Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati terjadi prosesproses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses energi tubuh, pembentukan dan eksresi
empedu, metabolisme karbohidrat, protein, dan vitamin, imunologi tubuh, dan zat-zat yang
digunakan untuk koagulasi darah.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.
Berdasarkan dari WHO tahun 2004 sirosis menempati urutan ke delapan belas
penyabab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus dengan prevalensi 1,3 %. Di
Amerika Serikat pada tahun 2007, sirosis hati menyebabkan 29.165 kematian dengan angka
kematian 9,7 per 100.000 orang. Sedangkan di Eropa sirosis menyebabkan 170.000 kematian
per tahun dengan prevalensi 1,8 %.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI HATI
Hepar (hati) adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2 1,8 kg
atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolism tubuh dengan fungsi
yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang intercostal V kanan
dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri1,2.
Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal
sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem
porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta, dan duktus koledokus. Sistem
porta terletak di depan vena kava inferior dan di balik kandung empedu2.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh perlekatan
ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan kanan. Pada daerah antara ligamentum
falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan
lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kaudatus yang
biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan
posterior. Macam-macam ligamen2:
1

Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan


terletak di antara umbilicus dan diafragma.

Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.


falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah
menetap.

Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan


bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan
duodenum sblh prox ke hepar.Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica,
v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut
membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.

Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior ki-ka


:Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
2

Ligamentum triangularis ki-ka : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria


anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.

Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium,


dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan
pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar).
Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae.
Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan scr anatomis yaitu lobus
kanan yang besar dan lobus kiri.

Gambar 1. Anatomi Hati

Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang berbeda, berdasarkan aliran
cabang pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh masing-masing
segmen. Pada dasarnya, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava sampai
empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan dengan adanya daerah
dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi1.

Gambar 2. Segmensegmen fungsional

hati. Hati

dapat dibagi

menjadi 8

segmen

berdasarkan

pada suplai

darah dan saluran

empedu

Vena

porta

dibentuk

oleh

penyatuan vena mesenterica superior dan vena splenika tepat posterior terhadap caput
pankreas sekitar tinggi vertebra lumbalis kedua. Ia meluas sedikit ke kanan garis
tengah bagi jarak 5,5 8 cm terhadapt porta hepatis. Vena porta mempunyai distribusi
intrahepatik segmental. Vena mesenterica superior dibentuk oleh cabang dari usus
halus, colon, dan caput pankreas serta secara tak tepat dari lambung melalui vena
gastro-epiploica dextra. Vena splenica (5-15 saluran) dimulai pada hilum splenika dan
bersatu diikat cauda pankreas dengan pembuluh darah gastricae breves untuk vena
splenica utama.
Hal ini berlangsung dalam arah transversa dalam corpus dan capur pankreas,
yang terletak di bawah depan arteri. Ia menerima banyak cabang dari capur pancreas
dan vena gastro-epiploica sinistra memasukinya dekat limpa. Vena mesenterica
inferior membawa darah dari bagian kiri colon dan rectum biasanya memasuki
sepertiga medialnya. Tetapi kadang-kadang ia memasuki sambungan vena splenica
dan mesenterica superior.

B. FISIOLOGI HATI
I.
FUNGSI HATI
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena porta
yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan penting dalam fisiologis
hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein, dan asam lemak. Ada
beberapa fungsi hati, yaitu1,3 :
1. Pembentukan dan eksresi empedu
a. Hati mengekskresikan empedu sebanyak 1 liter/hari ke dalam usus
halus
4

b. Unsur utama empedu 97% : elektrolit dan garam empedu


c. Sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena
bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang
berhubungan
2. Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat
a. Menyimpan glikogen dalam jumlah besar (glikogenesis)
b. Dari depot glikogen disuplai glukosa secara konstan ke darah
(glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh
c. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan

untuk

menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjad glikogen (dalam


otot) atau lemak (dalam subkutan)
3. Fungsi hati dalam metabolisme protein
a. Deaminasi asam amino
b. Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh
c. Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino
4. Fungsi hati dalam metabolisme lemak
a. Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh
yang lain
b. Sintesis kolestrol, fosfolipid dan sebagian besar lipoprotein
c. Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
5. Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin
a. Vitamin A : disimpan 10 bulan
b. Vitamin D : disimpan 3 4 bulan
c. Vitamin B12
: disimpan 1 tahun
6. Menyimpan besi dalam bentuk ferritin
a. Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut
apoferritin yang dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah
sedikit maupun banyak.Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia
dalam cairan tubuh, maka besiakan berikatan dengan apoferritin
membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel
hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasicairan tubuh
mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi
7. Fungsi Imunologi
a. Hati merupakan komponen sentral sistem imun
b. Sel kupffer : sel yang sangat penting dalam menanggulangi antigen
yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan antigen
tersebut kepada limfosit (15% : massa hati dan 80% : total populasi
fagosit tubuh)
8. Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah
a. Pembentukan fibrinogen, protrombin, globulin, akselerator, factor
VII
5

b. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati, untuk


membentuk protrombin, factor VII, IX, dan X
9. Fungsi hemodinamik
a. Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang
normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang
mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini
berubah cepat pada waktu berolahraga, terpapar terik matahari, dan
syok. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan
aliran darah.
II.

ALIRAN DARAH HATI


Susunan anatomik hati memungkinkan setiap hepatosit berkontak langsung
dengan darah dari dua sumber : darah arteri yang datang dari aorta dan darah vena
yang datang dari saluran cerna. Seperti sel lain, hepatosit menerima darah arteri
segar melalui arteri hepatika, yang menyalurkan oksigen dan metabolit-metabolit
darah untuk diproses oleh hati. Darah vena juga masuk ke hati melalui sistem porta
hati, suatu koneksi vaskular unik dan kompleks antara saluran cerna dan hati. Venavena yang mengalir dari saluran cerna tidak langsung menuju ke vena kava
inferior, vena yang besar yang mengembalikan darah ke jantung. Namun vena
vena dari lambung dan usus masuk ke vena porta hati yang membawa produk
yang diserap dari saluran cerna langsung ke hati untuk diproses, disimpan, atau
didetoksifikasi sebelum produk-produk ini memperoleh akses ke sirkulasi umum.
Di dalam hati, vena porta kembali bercabang-cabang menjadi anyaman kapiler
(sinusoid hati) untuk memungkinkan terjadinya pertukaran antara darah dan
hepatosit sebelum darah mengalir ke dalam vena hepatika yang kemudian menyatu
dengan vena kava inferior4.

Gambar 4.

Gambaran

sistematik aliran

darah hati

III.

METABOLISME BILIRUBIN
Pembentukan bilirubin berasal dari pemecahan eritrosit yang matang. Eritrosit
dipecah menjadi hem dan globin. Hem dipecah menjadi besi (Fe +) dan produk antara
biliverdin dengan perantara enzim homeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase
mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya
bilirubin tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan
tidak dapat melalui membrane glomerulus. Proses pengambilan bilirubin oleh hati
tidak diikuti dengan pengambilan albumin. Bilirubin bebas dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin
konjugasi atau bilirubin direk. Bilirubin konjugasi dikeluarkan dalam kanikulus
bersama bahan lainnya. Didalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan mereduksi
bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja
yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam
empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen3.

C. GANGGUAN HATI
SIROSIS HATI
I.
Definisi
Sirosis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukkan nodulus regeneratif (Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodulnodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal
(Price & Wilson, 2005).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam
parenkim hati (Manjoer, 2001).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis
adalah suatu penyakit hati kronis menahun dengan keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat yang ditandai dengan proses
8

peradangan, nekrosis sel hati, fibrosis difus, dan pembentukkan nodulnodul regenerasi sel hati yang tidak sempurna (pseudolobulus).

Gambar 5. Perbandingan Hati

II.

Etiologi
Virus Hepatitis / Pasca Nekrosis5
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk
tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang
dipisahkan oleh fibrosis yang padat dan lebar
Gambaran mikroskopik konsisten dengan

gambaran

makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan


sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur

Alkohol5
Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari
sirosis, terutama didunia barat. Perkembangan sirosis
tergantung pada jumlah dan keseringan konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat merusak sel-sel
hati yang menimbulkan perlemakan pada hati
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan
penyakit hati yang memiliki ciri serta perjalanan penyakit
seperti penyakit hati alkoholik (Alcoholic Liver Disease)
yang membentuk perlemakan pada hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena NAFLD terjadi pada individuindividu yang tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol

yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi


yang disebut resistensi insulin, yang pada gilirannya
dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes
mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling
penting dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan
diabetes tipe 2

Biliaris
Suatu proses difusi yang nekrosis dan terjadi inflamasi pada
triad portal, yang ditandai dengan :
o Destruksi sel duktus biliaris
o Infiltrasi pada sel-sel inflamasi yang akut dan kronis
o Reaksi fibroblastik lokal
o Stasis biliaris bervariasi
Sirosis kriptogenik5
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh
penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu
sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan
sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahuntahun para dokter telah tidak mampu untuk menerangkan
mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkan
sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan
oleh NASH (nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan
oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang
tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien
dengan NASH diperkirakan menghilang dengan timbulnya
sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk para dokter
membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik
untuk suatu waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting
bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik adalah
penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada
hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan
pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya,
suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien
dengan NASH mempunyai suatu risiko mengembangkan
sirosis yang serupa seperti pasien-pasien dengan infeksi
10

virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun,


kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan
diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien
pada umur kurang lebih 60 tahun.

Kelainan Genetik5
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati
yang menjurus pada kerusakkan jaringan dan sirosis.
Contoh-contoh termasuk akumulasi besi yang abnormal
(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis,

pasien-pasien

mewarisi

suatu

kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang


berlebihan dari makanan. Melalui waktu, akumulasi besi
pada

organ-organ

yang

berbeda

diseluruh

tubuh

menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung


yang menjurus pada gagal jantung.
III.

Patofisiologi
Sirosis Post Nekrotik / Virus Hepatitis1,5
Sel stelata (Stellate cell) dalam keadaan normal mempunyai
peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukan perubahan
proses

keseimbangan.

Jika

terpapar

factor

tertentu

yang

berlangsung secara terus menerus (misal : hepatitis virus, bahanbahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang
membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus di dalam sel stelata,
dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.
Hepatitis Virus Yang Kronis adalah suatu kondisi dimana
hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi hati bertahun-tahun.
Beberapa pasien yang terinfeksi dengan virus hepatitis B dan
terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang
kronis, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang

progresif kemudian menjurus pada sirosis, dan lanjut kanker hati


Sirosis Hati Alkoholik1,5
Konsumsi alkohol yang berlebih mengakibatkan kerusakan
pada sel hepatosit. Terbentuk fibrosis pada jaringan yang rusak atau
11

cedera. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera


dan merangsang pembentukan kolagen. Daerah periportal dan
perisentral timbul jaringan ikat yang menghubungkan triad portal
(duktus biliaris, arteri hepatika, vena porta hepatika) dan vena
sentral. Jaringan penyambung yang terdiri dari vascular, kapiler
dan kelenjar limfa, mengelilingi sel hepatosit yang cedera, dan
terjadi proses regenerasi dan terbentuk nodulus. Kerusakan sel
terjadi melebihi perbaikannya, diakibatkan penimbunan kolagen
berlanjut. Ukuran hati mengecil, permukaan berbenjol-benjol,

konsistensi keras dan terjadilah sirosis alkoholik


Sirosis Biliaris1,5
Primary biliary cirrhosis (PBC) merupakan penyakit hati
autoimun yang ditandai dengan adanya antibody yang sangat
spesifik (Antimitochondrial Antibody / AMA) dan kerusakan
progresif duktus biliaris intrahepatal, yang menyebabkan timbulnya
kolestasis kronis, inflamasi portal, dan fibrosis yang selanjutnya
dapat mengakibatkan sirosis dan gagal hati

Pada awalnya hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak
hati akan menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi,
nyeri pada abdomen, sedangkan konsentrasi albumin plasma menurun yang
menyebabkan predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldesteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Terjadinya hipertensi portal di sebabkan adanya peningkatan tekanan vena porta yang
menetap di atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cmH 2O. Mekanisme primer penyebab
hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati dan
juga terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Tekanan balik pada sistem portal
menyebabkan splenomegali dan asites.1
Asites merupakan penimbunan cairan encer intra peritoneal yang mengandung
sedikit protein. Faktor yang menyebabkan terjadinya asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan osmotik koloid
akibat hipoalbuminemia.1,7
Perdarahan pada saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada
sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan penyebab dari
sepertinya kematian. Penyebab yang lain perdarahan pada tukak lambung dan
12

duodenum yang cenderung akibat masa protombin yang memanjang dan


trombositopenia. Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor yang
mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik.5
Ensefalopati terjadi bila amonia dan zat-zat toksik lain masuk dalam sirkulasi
sistemik. Sumber amonia yang terjadi akibat pemecahan protein oleh bakteri pada
saluran cerna. Ensefalopati hepatik yang ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot,
dan flapping tremor yang juga disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental yang
terjadi diawali dengan adanya perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas
yang dapat berlanjut hingga kematian.5
IV.

Manifestasi Klinis
Stigma Sirosis
Hiperesterogenisme sekunder1 :
Kerusakan hati menghancurkan katabolisme androgen

V.

estrogen naik
o Spider nevi
o Palmar eritema
o Gynecomastia
o Artrofi testis
o Kolateral
Hipertensi portal1 :
o Varises esofagus : melena dan hematemesis
o Asites
o Splenomegali
o Kolateral
o Hemoroid
o Oedem mukosa usus

Ikterus1
Pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia
Bila koonsentrasi bilirubin < 2 3 mg/dl tidak begitu
terlihat
Warna urin gelap seperti air teh
Hepatomegali1
Ukuran hati dapat normal, kecil, atau besar
Bila hati teraba :
o Hati sirotik
o Teraba keras
o Nodular

Stadium Klinik
Stadium Kompensata5
Belum ada gejala klinik yang nyata
13

VI.

Dapat berlangsung lama (bertahun-tahun)


Sering ditemukan pada waktu general check up
Stadium Dekompensata5
Jelas ditemukan gejala klinik
Kadang-kadang datang dengan komplikasi
Ditemukan reaksi radang pada parenkim

Pemeriksaan6
a. Tes Fungsi Hati
o Aminotransferase : AST meningkat dibandingkan ALT
o Alkali fosfatase : meningkat < 2 3x batas normal atas
pada pasien sirosis bilier primer
o Gamma glutamil transpeptidase : GGT meningkat pada
alkoholik kronik
o Bilirubin : kompensata
(meningkat)
o Globulin : meningkat
o Albumin : menurun
o Waktu protrombin :

(normal),

memanjang

dekomoensata

mencerminkan

derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati


o Natrium serum : menurun karena ketidakmampuan eksresi
air bebas
b. Pemeriksaan radiologis barium meal varises (hipertensi porta)
c. Ultrasonografi menilai hati secara umum
d. Biopsi hati Gold Standard
VII.

Komplikasi
Hipertensi portal5
Normal : 5 10 mmHg
Hipertensi Portal : > 15 20 mmHg
Varises esofagus :
o Melena : muntah darah berwarna hitam
o Hematemesis : BAB darah berwarna hitam
o Etiologi :
a. Ruptur varises esofagus
b. Erosif gastritis
c. Ulkus peptikum
d. Malignancy
e. Sindroma Mallory-Weiss
Asistes : Penimbunan cairan bebas secara abnormal di

rongga perut
Peritonitis bakterial spontan5

14

Infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti
infeksi sekunder intra abdominal tanpa gejala namun

dapat timbul demam dan nyeri abdomen


Sindrom hepatorenal5 gangguan fungsi ginjal akut berupa
oliguria, peningkatan ureum dan kreatinin tanpa adanya kelainan
organik ginjal jika terjadi kerusakan hati lanjut penurunan
perfusi ginjal penurunan filtrasi glomerulus

VIII. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa6 :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan
vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
o Hepatitis B
a. Berdasarkan panduan dari the European
Association for Study of the Liver (EASL,
2012) disebutkan bahwa obat antiviral oral
efektif untuk memperbaiki fungsi hati
b. Obat antiviral dapat ditoleransi pasien
dengan baik tanpa efek samping yang
signifikan
c. Mengingat pertimbangan resistensi maka
antiviral

lini

pertama

direkomendasikan
(Ricofovir

adalah

1x300

mg)

atau

yang
tenofovir
entecavir

(Baraclude 1 x 0,5 1 mg)


o Hepatitis C
a. Pasien dengan hepatitis C yang akan
menjalani

transplantasi

hati

direkomendasikan untuk terapi antiviral


b. Dosis pegylated interferon dan ribavirin
dimulai dengan dosis kecil
Kondisi Klinis
Sirosis pre-asites

Terapi
Tidak perlu pengobatan
15

Asites ringan

Restriksi garam (80-120 mmol/hari)


Restriksi garam (80-120 mmol/hari)
Spironolakton dosis bertahap (100-400

mg/hari)
Asites sedang Restriksi garam (80-120 mmol/hari)
Spironolakton dosis bertahap (100-400
berat
mg/hari)
Furosemid dosis bertahap (40-160 mg/hari)
Asites refrakter
Parasentesis dan penggantian volume

Hiponatremi

plasma
Diuretik
TIPS
Kadar natrium serum < 125 mmol/l ;
hentikan obat diuretik
Kadar natrium serum < 120 mmol/l ;
ekspansi volume plasma
Hiper / euvolume : restriksi cairan
Vasopresin V2 receptor antagonists

o Asites
a. Tirah baring
Tidur telentang kaki sedikit diangkat
selama beberapa jam setelah minum obat
diuretika
b. Memperbaiki

efektifitas

diuretika,

pada

pasien asites transudat yang berhubungan


dengan hipertensi porta perbaikan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus
aktifitas

simpatis

dan

sistem

renin-

angiotensin-aldosteron menurun
o Diet
a. Diet rendah garam ringan sampai sedang
dapat membantu diuresis
b. Konsumsi garam (NaCl) perhari sebaiknya
dibatasi hingga 40 60 meq/hari
o Diuretika

16

a. Jenis

duretik

spironolakton

yang

diberikan

(100-400

adalah

mg/hari)

dan

furosemide (40-160 mg/hari)


b. Asites ringan dimulai denga spironolakton
100 mg/hari dan dinaikkan secara bertahap
setiap 7 hari sampai dosis maksimal
c. Asites sedang berat diberikan kombinasi
spironolakton dan furosemid
d. Dosis diuretic diatur dengan

sasaran

penurunan berat badan tidak lebih dari 0,5


kg/hari untuk pasien yang tidak mengalami
edema tungkai dan 1 kg/hari bila pasien
mengalami edema tungkai
e. Dosis diuretic diturunkan apabila asites dan
edema tungkai sudah terkendali
f. Efek samping pemberian diuretic :
Ensefalopati hepatikum yang

dipicu oleh diuretik


Gagal ginjal yang dipicu oleh
diuretik (kreatinin meningkat >

100% atau > 2 mg/dl


Hiponatremia yang

dipicu

diuretik (penurunan natrium >

10 mmol/dl)
Hipokalemia / hyperkalemia

yang dipicu oleh diuretik


g. Efek samping umunya terjadi pada minggu
pertama pengobatan, maka dari itu perlu
dipantau kadar kreatinin dan elektrolit
h. Diuretik harus segera dihentikan apabila
terjadi ensefalopati hepatikum, peningkatan
kreatinin, kram otot, dan hiponatremia (<
120 mmol/L)
o Terapi Parasentesis
a. Indikasi parasentesis adalah asites yang
besar dan asites yang refrakter
b. Pengeluaran cairan asites

17

c. Setiap liter cairan asites yang dikeluarkan


sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin
parenteral sebanyak 6 8 gram
d. Jika cairan yang dievakuasi < 4 5 liter
tidak perlu infus albumin
e. Parasentesis cairan 4 5 L dapat diberikan
plasma expander (misal dextran 70)
f. Parasentesis kombinasi dengan albumin
lebih aman dan efek samping lebih sedikit
dibandingkan dengan pemberian diuretic
g. Efek samping parasentesis adalah disfungsi
sirkulasi post parasentesis
Re-akumulasi asites secara cepat
20% pasien mengalami sindrom
hepato-renal atau retensi cairan
Peningkatan tekanan portal
o Shunting
a. Dalam beberapa kasus pasien sirosis dengan
asites terapi standar tidak memberikan hasil
yang efektif, sehingga diperlukan tindakan
lain berupa shunting
b. Beberapa jenis shunt adalah transjugular
intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) dan
portocaval shunt
c. TIPS dilakukan dengan memasukkan jarum
yang melalui vena juguler ke dalam vena
hepatika, lalu jarum ditembuskan masuk ke
vena porta sehingga terjadi aliran pintas dari
vena porta langsung menuju vena hepatika
d. Berdasarkan studi dilaporkan bahwa TIPS
lebih efektif dibandngkan parasentesis
o Tatalaksana asites refrakter
o Asites refrakter :
Asites yang tidak dapat dievakuasi
(penurunan BB < 0,8 kg dalam 4 hari),
setelah mendapatkan restriksi garam,
spironolakton 400mg/hari dan furosemid

18

120 mg/hari paling tidak selama 1

minggu
Asites permagna yang muncul kembali
dalam

waktu

mendapatkan

minggu

retriksi

setelah

garam

dan

pemberian diuretic dengan dosis seperti

diatas
Direkomendasikan

untuk

melakukan

parasentesis cairan asites secara berulang

dapat dikombinasi dengan infus albumin


TIPS merupakan terapi pilihan apabila
pasien

mengalami

rekurensi

asites

setelah berulang kalii menjalani tindakan


parasentesis

atau

bila

tindakan

parasentesis dianggap tidak efektif


TIPS tidak direkomendasikan apabila
pasien mempunyai :
Gagal hati berat (bilirubin > 5
mg/dl, INR > 2 skor Child-Pugh
> 11, ensefalopati > grade 2 atau

ensefalopati kronis)
Infeksi aktif
Gagal ginjal progresif
Penyakt kardio-pulmonal berat
o Peritonitis Bakterial Spontan
a. Keadaan yang dialami pasien dengan
peritonitis bacterial spontan :
b. Keluhan local dan atau tanda peritonitis :
nyeri perut, nyeri tekan perut, diare, muntah,
ileus
c. Tanda

inflamasi

hiponatremia,

sistemik
menggigil

(hiper

takikardi,

lekositosis)
d. Pemburukan fungsi hati
e. Ensefalopati hepatikum
f. Syok
g. Gagal ginjal
o Perdarahan saluran cerna
19

a. Ditemukan neutrophil didalam cairan asites


> 250 /uL
b. Kultur (+) ditemukan pada 40% kasus
dengan penyebab utama bakteri gram negatif
(>> E.Coli) dan cocus gram positif (>>
streptococcus sp dan enterococci)
c. Ditemukan neutroful < 250 /uL dan hasil
kultur (+) bacterascites
d. Berhubung penyebab utama

peritonitis

bakterial spontan adalah E.coli, maka pilihan


utama antibiotik empiris adalah sefalosporin
generasi III dan sebagai alternatif adalah
golongan

quinolone

(ciprofloxacin

atau

ofloxacin)
e. Kemungkinan perbaikan klinis 90% ditandai
dengan penurunan jumlah infeksi < 250 /uL
f. Tidak
direkomendasikan
parasintesis
terapeutik pada saat terjadi infeksi aktif
g. Sekitar 30% pasien dengan peritonitis
bakterial spontan mengalami komplikasi
sindrom

hepato-renal,

sebab

itu

direkomendasikan agar pasien juga diberikan


infus

albumin

bersama-sama

antibiotik,

khususnya apabila bilirubin > 4 mg/dL atau


kadar kreatinin > 1 mg/dL
h. Albumin diberikan dengan dosis 1,5 gram/kg
pada saat didiagnosis adanya peritonitis dan
pada hari ketiga 1 gr/kg
o Ensefalopati hepatik
a. Laktulosa mengeluarkan amonia
b. Neomisin mengurangi bakteri usus
penghasil amonia
c. Diet protein dikurangi

sampai

0,5

gr/kgBB/hari
o Varises esofagus
a. Sebelum dan sesudah berdarah obat
penyekat beta (propranolol)

20

b. Perdarahan akut preparat somatostatin


atau oktreotid tindakan skleroterapi atau
ligase endoskopi
c. Peritonitis bacterial
sefotaksim

intravena,

antibiotika
amiksilin

atau

aminoglioksida
d. Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan
darah hati, mengatur keseimbangan garam
dan air
e. Transplantasi hati : terapi definitif pada
pasien
sebelum

sirosis

dekompensata,

dilakukan

beberapa kriteria

namun

transplantasi

yang harus

ada

dipenuhi

resipien dahulu
IX.

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain
yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga
status nutrisi1,6.
Klasifikasi ini terdiri dari Child A,B, dan C berturut-turut 100, 80, dan
45%. Penilaian prognosis terbaru adalah Model for End Stage Liver
Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan
transplantasi hati.

Faktor
Bilirubin
Serum
Albumin
Serum
Protombin
time (PT)

Unit
mol/L
mg/dL

1
< 34
< 2,0

2
34 51
2,0 3,0

3
> 51
>3,0

g/dL
d/dL

> 35
>3,5

30 35
3,0 3,5

< 30
< 3,0

Detik
Memanjan

04
< 1,7

46
1,7 2,3

>6
>2,3

g
INR
Asites

Tidak Mudah

Sukar

ada

dikendalika

dikendalika

Ensefalopa

n
Tidak Minimal

ti hepatic

ada

n
Lanjut

21

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sirosis hati merupakan stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomi
didapatkan proses fibrosis difus dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Etiologi
sirosis hati tersering di Indonesia adalah virus hepatitis. Berdasarkan stadium klinik, sirosis
dibagi menjadi dua stadium, yaitu stadium kompensata dan stadium dekompensata. Sirosis
hati memiliki stigma untuk mengetahui penyebab manifestasi klinis dan komplikasi, yaitu

22

hipertensi portal dan hiperestrogenisme. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah sesuai


dengan etiologi dari sirosis hati.
Prognosis pada pasien dengan sirosis hati ditentukan berdasarkan beratnya kerusakan
hati dan juga penyakit lain atau komplikasi yang menyertainya. Prognosis juga dapat dinilai
dari nilai pada table Child-Pugh.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V.Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
2. Putz, R dan Reinhard P. 2006. Sobotta. Ed 22. Alih bahasa Y. Joko Suyono. EGC, Jakarta.
Hlm 142-143
3. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta: EGC
4. Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL. Harrisons Manual Of Medicine. Ed 18. USA
: McGraw-Hill. 2013.
6. B Cahyono, JB Suharjo. Tatalaksana Klinis Di Bidang Gastro dan Hepatologi. Sagung Seto.
Jakarta. 2014
23

7. K P Moore and G P Aithal. Guidelines on the management of ascites in cirrhosis. Gut


2006;55;1-12. http://bsg.org.uk// diunduh tanggal 1 Juni 2015

24

Anda mungkin juga menyukai