Penyuluhan Skizo 2
Penyuluhan Skizo 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau pecah,
dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara
afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga
golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan
interpersonal. 3
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas,
serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).
Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap
terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 8
1.2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam
hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai
empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua
juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang
mengidap skizofrenia. 3
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai
1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun.
Beberapa laporan
mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah tetapi
penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap Skizofrenia.4
Berdasarkan jenis kelamin prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat
dalam onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita
25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita. Penyakit yang
satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.3
1.3 ETIOLOGI
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia.
Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala
serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai
kerentanan genetik herediter. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post
mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau
pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain
Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada
beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus
mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi
penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.
2
Gambar 1
www. Cerebromente. Org .br
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita
skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda
psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya
menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan
sebagian pada :
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Rriwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus
obat akut.
diatesis-stres yang paling umum maka diatesis atau stres dapat berupa biologis atau lingkungan
atau keduanya.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (sebagai
contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang terdekat).
Dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik
seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.5
2. Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan
pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara
kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang
menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat
area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses
patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu
dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut
dengan stressor lingkungan dan sosial. 3
3. Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia,
hipoksia
perinatal
akan
meningkatkan
kerentanan
seseorang
terhadap
skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada
orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada
trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
4
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor
dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik
diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala skizofrenia
disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik. 4
Hipotesis Serotonin
Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk skizofrenia menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut
timbul dari dua pengamatan. Pertama, Clozapine, dinyatakan mempunyai khasiat dan potensi
anti psikotik serta berhubungan dengan kemampuannya untuk bertidak sebagai antagonis
reseptor dopaminergik tipe 2 (D2). Kedua, obat-obatan yang meningkatkan dopaminergik, yang
paling jelas adalah amfetamin, yang merupakan salah satu psikotomimetik.
Hipotesis tersebut memiliki dua masalah. Pertama, antagonis dopamin efektif dalam
mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung pada
diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas
dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis dopamin digunakan juga untuk mengobati mania
akut. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin
meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan
obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien ini mungkin
melibatkan keadaan hipodominergik. 5
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel
terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun
penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit
perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena tidak ditemukannya
sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
Gambar 2
Sehat-enak.blogspot.com
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi
umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang
tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai
hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering
dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita
skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia
berpeluang 40%, satu orang tua 12%. 4
Gambar 3
Loss of brain volume associated with schizophrenia is clearly shown by magnetic resonance
imaging (MRI) scans comparing the size of ventricles (butterfly shaped, fluid-filled spaces in the
midbrain) of identical twins, one of whom has schizophrenia (right). The ventricles of the twin
with schizophrenia are larger. This suggests structural brain changes associated with the illness.
Note that such MRI scans cannot be used to diagnose schizophrenia in the general population,
due to normal genetic variation in ventricle size -- many unaffected people have large ventricles.
Source: Daniel Weinberger, M.D. NIMH Clinical Brain Disorders Branch
Faktor Psikososial
1 Teori Tentang Individu Pasien
- Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang
muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan
ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego
(ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego
yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru
terbentuk. Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego yang
mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk turut memperparah symptom skizofrenia.
Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai
respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
7
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan
interpersonal yangyang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang
disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti
seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan
anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien.
Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia
dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien
untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau
harapan terdalam yang dimilikinya.
- Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya
lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi
stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan
mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut
sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik.
Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya
perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul
akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang
mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun
berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia.
Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan
bagi pengidap skizofrenia.
- Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar
pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru
dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal
dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan
meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
- Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga
dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitan dengan perilaku,
sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang
benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari
rasa konfliknya itu.
- Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas
antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis
kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang
antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua
orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
- Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi dengan
menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten. Pada
keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan
menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
- Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin
ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi
emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan
tingkat relapse pada pasien skizofrenia
3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh
dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini
adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.9
1.4 GAMBARAN KLINIS
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase
aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas.
Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu
luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang
dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif /
psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai
gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat
pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau
terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan
fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa
gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial). 4
10
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer dan
sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu
terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain.
Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan sawah.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila dimaksudkan
berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak mempunyai tujuan
tertentu, umpamanya piring-miring, atau dulu waktu hari, jah memang matahari, lalu saya
lari. Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan
dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini
menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal, umpamanya
seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga
dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang
berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts. Bila
suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi
pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak
ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada
inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide
timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
11
12
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak
dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu
memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai
mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal
itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku
demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama,
umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan,
tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi
sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah
timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar,
sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini
oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga
pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan
hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku.
Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada
skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham,
ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau
13
karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin
mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia
terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita
menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya
menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali.
Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan
dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang
tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan
berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.
Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme :
semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini
adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia
(penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi
penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah
oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita
berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh
melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham
primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional
interpretations).
14
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar.
Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya
sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang
penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia melihat seekor anjing mengangkat kaki terhadap
sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut
isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran,
waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan
gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan skizofrenia
ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau
siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi cita rasa
(gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang
kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada
racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada
psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada
stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang
menakutkan. 3
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar
ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai
gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya
afek dan kemauan.
15
Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Gejala
skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut :
Gejala positif
1. Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia
selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan
bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang
berlebihan.
2. Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya
tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut
bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
3. Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang
yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk
asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.
Gejala negatif
1. Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua
aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal
biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah.
2. Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan
untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
Gejala kognitif
1. Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak
bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit mengingat
sesuatu, seperti daftar belanjaan.
2. Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga
selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
16
3.
Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan
sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya. 10
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai symptom / gejala klinis skizofrenia adalah
1. tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk skizofrenia. Artinya tidak
ada symptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap symptom skizofrenia
mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu
diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini.
Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis
skizofrenia.
2. symptom/gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena
itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipe mungkin berubah.
3. Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial
budaya pasien. Sebab prilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu
mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai
koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di
Jakarta. Selainitu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat
keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien. 11
17
- Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
(b) delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati
luar; atau
- delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar; atau
- delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak
atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);
- delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara),
atau
-
Jenis
suara
halusinasi
lain
yang
berasal
dari
salah
satu
bagian
tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan
dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi
dengan
makhluk
asing
dari
dunia
lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat
inkoherensi
atau
pembicaraan
yang
tidak
relevan,
atau
neologisme;
18
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu
(posturing),
atau
fleksibilitas
cerea,
negativisme,
mutisme,
dan
stupor;
(h) Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan
oleh
depresi
atau
medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.4,8,9
Menurut Diagnostic and statistical manual of Mental Disorders Fourth Text Revised (DSM-IVTR) :
Terdapat 2 atau lebih gejala dibawah ini selama 1 bulan atau kurang dari sebulan jika pengobatan
berhasil
1.
Waham
2.
Halusinasi
3.
Bicara disorganisasi
4.
5.
Disfungsi social/pekerjaan
B.
C.
D.
E.
19
1.6 KLASIFIKASI
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia Sebagai tambahan : Halusinasi dan atau waham
harus menonjol :
(a)Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c)Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua
daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode
pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya
mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga,
kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi.
Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya,
respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid
kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi sosial.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
20
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas :
pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan
dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan
(giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling),
atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme,
mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and
fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination)
hilang
serta
sasaran
ditinggalkan,
sehingga
perilaku
penderita
memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran
pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
21
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut
ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
A. Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
B. Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
C. Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
D. Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah
atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
E. Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
F. Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
G. Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap
perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala
katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan
oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga
terjadi pada gangguan afektif. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik
memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
22
orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali, pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
A. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
B. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
C. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
23
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:
a. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,
aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,
kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk
seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis
atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social,
perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah
sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal
tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari : gejala negative
yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-perubahan perilaku
pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak
berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang
24
26
antipsikotik
yang
paling
lama
penggunannya
disebut
antipsikotik
5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine)
6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene)
7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
27
28
Nama Generik
Sediaan
Dosis
Klorpromazin
150-600 mg/hari
o
1
Injeksi 25 mg/ml
2
Haloperidol
Perfenazin
Tablet 2, 4, 8 mg
12-24 mg/hari
Flufenazin
10-15 mg/hari
Flufenazin Dekanoat
Injeksi 25 mg/ml
25 mg/2-4 minggu
Levomeprazin
Tablet 25 mg
25-50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7
Trifluperazin
Tablet 1 mg, 5 mg
10-15 mg/hari
Tioridazin
150-600 mg/hari
Sulpirid
Tablet 200 mg
300-600 mg/hari
Injeksi 50mg/ml
10
Pimozid
Tablet 1 mg, 4 mg
1-4 mg/hari
11
Risperidon
2-6 mg/hari
29
Antipsikosis
Dosis (mg/hr)
Gej. ekstrapiramidal
150-1600
++
100-900
8-48
+++
5-60
+++
5-60
+++
2-100
++++
2-6
++
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
Aripiprazole
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama
pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat anti psikosis
tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu
yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak
sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila dalam
riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah
terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi
kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis
maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu)
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop. Untuk pasien dengan serangan sindroma
psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis. Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam
kurun waktu 2 minggu - 2bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang
31
hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat
kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
1.
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan
mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan
tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai
dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap
kasus skizofrenia. Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan
mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM).
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode
pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan
obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
32
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat
oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal
ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal
antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan
yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah episode
petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba
menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum
sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat,
bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar
dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini.
33
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan
mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan
terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari
obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami
tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan
obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana
timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
34
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera,
topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama
dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana
yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi
oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan
ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
35
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan
yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara
pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh
serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun
aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit
pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit
harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit
yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963).
Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang
digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima
aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang
digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis)
dibersihkan.
Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah
pemberian antipsikotik . Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis,
aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas
otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor
otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra,
Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.12
1.10 PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25%
pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan
perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan
37
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang
singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tapi juga bagi
orang-orang terdekat kepadanya. Biasanya, keluarganyalah yang paling terkena dampak dari
hadirnya skizofrenia. Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang
yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan lebih mudah
sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah. Karena orang yang mempunyai
inteligensi tinggi biasanya mudah diberi pemahaman, mudah mengerti akan pentingnya
pengobatan.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien (kemungkinan 25%)
cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua
antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius.
Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus
perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Dengan semakin bertambah meningkatnya perkembangan teknologi, akan mempengaruhi juga
pada proses penyembuhan penyakit skizofrenia. Biasanya negara berkembang, penderita
skizofrenia bisa lebih cepat disembuhkan karena adanya dukungan dari masyarakat sekitar.
Sedangkan pada Negara-negara maju, prognosis lebih susah dikarenakan, biasanya pada Negara38
negara maju masyarakatnya cenderung individual, tidak mengenal tetangga, dan tidak perdui
terhadap
lingkungan
sekitar.
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak yang
positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula
sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat
diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk. Dengan seringnya penderita
skizofrenia kambuh maka akan semakin lemah pula system yang ada pada dirinya.
7.Gangguan Kepribadian
Pada gangguan kepribadian ini, orang yang mempunyai tipe introvert lebih susah dideteksi
apakah ia mempunyai gejala skizofrenia karena orang tersebut cenderung menutup diri.
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar
kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan akut,
sedangkan
onset
yang
tidak
jelas
memiliki
prognosis
yang
lebih
baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis yang lebih
baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik dari pada
orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah yang
menunjukkan prognosisnya baik nantinya. 13
39
Prognosis Baik 3
Prognosis Buruk 3
Onset lambat
Onset muda
Riwayat
social
dan
premorbid yang buruk
Menikah
Gejala negatif
Riwayat
keluarga
gangguan mood
Sistem
yang baik
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
Onset akut
pendukung
Gejala positif
pekerjaan
40
42
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan
gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala
yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset
tanggal yang dapat diidentifikasi.
BAB III
KESIMPULAN
Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi rendah. Beberapa
pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya skizofrenia.75% penderita skizofrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia
remaja dan dewasa muda memang beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor.
43
Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai
bagian dari tahap penyesuaian diri.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui)
dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit
ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif
dan fase residual. Terdapat beberapa jenis skizofrenia yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia
herbefrenik, skizofrenia katatonik, depresi pasca skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia
simpleks, skizofrenia tak terinci, skizofrenia lainnya dan skizofrenia yang tidak tergolongkan.
Terapi skizofrenia meliputi 2 hal yaitu psikofarmaka dan psikoterapi. Terapi psikofarmaka
digunakan golongan antipsikosis.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hamdani, M, Konseling dan Psikoterapi Islam, Fajar pustaka baru, Yogyakarta, 2004
2.
Prof. Dr. Dr. Dadang Hawari, Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,
PT Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1997
3.
4.
Skizofrenia
dan
gangguan
psikotik
lainnya.
Diunduh
dari
6.
7.
8.
Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001
9.
10.
11.
Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri, ed 7, vol 1,
Binarupa aksara, 1997
12.
13.
45