Anda di halaman 1dari 3

Kiprah Umat Kristen dalam Masyarakat Jepang

Teks Firman Tuhan dalam Matius 5:13-16


5:13 "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia
diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
5:14 Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin
tersembunyi.
5:15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang,
melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.
5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus yang adalah Tuhan dan
Juruslamat manusia, kita patut bersyukur atas berkat dan kesempatan yang Ia berikan
bagi kita semua untuk selalu berkarya, secara khusus berkarya di Negeri Matahari
Terbit.
Tema yang diberikan panitia adalah Kiprah Umat Kristen dalam Masyarakat
Jepang. Kiprah diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
semangat tinggi dan selalu giat melakukannya demi mencapai tujuan tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tema tersebut mengarahkan kepada kita
memikirkan sebuah konsep berpikir yang Visioner dan Misioner sebagai seorang
Kristen Indonesia ditengah-tengah Negara Jepang yang jelas memiliki perbedaan
karakter sosial, budaya, bahasa dan konsep hidup serta kehidupan dengan masyarakat
Indonesia.
Dalam pembahasan ini, kita akan memikirkan serta merenungkannya dalam
kerangka Misiologia dan mengaplikasikan dalam dunia kerja ataupun segala kegiaatan
masyarakat Kristen Indonesia di Jepang. Suatu Konsep Realitas Etnisitas dan
Religiositas yang tidak dapat terelakan adalah Hakekat Jati Diri karena sudah menjadi
kodrat Ilahi. Penolakan tidak mungkin dilakukan ketika kita menjadi seorang Indonesia,
darah Indonesia tetap ada sekalipun kita menolaknya. Demikian juga dengan panggilan
iman kepada Sang Ilahi Yesus Kristus. Itupun tidak dapat ditolak. Penetapan Allah
menjadi dasar kedaulatan Allah dalam menetapkan segala sesuatu, namun tidak
meniadakan atau mengekang serta menghapuskan tanggung jawab manusia untuk
bertindak. Allah menetapkan segala sesuatu yang terjadi berdasarkan kehendak-Nya
sendiri yang bijak, sempurna dan kudus, bebas dan tidak berubah, namun demikian
Allah bukanlah pencipta dosa, dan kehendak mahkluk tidak diperkosa, kebebasannya
atau sifat yang nampaknya kebetulan, atau sebab-sebab sekundernya tidak
dihapuskan, melainkan diteguhkan Westminster Confession of Faith Bab III, ayat 1.
Sekalipun manusia memiliki kehendak bebas, namun kehendak bebas
dimengerti dalam lima (5) keadaan sebelum jatuh kedalam dosa dimana manusia masih
melakukan kehendak Allah, keadaan saat jatuh kedalam dosa dimana keadaan ini
manusia hanya tidak lagi bebas melakukan kehendak Allah melalinkan kehendak
manusia, keadaan saat dan setelah bertobat dimana keadaan ini Allah memulihkan
keadaannya sehingga ia dimampukan melakukan kehendak Allah, serta keadaan yang
sempurna setelah parousia.

Allah dalam kedaulatan-Nya telah memberikan keselamatan, Allah telah


membangunkan manusia dari kematian rohani. Sehingga pasca kebangunan ini Allah
memberikan kekuatan untuk melakukan pekerjaan Allah dengan jalan menjadi Garam
dan Terang didunia. R.B. Kuiper, menuliskan Kedaulatan Allah terwujud juga dalam
perintah-perintah Allah Allah memberi perintah dengan berdaulat dan itu harus ditaati.
Karena itu, berdasarkan ketentuan yang sangat logis, maka seseorang yang sangat
menekankan kedaulatan Allah, harus juga menekankan dengan sungguh-sungguh
tanggung jawab manusia.
Panggilan percaya kepada Tuhan membawa manusia menyadari keharusan
memberitakan kababar baik, menjadi Garam dan Terang ditengah-tengah dunia
sehingga dalam kehendak Allah dan Karya Roh Kudus, manusia yang terkontaminasi
dengan Garam dan Terang orang percaya akan berbalik dan percaya kepada Allah
dalam kedaulatan-Nya.
Tuhan Yesus berkata dalam Matius 11:29 Pikullah kuk yang Kupasang dan
belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan
mendapat ketenangan. Kata belajar yang dimaksudkan dalam teks Yunani adalah
manthano diartikan belajar, mengetahu, memahami dan mendengar. Dengan demikian
maka patut bagi kita dalam berkiprah didalam masyarakat jepang memerlukan rumusan
yang diambil serta dipelajari dari Tuhan Yesus.
A. Melihat Multikulturalitas dalam Dimensi Theosentris
Yang dimaksudkan adalah, sikap dan tindakan Allah terhadap realita multicultural dalam
kehidupan manusia.
1. Aspek Kosmologis: Mandat Budaya
Pada bagian ini, Allah telah memberikan mandat kebudayaan dalam kejadian
1:28 untuk manusia memenuhi bumi dan menaklukan bumi. Dalam pengertian ini,
manusia diberi tanggung jawab untuk mengelola segala potensi alam agar berguna
bagi kelangsungan hidup. Hal ini terjadi karena manusia adalah mahluk yang diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27) sehingga Allah menugaskan manusia
sebagai Penatalayanan alam.
2. Aspek Atropologis: Natur Manusia
Manusia adalah ciptaan Allah yang serupa dan segambar dengan Allah. Manusia
diciptakan berbeda dari binatang (Matius 12:12), malaikat (1Kor 4:9), bahkan dari Allah
sendiri (Mark 10:17). Manusia adalah mahluk yang memiliki akal budi dan mampu
menguasai mahluk lain. Dengan demikian dalam hidup manusia tidak ada kebodohan
yang ada adalah kemalasan untuk merebut dunia.
B. Dimensi Kristosentris
Yang dimaksud adalah pandangan, sikap dan tindakan/karya Kristus terhadap realitas
multicultural dalam kehidupan manusia.
1. Aspek Inkarnasi
Istilah inkarnasi merupakan bentuk kata Latin in (masuk) dan carne (daging)
yang berarti masuk ke dalam daging. Yohanes 1:14 khususnya pada frasa yang
menyatakan dan Friman itu telah menjadi manusia. Dalam Filipi 6:6-8 dikatakan bahwa

yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap


kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai
mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Dalam karya ini dapat dipelajari dalam konsep Inkarnasi Tuhan Yesus, yaitu
Solidaritas, Dia yang mulia sedia merendahkan diri, menjadi kecil dan lemah. Dia
bersedia menderita demi satu Visi, yaitu Penebusan Manusia. Identifikasi diri,
kesediaan-Nya menjadi manusia dan sedia memasuki dunia manusia merupakan
bentuk identifikasi diri. John Stott menyatakan,
Sebab jika misi kristiani harus mengikuti model misi Kristus,
maka tak dapat tidak dalamnya, yaitu bahwa kita harus
memasuki dunia-dunia orang lain itu berarti kerelaan
meninggalkan
kemudahan
dan
keterjaminan
latarbelakan kebudayaan yang lain, yang kebutuhankebutuhannya mustahil dapat kita ketahui atau simak
sebelumnya. Misi nyata, entah itu pekabaran Injil atau
pelayanan
sosial
atau
dua-duanya,
menuntut
pengidenfikasian diri dengan orang orang dalam situasi
actual mereka.
Dengan demikian Aspek Inkarnasi Tuhan Yesus jika diaplikasikan dengan Kiprah
Masyarakat Kristen Indonesia dalam Masyarakat Jepang harus menunjukan Karakter
Kristen dengan jalan merendakan diri namun tetap memotivasi diri sesuai dengan Visi
kita di tengah-tengah masyarakat Jepang dengan konsep inkarnasi.
2. Aspek Universalitas Soteriologi
Tujuan Kristus datang ke dunia adalah untuk menebus manusia berdosa yang
menerima panggilan keselamatan. Dalam panggilan ini, Allah membawa manusia yang
percaya kepada-Nya. Allah telah merekonsiliasi hubungan dengan-Nya. Dalam Roma
5:10-11 dan II Korintus 5:18-20, dijelaskan mengenai pemulihan antara manusia dan
Allah, dari musuh menjadi kekasih Allah. Dalam kaitan kiprah masyarakat Kristen
dimanapun berada adalah memberitakan Aspek Universalitas Soteriologi (keselamatan)
dengan cara menjadi Garam dan Terang karena kita telah mengimani dalam
keselamatan yang telah diberikan, maka wajib bagi kita untuk mewartakannya melalui
profesi kita.
Garam memberikan rasa sedangkan terang memberikan cahaya. Hal inilah yang
patut kita hidupi sehingga dimanapun masyarakat Kristen berada ia akan menjadi
Garam dan Terang.

Anda mungkin juga menyukai