Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang memiliki resiko
tinggi dalam aspek keselamatan kerja dan keselamatan operasi serta berpotensi
mengganggu lingkungan hidup dimana penambangan oleh manusia (pekerja) dengan
bantuan alat mekanis dilakukan terhadap sumberdaya mineral dan batubara yang
tidak dapat dilepaskan dari lingkungan pembentukannya di bumi. Daerah dengan
tatanan geologis tertentu akan menghasilkan sumberdaya serta cadangan mineral dan
batubara yang ekonomis.
Bagi daerah tertentu, kehadiran mineral dan batubara dapat menjadi penopang
atau bahkan tulang punggung pendapatan daerah. Oleh karena itu, pertambangan
memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan di suatu daerah karena umumnya
tambang berlokasi di remote area yang akhirnya dapat membuka akses dan
meningkatkan infrastruktur di sekitar lokasi tersebut.
Adapun penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik pada pengusahaan
mineral dan batubara sebagaimana amanat UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, salah satunya adalah melaksanakan kewajiban
pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan serta pengelolaan dan
pemantauan lingkungan pertambangan, yaitu :
a. Ps. 95 (a) mengamanatkan bahwa, pemegang IUP wajib menerapkan kaidah
teknik pertambangan yang baik.
b. Ps. 96. Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP
wajib melaksanakan, antara lain :
1) Ketentuan K3 pertambangan
2) Keselamatan operasi pertambangan
3) Pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk reklamasi
dan pascatambang
4) Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara

5) Pengelolaan sisa tambang dari kegiatan pertambangan dalambentuk padat,


cair, atau gas sampai memenuhi baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke
media lingkungan
Implementasi amanat undang-undang tersebut harus diiringi komitmen yang
tinggi untuk melindungi keselamatan pekerja dan operasi pertambangan, paralel
dengan upaya perlindungan serta pencegahan terjadinya gangguan terhadap
lingkungan hidup. Apalagi kita hanya memiliki satu kali kesempatan saja dalam
upaya pemanfaatan sumberdaya mineral dan batubara, sehingga kita harus
bersungguh-sungguh dalam upaya melakukan transformasi non-renewable asset ini
menjadi renewable asset.
Aktivitas pertambangan haruslah dijalankan secara berkelanjutan karena
sifatnya yang sementara atau jangka pendek dan mengambil sumberdaya yang tak
terpulihkan (un-renewable resources). Pemulihan lahan yang terganggu akibat
aktivitas pertambangan harus dioptimalkan sehingga menjadi lahan yang produktif.
Selain itu, manfaat dari aktivitas pertambangan perlu dikonversi ke dalam bentuk lain
(transformasi manfaat) agar pembangunan tetap dapat berlanjut dan tetap
memberikan manfaat kesejahteraan di daerah sekitarnya.
Konsep pembangunan dan pemanfaatan berkelanjutan merupakan konsep yang
memadukan aspek sosial budaya, lingkungan hidup dan pembangunan dalam upaya
mensejahterakan umat manusia di bumi ini. Atau dengan kata lain, memanfaatkan
seefisien mungkin sumberdaya yang ada melalui peningkatan dan konversi nilai
tambah dengan mengedepankan nilai lingkungan dan keadilan sosial serta tetap
memberikan kesempatan pada generasi mendatang untuk menikmati sumberdaya
tersebut. Konsep tersebut berlandaskan pada isu demokrasi, keadilan dan pemerataan
yang sifatnya lintas generasi dan perlu melibatkan seluruh stake holders.
Konsep ini juga menekankan pentingnya pengelolaan keteknikan, wawasan
sosial kemasyarakatan serta pendekatan lingkungan yang terpadu. Hal inilah yang
kemudian dilebur untuk diterapkan dalam praktek pengelolaan tambang yang benar
(Good Mining Practice). Good Mining Practice dapat dijelaskan sebagai aktivitas
pertambangan yang memenuhi kriteria, kaidah maupun norma-norma menambang
yang tepat, sehingga pemanfaatan mineral memberikan hasil optimal dan mengurangi
dampak negatif yang terjadi.

Salah satu isu yang senantiasa hadir ketika berbicara industri pertambangan
adalah Air Asam Tambang. Industri Pertambangan memang akan selalu berbenturan
dengan isu lingkungan. Air asam tambang atau biasa juga dikenal sebagai Acid Mine
Drainage (AMD) atau Acid Rock Drainage (ARD) adalah kondisi dimana air di
dalam atau sekitar area pertambangan memiliki kadar keasamanan yang sangat
tinggi, biasanya diindikasikan dengan nilai PH < 5.
Air Asam Tambang dengan ciri tingkat keasaman yang sangat tinggi (PH<5)
adalah pencemaran jangka panjang, dibeberapa kasus Air Asam Tambang bahkan
masih ada ratusan tahun setelah Pit Tambang sumber AAT sudah selesai. Kondisi air
dengan tingkat keasaman tinggi ini tentu tidak baik baik biota air dan untuk konsumsi
masyarakat. Belum lagi karena PH yang rendah, sehingga AAT mudah melarutkan
logam. Sebelum melakukan operasi penambangan , sebuah perusahaan tambang
wajib melakukan analisis sumber-sumber yang dapat menyebabkan terbentuknya Air
Asam Tambang ini, terutama mengidentifikasi mana batuan yang mengandung
mineral sulfida mana yang tidak. Dalam industri pertambangan dikenal istilah PAF
untuk lapisan batuan yang terindikasi berpotensi membentuk Asam dan NAF untuk
lapisan batuan yang dinilai tidak berpotensi menyebabkan asam
Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Air Asam Tambang (AAT) Dampak yang
dapat ditimbulkan akibat air asam tambang adalah terjadinya pencemaran
lingkungan, dimana komposisi atau kandungan air di daerah yang terkena dampak
tersebut akan berubah sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah, mengganggu
kesehatan masyarakat sekitarnya, dan dapat mengakibatkan korosi pada peralatan
tambang.
Derajat keasaman tanah yang telah tercemar akibat air asam tambang ini akan
semakin meningkat, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh karena derajat keasaman
tanahnya terlalu tinggi. Apabila air asam tersebut mencemari air tanah maupun aliran
air sungai dimana masyarakat memanfaatkan air tersebut maka dapat mengganggu
kesehatan masyarakat sekitar, diantaranya dapat menimbulkan penyakit diare
maupun penyakit lainnya yang berhubungan dengan pencernaan. Sedangkan air asam
tambang juga dapat mempercepat proses pengkaratan pada peralatan tambang,
sehingga perlu penanganan agar pengaruh yang ditimbulkan dari air asam tersebut
tidak merusak peralatan tambang.

2. Rumusan Masalah
1. Pengertian good mining practice dan air asam tambang?
2. Bagaimana ciri dan aplikasi good mining practice?
3. Proses terjadinya air asam tambang dan pengukuran kualitasnya?
4. Bagaimana cara pengendalian air asam tambang?
3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian good mining practice dan air asam tambang.
2. Untuk mengetahui ciri dan aplikasi good mining practice.
3. Untuk mengetahui proses terjadinya air asam tambang dan pengukuran
kualitasnya.
4. Untuk mengetahui cara pengendalian air asam tambang.

BAB II
ISI

1. Good Mining Practice


A. Pengertian good mining practice
Good Mining Practice merupakan seluruh rangkaian proses tahapan
yang dilalui dari awal hingga akhir dengan mengikuti standar, norma, serta
peraturan yang berlaku dengan baik dan benar untuk memperoleh tujuan
pertambangan dengan efisien. Rangkaian proses ini memiliki beberapa ciri
utama seperti peduli lingkungan, peduli kesehatan, keselamatan, dan keamanan
lingkungan kerja, menerapkkan prinsip konservasi, memiliki nilai tambah, dan
dapat mengoptimalisasikan proses penambangan. Seperti contoh :
B. Ciri dan aplikasi good mining practice
Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, ada beberapa ciri Good Mining Practice, antara lain:
1) Kepedulian terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) serta
keselamatan operasi pertambangan;
2) Penerapan kaidah lindung lingkungan dengan melakukan pengelolaan dan
pemantauan

lingkungan

pertambangan,

termasuk

reklamasi

serta

pascatambang;
3) Pengelolaan semua sisa/residu dari kegiatan pertambangan dalam bentuk
padat, cair, atau gas sampai memenuhi baku mutu lingkungan sebelum di
lepas ke media lingkungan;
4) Penerapan prinsip konservasi sumberdaya dan cadangan;
5) Menciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat
sekitar;
6) Kepatuhan terhadap hukum dan perundangan yang berlaku;
7) Menggunakan standarisasi keteknikan dan teknologi pertambangan yang
tepat dalam aktivitasnya;
8) Pengembangan potensi dan kesejahteraan masyarakat setempat terutama
dari optimalisasi dan konversi pemanfaatan mineral;
9) Menjamin

keberlanjutan

kegiatan

pascatambang (mine closure);

pembangunan

setelah

periode

10) Memberikan benefit yang memadai bagi investor.


Adapun dalam hal aplikasi, maka konsep Good Mining Practice dapat
diterapkan sebagai berikut:
1) Eksplorasi dengan presisi tinggi
Kegiatan eksplorasi untuk mengetahui karakteristik sumberdaya dan
cadangan bahan tambang (mineral dan batubara) dilakukan dengan
menggunakan teknologi eksplorasi yang ada, untuk memastikan sumberdaya
dan cadangan bahan tambang yang tersedia benar-benar dapat dikelola
semaksimal mungkin.
2) Pemilihan teknologi yang tepat (recovery)
Teknik pertambangan yang diterapkan harus benar-benar berpedoman
pada metode penambangan yang efektif, aman dan berwawasan lingkungan,
sesuai kaidah yang berlaku.
3) Efisiensi penggunaan lahan
Melakukan upaya pengendalian erosi dan sedimentasi, dengan: (a)
membuat sarana kendali erosi dan sedimentasi sebelum kegiatan pembukaan
lahan; (b) membatasi luas dan lamanya lahan terbuka; (c) berupaya untuk
menahan sedimen dekat dengan sumbernya; (d) mengalirkan air limpasan
menjauh dari daerah yang terganggu; (e) meminimalkan panjang dan
kemiringan lereng; (f) stabilisasi daerah terganggu sesegera mungkin; (g)
memperlambat kecepatan air limpasan; serta (h) perawatan terhadap sarana
kendali erosi secara berkala.
4) Pengelolaan tanah pucuk dan batuan penutup, pengendalian erosi dan
sedimentasi, serta pengelolaan air asam tambang (AAT)
Pengelolaan batuan penutup, harus dilakukan dengan: (a) mengisikan
kembali batuan penutup ke bekas tambang (backfill/inpit dump); (b)
pemilihan lokasi yang stabil serta tidak ada potensi cadangan; (c) mengikuti
kaidah teknis kajian stabilitas timbunan; (d) serta pengelolaan material
pembangkit asam.
5) Penggunaan air kerja, perlindungan sumber-sumber air
Pengelolaan air kerja serta air limbah pertambangan dalam rangka
perlindungan kualitas perairan umum.

6) Penambangan tuntas
Penambangan harus memiliki tingkat perolehan yang tinggi (tambang
sampai tuntas, habis/total mining), sehingga tidak banyak yang terbuang siasia bahkan tidak tertambang.
7) Reklamasi segera
Melakukan kegiatan reklamasi segera terhadap lahan tambang yang
sudah selesai.
8) Pemantauan lingkungan
Melakukan

kegiatan

pemantauan

kualitas

lingkungan

untuk

mengetahui kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan.


2. Air Asam Tambang
A. Pengertian air asam tambang.
Air Asam Tambang (AAT) Air Asam Tambang (AAT) atau disebut juga
Acid Mine Drainage (AMD), yang disebut juga Acid Rock Drainage (ARD)
terjadi sebagai akibat proses fisika dan kimia yang cukup kompleks yang
melibatkan

beberapa

faktor

dalam

kegiatan

pertambangan.

Kegiatan

pertambangan ini dapat berupa tambang terbuka maupun tambang dalam (bawah
tanah). Umumnya keadaan ini terjadi karena sulfur yang terjadi dalam batuan
teroksidasi secara alamiah (pada proses pembukaan tambang). Selanjutnya
dengan kondisi kelembaban lingkungan yang cukup tinggi akan menyebabkan
oksida sulfur tersebut berubah menjadi asam. Kualitas air digunakan sebagai
pembanding dalam usaha pemantauan ketika tambang sedang berjalan.
Dalam industri pertambangan khususnya konsentrasi lingkungan
tambang, dikenal 2 uji yang berkaitan dengan AAT, yakni : Uji Statik dan Uji
Kinetik. Uji Statik adalah Uji yang digunakan untuk mengidentifikasi mana
unsur yang berpotensi membangkitkan asam atau menetralkan asam. Beberapa
Uji contoh Uji Statik adalah :
1)
2)
3)
4)

Paste PH
Total Sulfur
Acid Neutralizing Capacity (ANC)
Net Acid Generating (NAG)

Sementara Uji Kinetik adalah uji yang digunakan untuk mendapatkan gambaran
laju reaksi pembentukan asam, contoh uji Kinetik adalah column leach test.

B. Proses terbentuknya air asam tambang dan pengukuran kualitasnya.


Proses Terjadinya Air Asam Tambang Prinsip terjadinya air asam
tambang adalah adanya reaksi pembentukan H+ yang merupakan ion pembentuk
asam akibat oksidasi mineral-mineral sulfida dan bereaksi dengan air (H2O).
Kemudian oksidasi dari Fe2+, hidrolisis Fe3+ dan pengendapan logam
hidroksida. Prinsip tersebut bila dilihat secara kimia, sedangkan secara biologi
terjadi air asam tambang akibat adanya bakteri-bakteri tertentu yang sanggup
untuk mempercepat proses (katalisator) dari oksida mineral-mineral sulfida dan
oksidasi-oksidasi besi. Berikut reaksi pembentukan air asam tambang secara
kimia dan secara biologi :
1)

Secara Kimia Oksidasi mineral-mineral sulfida (dalam bentuk pyrit)

yang menyebabkan keasaman dari air asam tambang dapat digambarkan


dengan tiga reaksi :
a) FeS2 + 7/2 O2 + H2O Fe2+ + 2 SO42- + 2 H+
b) Fe2+ + O2 + H+ Fe3+ + H2O
c) Fe3+ + 3 H2O Fe(OH)3 + 3 H+
d) FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O 2 H2SO4 + Fe(OH)3
Persamaan a. menunjukkan oksidasi dari kristal pyrit oleh oksigen,
persamaan b. menunjukkan oksidasi dari ferrous iron (Fe2+) menjadi Ferric
iron

dan

persamaan

c.

menunjukkan

hidrolisis

ferric

iron

dan

pengendapannya menjadi besi hidroksida [Fe(OH)3]. Bila ketiga persamaan


tersebut

dijumlah

akan

memberikan

hubungan

stokiometri

secara

menyeluruh
2) Secara Biologi Kondisi keasaman dari pelapukan ion-ion hidrogen selama
oksidasi dapat pula disebabkan karena adanya aktivitas biologi oleh bakteribakteri. Bakteri tersebut mampu untuk mempercepat proses oksidasi dari
mineral-mineral sulfida dan oksidasi besi serta mendapat energi hasil
pelepasan energi dari proses oksidasi. Bakteri ini termasuk dalam subgroup
strick aerobes, genus trobhasillus, species thiobasillus, ferroxidans (kadangkadang dijumpai Ferrobacillus ferroxidans).
Persamaan reaksi terbentuknya air asam tambang berdasarkan
aktivitas biologi sebagai berikut : FeS2 + H2O + 7/2 O2 Fe2+ + 2 SO42Fe2+ + O2 + 5/2 H2O T.Ferroxidans Fe(OH)3 + 2 H+

+ FeS2 + 7/2

H2O + 15/4 O2 Fe(OH)3 + 2 H2SO4 Dari reaksi kimia dan biologi di

atas dapat dilihat bagaimana terbentuk asam sulfat (H2SO4) yang


merupakan asam kuat, dengan adanya kadar asam sulfat ini menyebabkan
air yang mengalir pada daerah yang terjadi proses kimia dan biologi tersebut
akan bersifat asam, inilah yang disebut air asam tambang. Air asam tambang
ini dapat dikenal dari warna jingga atau merah dari endapan besi hidroksida
di dasar aliran atau bau belerang, tetapi ini tidak selalu terjadi karena ada air
asam tambang yang warnanya agak jernih.
Pengukuran kualitas air dapat ditentukan dari beberapa faktor yaitu :
1) Temperatur Temperatur yang terukur adalah suhu yang dianggap
normal pada daerah tersebut.
2) Derajat keasaman (pH) Nilai pH menunjukkan derajat keasaman
dalam air dinyatakan sebagai logaritma konsentrasi ion H+. Larutan
bersifat asam bila nilai pH kurang dari 7 dan larutan bersifat basa bila
nilai pH lebih dari 7.
3) Kekeruhan dan padatan terlarut Kekeruhan, muatan padat tersuspensi
dan residu terlarut merupakan sifat fisik air yang saling berkait.
Semakin tinggi muatan padat tersuspensi maka semakin tinggi nilai
residu terlarut dan kekeruhan air.
4) Daya hantar listrik (DHL) atau electroconductivity Daya hantar listrik
menggambarkan jumlah ion-ion yang terlarut dalam air.
5) DO Oksigen terlarut merupakan O2 bebas yang terdapat dalam
perairan dan secara kimia tidak bereaksi dengan air serta berperan
dalam proses penguraian bahan organik secara biologis.
6) Logam Kandungan logam-logam dapat mempengaruhi kehidupan
biota air terutama logam berat yang dapat meracuni manusia. Sumbersumber air asam tambang ini antara lain berasal dari kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
a) Air dari lokasi penambangan Lapisan batuan akan terbuka sebagai
akibat dari terkupasnya lapisan tanah penutup, sehingga sulfur yang
terdapat dalam batubara akan mudah teroksidasi dan bila bereaksi
dengan air akan membentuk air asam tambang.
b) Air dari lokasi penimbunan Timbunan batubara dapat menghasilkan air
asam tambang karena adanya kontak langsung dengan udara bebas yang
selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya air. Masalah ini berkaitan
erat dengan proses pembentukan batubara dimana pembentukan

batubara terdapat sulfur dan mineral pengotor yang berupa mineral


sulfida (pyrit). Air lokasi penimbunan ini merupakan sumber air utama
air asam tambang.
C. Pengendalian air asam tambang
Pengendalian Air Asam Tambang Pengendalian air asam tambang secara
umum dapat dilakukan dengan cara :
1)

Pencegahan atau pengendalian proses pembentukan asam Upaya

mencegah dapat dilakukan dengan cara :


a) Mengisolasi mineral sulfida Dengan memisahkan material yang
mengandung mineral sulfida dari air dan udara akan mencegah
terjadinya reaksi oksidasi.
b) Mengendalikan aliran air - Mencegah aliran air permukaan masuk ke
material asam - Mencegah penyerapan air hujan pada material asam
- Mencegah aliran air tanah masuk pada lokasi material asam
2) Mengendalikan perpindahan air asam yang telah terbentuk. Hal ini dapat
dilakukan dengan :
a) Pembuatan saluran penirisan di sepanjang daerah sumber air asam .
b) Pemasangan sistem pipa penirisan di bawah timbunan penghasil air
asam untuk selanjutnya dialirkan ke dalam kolam pengendapan.
3) Menampung dan menetralkan air asam yang telah terbentuk Komposisi air
asam tambang terdiri dari asam sulfat dan besi sulfat. Dalam hal ini besi
sulfat berada dalam bentuk ferro (Fe2+) ataupun ferri (Fe3+). Salah satu
proses pengolahan terhadap air asam tambang ini adalah proses netralisasi
asam dengan senyawa alkali, oksida besi (II) menjadi besi (III) yang tidak
larut dan proses sedimentasi untuk menghasilkan endapan yang berbentuk
Fe3+.

Air asam yang terjadi ditampung pada kolam pengendapan yang

berfungsi sebagai sarana

pemantauan kualitas air sekaligus tempat

penetralan air asam sebelum dilepaskan ke alam.


Dalam metode penanganan dikenal dua istilah :
Keduanya adalah metode untuk melakukan pencegahan, semnetara untuk
melakukan penanganan AAT yang sudah terbentuk maka dilakukan proses
pengapuran.
1) Metode Dry Cover
Metode Dry cover adalah metode mengisolasi atau menutupi batuan
yang dinilai berpotensi membentuk asam dengan lapisan batuan yang dinilai

tidak berpotensi membentuk asam atau dengan batuan NAF. Mengacu pada
prinsip terbentuknya AAT tadi, fungsi lapisan NAF ini adalah agar tidak
terjadi interaksi batuan PAF dengan oksigen ataupun air.
2) Metode Wet Cover
Metode Wet Cover adalah mengisolasi batuan yang berpotensi
membentuk asam di dalam perairan, seperti danau, dasar laut atau di dalam
kolam. Intinya bagaimana memastikan tidak terjadi interkasi dengan
Oksigen. Batuan yang mengandung mineral Sulfida, pada indutri batubara
biasanya terdapat pada lapisan atas batubara (roof), lapisan bawah (floor)
atau juga pada pengotor di lapisan batubara itu sendiri, sehingga perlu sekali
melakukan uji Statik terhadap tiap-tiap lapisan untuk meng-kategorisasi
mana batuan PAF mana NAF.

BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah :
a. Kegiatan eksplorasi untuk mengetahui karakteristik cadangan bahan
tambang dilakukan dengan menggunakan teknologi eksplorasi yang ada,
untuk memastikan cadangan bahan tambang yang tersedia benar-benar
dapat dikelola semaksimal mungkin.
b. Teknik pertambangan yang diterapkan harus benar-bena berpedoman pada
metode penambangan yang efektif, amandan berwawasan lingkungan,
sesuai kaidah yang berlaku. Artinya penambangan harus memiliki tingkat
perolehan yang tinggi (tambang sampai habis-Total mining), sehingga tak
banyak yang terbuang sia-sia bahkan tidak tertambang.
c. Melakukan upaya pengendalian erosi dan sedimentasi, dengan :Membuat
sarana kendali erosi dan sedimentasi sebelumkegiatan pembukaan lahan;

membatasi luas dan lamanya lahan terbuka; berupaya untuk menahan


sedimen dekat sumbernya ; mengalirkan air limpasan menjauh dari daerah
yang terganggu; meminimalkan panjang dan kemiringan lereng; stabilsasi
daerah

terganggu

sesegera

mungkin,

memperlambatkecepatan

air

limpasan; serta perawatan terhadap saranakendali erosi secara berkala


d. Pengelolaan batuan penutup, harus dilakukan dengan :mengisikan kembali
batuan penutup ke bekas tambang; pemilihan lokasi yang stabil, tidak ada
potensi cadangan, mengikuti kaidah teknis kajian stabilitas timbunan, serta
pengelolaan material pembangkit asam.
e. Pengelolaan air kerja serta air limbah pertambangan dalam rangka
perlindungan kualitas perairan umum.
f. Melakukan kegiatan reklamasi segera terhadap lahan tambang yang sudah
selesai.
g. Melakukan kegiatan pemantauan kualitas lingkungan untuk mengetahui
kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan.
2. SARAN
Meningkatkan kepedulian mulai dari diri sendiri untuk menjaga kelestarian
lingkungan sekitar pabrik, melakukan pemeriksaan kadar asam air di sungai sekitar
pabrik secara berkala, memanfaatkan sungai dengan sebaik-baiknya, serta adanya
kerja sama yang bersinergi dari berbagai pihak demi menciptakan lingkungan yang
bersih dan nyaman demi kelangsungan hidup semua makhluk hidup.

Anda mungkin juga menyukai