Anda di halaman 1dari 6

Case Chapter 2 :

A Tale of Two Cultures

Banyak kebudayaan di Asia berada di tengah-tengah krisis identitas. Mereka sedang terpecah
antara dua dunia. Disatu sisi mereka mengarah pada sistem nilai tradisional yang berasal dari
masyarakat berbasis pertanian dengan hubungan kekerabatan yang luas, yaitu unsur-unsur
budaya yang saling peduli antar kerabat satu dengan lainnya dan sistem kesejahteraan negara
tidak diperlukan. Disatu sisi lain yang berlawanan, seperangkat nilai baru muncul dari
manufaktur dan keuangan, yaitu unsur-unsur budaya dimana pekerja seringkali harus pindah
ke kota-kota yang jauh untuk mencari pekerjaan, meninggalkan anggota keluarga untuk
menghidupi mereka atau pun dirinya sendiri.
Selama beberapa dekade, perusahaan-perusahaan multinasional dari Barat mendirikan pabrikpabriknya di Asia Tenggara untuk memanfaatkan tenaga kerja yang relatif murah. Kemudian
saat ini banyak perusahaan lokal berdiri dan juga menjadi pemain global yang kompetitif.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa dekade yang singkat telah
melampaui standar hidup dari yang dianggap mungkin sebelumnya. Kaum muda di Malaysia
dan Thailand telah merasakan godaan dari merek Barat. Tas Gucci, sepeda motor Harley
Davidson, dan merek global lainnya telah menjadi simbol kesuksesan yang lazim. Banyak
orang tua merasa kesadaran merek dikalangan anak-anak remaja mereka menandakan
kesuksesan keluarga secara luas.
Meskipun terjadi pertumbuhan masyarakat konsumen, jajak pendapat dari kaum muda
menunjukkan bahwa mereka memegang teguh nilai-nilai tradisional seperti menghormati
keluarga dan keharmonisan kelompok. Para pemuda di Hong Kong misalnya, sangat percaya
bahwa orang tua seharusnya mengingatkan seberapa keras mereka harus belajar, dalam
memperlakukan anggota keluarga dan orang tua, dan dalam memilih teman.
Saat ini globalisasi juga tengah melanda India. Ledakan pada pekerjaan outsourcing
menyebabkan revolusi sosial diantara lulusan politeknik dan universitas di India. Tidak
seperti pekerjaan jasa tradisional, staf call-center muda melakukan hubungan langsung
dengan konsumen Barat, menjawab pertanyaan-pertanyaan pada item seperti pil diet. Untuk
anak-anak muda ini, staf kebanyakan adalah wanita, pekerjaan berarti uang, kemerdekaan dan
kebebasan, terkadang jauh dari rumah berada di kota-kota besar seperti Bangalore dan
Mumbai. Disamping pelatihan untuk aksen Amerika dan keadaan geografinya, mereka juga
belajar mengenai ide-ide baru mengenai keluarga, materialisme dan hubungan.

Kebanyakan orang tua curiga akan pekerjaan call-center karena biasanya harus dilakukan
pada malam hari di India ketika para konsumen terjaga di kanada, Eropa ataupun Amerika
Serikat. Ketika orang tuanya keberatan, Binitha Venugopal keluar dari pekerjaan call-center
nya, dan mendukung pekerjaan biasa di siang hari. Binitha mengatakan mantan rekan
kerjanya menjadi seorang yang materialistis, nilai-nilai mereka berubah, kencan dan hidup
dalam hubungan antar mereka adalah biasa. Tradisi India menyatakan bahwa orang dewasa
muda tinggal bersama orang tua mereka setidaknya sampai mereka menikah dengan
seseorang (biasanya orang tua mereka yang memilih).
Roopa Murthy bekerja untuk sebuah perusahaan India yang menawarkan call-center dan
layanan back-office. Roopa pindah ke Bangalore dari tempat asalnya di Mysore pada tahun
2002 dengan bekal gelar akuntansi. Sekarang Ia telah mendapatkan penghasilan 400 Dollar
per bulan, beberapa kali lebih besar dari yang diperoleh ayahnya sebelun pensiun dari
pekerjaannya di instansi pemerintahan. Saat ini Roopa merubah gaya rambutnya dengan
potongan pendek yang Ia adopsi dari idolanya yaitu Dana Scully, seorang artis pada serial tv
X-Files, yang namanya juga Ia adopsi menjadi nama telepon nya. Ia tidak lagi
menggunakan salwar kameeznya, yaitu sebuah pakaian tradisional India yang longgar yang
dulu biasa Ia gunakan di kampung halamannya, untuk mendukung desiner pakaian-pakaian
barat yang Ia gunakan sekarang.
Meskipun tadinya Ia menjauhi minuman keras dan jam malam di rumah adalah pukul
9 malam, Roopa sekarang sering pergi pub bernama Geoffrey, tempat dimana Ia menikmati
martini dan rum, dan The Club, sebuah klub disko di pinggiran kota. Setelah mengirim uang
pada orang tuanya, Ia memiliki cukup sisa untuk dibelanjakan pada kosmetik impor, clana
jeans, ponsel dan makan malam di restoran Amerika. Roopa seringkali mengaku pada orang
tuanya bahwa Ia "bertemu seseorang", karena sangat sulit berbicara mengenai teman lelaki
(pacar) pada orang tua di India. Roopa mengatakan terkadang Ia malu dengan kehidupan
peneleponnya, tapi dia berharap dengan pekerjaannya akan membuatnya sukses. Roopa
mengatakan mungkin Ia dari seorang gadis kota kecil, tapi tidak ada cara lagi yang
akanmembuatnya kembali ke Mysore setelah ini.
Arundhati Roy seorang aktifis dan novelis India, berpendapat bahwa pekerja callcenter mengubah kaum muda India dari identitas budaya mereka, misalnya dengan membuat
mereka menggunakan nama Amerika di telepon. Ia menulis bahwa call-center menunjukkan
"betapa mudahnya sebuah budaya dapat dibuat untuk merendahkan diri sepenuhnya." banyak
pengamat

bertanya-tanya

apakah

mempertahankan nilai-nilai tradisional.

Asia

dapat

menerima

modernisasi

dan

tetap

Pertanyaan :
1. Jika perusahaan Internasional Anda melakukan bisnis Di Asia, apakah Anda merasa
ikut bertanggung jawab atas trend sosial yang terjadi?
Tidak. Perusahaan biasanya memiliki kebijakan, aturan dan budaya perusahaan yang
berbeda-beda. Biasanya, kebijakan-kebijakan tersebut merupakan cerminan dari
karekteristik sumberdaya manusia perusahaan itu sendiri baik dalam manajemen
atupun principal. Secara profesional, karyawan harus mengikuti kebijakan dan aturan
yang ditetapkan perusahaan.
Perubahan trend sosial yang terjadi di masyarakat di luar tanggung jawab perusahaan.
Terjadinya pola hidup konsumtif, materialistis, ataupun pergaulan bebas, tergantung
pada individu masing-masing menyikapi pola interaksinya dan hubungan sosialnya
baik di dalam ataupun di luar perusahaan.
Adakah sesuatu yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk bisa mengurangi permasalahan
budaya?
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi permasalah
budaya yang terjadi adalah dengan menyerap budaya lokal menjadi budaya
perusahaan, seperti : menerima kaum pria untuk bekerja di call-center di India.
Perusahaan juga harus menghormati hukum, politik, budaya, dan aspek lainnya
dimana perusahaan beroperasi.
2. Menurut pendapat Anda, apakah globalisasi merupakan salah satu penyebab dari
meningkatnya insiden seperti perceraian, kejahatan atau tindak kriminal dan
penyalahgunaan narkoba di Asia?
Sependapat. Secara tidak langsung, globalisasi menjadi salah satu penyebab terjadinya
beberapa insiden di Asia. Sebagai contoh, masuknya produk-produk Barat
menyebabkan masyarakat menjadi konsumtif. Merek-merek Barat menjadi simbol
kesuksesan. Untuk masyarakat dengan pendapatan rendah, hal ini menjadi ironi ketika
mereka memaksakan diri untuk mengikuti pola konsumtif tetapi tidak didukung
dengan kemampuan ekonomi mereka. Akibatnya, tidak kriminal seperti pencurian,
perampokan atau pun tindak kejahatan lain untuk kekayaan dan harta menjadi
pilihan. Selain itu, terjadinya penyalahgunaan narkoba disebabkan oleh semakin
mudahnya para pengedar narkoba memasuki negara-negara berkembang. Globalisasi
menyebabkan semakin tipisnya batas antar negara. Hal ini juga memudahkan
mobilisasi manusia dari satu negara ke negara lainnya.

3. Didefinisikan secara luas, Asia terdiri dari lebih dari 60 % populasi penduduk dunia,
yang di dalamnya terdapat berbagai praktek kepercayaan seperti Budha, Hindu,
Konfusianisme, Islam dan agama-agama lain. Mengingat fakta bahwa terdapat
perbedaan budaya yang besar antara Negara-negara seperti Cina, India, Indonesia,
Jepang dan Malaysia, apakah mungkin untuk melakukan suatu diskusi mengenai
nilai-nilai dari Asia?
Ya, sangat mungkin adanya Asia value, yaitu berdasarkan kesamaan yang dimiliki oleh
negara-negara Asia, seperti kolektifitas dalam masyarakat dan kesopanan. Perlu
diingat, budaya Asia (baca India) telah menyebar hampir ke semua negara di Asia dan
hingga kini masih ada didalam negara-negara di Asia. Demikian juga halnya Cina yang
telah memiliki hubungan dagang dengan negara-negara Asia, jauh sebelum globalisasi
terjadi. Jadi, secara sejarah, perbedaan agama di Asia bukanlah halangan untuk
menciptakan nilai Asia.
4. Statement berikut menyatakan Pembangunan ekonomi dan kapitalisme memerlukan
gaya/cara tertentu untuk menjalankan bisnis pada abad kedua puluh satu. Semakin
cepat kebudayaan Asia dapat beradaptasi akan lebih baik. Apakah anda setuju dengan
pernyataan tersebut?
Tidak sependapat. Pembangunan ekonomi tidak harus dilakukan dengan cara
kapitalisme. Asia memiliki kultur yang sangat kuat dan pasar yang sangat luas, dan
juga kekayaan alam yang sangat besar. Memang, negara barat memiliki dana yang
besar, tetapi yang terbesar tetap dimiliki oleh Asia, yaitu China dan juga negara-negara
di kawasan Arab. Jadi, sebaiknya dalam pembangunan ekonominya Asia tetap berakar
pada budayanya sendiri.

Pertanyaan Audience :
1.

Bagaimanakah faktor agama mempengaruhi bisnis internasional (Contohnya) ?

Disampaikan oleh :
Jawab : Sri Susilawati
Agama merupakan salah satu komponen dari budaya. Budaya yang ada pada suatu negara,
terkadang dipengaruhi oleh agama yang dominan dianut oleh penduduknya di suatu negara.
Untuk melakukan bisnis internasional, maka kita perlu juga untuk memperhatikan faktor
agama. Sebagai contohnya, India dengan mayoritas penduduk beragama Hindu. Suatu
kepercayaan umat Hindu di India adalah bahwa Sapi merupakan hewan yang suci yang tidak
boleh dibunuh. Apabila waralaba besar seperti Mc Donalds akan membuka outletnya di India,
maka akan sangat penting untuk mempertimbangkan tidak memasukkan menu dengan bahan
daging sapi karena kemungkinan akan ditentang oelh sebagian besar masyarakat India.
Contoh lain yang dapat diambil adalah di negara Arab Saudi yang sebagian besar
penduduknya beragama muslim. Umat muslim disana sangat memperhatikan masalah hijab
yaitu pembatasan/pemisahan antara lelaki dan wanita yang bukan muhrim (memiliki
hubungan darah). Apabila suatu perusahaan akan menjalankan bisnisnya di Arab saudi, dan
akan mempekerjakan para pekerja wanita, maka sangat perlu untuk memperhatikan masalah
hijab. Kaum lelaki tidak boleh bekerja bercampur baur dengan kaum wanita. Apabila hal
yang sebaliknya terjadi, maka hal tersebut tidak sesuai dengan norma-norma agama yang
dianut di Arab Saudi. Hal ini dapat menimbulkan kontroversi dan pertentangan dari sebagian
besar penduduknya.
2.

Estetika seperti halnya bentuk, warna, atau pun simbol-simbol menjadi suatu hal yang

perlu diperhatikan dalam menjalankan bisnis internasional. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Bagaimanakah pengaruh estetika terhadap bisnis internasional?
Disampaikan oleh : Risya Elfa Permana
Jawab :
Estetika berkaitan dengan rasa keindahan, budaya, dan selera yang baik, serta diungkapkan
dalam seni, drama, musik, dan tari-tarian. Suatu perusahan seringkali identik terhadap suatu
warna, logo, simbol atau tulisan sebagai ciri atau pengenal perusahaan tersebut. Faktor
estetika ini terutama melekat pada produk atau kemasan produk yang ditawarkan. Warna
terkadang dapat bersifat menipu karena memiliki arti yang berbeda dalam kebudayaan yang

berbeda. Hijau merupakan warna yang baik dalam dunia Islam, setiap iklan atau kemasan
yang bercirikan hijau tampak lebih disukai di negara-negara Timur Tengah seperti Arab saudi.
Contoh kasus yang pernah terjadi berkaitan dengan simbol adalah pada perusahaan sepatu
Nike. Nike, pemasar sepatu atletik, menarik kembali 38.000 pasang sepatu yang memiliki
kata air (udara) yang ditulis dalam huruf yang menyala, karena menurut orang Islam, kata itu
menyerupai kata Allah dalam bahasa Arab. Sepatu-sepatu tersebut dialihkan dari negaranegara Arab ke negara-negara lain yang kurang sensitif (Ball et.al, 2005). Kasus lain yang
terkait dengan penggunaan simbol adalah lambang rangkaian segitiga yang terdapat pada
bendera negara Israel. Logo perusahaan yang terdapat pada kemasan produk dengan bentuk
seperti lambang yang terdapat pada bendera Israel kemungkinan akan sangat ditentang untuk
memasuki pasar di negara-negara Arab. Hal ini terkait masalah yang cukup sensitif dalam
pertentangan antara umat Yahudi dan Islam.

Daftar Pustaka :
Ball, DA, McCulloc WH, Frantz PL, Geringer JM, dan Minor MS. 2005. Bisnis Internasional
Tantangan Persaingan Global. Penerbit Salemba Empat : Jakarta.
Wild, JJ, Wild, KL dan Han JCY. 2010. Business International. Pearson Education. Inc.
United States .

Anda mungkin juga menyukai