Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KULIAH

MANAJEMEN KESUBURAN TANAH


Keracunan Fe (Besi) Pada Tanaman Padi Dan Upaya
Pengelolaannya Pada Lahan Sawah

Disusun Oleh:
RIFDAH APRIANTI
135040200111061
KELAS J

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

Keracunan Fe (Besi) Pada Tanaman Padi Dan Upaya


Pengelolaannya Pada Lahan Sawah
(Syafruddin, 2011)
1.1. Latar Belakang
Unsur Fe (besi) merupakan salah satu unsur hara esensial yang
dibutuhkan bagi tanaman yang memiliki sifat immobile. Dimana Fe
mempunyai peranan penting dalam proses biologi seperti: terlibat dalam
fotosintesis, terlibat dalam pengembangan kloroplas dan biosintesa
protein. Menurut Marschner (1995), Fe merupakan penyusun berbagai
jenis

enzim

seperti:

leghaemoglobin

serta

sitokrom,
besi

enzim

sulfur

katalase,

protein

feroksidase

termasuk

dan

superidoksida

dismutase.
Fe merupakan salah satu unsur yang pada kondisi tergenang akan
mengalami reduksi dari Feri (Fe3+) menjadi Fero (Fe2+). Dalam perubahan
ini akan menguntungkan bagi tanaman dikarenakan bentuk unsur hara Fe
yang dapat diserap tanaman adalah dalam bentuk fero (Fe 2+). Dalam
pengelolaannya Fe dihadapkan pada 2 masalah yaitu Kekurangan atau
Berlebih. Apabila Fe ini mengalami reduksi berlebih maka unsur hara Fe ini
akan

larut

melebihi

mengakibatkan

dari

keracunan

kebutuhan
pada

tanaman,

tanaman.

Gejala

sehingga

akan

keracunan

pada

umumnya memperlihatkan warna cokelat kemerah-merahan atau kuning


kecoklatan yang biasa disebut bronzing (Ismunadji, 1990). Namun jika Fe
mengalami kekurangan pada tanaman maka gejala yang akan timbul
yaitu adanya klorosis antar vena daun dan pada kondisi yang parah,
gejala ini akan terlihat pada seluruh permukaan daun. Akan tetapi
kekurangan besi (Fe) pada usahatani padi sawah jarang ditemukan, justru
yang sering ditemukan adalah gejala keracunan pada tanaman padi
terutama jika ditanam pada lahan sawah yang masam seperti: Inceptisol,
Ultisol dan Oxisol.
1.2.
Pembahasan
1. Permasalahan
a. Keracunan Besi (Fe) Pada Tanaman Padi
Pada sistem penanaman padi di areal persawahan dengan
cara penggenangan sering terjadi beberapa masalah yang

timbul, diantaranya adalah masalah keracunan unsur hara Fe


(besi). Keracunan besi ini biasanya terjadi pada tanah masam
yang diusahakan sebagai lahan sawah. Pada tanah yang memiliki
tingkat kemasaman yang tinggi (pH rendah) akan menimbulkan
pertumbuhan tanaman kurang baik dan pada kondisi tertentu
tanaman tidak dapat di panen.
Menurut Sturz et al. (2000), keracunan besi pada tanaman
padi dapat menurunkan produksi hingga 90%. Selain itu Becker
dan Asch (2005) mengemukakan bahwa di Dunia terdapa sekitar
128 juta ha lahan sawah irigasi dan tadah hujan diperkirakan
sekitar 100 juta ha mengalami masalah besi baik defisiensi
maupun keracunan bagi tanaman padi. Di Indonesia, banyak
dijumpai

daerah-daerah

sentra

padi

yang

mengalami

permasalahan mengenai keracunan besi pada tanah sawah.


Adapun daerah tersebut meliputi Jawa Barat, Jawa Timur,
Lampung, Sumatra Selatan, Bengkulu, Riau, Jambi, Sumatra
Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kaliman Selatan
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah dengan luasan sekitar
1.000.000 ha (Ismunadji, 1990; Andiantoro dan M. Slamet 1991;
Yusuf, 1993; Yuyun, 1993).
Hingga saat ini produktivitas pada lahan sawah Indonesia
yang diduga terjadi keracunan besi, masih tergolong dalam
produktivitas yang rendah. Sebagai contoh di Sulawesi Tengah
produktivitas lahan sawah didaerah yang diduga keracunan besi
pada lahan yang memiliki jenis tanah seperti ultisol dan oxiso,
produktivitasnya baru sekitar 2,5-2,9 ton/ha.
2. Cara Pengelolaan
Dalam mengurangi resiko lahan sawah yang mengalami keracunan
besi akibat berlebihnya besi yang terlarut pada tanah masam atau
lahan sawah yang digenangi secara terus menerus, maka terdapat
beberapa cara pengelolaan yang dapat dilakukan diantaranya:
a. Penggunaan Varietas Toleran
Pengelolaan dengan Penggunaan varietas toleran pada lahan
dengan kondisi lahan yang beresiko keracunan besi telah banyak

dilakukan. Penggunaan varietas untuk mengatasi keracunan besi


sangat baik, mudah dilaksanakan dan murah serta ekonomis
sehingga dapat berkelanjutan (Surya, 2008; Suriadikarta dan
Wiwik, 2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahrawat (2005),
terdapat 5 varietas yang dapat berproduksi dengan baik pada
kondisi lahan dengan kadar Fe (besi) yang tinggi dari 20 varietas
toleran terhadap keracunan besi dengan produksi yang dicapai
bekisar 0,10 ton/ha hingga 5,04 ton/ha.
Berdasarkan hasil penelitian produksi rata-rata beberapa varietas
padi di Dataran Lalundu Kabupaten Donggola Sulawesi Tengah
seperti varietas Kapuas, Lematan, Lalan dan Cisanggarung
didapatkan bahwa varietas Cisanggarung merupakan salah satu
varietas yang toleran terhadap keracunan besi (Syafruddin et al,
2002).
b. Pemupukan
Keracunan Fe (besi) pada lahan sawah tidak hanya disebabkan
oleh pH yang rendah (tanah masam) dan kelarutan besi yang
berlebih, akan tetapi juga adanya kekurangan kalium (K), fosfor
(P), kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan mangan (Mn) serta kadar
bahan organik juga menyebabkan terjadinya keracunan besi
pada tanaman (Ismunadji, 1990; Merhaban et al, 2008). Seperti
yang dikemukakan oleh Yuyun (1993) bahwa pemupukan kalium
(K) dan mangan (Mn) pada lahan sawah dapat mengurangi
tingkat keracunan besi dan dapat meningkatkan hasil panen
sebesar 30,35%.
Selain itu, suplemen kalium (K) pada media perakaran dapat
mengahsilkan potensi akar dan menurunkan serapan Fe (besi).
Dengan demikian hal tersebut dapat mengurangi pengaruh
negatif unsur Fe terhadap perakaran.
c. Kombinasi Penggunaan Bahan Organik dan Pengaturan Tingkat
Reduksi.
Pada saat kondisi unsur Fe mengalami reduksi dari Fe3 +
menjadi

Fe2+

menyebabkan

yang

sangat

terjadinya

larut

keracunan

dalam
pada

tanah

sehingga

tanaman,

maka

diperlukan adanya pengaturan tingkat reduksi tanah. Apabila


bahan organik ditambahkan pada saat kondisi reduktif tersebut,
maka akan mengalami suatu proses dekomposisi secara anaerob
tidak sempurna yang justeru pada kondisi berlebih dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut dikarenakan
hasil daro dekomposisi anaerob tidak

sempurna

itu akan

memproduksi asam-asam organik, alkohol, dan gas metan dalam


tanah

yang

akan

pertumbuhan
pengelolaan

memberikan

tanaman.
seperti

dampak

Dengan

negatif

demikian

melakukan

sistem

terhadap

perlu

adanya

pengairan

secara

terputus-putus (intermitten irigation) dan penggunaan bahan


organik. Penambahan bahan organik ini sebaiknya diberikan pada
saat kondisi lahan aerob atau tidak tergenang, agar proses
dekomposisi

berlangsung

dengan

baik.

Berdasarkan

hasil

penelitian Yang et al (2006), penggunaan bahan organik yang


dikombinasilan

dengan

pengairan

secara

aerob

dapat

meningkatkan aktivitas fosfatase, ketersedian P dan serapan


hara P serta hasil panen padi tinggi. Selain itu, pengaturan
sistem penggenangan pada lahan sawah dapat mengurangi
tingkat

kelarutan

terminimalisir,

besi.

maka

Apabila

tingkat

permasalahan

kelarutan

mengenai

besi

ini

keracunan

tanaman akan terkelola dengan baik.


Seperti yang dikemukakan oleh Simarmata (2009), bahwa
penggunaan bahan organik dan penerapan sistem pengairan
secara nyata meningkatkan pengembangan akar tanaman, hasil
panen dan mengoptimalkan kekuatan biologi dalam tanah.
Sehingga kondisi seperti ini akan memperbaiki pula kondisi yang
optimal bagi aktivitas mikrobia tanah sebagai pendekomposer.
Proses penggenangan pada suatu lahan akan menyebabkan
unsur Fe melakukan reduksi yang menghasilkan besi yang mudah
larut dan cepat diserap bagi tanaman. Namun, pada proses
pengeringan justru sebaliknya yaitu unsur Fe akan melakukan
oksidasi yang menghasilkan Fe yang tidak tersedia bagi tanaman
dan tidak larut. Sehingga upaya ini akan membantu dalam

mengurangi

kelarutan

besi

yang

berlebih

yang

dapat

menyebabkan terjadinya keracunan pada tanaman.


d. Pengapuran
Selain ketiga cara pengelolaan terhadap keracunan Fe pada
tanaman, pengapuran juga dapat dilakukan dalam mengatasi
masalah keracunan Fe. Namun biaya yang dikeluarkan pada
upaya pengelolaan dengan cara pengapuran ini cukup mahal.
Sehingga hal ini sering menjadi kendala dalam peningkatan
produktivitas suatu komoditas.
Akan tetapi, dalam pemberian kapur pada lahan yang memiliki
pH masam dan menunjukka adanya keracunan Fe perlu adanya
penyesuaian terhadap jumlah kapur optimum yang dibutuhkan
oleh pH. Apabila kapur yang diberikan melebihi pH tanah yang
diperlukan, maka akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Hal
ini akan mengakibatkan tanah mengalami kekurangan Fe. Selain
itu juga akan mengalami kekurangan unsur hara lainnya seperti
Zn, Mn dan Cu.
Kekurangan Fe (Besi) biasanya terjadi pada lahan sawah kering.
Defisiensi Fe ini banyak dijumpai pada lahan sawah yang tanahnya
memiliki tekstur berpasir kalkareous dan bereaksi alkalin. Adapun upaya
pengelolaan dalam mengatasi lahan padi yang mengalami kekurangan/deferensiasi
unsur hara Fe (Besi) dapat dilakukan dengan cara pemberian fero sulfat (sulfat besi)
pada tanah sebanyak 100-300 kg/ha (Soemarno, 2013)

1.3.

Kesimpulan
Fe (besi) merupakan unsur hara esensial yang mampuyai sifat

dapat melakukan reaksi reduksi dan oksidasi yang mempengaruhi


ketersediaannya. Selain itu pH dan kadar bahan organik tanah juga
mempengaruhi tingkat ketersediaan dari unsur Fe ini. Pada kondisi
yang sangat tereduksi, tingkat kelarutan besi akan berlebih sehingga
dapat menyebabkan keracunan pada tanam. Dengan demikian perlu
adanya

beberapa

upaya

pengelolaan

dalam

mengendalikan

terjadinya keracunan besi pada tanaman. Adapun upaya tersebut


dapat berupa penggunaan varietas toleran terhadap tanah yang
mengandung

Fe

yang

tinggi,

pemupukan,

dan

kombinasi

penambahan bahan organik dengan menyelaraskan pengaturan


penggenangan pada lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Andiantoro, S dan M. Slamet, 1991. Keragaan empat varietas padi di


lahan sawah bermasalah keracunan besi yang dipupuk fosfor dan
kalium. Agrikam (6):85-88
Becker, M., and F. Asch, 2005. Iron Toxicity in rice-condition and
management concepts. J. Plant Nurt. Soil Sci, (168):4:1227-1338
Ismundji, M, 1990. Alleviating iron toxicity in lowland rice. J. IARD
(12):4:67-72
Mahraban, P., A. A. Zadeh and H.R. Sadeghipour, 2008. Iron Toxicity in
Rice (Oriza sativa L.,) Under Different Pottasium Nutrition. Asean
Jurnal of Plant Science: 1-9. Diakses di internet pada tanggal 17
Desember 2008.
Marschner, H., 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Prees.
Sahrawat, K. L., 2005. Fertility and Organic Matter in Submerget Rice Soil.
Curren Science (88):5: 753-739. Diakses tanggal 17 Desember
2008
Simarnata, T. 2009. Modul Budidaya padi (IPAT-BO). Sistem Intensifikasi
Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik. Makalah disampaikan pada
Pelatihan IPAT-BO Petani Asal Kalimantan dan Nusatenggara Timur,
8 Januari, 2009.
Soemarno. 2013. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah dan Pengelolaannya.
Malang: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Sudiakarta, D. A dan Wiwik. H, 2004. Teknologi Pengelolaan Lahan Sawah
Bukaan Baru. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan
Penelitian dan PengembanganPertanian Departemen Pertanian.
Hal. 115-136Surya. D, 2008. Problematik Kesuburan Tanah dan
Pupuk (Unsur-Unsur Mikro). Bahan Kuliah Program Pasca Sarjana
Universitas Padjadjaran. Bandung 2008.

Syafruddin. 2011. Keracunan Fe (Besi) Pada Tanaman Padi Dan Upaya


Pengelolaannya Pada Lahan Sawah. Palu: Jurnal Agribisnis dan
Pengembangan Wilayah Vol. 3 No.1.
Yang. C., Yang,L, and L. Jiansua, 2006. Organic Phosphorus Fractions in
Organically Amended Paddy Soil in Continuously and Intermittenly
Flooded Condisions. J. Environ Qual (35): 11421150

Anda mungkin juga menyukai