +
atau o. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan
biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat
ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu
gen yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi yang normal
masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik,
hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin
menurunkan produksi hemoglobin. Rantai yang berlebihan diseimbangkan oleh
peningkatan produksi rantai di mana keduanya akan berikatan membentuk

HbA2 / 22 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya asimptomatik dan selain dari


anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Sachdeva, 2006)
3)
Thalassemia mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (+o) or (oo) or
(++)
4)
Pada kondisi ini, kedua gen rantai mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007).
HbA langsung tidak ada pada oo dan menurun banyak pada ++. Penyakit ini
berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada
remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi
darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan
terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai
globin (Hb F/ 22) kepada (Hb A / 22) (Yazdani, 2011).
5)

Thalassemia intermedia (+/+) atau (o/+)

6)
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak,
2007).
2
2.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS
PRECISE, 2010)
a.
Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya
pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu,
juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si
penderita harus menjalani transfusi darah.
b.
Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia
mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan

sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan
tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah
di sepanjang hidupnya
3.

Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)

1.

Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)

2.

Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)

3.
Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya
diduga berdekatan).
4.

Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

C.

ETIOLOGI

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara


genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen
globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah
satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa
sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam
keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia
jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen
yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa
sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen
globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya
masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan
terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen
globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan
menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen
thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua
orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit
keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami
isteri yang mengidap thalassemia dalam sel selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat


Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak
mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut
kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di
kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal,
atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

D.

PATOFISIOLOGI

Hemoglobin
Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat
besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida.
Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa () dan 2
rantai beta () yaitu HbA (22 = 97%), sebagian lagi HbA2 (22 = 2,5%) dan
sisanya HbF (22) kira-kira 0,5%.
Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam
kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ
yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh
gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses
pengaturannya, yaitu kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek
autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek
autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin- secara berurutan mulai dari 5 sampai
3 yaitu gen 5-2-1-2-1-2-1-1-3 (Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster
gen globin- terdiri dari gen 5--G-A----3
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai
alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara
terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan

produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Pathway :

E.

GEJALA KLINIS

Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak
jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor).
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan,
yakni (1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2)
Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi
darah. (3) Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan minor.
Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier)
(Atmakusuma, 2009).

Empat sindrom klinik Talasemia- terjadi pada Talasemia-, bergantung pada


nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai- yang diproduksi.
Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent
carrier), Talasemia- trait (Talasemia- minor), HbH diseases dan Talasemia-
homozigot (hydrops fetalis) (Atmakusuma, 2009).
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia- mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa
dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran
kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok),
batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang
akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum
tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan
wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang
menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih
lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi
meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa
terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa
menyebabkan gagal jantung (Tamam, 2009).
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak
jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus
yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan,
diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi.
Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat
hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang
yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis
yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat
menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi
kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.

Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :


1.

Thalasemia Mayor:

Pucat
Lemah
Anoreksia
Sesak napas
Peka rangsang

Tebalnya tulang kranial


Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
Disritmia
Epistaksis
Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
Kadar besi serum tinggi
Ikterik
Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan
datar.
2.

Thalasemia Minor

Pucat
Hitung sel darah merah normal
Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F.

KOMPLIKASI

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan.
Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening


test dan definitive test.
1.

Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan


Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a.

Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
b.

Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya


resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang
regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53%
(Wiwanitkit, 2007).
c.

Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d.

Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia berdasarkan parameter


jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV), RDW x MCH x (MCV) /Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya
>13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia
trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan
anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah,
eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

2.
a.

Definitive test

Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F
0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai
80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada
Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2%
dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b.

Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.


Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula
membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau
Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).
c.

Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular


diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H.

PENCEGAHAN

WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan


penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat Talasemia. Program
itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut
Hoffbrand (2005) konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko
mempunyai seorang anak yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika
seorang wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin, pasangannya
harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya
memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak
(khususnya Talasemia- mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan
diagnosis antenatal.
1.

Penapisan (Screening)

Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:

a.
Karena karier Talasemia bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi
dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
b.
Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal
dan terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan
premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program
konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.
Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran
Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia
. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai
. Penting untuk membedakan Talasemia o(-/) dan Talasemia +(-/-), pada
kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia o homozigot.
Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia
heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai utuh, kemungkinannya adalah
Talasemia non delesi atau Talasemia dengan HbA2 normal. Kedua hal ini
dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa
Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural
Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2.

Diagnosis Prenatal

Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk Talasemia, dapat dilakukan dengan


berbagai cara. Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel
darah janin dengan menggunakan fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu,
meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan dengan analisis DNA
janin. DNA diambil dari sampel villi chorion (CVS=corion villus sampling), pada
kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini berisiko rendah untuk menimbulkan kematian
atau kelainan pada janin (Permono, & Ugrasena, 2006).
Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami
perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan
oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length
polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi
langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain
reaction (PCR) untuk mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan
oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai
bentuk dan dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin.
Perkembangan PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk
mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk

memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal.


Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi
label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin melalui membran nilon.
Sejak sekuensi dari gen globin dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi
dapat dibatasi sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam
(Permono, & Ugrasena, 2006).
Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal.
Contohnya, tehnik ARMS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan
pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida (Permono, & Ugrasena,
2006).
Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%.
Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada DNA janin, non-paterniti, dan
rekombinasi genetik jika menggunakan RELP linkage analysis (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Menurut Tamam (2009), karena penyakit ini belum ada obatnya, maka pencegahan
dini menjadi hal yang lebih penting dibanding pengobatan. Program pencegahan
Talasemia terdiri dari beberapa strategi, yakni (1) penapisan (skrining) pembawa
sifat Talasemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis
prenatal. Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif.
Secara prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung
dari populasi diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan
pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita Talasemia (family study).
Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang
keadaannya dan masa depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk
Talasemia seharusnya mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal
tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang
berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas
dasar itu harus dibedakan antara usaha program pencegahan di negara
berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif akan lebih
mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.

I.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :


Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari
dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun

untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan
dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk
yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas,
2002; Herdata, 2008)
1.

Medikamentosa

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin


serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar
10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari
berturut setiap selesai transfusi darah.
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan
efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur
sel darah merah
2.

Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:


limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil

tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan


hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara
kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3.

Suportif

Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.

J.

PENGKAJIAN

1.

Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania).


Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak
diderita.

2.

Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 6
tahun.
3.

Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
4.

Pertumbuhan dan perkembangan

Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap


tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan
yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.
Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam
kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.

Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6.

Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7.

Riwayat kesehatan keluarga

Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah

sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit


yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8.

Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core ANC)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami
oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
9.
Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a.

Keadaan umum

Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
b.

Kepala dan bentuk muka

Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu


kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek
tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
c.

Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan

d.

Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman

e.

Dada

Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f.

Perut

Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
g.
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya.
h.
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tahap adolesense karena adanya anemia kronik.

i.
Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

K.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2.

Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen

3.

PK: Perdarahan

4.

Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

5.

Kelelahan b.d malnutrisi, kondisi sakit

6.

Nyeri b.d penyakit kronis

7.

Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan

L.

RENCANA KEPERAWATAN

N
o

DIAGNOSA

1.

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
b.d berkurangnya
komponen seluler
yang
menghantarkan
oksigen/nutrisi

RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN

INTERVENSI

NOC

NIC

Perfusi Jaringan :
Perifer
Status sirkulasi
Kriteria Hasil:
Klien menunjukkan
perfusi jaringan yang
adekuat yang
ditunjukkan dengan
terabanya nadi perifer,

1.

Monitor Tanda Vital

Definisi: Mengumpulkan dan


menganalisis sistem
kardiovaskuler, pernafasan dan
suhu untuk menentukan dan
mencegah komplikasi
Aktifitas:

kulit kering dan hangat,


keluaran urin adekuat,
dan tidak ada distres
pernafasan.

1. Monitor tekanan darah ,


nadi, suhu dan RR tiap 6
jam atau sesuai indikasi
2. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
3. Monitor pola pernapasan
abnormal
4. Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer

2. Monitor status neurologi


Definisi: Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
meminimalkan dan mencegah
komplikasi neurologi
Aktifitas:
1. Monitor ukuran, bentuk,
simetrifitas, dan
reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat
kesadaran klien
3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
6. Informasikan pada
dokter tentang
perubahan kondisi
pasien
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan

mencegah komplikasi akibat


kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan
output cairan
2. Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit
jelek, mata cekung, dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti
mengecek darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
5. Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
6. Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
7. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi serum, angka
trombosit)
2.

Intoleransi
aktifitas b.d tidak
seimbangnya
kebutuhan dan
suplai oksigen

NOC

NIC

Konservasi
Energi

ADL

Perawatan Diri:

Kriteria Hasil:

Klien dapat
melakukan aktifitas
yang dianjurkan

1.

Manajemen energi

Definisi: Mengatur
penggunaan energi untuk
mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:

dengan tetap
mempertahankan
tekanan darah, nadi,
dan frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal

1. Tentukan keterbatasan
aktifitas fisik pasien
2. Kaji persepsi pasien
tentang penyebab
kelelahan yang
dialaminya
3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang
adanya kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas
9. Monitor respon
oksigenasi pasien
selama aktifitas
10.Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan
gejala kelelahan
sehingga dapat

mengurangi aktifitasnya.

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung,
trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat
3.

Ketidakseimbanga
n nitrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d
anoreksia

NOC

NIC
Status Nutrisi

Status Nutrisi:
Energi

Kontrol Berat
Badan
Kriteria Hasil : Klien
menunjukkan

Pencapaian berat
badan normal yang
diharapkan

Berat badan
sesuai dengan umur
dan tinggi badan

1.

Manajemen Nutrisi

Definisi: Membantu dan atau


menyediakan asupan makanan
dan cairan yang seimbang
Aktifitas:
1.
Tanyakan pada pasien
tentang alergi terhadap
makanan
2.
Tanyakan makanan
kesukaan pasien
3.
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang jumlah kalori dan
tipe nutrisi yang dibutuhkan


Bebas dari tanda
malnutrisi

(TKTP)
4.
Anjurkan masukan kalori
yang tepat yang sesuai dengan
kebutuhan energi
5.
Sajikan diit dalam
keadaan hangat

2.

Monitor Nutrisi

Definisi : Mengumpulkan dan


menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan
malnutrisi
Aktifitas:
1. Monitor adanya
penurunan BB
2. Ciptakan lingkungan
nyaman selama klien
makan.
3. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan, tidak
selama jam makan.
4. Monitor kulit (kering) dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, kadar
hematokrit
8. Monitor kadar limfosit
dan elektrolit
9. Monitor pertumbuhan

dan perkembangan.

4.

Kelelahan b.d
malnutrisi, kondisi
sakit

NOC

Konservasi
Energi
Kriteria Hasil: Klien
menunjukkan

Istirahat dan
aktivitas seimbang

Mengetahui
keterbatasanan
energinya

Mengubah gaya
hidup sesuai tingkat
energi

Memelihara
nutrisi yang adekuat

Energi yang
cukup untuk
beraktifitas

NIC

1. Manajemen energi
Definisi: Mengatur
penggunaan energi untuk
mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
1. Tentukan keterbatasan
aktifitas fisik klien
2. Kaji persepsi pasien
tentang penyebab
kelelahan
3. Dorong pengungkapan
perasaan tentang
kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopumonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan

kuantitas tidur
8. Bantu klien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas

2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung,
trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan
alat

3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat
kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti

mengecek darah dengan


identitas pasien,
menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi)
2. Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
3. Awasi respon klien
selama pemberian
komponen darah
4. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi serum)

5.

PK: Perdarahan

Mencegah/
meminimalkan
terjadinya perdarahan

Aktifitas
1. Monitor tanda-tanda
perdarahan dan perubahan
tanda vital
2. Monitor hasil laboratoium,
seperti Hb, angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang
aman untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi yang
lembut, dll)
(

6.

Nyeri b.d penyakit


kronis

NOC

NIC
Mengontrol Nyeri

Menunjukkan
tingkat nyeri

1.

Manajemen nyeri

Definisi : mengurangi nyeri


dan menurunkan tingkat nyeri

Kriteria Hasil: Klien


dapat

Mengenali faktor
penyebab

Mengenali
lamanya (onset ) sakit

Menggunakan
cara non analgetik
untuk mengurangi
nyeri

Menggunakan
analgetik sesuai
kebutuhan

yang dirasakan pasien.


Aktfitas:
1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
tingkat nyeri ( dengan
face scale), lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyaman
an pasien (misalnya
menangis, meringis,
memegangi bagian
tubuh yang nyeri, dll)
3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Jelaskan pada pasien
tentang nyeri yang
dialaminya, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri mungkin
akan dirasakan, metode
sederhana untuk
mengalihkan rasa nyeri,
dll.
5. Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang pengalaman
nyeri dan
ketidakefektifan kontrol
nyeri pada masa lampau
6. Atur lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
7. Kurangi faktor pencetus
nyeri pada pasien

2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk
menghentikan atau
mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada
pasien
4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri,
rute pemberian, dan
dosis optimal
5. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
7. Monitor respon klien
terhadap penggunaan

analgetik

7.

Kecemasan (orang
tua) b.d kurang
pengetahuan

NOC :

NIC

Kontrol
Kecemasan

1.

Kriteria Hasil :

Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas

Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan
menunjukkan teknik
untuk mengontrol
cemas

Vital sign (TD,


nadi, respirasi) dalam
batas normal

Postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa
tubuh, dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.

Menunjukkan
peningkatan
konsentrasi dan akurasi
dalam berpikir

Menurunkan cemas

Definisi: Meminimalkan rasa


takut, cemas, merasa dalam
bahaya atau ketidaknyamanan
terhadap sumber yang tidak
diketahui.
Aktifitas:
1.
Gunakan pendekatan
dengan konsep atraumatik care
2.
Jangan memberikan
jaminan tentang prognosis
penyakit
3.
Jelaskan semua prosedur
dan dengarkan keluhan klien
4.
Pahami harapan pasien
dalam situasi stres
5.
Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
6.
Bersama tim kesehatan,
berikan informasi mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
7.
Anjurkan keluarga untuk
menemani anak dalam
pelaksanaan tindakan
keperawatan
8.
Lakukan massage pada
leher dan punggung, bila perlu

9.
Bantu pasien mengenal
penyebab kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
tentang penyakit
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
(sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat
untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media
Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Fakultas KedokteraanUnlam /
RSUD Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby
Year Book: USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification


(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby YearBook, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 20012002, NANDA.
info.services@nucleus-precise.com

LAPORAN PENDAHULUAN ANAK DENGAN THALASEMIA


ASKEP PADA ANAK DENGAN THALASEMIA
A. KONSEP PENYAKIT
1.

PENGERTIAN

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara


resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi
produksi rantai globin pada hemoglobin (Suryadi dan rita, 2001).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif (Arif Manjoer, 2000).
Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh
penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori
mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh
penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin (Kamus Dorlan,2000).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal
sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau
struktur Hb (Nursalam,2005).
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari keluarga
kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah
menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat
menghasilkan haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin
adalah bahagian sel darah merah yang mengangkut oksigen daripada paruparu keseluruh tubuh. Semua tisu tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat
kekurangan sel darah merah yang normal akan menyebabkan pesakit kelihatan
pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah (anemia).
Talasemia terbagi tiga jenis yaitu:
1.
Talasemia major, paling serius. Ia juga dikenali sebagai Cooley's anemia
sempena nama doktor yang mula-mula menjumpai penyakit ini pada tahun 1925.
Talasemia major merujuk kepada mereka yang mempunyai baka talasemia
sepenuhnya dan menunjukkan tanda-tanda talasemia.
2.

Talasemia intermedia, Cooley's anemia yang sederhana.

3.
Talasemia minor, tidak mempunyai gejala tetapi terdapat perubahan dalam
darah. alasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen
talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2.

ETIOLOGI

Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Faktor genetik
yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan
Thalasemia (homozigot).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut terjadi karena gangguan struktural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) dan atau gangguan jumlah (salah
satu/beberapa) rantai globin.
3.

PATOFISIOLOGI

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa dan dua
rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya rantai beta
dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alfa,
tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan
hemoglobin defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi
hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.

Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai polipeptida kini
mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC
diluar menjadi eritropoetik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus
pada suatu dasar kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
4.

MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda klinis thalasemia :


1.

Kelesuan.

2.

Bibir, lidah, tangan, kaki dan bahagian lain berwarna pucat.

3.

Sesak nafas.

4.

Hilang selera makan dan bengkak di bagian abdomen.

5.

Hemoglobin yang rendah yaitu kurang daripada 10g/dl.

Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1 tahun.
Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
dengan umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya
gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati yang
diraba. Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak sipasien
karena kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah rupture
karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini disebabkan
karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan tengkorak, gambaran
radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar korteks tipis dan trabekula
besar.

Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan, jika pasien telah sering mendapatkan


transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti
pada hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut
(hemokromatosis).
5.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik
hipokromik, retikulosit meningkat, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target
(fragmentasi dan banyak sel normoblas).
b.
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin
patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan
sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata
ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta. Hiperplasi
sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil. Granula Fe
(dengan pengecatan Prussian biru) meningkat. Pemeriksaan pedigree: kedua
orangtua pasien thalasemia mayor merupakan trait (carrier).
c.

Pemeriksaan lain :

Foto Rontgen tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Foto tulang pipih dan ujung
tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

6.

KOMPLIKASI

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah
yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Secara umum komplikasi thalassemia antara lain :
a.

Fraktur patologi

b.

Hepatosplenomegali

c.

Gangguan tumbang

d.

Disfungsi organ

e.

Gagal jantung

f.

Hemosiderosis

g.

Hemokromatosis

h.

infeksi

7.

PROGNOSIS

Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai
usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian chaleting agents untuk mengurangi hemosiderosis (harganya pun
mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara berkembang).
Thalasemia tumor trait dan Thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai
prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa.
8.
a.

PENCEGAHAN
Pencegahan primer :

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah


perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang

homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25


% Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

b.

Pencegahan sekunder :

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma
berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot
terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya
normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu
kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin
sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk,
1996)
9.

PENATALAKSANAAN

a.

Medikamentosa

Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin


serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar
10-20 kali transfusi darah.
Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus
dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai
transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk
meningkatkan efek kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah
merah.
b.

Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:


Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture.
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.

c.

Suportif

Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 11 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian sel darah merah sebaiknya10-20 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.
d.
Pada sedikit kasus transplantasi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur
1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HIA cocok (HIA-Matched Sibling). Pada
saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus.
e.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)

Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.

Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)


seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b.

Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c.

Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d.

Pertumbuhan dan Perkembangan

Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang


sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga
mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.

e.

Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
f.

Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang


tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
h.

Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i.

Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia

KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.

Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan


mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.

Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan

Mulut dan bibir terlihat kehitaman

Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.

Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali)

Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah


normal

Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis
bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia
kronik.


Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.
Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mencerna makanan
b.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(Penurunan Hemoglobin)
c.

Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi

d.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen
3.

INTERVESI KEPERAWATAN

Diagnosa I
Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mencerna makanan
NOC:
1)

Status nutrisi

2)

Masa berat badan

Kriteria Hasil:

Intake nutrisi pasien adekuat

Intake makanan pasien adekuat

Presentasi BB anak ideal

NIC:
1)

Management nutrisi

1.1 Pastikan pilihan makanan pasien


1.2 Monitor intake nutrisi pasien

1.3 Tawarkan pasien makanan tinggi protein, tinggi kalori, makanan dan minuman
yang bergizi yang bisa dikonsumsi
2)

Management berat badan

2.1 Diskusikan resiko-resiko bila berat badan dibawah rata-rata ideal

Diagnosa II
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (Penurunan
Hemoglobin)
NOC:
1)

Kontrol resiko

2)

Status imun

Kriteria Hasil:

Monitor perubahan status kesehatan

Mengetahui faktor-faktor resiko

Jumlah sel darah putih

Suhu tubuh

Observasi demam

Malaise

NIC:
1)

Memberikan resep obat

1.1 kaji riwayat kesehatan dan obat yang dahulu pernah digunakan
1.2 konsultasi dengan farmakologi
2)

Kontrol Infeksi

2.1 administrasi terapi antibiotik

Diagnosa III

Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi


NOC:
1)

Status sirkulasi

2)

Perfusi jaringan perifer

Kriteria Hasil:

Tekanan nadi dalam rentang normal

Pengisian kapiler kurang dari 2-3 detik

NIC:
1)

Circulatory Precautions

1.1 Lakukan pengkajian komperhensif sirkulasi perifer (Cek nadi perifer edema,
kapilari refill, warna kulit dan temperature)
2)

Skin surveillance

2.1 Observasi ekstremitas yaitu warna, kehangatan, bengkak, nadi, tekstur, edema
dan ulserasi
2.2 Monitor infeksi
Diagnosa IV
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan oksigen
NOC:
1)

Status sirkulasi pasien baik

2)

Status pernafasan pasien baik

Kriteria Hasil:

Tekanan darah sistolik dalam rentang normal

Tekanan darah diastolic dalam rentang normal

Tekanan nadi dalam rentang normal

Pernafasan pasien dalam rentang normal

NIC :

1)

Terapi Oksigen

1.1 Pertahankan kecepatan jalan nafas


1.2 Monitor posisi pasien
1.3 Monitor warna kulit pasien
2)

Disritmia Management

1.1 Monitor dan koreksi kekurangan oksigen dan ketidakseimbangan cairan


1.2 Monitor respon hemodinamik menuju disritmia

3)

Self care Assistance

3.1 Monitor kemampuan perawatan mandiri pasien


3.2. Monitor keperluan pasien untuk cara adapif melakukan personal hygiene,
berpakaian, toileting dan makan

DAFTAR PUSTAKA
Dorland.1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC
Dochterman, Joanne McCloskey, dkk. 2004. Nursing Intervention Classification
Fourth Edition. Mosby
Editors, Moorhead, Sue, dkk. 2007. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition.
Mosby
NANDA. 2012. Dianosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta :
EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :EGC
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Wong.2001. Maternal Child Nursing Care. Edisi 2. Mosby
Bambang yuwono dalam situs web askeptalasemia.blogspot.com

LAPORAN PENDAHULUAN TALASEMIA

A.

Pengertian

Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel


darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. (Mansjoer, 2000 : 497).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi
produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23).
Klasifikasi Talasemia
Secara klinik talasemia dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Talasemia mayor (memberi gejala klinik jelas)
2. Talasemia minor (biasanya tidak memberi gejala klinik) (Ngastiyah, 2001 : 377)

B.

Etiologi

Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat


ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001 : 24)

C.

Gambaran Klinik

Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang
dari 1 tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat, perkembangan fisik
tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering
dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa
dan hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut

mempengaruhi gerak pasien karena kemampuan terbatas, limpa yang membesar


ini akan mudah ruptur hanya karena trauma ringan saja.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung; jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini
disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak.
(Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang besar, korteks tipis dan
trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat tranfusi
darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam
jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa,
jantung akan mengakibatkan gangguan fatal alat-alat tersebut (hemokromatosis)
(Ngastiyah, 1997 : 378).

D.

Patofisiologi

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada
suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive.
Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia
dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau
terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan

produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan,
1985 : 49)

E.

Pohon Masalah

F.

Pemeriksaan Penunjang

a.
b.

Eritrosit memperlibatkan anisositosis, hipokromi, poikilositosis


Sering ditemukan sel target (fragmentosif dan banyak sel normoblas)

c.
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan gaya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah mencapai O (Not)
d.
%
e.

Hemoglobin pasien mengandung kadar Hbf yang tinggi biasanya lebih dari 30
Kadang-kadang ditemukan pada hemoglobin patologik.

f.
Pada umumnya pasien dengan talasemia juga mempunyai Hbe maupun Hbs
secara klinis lebih ringan dari pada talasemia mayor. (Hassan, 1985 : 444)

G.

Penatalaksanaan

1.
Memberikan transfusi hingga Hb mencapai 10 gram/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
pemupukan zat besi yang disebut hemosiderotis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal)
2.
S. Plenectomy ; dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi) (Suriadi, 2001 : 26)

H.

Komplikasi

1.

Fraktur patologi

2.

Hepatosplenomegaly

3.

Gangguan tumbuh kembang

4.

Difungsi organ, seperti : hepar, limpa, kulit jantung (Suriadi, 2001 : 24)

ASUHAN KEPERAWATAN TALASEMIA

Diagnosa Keperawatan:
1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen
seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen.
Intervensi :
a.

Memonitor TV, pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa.

b.

Meninggikan posisi kepala ditempat tidur.

c.

Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.

d.

Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah.

e.

Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.

f.

Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh.

g.

Memberikan O2 sesuai kebutuhan.

2.
Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
Intervensi :
a.
Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi
fisik dan tugas perkembangan anak.
b.
Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan
mencatat adanya respon fifiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung,
peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
c.
Memberikan informasi kepada psien atau keluarga untuk berhenti melakukan
aktivitas jika terjadi gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan
darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan.
d.
Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai
dengan kemampuan anak.
e.
Mengajarkan kepada orang tua tehnik memberikan reinforcement terhadap
partisipasi anak dirumah.
f.
Membuat jadwal aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim
kesehatan lain.
g.
Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang
kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan melakukan
aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.

3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya selera makan.
Intervensi :
a.
Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat.
b.
Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi.
c.

Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan.

d.

Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.

4.
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak
terhadap fungsi keluarga.
Intervensi:
a.
Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai
dengan realita yang ada.
b.
Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan
penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak.
c.
Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan
realistis terhadap anak.
d.
Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber
dimasyarakat (pengobatan, keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuain
keluarga terhadap penyakit anak. (Suriadi, 2001 : 27 28).

DAFTAR PUSTAKA

http://www.karimunjawablog.blogspot.com/kumpulanaskep/talasemia
Mansjoer, Arif. dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, FKUI : Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit , Edisi I, Setiawan EGC : Jakarta.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
Hassan, Rusepno, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. FKUI : Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN THALASEMIA

A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek
( kurang dari 100 hari ).
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor
( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia)
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
* Fraktur patologis
* Hepatosplenomegali
* Gangguan Tumbuh Kembang
* Disfungsi organ
Klasifikasi Thalasemia
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2. Thalasemia b (gangguan p[embentukan rantai b)
3. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya
diduga berdekatan).
4. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis

Gejala Klinis Thalasemia


Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari
1 tahun, yaitu:
* Lemah
* Pucat
* Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
* Berat badan kurang
* Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat,
bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
* Gizi buruk
* Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
* Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
* Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
* Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan besi
Patofisiologi Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi
dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses
hemolisis.
Klik Untuk Memperbesar

* Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta.
* Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa
oksigen.
* Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia
dan atau hemosiderosis.
* Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada
thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan
Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
* Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar
menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone
marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Pemeriksaan Penunjang
* Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara

merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam


serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.
* Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi,
biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.
Penatalaksanaan Thalasemia
* Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia.
Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
* Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat
besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian
Deferoxamine(desferal).
* Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi
pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa
preparat besi.
B. Manifestasi klinis
Letargi
Pucat
Kelemahan
Anorexia
Diare
Sesak nafas
Pembesaran limfa dan hepar
Ikterik ringan
Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.
Penebalan tulang kranial
Pemeriksaan Penunjang* Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran
perubahan-perubahan sel dara merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi,
poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan
Ht menurun.
* Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi,
biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.
Penatalaksanaan Thalasemia
* Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia.
Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
* Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat

besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian


Deferoxamine(desferal).
* Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi
pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa
preparat besi.
B. Manifestasi klinis
Letargi
Pucat
Kelemahan
Anorexia
Diare
Sesak nafas

Pembesaran limfa dan hepar


Ikterik ringan
Penipisan kortex tulang panjang, tangan dan kaki.
Penebalan tulang kranial

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah :
- Hb : Kadar Hb 3 9 g%
- Pewarnaan SDM :
Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target cell, tear drop cell.
Gambaran sumsum tulang
eritripoesis hiperaktif
Elektroforesis Hb :
- Thalasemia alfa : ditemukan Hb Barts dan Hb H
- Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 90 % ( N : <= 1 % )
F. Fokus pengkajian
1. Pengkajian fisik
a. melakukan pemeriksaan fisik
b. kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat, lemah,
sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya aktivitas,
anorexia, epistaksis berlang )
c. Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Pengkajian umum
a. Pertumbuhan yang terhambat
b. Anemia kronik
c. Kematangan sexual yang tertunda.

3. Krisis vaso Occlusive


a. Sakit yang dirasakan
b. Gejala yang dirasakan berkaitan denganischemia daerah yang berhubungan:
- Ekstrimitas : kulit tangan dan kaki yang mengelupas disertai rasa sakit yang
menjalar.
- Abdomen : terasa sakit
- Cerebrum : troke, gangguan penglihatan.
- Liver : obstruksi, jaundice, koma hepaticum.
- Ginjal : hematuria
c. Efek dari krisis vaso occlusive adalah:
Cor : cardiomegali, murmur sistolik.
Paru paru : ganguan fungsi paru, mudah terinfeksi.
Ginjal : Ketidakmampuan memecah senyawa urine, gagal ginjal.
Genital : terasa sakit, tegang.
Liver : hepatomegali, sirosis.
Mata :Ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan, kadang
menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menimbulkan kebutaan.
Ekstrimitas : Perubahan tulang tulang terutama menyebabkan bungkuk, mudah
terjangkit virus Salmonella, Osteomyelitis.
G. Diagnosa Keperawatan:
1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang penting
untuk menghantakan oksigen murni ke sel.
2. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplay
oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera makan.
4. Koping keluarga inefektif b.d dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.
H. Fokus intervensi
1. Tingkatkan oksigenasi jaringan, pantau adanya tanda tanda hipoksia, sianosis,
hiperventilasi, peningkatan denyut apex, frekwensi nafas dan tekanan darah.
2. Berikan periode istirahat yang sering untuk mengurangi pemakaian oksigen.
3. Pantau peggunaan produk darah, kaji tanda reaksi transfusi ( demam, gelisah,
disritmia jantung, menggigil, mual, muntah, nyeri dada, urine merah / hitam, sakit
kepala, nyeri pinggang, tanda tanda shock / gagal ginjal ).
4. Pantau adanya tanda tanda kelebihan cairan sirkulasi ( duispnea, naiknya
frekwensi pernafasan, sianosis, nyeri dada, batuk kering )
5. Minimalkan atau hilangkan nyeri.
6. Cegah infeksi, kaji tanda infeksi, demam, malaise, jaringan lunak dan limfonodus
meradang / bengkak.
7. Pantau tanda komplikasi : Kolaps vaskuler dan shock, splenomegali, infark tulang
dan persendian, ulkus tungkai, stroke, kebutaan, nyeri dada, dispnea, pertumbuhan
dan perkembagan yang tertunda.
8. Berikan penjelasan kepada anak sesuai usia dan tentang prosedur perawatan di

rumah sakit.
9. Beri dukungan kepada anak dan keluarga.
10. Anjurkan anggota keluarga melakukan screening BBL dan anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecilly L Betz, Buku saku keperawatan pediatri, Ed 3. EGC Jakarta;2002
2. Doenges, Moorhouse, Geissler, Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pesien. EGC Jakarta;2000
3. Mansjoer, Kapita selekta kedokteran Ed 3, jilid 2 Media Aesculapius Jakarta : 1999

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Anak Thalasemia

PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN

Menurut Suriadi, Rita Yuliani,tahun 2001. Thalasemia adalah suatu gangguan darah
yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada
hemoglobin.

Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel


darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang
dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai
akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.

B.

ETIOLOGI

Dalam buku ilmu kesehatan anak yang ditulis FKUI tahun 2007, etiologi dari
penyakit talassemiaadalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal).

Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein


yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya.
Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah
merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke
seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi
hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan
untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun
terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.

Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat


dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya
diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah
merah
.

C.

PATOFISIOLOGI

Pernikahan penderita thalasemia carier menyebabkan penurunan penyakit


thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin dan
(kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan :

a.

Pembentukan rantai dan di eritrosit tidak seimbang.

b.

Rantai kurang dibanding rantai .

c.

Rantai tidak terbentuk sama sekali

d.

Rantai yang terbentuk tidak cukup.

Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia . Gangguan


pada sintesis rantai globin dan juga dapat mengakibatkan rantai yang
terbentuk sedikit dibanding rantai sehingga terjadilah thalasemia .
Thalasemia dan dapat mengakibatkan :

a.

Pembentukan rantai dan

b.

Pembentukan rantai dan kurang

c.

Penimbunan dan pengendapan rantai dan yang berlebihan

Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HBA (2 dan 2)


sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (inclussion
bodies) yang dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit
sehingga dindung eritrosit mudah rusak. Dinding eritrosit yang rusak tersebut

mengakibatkan terjadinya hemolisis, sehingga eritrosit tidak efektif dan


penghancuran prekursom eritrosit di intra medular (sumsum tulang). Selain itu juga
terjadi kurangnya sintesis HB sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka
terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah talasemia.

Thalasemia dapat menyebabkan penurunan suplai darah ke jaringan sehingga


suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun, mengakibatkan menurunnya
metabolisme dalam sel. Dan terjadilah perubahan pembentukan ATP, sehingga
energi yang dihasilkan menurun dan terjadilah kelemahan fisik, sehingga pasien
mengalami defisit perawatan diri dan intoleransi aktivitas.

Selain menyebabkan penurunan suplai O2 dan nutrisi, penurunan suplai darah ke


jaringan juga membuat tubuh merespin dengan pembentukan eritroporetin yang
dapat merangsang eritroporesis, sehingga eritrosit imatur dan mudah lisis, maka
terjadilah penurunan HB, maka memerlukan transfusi.

Transfusi jangka panjang dapat mengakibatkan penumpukan Fe di organ


(hemokromotosis), penumpukan Fe terjadi di limpa dan hati. Di limpa penumpukan
Fe ini dapat mengakibatkan splenomegali maka harus dilakukan splenoktomi
sehingga beresiko terjadi infeksi. Di hati penumpukan Fe mengakibatkan
hepatomegali / sirohepatis yang menyebabkan anoreksia sehingga pasien
mengalami gangguan pemenuan nutrisi kurang dari kebutuhan.

Selain akibat tersebut penumpukan Fe juga dapat mengakibatkan perubahan


sirkulasi sehingga kulit rusak dan mengalami resiko kerusakan intregritas kulit.

Thalasemia juga dapat mengakibatkan menurunnya pengikatan O 2 oleh eritrosit


sehingga aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun, sehingga O 2 dan
nutrisi tidak ditransport secara adekuat yang mengakibatkan perfusi jaringan
terganggu maka terjadilah perubahan perfusi jaringan.

PATHWAY

Pernikahan penderita talasemia carier

Penurunan penyakit secara resesif

Gangguan sintesis rantai globin dan (kromosom 11 dan 16)

Pembentukan rantai dan diretikulosef tidak seimbang

Rantai kurang terbentuk dibanding rantai

Rantai kurang dibanding

Rantai yang terbentuk tidak cukup

Rantai tidak terbentuk sama sekal

Thalasemia thalasemia

Pembentukan rantai dan

Pembentukan rantai dan kurang

Penimbunan dan pengendapan rantai dan yang berlebihan

Tidak terbentuknya HBA (2 dan 2)

Akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan (terbentuknya inclussion bodies)

Endapan menempel pada dinding eritrosit

Dinding eritrosit rusak

Hemolisis

Eritrosit darah tidak efektif dan penghancuran pre kurson eritrosit di intra medular
(sumsum tulang)

Sintesis HB kuran sehingga eritrosit hipokron dan mikrositer

Hemolisis eritrosit yang imatur

THALASEMIA

Penurunan suplai darah ke jaringan

Pengikatan O2 oleh eritrosit menurun

Tubuh merespon dengan pembentukan eritroprotein

Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan menurun

Aliran darah ke organ vital dan seluruh jaringan menurun

Merangsang

eritropoesis

Metabolisme sel metabolisme

Suplai O2 dan nutrisi tidak adekuat

Eritrosit yang terbentuk immatur dan mudah lisis

Perubahan pembentukan ATP

Perfusi jaringan terganggu

Penurunan HB

Energi yang dihasilkan menurun

Perubahan perfusi jaringan

Transfusi

Kelemahan fisik

Terjadi penumpukan Fe di organ (hemokromotosis0

Inteleransi aktifitas

Defisit sirkulasi

Liver

Limfa

Perubahan sirkulasi

Hepatomegall / sirosis

splenomegall

Kerusakan kulit

splenektomi

Resiko kerusakan integritas kulit

Anoreksia

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Resiko infeksi

D.

MANIFESTASI KLINIS

Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.

1.
Thalasemia minor (talasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering
tidak terdeteksi.

2.
Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.

a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, peningkatan BB dan pembesaran limpa.

b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap,
kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan
keterlambatan perkembangan seksual.

3.
Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan:

a.

Splenomegalli

b. Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala,


tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.

c. Komplikasi jantung, seperti aritmaia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.

d. Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.

e.

Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.

f.

Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.

g.

Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin

4.
Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yagn dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebardebar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah.
Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena
penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih
keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi
tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung

maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam
(fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis :

1.
Mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 6
bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.

2.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma.

3.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat
transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid,
dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.

4.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.

5.
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang,

hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran


kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

6.
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

7.
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin
patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS.

8.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat
karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.

9.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.

E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.
Studi hematologi : terdapat perubahan perubahan pada sel darah merah,
yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang
immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.

b.

Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin

c.
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama
seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia
sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.

d.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase
Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

F.

PENATALAKSAAN

a. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian
sel darah merah sebaiknya 10 20 ml/kg berat badan.

b. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan.


Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih
rendah dari desferal dan memberikan bahaya fibrosis hati.

c. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda


tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat
besarnya limpa.

d. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.

ASUHAN KEPERAWATAN

A.

Pengkajian

1.

Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial)


seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

2.

Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

3.

Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4.

Pertumbuhan dan Perkembangan

Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak


masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil
untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak
ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.

5.

Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.

6.

Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.

7.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.

8.

Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core ANC)

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

9.

a.

b.

Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia

KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.

Kepala dan bentuk muka

Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata
lebar, tulang dahi terlihat lebar.

c.

Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan

d.

Mulut dan bibir terlihat kehitaman

e.
Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.

f.
Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).

g.
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal

h.
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis
bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia
kronik.

i.
Kulit : Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B. Diagnosa Keperawatan

1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O 2ke sel.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


O2 dan kebutuhan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan


untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

4.
Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.

5.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

6.
Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

C.

Intervensi

Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler


yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.

Kriteria hasil :

1.

Tidak terjadi palpitasi

2.

Kulit tidak pucat

3.

Membran mukosa lembab

4.

Keluaran urine adekuat

5.

Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen

6.

Tidak terjadi perubahan tekanan darah

7.

Orientasi klien baik.

8.

Rencana keperawatan / intervensi :

9.
Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dasar kuku.

10. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien
dengan hipotensi).

11. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.

12. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.

13. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat
sesuai indikasi.

14. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.

15. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.

16. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai


O2 dan kebutuhan.

Kriteria hasil :

Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan


Tb masih dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

1.
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan
kesulitan dalam beraktivitas.

2.

Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.

3.

Catat respin terhadap tingkat aktivitas.

4.

Berikan lingkungan yang tenang.

5.

Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.

6.

Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

7.

Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.

8.

Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.

9.

Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.

10. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai


toleransi.

11. Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi
nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

Kriteria hasil :

1.

Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.

2.

Tidak ada malnutrisi.

Intervensi :

1.

Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

2.

Observasi dan catat masukan makanan pasien.

3.

Timbang BB tiap hari.

4.

Beri makanan sedikit tapi sering.

5.
Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang
berhubungan.

6.

Pertahankan higiene mulut yang baik.

7.

Kolaborasi dengan ahli gizi.

8.

Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.

9.
Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe
tidak dianjurkan.

Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


sirkulasi dan novrologis.

Kriteria hasil : kulit utuh.

Intervensi :

1.
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema
dan ekskoriasi.

2.

Ubah posisi secara periodik.

3.

Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat:


penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

Kriteria hasil :

1.

Tidak ada demam

2.

Tidak ada drainage purulen atau eritema

3.

Ada peningkatan penyembuhan luka

4.

Intervensi :

5.

Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.

6.

Dorong perubahan ambulasi yang sering.

7.

Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.

8.

Pantau dan batasi pengunjung.

9.

Pantau tanda-tanda vital.

10. Kolaboran dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius,
2000

Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Alih Bahasa R.F. Maulany.
Jakarta : EGC, 2001

Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1.Jakarta, 2001.

Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing


Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.

Doenges, Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.

Nursalam.2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Wahyudi, Gusri. Diakses pada tanggal 23 maret 2014. Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Thalasemia. (http://askepseindonesia.blogspot.com/2011/06/askepthalasemia.html )

Anda mungkin juga menyukai