A.
DEFINISI
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel
darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120
hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan
infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimanamestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada
di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen
dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi.
Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang
dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi
tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara
normal. Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat
dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino
yang membentuk hemoglobin (Ganie, 2004).
Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang
berarti lautan dan anaemia (weak blood). Perkataan Thalassa digunakan karena
gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negaranegara sekitar Mediterranean (TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan
pada kelompok hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin
spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Nama Mediterranean anemia
yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena kondisi ini bisa
ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik pada
daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).
Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang
menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul
hemoglobin (Hb).
B.
KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai atau . Dua kromosom 11 mempunyai satu gen pada
setiap kromosom (total dua gen ) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua
gen pada setiap kromosom (total empat gen ). Oleh karena itu satu protein Hb
mempunyai dua subunit dan dua subunit . Secara normal setiap gen globin
memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin ,
menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila
gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas
pada gen globin akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan
abnormalitas pada gen rantai globin dapat menyebabkan defek yang menyeluruh
atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
1.
a.
Thalassemia
Oleh karena terjadi duplikasi gen (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka
akan terdapat total empat gen (/). Delesi gen sering terjadi pada
Thalassemia maka terminologi untuk Thalassemia tergantung terhadap delesi
yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama
(cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen dilabel + sedangkan pada dua
gen dilabel o (Sachdeva, 2006).
1)
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein sehingga secara
umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus
untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa
menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2)
Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia
ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka
merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).
3)
Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan
transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai dan
menyebabkan akumulasi rantai di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb
yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ 4) (Wiwanitkit, 2007).
4)
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di
dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan
oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai menyebabkan kelebihan rantai
(diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai menghasilkan masing-masing
hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (4 / Hb Bart, afiniti terhadap
oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (4, tidak stabil) (Sachdeva,
2006).
b.
Thalasemia
2)
Salah satu gen adalah normal () sedangkan satu lagi abnormal, sama ada +
atau o. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan
biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat
ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu
gen yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi yang normal
masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik,
hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007). Penurunan ringan pada sistesis rantai globin
menurunkan produksi hemoglobin. Rantai yang berlebihan diseimbangkan oleh
peningkatan produksi rantai di mana keduanya akan berikatan membentuk
6)
Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak,
2007).
2
2.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS
PRECISE, 2010)
a.
Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam
darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya
pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu,
juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si
penderita harus menjalani transfusi darah.
b.
Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun
individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia
mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan
sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan
tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah
di sepanjang hidupnya
3.
1.
2.
3.
Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya
diduga berdekatan).
4.
C.
ETIOLOGI
D.
PATOFISIOLOGI
Hemoglobin
Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat
besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida.
Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa () dan 2
rantai beta () yaitu HbA (22 = 97%), sebagian lagi HbA2 (22 = 2,5%) dan
sisanya HbF (22) kira-kira 0,5%.
Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam
kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ
yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang
Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan oleh
gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses
pengaturannya, yaitu kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek
autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster gen globin- yang terletak pada lengan pendek
autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin- secara berurutan mulai dari 5 sampai
3 yaitu gen 5-2-1-2-1-2-1-1-3 (Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster
gen globin- terdiri dari gen 5--G-A----3
Hemoglobin normal adalah terdiri dari dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai
alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara
terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena
defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial
dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA
pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi
berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak
efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
Pathway :
E.
GEJALA KLINIS
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak
jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).
Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor).
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia
hemolitik (Tamam, 2009)
Talasemia- dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan,
yakni (1) Talasemia- minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2)
Talasemia- mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi
darah. (3) Talasemia- intermedia: gejala di antara Talasemia mayor dan minor.
Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia- (silent carrier)
(Atmakusuma, 2009).
Thalasemia Mayor:
Pucat
Lemah
Anoreksia
Sesak napas
Peka rangsang
Thalasemia Minor
Pucat
Hitung sel darah merah normal
Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang
F.
KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah
yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar,
limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan.
Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan
trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
(Hassan dan Alatas, 2002)
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis,
diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada
hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Screening test
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.
b.
Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).
d.
Model matematika
2.
a.
Definitive test
Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F
0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai
80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada
Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2%
dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun,
elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b.
Kromatografi hemoglobin
Molecular diagnosis
H.
PENCEGAHAN
Penapisan (Screening)
a.
Karena karier Talasemia bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi
dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak
mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
b.
Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal
dan terminasi kehamilan pada fetus dengan Talasemia berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan
premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program
konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Permono, &
Ugrasena, 2006).
Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras.
Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran
Talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada Talasemia
. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai
. Penting untuk membedakan Talasemia o(-/) dan Talasemia +(-/-), pada
kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia o homozigot.
Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia
heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai utuh, kemungkinannya adalah
Talasemia non delesi atau Talasemia dengan HbA2 normal. Kedua hal ini
dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa
Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural
Hb (Permono, & Ugrasena, 2006).
2.
Diagnosis Prenatal
I.
PENATALAKSANAAN MEDIS
untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan
dalam waktu lebih dari 12 jam.
Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi).
Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk
yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas,
2002; Herdata, 2008)
1.
Medikamentosa
Bedah
Suportif
Tranfusi Darah
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.
J.
PENGKAJIAN
1.
Asal keturunan/kewarganegaraan
2.
Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 6
tahun.
3.
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
4.
Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6.
Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7.
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami
oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
9.
Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
a.
Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
b.
d.
e.
Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
f.
Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
g.
Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya.
h.
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai
tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
i.
Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
K.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2.
3.
PK: Perdarahan
4.
5.
6.
7.
L.
RENCANA KEPERAWATAN
N
o
DIAGNOSA
1.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
b.d berkurangnya
komponen seluler
yang
menghantarkan
oksigen/nutrisi
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
NOC
NIC
Perfusi Jaringan :
Perifer
Status sirkulasi
Kriteria Hasil:
Klien menunjukkan
perfusi jaringan yang
adekuat yang
ditunjukkan dengan
terabanya nadi perifer,
1.
Intoleransi
aktifitas b.d tidak
seimbangnya
kebutuhan dan
suplai oksigen
NOC
NIC
Konservasi
Energi
ADL
Perawatan Diri:
Kriteria Hasil:
Klien dapat
melakukan aktifitas
yang dianjurkan
1.
Manajemen energi
Definisi: Mengatur
penggunaan energi untuk
mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
dengan tetap
mempertahankan
tekanan darah, nadi,
dan frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal
1. Tentukan keterbatasan
aktifitas fisik pasien
2. Kaji persepsi pasien
tentang penyebab
kelelahan yang
dialaminya
3. Dorong pengungkapan
peraaan klien tentang
adanya kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopulmonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas
9. Monitor respon
oksigenasi pasien
selama aktifitas
10.Ajari pasien untuk
mengenali tanda dan
gejala kelelahan
sehingga dapat
mengurangi aktifitasnya.
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung,
trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat
3.
Ketidakseimbanga
n nitrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh b.d
anoreksia
NOC
NIC
Status Nutrisi
Status Nutrisi:
Energi
Kontrol Berat
Badan
Kriteria Hasil : Klien
menunjukkan
Pencapaian berat
badan normal yang
diharapkan
Berat badan
sesuai dengan umur
dan tinggi badan
1.
Manajemen Nutrisi
Bebas dari tanda
malnutrisi
(TKTP)
4.
Anjurkan masukan kalori
yang tepat yang sesuai dengan
kebutuhan energi
5.
Sajikan diit dalam
keadaan hangat
2.
Monitor Nutrisi
dan perkembangan.
4.
Kelelahan b.d
malnutrisi, kondisi
sakit
NOC
Konservasi
Energi
Kriteria Hasil: Klien
menunjukkan
Istirahat dan
aktivitas seimbang
Mengetahui
keterbatasanan
energinya
Mengubah gaya
hidup sesuai tingkat
energi
Memelihara
nutrisi yang adekuat
Energi yang
cukup untuk
beraktifitas
NIC
1. Manajemen energi
Definisi: Mengatur
penggunaan energi untuk
mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi
Aktifitas:
1. Tentukan keterbatasan
aktifitas fisik klien
2. Kaji persepsi pasien
tentang penyebab
kelelahan
3. Dorong pengungkapan
perasaan tentang
kelemahan fisik
4. Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan
sumber energi yang
cukup
5. Konsultasi dengan ahli
gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
6. Monitor respon
kardiopumonari
terhadap aktifitas
(seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna
kulit, tekanan darah)
7. Monitor pola dan
kuantitas tidur
8. Bantu klien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas
2. Terapi Oksigen
Definisi: Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya
Aktifitas:
1. Bersihkan mulut, hidung,
trakea bila ada secret
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
4. Monitor aliran oksigen
sesuai program
5. Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan
alat
3. Manajemen cairan
Definisi: Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat
kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti
5.
PK: Perdarahan
Mencegah/
meminimalkan
terjadinya perdarahan
Aktifitas
1. Monitor tanda-tanda
perdarahan dan perubahan
tanda vital
2. Monitor hasil laboratoium,
seperti Hb, angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit, dll
3. Gunakan alat-alat yang
aman untuk mencegah
perdarahan (sikat gigi yang
lembut, dll)
(
6.
NOC
NIC
Mengontrol Nyeri
Menunjukkan
tingkat nyeri
1.
Manajemen nyeri
Mengenali faktor
penyebab
Mengenali
lamanya (onset ) sakit
Menggunakan
cara non analgetik
untuk mengurangi
nyeri
Menggunakan
analgetik sesuai
kebutuhan
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
7. Kurangi faktor pencetus
nyeri pada pasien
2. Pemberian analgetik
Definisi: Penggunaan agen
farmakologi untuk
menghentikan atau
mengurangi nyeri.
Aktifitas:
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi pada
pasien
4. Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri,
rute pemberian, dan
dosis optimal
5. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
6. Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
7. Monitor respon klien
terhadap penggunaan
analgetik
7.
Kecemasan (orang
tua) b.d kurang
pengetahuan
NOC :
NIC
Kontrol
Kecemasan
1.
Kriteria Hasil :
Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan
menunjukkan teknik
untuk mengontrol
cemas
Postur tubuh,
ekspresi wajah, bahasa
tubuh, dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.
Menunjukkan
peningkatan
konsentrasi dan akurasi
dalam berpikir
Menurunkan cemas
9.
Bantu pasien mengenal
penyebab kecemasan
10. Dorong pasien/keluarga
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
tentang penyakit
11. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
(sepert tarik napas
dalam, distraksi, dll)
12. Kolaborasi pemberian obat
untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2.Media
Aesculapius Fkul.
Hartoyo, Edi, dkk. 2006. Standar Pelayanan Medis. Fakultas KedokteraanUnlam /
RSUD Ulin Banjarmasin.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby
Year Book: USA
North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
PENGERTIAN
3.
Talasemia minor, tidak mempunyai gejala tetapi terdapat perubahan dalam
darah. alasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen
talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda talasemia atau pembawa.
2.
ETIOLOGI
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Faktor genetik
yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan
Thalasemia (homozigot).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut terjadi karena gangguan struktural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) dan atau gangguan jumlah (salah
satu/beberapa) rantai globin.
3.
PATOFISIOLOGI
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan polipeptida rantai alfa dan dua
rantai beta . Pada beta thalasemia adalah tidak adanya atau kurangnya rantai beta
dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit
membawa oksigen. Adanya suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alfa,
tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan
hemoglobin defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi
hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan dalam rantai alfa ditemukan pada thalasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alfa. Kelebihan rantai polipeptida kini
mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrositik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stbil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Produksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC
diluar menjadi eritropoetik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus-menerus
pada suatu dasar kronik. Dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
4.
MANIFESTASI KLINIS
Kelesuan.
2.
3.
Sesak nafas.
4.
5.
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1 tahun.
Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
dengan umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya
gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati yang
diraba. Adanya pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak sipasien
karena kemampuannya terbatas. Limfa yang membesar ini akan mudah rupture
karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal
hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini disebabkan
karena adanya gangguan perkembangan ketulang muka dan tengkorak, gambaran
radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar korteks tipis dan trabekula
besar.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%. Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik
hipokromik, retikulosit meningkat, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target
(fragmentasi dan banyak sel normoblas).
b.
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin
patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat
meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan
sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata
ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta. Hiperplasi
sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil. Granula Fe
(dengan pengecatan Prussian biru) meningkat. Pemeriksaan pedigree: kedua
orangtua pasien thalasemia mayor merupakan trait (carrier).
c.
Pemeriksaan lain :
Foto Rontgen tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Foto tulang pipih dan ujung
tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
6.
KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah
yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah
tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa,
kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang
ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.
Secara umum komplikasi thalassemia antara lain :
a.
Fraktur patologi
b.
Hepatosplenomegali
c.
Gangguan tumbang
d.
Disfungsi organ
e.
Gagal jantung
f.
Hemosiderosis
g.
Hemokromatosis
h.
infeksi
7.
PROGNOSIS
Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai
usia dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan
pemberian chaleting agents untuk mengurangi hemosiderosis (harganya pun
mahal, pada umumnya tidak terjangkau oleh penduduk negara berkembang).
Thalasemia tumor trait dan Thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai
prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa.
8.
a.
PENCEGAHAN
Pencegahan primer :
b.
Pencegahan sekunder :
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia
heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma
berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot
terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya
normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu
kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin
sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk,
1996)
9.
PENATALAKSANAAN
a.
Medikamentosa
Bedah
c.
Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 11 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian sel darah merah sebaiknya10-20 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.
d.
Pada sedikit kasus transplantasi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur
1 atau 2 tahun dari saudara kandung dengan HIA cocok (HIA-Matched Sibling). Pada
saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus.
e.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.
Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
c.
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d.
e.
Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
f.
Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
g.
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
i.
KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali)
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis
bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia
kronik.
Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mencerna makanan
b.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(Penurunan Hemoglobin)
c.
d.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen
3.
INTERVESI KEPERAWATAN
Diagnosa I
Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mencerna makanan
NOC:
1)
Status nutrisi
2)
Kriteria Hasil:
NIC:
1)
Management nutrisi
1.3 Tawarkan pasien makanan tinggi protein, tinggi kalori, makanan dan minuman
yang bergizi yang bisa dikonsumsi
2)
Diagnosa II
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (Penurunan
Hemoglobin)
NOC:
1)
Kontrol resiko
2)
Status imun
Kriteria Hasil:
Suhu tubuh
Observasi demam
Malaise
NIC:
1)
1.1 kaji riwayat kesehatan dan obat yang dahulu pernah digunakan
1.2 konsultasi dengan farmakologi
2)
Kontrol Infeksi
Diagnosa III
Status sirkulasi
2)
Kriteria Hasil:
NIC:
1)
Circulatory Precautions
1.1 Lakukan pengkajian komperhensif sirkulasi perifer (Cek nadi perifer edema,
kapilari refill, warna kulit dan temperature)
2)
Skin surveillance
2.1 Observasi ekstremitas yaitu warna, kehangatan, bengkak, nadi, tekstur, edema
dan ulserasi
2.2 Monitor infeksi
Diagnosa IV
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan oksigen
NOC:
1)
2)
Kriteria Hasil:
NIC :
1)
Terapi Oksigen
Disritmia Management
3)
DAFTAR PUSTAKA
Dorland.1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Ed. 9). Jakarta : EGC
Dochterman, Joanne McCloskey, dkk. 2004. Nursing Intervention Classification
Fourth Edition. Mosby
Editors, Moorhead, Sue, dkk. 2007. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition.
Mosby
NANDA. 2012. Dianosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta :
EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta :EGC
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Wong.2001. Maternal Child Nursing Care. Edisi 2. Mosby
Bambang yuwono dalam situs web askeptalasemia.blogspot.com
A.
Pengertian
B.
Etiologi
C.
Gambaran Klinik
Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang
dari 1 tahun. Gejala yang tampak adalah anak lemah, pucat, perkembangan fisik
tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering
dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa
dan hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut
D.
Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta
thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada
suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive.
Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia
dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau
terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan
menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino
tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai
alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan,
1985 : 49)
E.
Pohon Masalah
F.
Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
c.
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan gaya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah mencapai O (Not)
d.
%
e.
Hemoglobin pasien mengandung kadar Hbf yang tinggi biasanya lebih dari 30
Kadang-kadang ditemukan pada hemoglobin patologik.
f.
Pada umumnya pasien dengan talasemia juga mempunyai Hbe maupun Hbs
secara klinis lebih ringan dari pada talasemia mayor. (Hassan, 1985 : 444)
G.
Penatalaksanaan
1.
Memberikan transfusi hingga Hb mencapai 10 gram/dl. Komplikasi dari
pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
pemupukan zat besi yang disebut hemosiderotis ini dapat dicegah dengan
pemberian deferoxamine (Desferal)
2.
S. Plenectomy ; dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen
(transfusi) (Suriadi, 2001 : 26)
H.
Komplikasi
1.
Fraktur patologi
2.
Hepatosplenomegaly
3.
4.
Difungsi organ, seperti : hepar, limpa, kulit jantung (Suriadi, 2001 : 24)
Diagnosa Keperawatan:
1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen
seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen.
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.
Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
Intervensi :
a.
Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi
fisik dan tugas perkembangan anak.
b.
Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan
mencatat adanya respon fifiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung,
peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
c.
Memberikan informasi kepada psien atau keluarga untuk berhenti melakukan
aktivitas jika terjadi gejala-gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan
darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan.
d.
Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai
dengan kemampuan anak.
e.
Mengajarkan kepada orang tua tehnik memberikan reinforcement terhadap
partisipasi anak dirumah.
f.
Membuat jadwal aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim
kesehatan lain.
g.
Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang
kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan melakukan
aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya selera makan.
Intervensi :
a.
Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak
meningkat.
b.
Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi.
c.
d.
4.
Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak
terhadap fungsi keluarga.
Intervensi:
a.
Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai
dengan realita yang ada.
b.
Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan
penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang diderita anak.
c.
Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan
realistis terhadap anak.
d.
Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber
dimasyarakat (pengobatan, keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuain
keluarga terhadap penyakit anak. (Suriadi, 2001 : 27 28).
DAFTAR PUSTAKA
http://www.karimunjawablog.blogspot.com/kumpulanaskep/talasemia
Mansjoer, Arif. dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, FKUI : Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit , Edisi I, Setiawan EGC : Jakarta.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.
Hassan, Rusepno, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. FKUI : Jakarta.
A. Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek
( kurang dari 100 hari ).
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor
( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia)
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
* Fraktur patologis
* Hepatosplenomegali
* Gangguan Tumbuh Kembang
* Disfungsi organ
Klasifikasi Thalasemia
Secara molekuler talasemia dibedakan atas :
1. Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2. Thalasemia b (gangguan p[embentukan rantai b)
3. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya
diduga berdekatan).
4. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis
* Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa
dan dua rantai beta.
* Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam
molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa
oksigen.
* Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia
dan atau hemosiderosis.
* Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada
thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan
Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
* Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar
menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu
dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya
sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone
marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Pemeriksaan Penunjang
* Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah :
- Hb : Kadar Hb 3 9 g%
- Pewarnaan SDM :
Anisositosis, poikilositosis, hipokromia berat,target cell, tear drop cell.
Gambaran sumsum tulang
eritripoesis hiperaktif
Elektroforesis Hb :
- Thalasemia alfa : ditemukan Hb Barts dan Hb H
- Thalasemia beta : kadar Hb F bervariasi antara 10 90 % ( N : <= 1 % )
F. Fokus pengkajian
1. Pengkajian fisik
a. melakukan pemeriksaan fisik
b. kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia (pucat, lemah,
sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan dada, menurunnya aktivitas,
anorexia, epistaksis berlang )
c. Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Pengkajian umum
a. Pertumbuhan yang terhambat
b. Anemia kronik
c. Kematangan sexual yang tertunda.
rumah sakit.
9. Beri dukungan kepada anak dan keluarga.
10. Anjurkan anggota keluarga melakukan screening BBL dan anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecilly L Betz, Buku saku keperawatan pediatri, Ed 3. EGC Jakarta;2002
2. Doenges, Moorhouse, Geissler, Rencana asuhan keperawatan, pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pesien. EGC Jakarta;2000
3. Mansjoer, Kapita selekta kedokteran Ed 3, jilid 2 Media Aesculapius Jakarta : 1999
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Menurut Suriadi, Rita Yuliani,tahun 2001. Thalasemia adalah suatu gangguan darah
yang diturunkan yang ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada
hemoglobin.
B.
ETIOLOGI
Dalam buku ilmu kesehatan anak yang ditulis FKUI tahun 2007, etiologi dari
penyakit talassemiaadalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan
pembentukan yang disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin
(hemoglobin abnormal).
C.
PATOFISIOLOGI
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
PATHWAY
Thalasemia thalasemia
Hemolisis
Eritrosit darah tidak efektif dan penghancuran pre kurson eritrosit di intra medular
(sumsum tulang)
THALASEMIA
Merangsang
eritropoesis
Penurunan HB
Transfusi
Kelemahan fisik
Inteleransi aktifitas
Defisit sirkulasi
Liver
Limfa
Perubahan sirkulasi
Hepatomegall / sirosis
splenomegall
Kerusakan kulit
splenektomi
Anoreksia
Resiko infeksi
D.
MANIFESTASI KLINIS
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi.
Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1.
Thalasemia minor (talasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala
berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering
tidak terdeteksi.
2.
Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6
bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, peningkatan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas,
kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap,
kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan
keterlambatan perkembangan seksual.
3.
Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan:
a.
Splenomegalli
c. Komplikasi jantung, seperti aritmaia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot
jantung.
e.
f.
Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g.
4.
Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yagn dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan
beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebardebar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah.
Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena
penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih
keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi
tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung
maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam
(fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.
Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya
gejala klinis :
1.
Mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 6
bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel
darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan
volume plasma.
3.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa
deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat
transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid,
dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4.
Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5.
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang,
6.
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
7.
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi
(IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin
memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin
patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS.
8.
Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat
karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
9.
Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan
peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis
rantai beta.
E.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Studi hematologi : terdapat perubahan perubahan pada sel darah merah,
yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang
immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
b.
c.
Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama
seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia
sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
d.
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase
Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
F.
PENATALAKSAAN
a. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian
sel darah merah sebaiknya 10 20 ml/kg berat badan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
2.
Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor
biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3.
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.
5.
Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak
sesuai usia.
6.
Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7.
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua
juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia
mayor.
8.
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan
resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9.
a.
b.
KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala
membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata
lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c.
d.
e.
Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f.
Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek
nomegali).
g.
Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
h.
Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis
bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia
kronik.
i.
Kulit : Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi
warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya
penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman O 2ke sel.
4.
Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan
neurologis.
5.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat,
penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
6.
Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
C.
Intervensi
Kriteria hasil :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dasar kuku.
10. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien
dengan hipotensi).
12. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,
bingung.
13. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat
sesuai indikasi.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1.
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan
kesulitan dalam beraktivitas.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kriteria hasil :
1.
2.
Intervensi :
1.
2.
3.
4.
5.
Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang
berhubungan.
6.
7.
8.
Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
9.
Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe
tidak dianjurkan.
Intervensi :
1.
Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema
dan ekskoriasi.
2.
3.
Kriteria hasil :
1.
2.
3.
4.
Intervensi :
5.
6.
7.
8.
9.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius,
2000
Sacharin, Rossa M. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Alih Bahasa R.F. Maulany.
Jakarta : EGC, 2001
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1.Jakarta, 2001.
Wahyudi, Gusri. Diakses pada tanggal 23 maret 2014. Laporan Pendahuluan Asuhan
Keperawatan Thalasemia. (http://askepseindonesia.blogspot.com/2011/06/askepthalasemia.html )