Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

DRY EYES SYNDROME

OLeh:
Retro Vindica Lydia, S.Ked 0210074
Eva Mustika, S.Ked -0410116
Tommy Agustinus, S.Ked 0510016

Pembimbing:
Dr. Edia, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2010
BAB I

PENDAHULUAN

Dry

eyes

merupakan

ketidaknyamanan

dalam

suatu

keadaan

pengelihatan

dimana

terjadi

penderita

yang

disebabkan karena kekurangan kelembaban, lubrikasi dan agen


dalam mata. Saat ini, dry eyes lebih sering terjadi dibandingkan
pada masa-masa lampau. Hal ini dapat distimulasi oleh berbagai
aspek lingkungan seperti udara yang dapat mengiritasi mata dan
lapisan air mata menjadi kering.
Penderita dry eyes sering merasakan ketidaknyamanan
dalam mata sehingga mereka sering mengeluhkan perasaan
seperti iritasi, tanda-tanda inflamasi sering merasa ada benda
asing di mata. Penderita dengan Dry eyes kronis didiagnosis oleh
dokter

jika

keluhan

dry

eyes

terjadi

berulang

sehingga

menurunkan jumlah air mata yang menyebabkan gejala bertahan


dalam periode yang lama. Penderita dry eyes sering dijumpai
pada mereka yang sering menggunakan komputer dalam jangka
panjang.
Penggunaan komputer dewasa ini telah demikian luas di
segala

bidang,

kehidupan

baik

pribadi

di

perkantoran

seseorang.

maupun

Hampir

bagian

semua

dari

petugas

administrasi menggunakan komputer dalam pekerjaan seharihari. Penggunaan komputer tidak terlepas dari hal-hal yang
dapat mengganggu kesehatan.
Gangguan kesehatan pada pengguna komputer antara lain
kelelahan mata karena terus menerus memandang monitor atau
video display terminal (VDT). Kumpulan gejala kelelahan pada
mata ini disebut Computer Vision Syndrome (CVS). Gejala-gejala
yang termasuk dalam CVS ini antara lain penglihatan kabur, dry
eye, nyeri kepala, sakit pada leher, bahu dan punggung.

Sedangkan sindrom dry eye adalah gangguan defisiensi air mata


baik kuantitas maupun kualitas. Selain penggunaan VDT, faktor
risiko sindrom dry eye pada pekerja adalah faktor pekerja dan
lingkungan kerja. Faktor pekerja meliputi usia, jenis kelamin,
kebiasaan membaca dan kelainan refraksi, sedangkan faktor
lingkungan kerja meliputi suhu, kelembaban, penerangan, tinggi
meja, tinggi kursi dan jarak mata ke monitor.

BAB II
ISI

2.1 Anatomis lapisan air mata


Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada
dasarnya, lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari:
a. Lapisan tipis

superfisial

(0.11um)

diproduksi oleh kelenjar

meibomian dan fungsi utamanya adalah menahan evaporasi air


mata dan mempertahankan penyebaran air mata
b. Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7um) diproduksi
oleh kelenjar lakrimalis utama ( untuk refleks menangis), seperti
halnya kelenjar lakrimalis asesoris dari kelenjar Krause dan
Wolfring.
c. Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel
goblet

konjunctiva

dan

epitel

permukaan

okuler

dan

berhubungan dengan permukaan okuler melalui ikatan jaringan


longgar dengan glikokalik dari epitel konjunctiva. Adanya musin
yang bersifat hidrofilik membuat lapisan aqueous menyebar ke
epitel kornea.

Gambar 1. Lapisan air mata


Lapisan lemak yang diproduksi oleh kelenjar meibomian
berperan sebagai surfaktant, sama seperti lapisan aqueous
(mempertahankan terjadinya evaporasi dari lapisan aqueous)
dan juga sebagai pelindung permukaan mata. Selain itu, lapisan
lemak dapat berperan sebagai barier melawan partikel asing dan
dapat juga berperan sebagai antimikroba. Kelenjar ini bersifat
holokrin dan kelenjar dapat mensekresi lipid polar (interaksi
aquaous-lipid) dan lipid nonpolar (interaksi permukaan air mataudara) yang merupakan materi berisi protein. Semua lapisan
tersebut diikat menjadi satu dengan ikatan ion, ikatan hidrogen
dan tekanan van der Waal.
Sekresi dari lapisan air mata bersifat neuronal ( sumber
parasimpatik,

simpatik

dan

persarafan

sensoris),

hormonal

( reseptor androgen dan estrogen) dan regulasi vaskuler.


Terjadinya evaporasi kebanyakan disebabkan karena disfungsi
kelenjar meibomian.
Komponen lapisan

aqueous

diproduksi

oleh

kelenjar

lakrimalis. Komponen ini meliputi sekitar 60 persen protein,


elektrolit dan air. Jumlah lisozim cukup banyak (20-40% dari total
protein) dan juga merupakan protein basa di dalam air mata.
Enzim ini bersifat glikolitik yang mampu memecahkan dinding sel
bakteri.

Laktoferin

berperan

sebagai

antibakterial

dan

antioksidan dan epidermal growth faktor (EGF) yang berperan

dalam

mempertahankan

permukaan

okuler

normal

dan

mencetuskan proses penyembuhan kornea. Selain itu pada


lapisan air mata juga ditemukan adanya komponen albumin,
transferin, immunoglobulin A (IgA), immunoglobulin M (IgM) dan
immunoglobulin G (IgG).
Defisiensi lapisan aqueous merupakan penyebab utama
dari dry eye dan ini disebabkan karena insufisiensi produksi air
mata. Sekresi kelenjar lakrimalis dikontrol oleh refleks neuralis
dengan lengkung reflek saraf aferen ( serat saraf sensoris
trigeminal) di kornea dan konjunctiva yang kemudian melewati
pons( nukleus salivatorius superior), kemudian dari pons keluar
jalur serat eferen, saraf intermedius yang akan menuju ganglion
pterigopalatina

dan

post

ganglionik

simpatetik

dan

parasimpatetik yang kemudian berakhir di kelenjar lakrimalis.


Keratoconjunctivitis sicca (KCS) merupakan penyakit pada
permukaan okuler. KCS dibagi menjadi sindroma Sjogren yang
dapat atau tanpa berkaitan dengan KCS. Pasien dengan defisiensi
lapisan air mata aqueous memiliki gejala Sjogren sindrom jika
keluhan disertai dengan xerostomia dan atau penyakit jaringan
ikat. Pasien dengan Sindroma sjogren biasanya menderita
penyakit

autoimun

sistemik

dan

bermanifestasi

dengan

ditemukannya serum autoantibodi dan defisiensi cukup berat


dari lapisan aqueous dan penyakit lapisan okuler. Kebanyakan
pasien tersebut berjenis kelamin perempuan, teridentifikasi
sebagai penyakit jaringan ikat okuler. Pasien dengan Sindroma
sjogren primer jarang mengalami disfungsi imunitas sistemik
namun

tetap

Sindroma

memperlihatkan

sjogren

(SS)

kelainan

sekunder

klinis

dikenal

pada

dengan

okuler.
penyakit

Keratokonjuntivis sicca (KCS) yang berkaitan dengan penyakit


jaringan ikat yang dapat didiagnosis, kebanyakan menderita

artritis reumatoid tetapi dapat juga mengalami SLE dan sklerosis


sistemik.
Keratokonjuntivitis non-SS sering ditemukan pada wanita
postmenopause, wanita hamil, wanita yang mengkonsumsi
kontrasepsi oral, atau pada wanita dengan terapi hormon
pengganti terutama pil estrogen. Penanda dari terjadinya KCS
adalah penurunan jumlah hormon androgen, serta terjadinya
penurunan fungsi ovarium pada wanita postmenopause atau
terjadi peningkatan kadar hormon seks binding globulin pada
wanita hamil dan pengontrolan kehamilan dengan menggunakan
pil. Androgen juga dipercaya berpengaruh terhadap kelenjar
lakrimalis dan meibomian. Selain itu andregen juga berpotensi
sebagai

anti

inflamasi

melalui

aktivitas

produksi

dari

Transforming growth factor beta (TGF-beta), penekanan infiltrasi


limfositik.
Lipokalin ( lapisan air mata yang berisi prealbumin spesifik)
ditemukan pada lapisan mukus merupakan lapisan lemak yang
mengikat protein yang diproduksi oleh kelenjar lakrimalis yang
menurunkan tegangan permukaan air mata normal. Lipokalin ini
menjaga kestabilan lapisan air mata dan juga menjelaskan
terjadinya peningkatan tegangan permukaan air mata yang
sering terlihat pada sindroma dry eyes yang ditandai dengan
defisiensi kelenjar lakrimalis. Defisiensi lipocalin dapat memicu
presipitasi lapisan air mata dan membentuk kumpulan mukus
yang terlihat pada penderita dry eyes yang bergejala.
Glikokalik dari epitel kornea meliputi musin transmembran
MUC1, MUC2, MUC 16. Membran musin tersebut berinteraksi
dengan musin soluble, sekresi, gel-forming yang diproduksi oleh
sel goblet (MUC5AC) dan juga

oleh MUC2. Kelenjar lakrimalis

juga menghasilkan MUC7 yang menempel pada lapisan air mata.


Musin yang soluble bergerak bebas pada lapisan air mata
( sebuah proses yang difasilitasi dengan pengikatan dan repulsi
7

elektrostatik secara tekanan negatif dari musin transmembran),


berfungsi sebagai protein pembersih ( mengangkut kotoran
mata, debris dan patogen), mempertahankan kadar air mata
karena musin yang bersifat hidrofilik dan sebagai mekanisme
pertahanan terhadap molekul yang disebabkan karena kelenjar
lakrimalis. Musin transmembran mencegah penempelan patogen
dan juga dapat sebagai pelumas mata. Menurut penelitian
terbaru, musin bercampur dengan lapisan air mata ( sifat
hidrofilik), larut dalam air, dan bergerak bebas pada lapisan.
Defisiensi musin (disebabkan karena kerusakan sel goblet
atau epitel glikokalik) seperti ditemukan pada Stevens-Johnson
syndrome atau sesudah luka bakar karena kimiawi dapat memicu
permukaan kornea menjadi kering dengan terjadinya kerusakan
sel epitel dan produksi aqueous berkurang.
Ciri

histopatologik

pada

sindrom

bintik-bintik

kering

pada

timbulnya
konjungtiva,

pembentukan

konjungtiva,

pembesaran

filamen,
abnormal

dry

eye

kornea

dan

epitel

sel

goblet

non

goblet,

hilangnya
sel

epitel

termasuk

peningkatan stratifikasi sel dan penambahan keratinisasi. Ciri


paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputusnya
meniskus air mata di tepian palpebra inferior.
Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadangkadang

terlihat

dalam

forniks

konjungtiva

inferior.

Pada

konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin


menebal, edema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat
bertitik

halus

pada

fissura

interpalpebra.

Sel-sel

epitel

konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan Rose Bengal


1%, dan defek epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada
tahap lanjut akan terlihat satu ujung pada setiap filamen melekat
pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas.

SISTEM SEKRESI AIR MATA


Sistem lakrimalis meliputi struktur-struktur yang terlibat
dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri
atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk
cairan air mata. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh
kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis di
kuadran temporal atas orbita. Selain kelenjar air mata utama
terdapat

kelenjar

lakrimal

tambahan.

Meskipun

hanya

sepersepuluh dari massa utama, namun mempunyai


peran yang penting.
Komponen lipid air mata disekresi oleh kelenjar Meibom
dan Zeis di tepian palpebra. Sekresi lipid ini dipengaruhi oleh
serabut saraf kolinergik yang berisi kolinesterase dan agonis
kolinergik

seperti

pilokarpin.

Selain

itu

sekresi

kelenjar

dipengaruhi oleh hormon androgen seperti testosteron yang


dapat meningkatkan sekresi, sementara hormon antiandrogen
dan estrogen akan menekan sekresi kelenjar lipid. Refleks
mengedip juga memegang peran penting dalam sekresi oleh
kelenjar Meibom dan Zeis. Mengedip menyebabkan lipid
mengalir ke lapisan air mata.
Komponen akuos air mata disekresi oleh kelenjar utama,
kelenjar Krause dan Wolfring. Kelenjar Krause dan Wolfring
identik dengan kelenjar utama namun tidak mempunyai sistem
saluran. Mekanisme sekresi akuos dipersarafi oleh saraf kranial V.
Stimulasi reseptor saraf V yang terdapat di kornea dan
mukosa nasal memacu sekresi air mata oleh kelenjar lakrimalis.
Kurangnya sekresi air mata oleh kelenjar lakrima dan sindrom

dry eye dapat disebabkan oleh penyakit maupun obat-obatan


yang berefek pada sistem otonom.
Komponen musin lapisan air mata disekresi oleh sel Goblet
konjungtiva dan sel epitel permukaan. Mekanisme pengaturan
sekresi musin oleh sel ini tidak diketahui. Hilangnya sel Goblet
berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari
kelenjar lakrimal.
SISTEM EKSKRESI AIR MATA
Selain sistem sekresi, kelenjar air mata juga terdiri dari
komponen ekskresi. Komponen ekskresi terdiri atas punkta,
kanalikuli,

sakus

lakrimalis

dan

duktus

lakrimalis.

Setiap

berkedip, palpebra menutup mirip risleting mulai dari lateral,


menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan
menyalurkannya

ke

dalam

sistem

ekskresi

di

sisi

medial

palpebra. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan dengan


kecepatan yang sesuai dengan jumlah yang diuapkan. Oleh
sebab itu hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi.

Gambar 2. Anatomi air mata + sistem sekresi dan eksresi air


mata
10

2.2 Dry eyes


Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar
air mata dan permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala
ketidaknyamanan, gangguan pengelihatan, air mata yang tidak
stabil sehingga berpotensi untuk menimbulkan kerusakan pada
permukaan okuler. Dry eye sering disertai dengan peningkatan
osmolaritas dari air mata dan peradangan dari permukaan okuler.

Gambar 3. Dry eye sindrome

2.3 Patofisiologi
Keratokonjuntivitis
dipredisposisi

oleh

(KCS) pada

kelainan

sindroma

genetik

yang

Sjogren

terlihat

(SS)

adanya

prevalensi dari HLA-B8 yang meningkat. Kondisi tersebut dapat


memicu terjadinya prose inflamasi kronis dengan akibatnya
terjadi produksi autoantibodi yang meliputi produksi antibodi
antinuklear,

faktor

reumatoid,

11

fodrin

(protein

sitoskeletal),

reseptor muskarinik M3, antibodi spesifik SS ( seperti anti RO,


anti-LA, pelepasan sitokin peradangan dan infiltrasi limfositik
fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun terkadang juga sel B)
dari kelenjar lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi
glandular dan induksi apoptosis pada kelenjar lakrimalis dan
konjuncita. Keadaan ini dapat menimbulkan disfungsi kelenjar
lakrimalis, penurunan produksi air mata, penurunan respon
terhadap stimulasi saraf dan berkurangnya refleks menangis.
Infiltrasi

sel

limfosit

aktif

pada

konjuntiva

juga

sering

dilaporkan pada KCS non SS.


Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar
lakrimalis dan meibomian. SS sering ditemukan pada wanita post
menopause. Pada wanita menopause, terjadi penurunan hormon
seks yang beredar ( seperti estrogen, androgen) dan juga
mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar lakrimalis. 40 tahun
yang lalu, penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau
progesteron

sering

berkaitan

dengan

insidensi

KCS

dan

menopause.
Disfungsi kelenjar meibomian, defisiensi hormon androgen
akan berakibat kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida,
kolesterol, asam lemak esensia monosaturasi (MUFA seperti
asam oleat), dan lipid polar ( seperti phosphatidiletanolamin,
sfingomielin). Kehilangan polaritas lemak (pada hubungan antara
lapisan

aqueous-air

mata)

akan

mencetuskan

terjadinya

kehilangan air mata atau evaporasi dan penurunan asam lemak


tidak jenuh yang akan meningkatkan produksi meibum, memicu
penebalan serta sekresi air mata yang bersifat viskos sehingga
dapat mengobstruksi duktus dan menyebabkan stagnasi dari
sekresi. Pasien dengan terapi antiandrogenik pada penyakit
prostat juga dapat meningkatkan viskositas sekret kelenjar

12

meibom, menurunkan waktu kecepatan penyerapan air mata dan


meningkatkan jumlah debris.
Sitokin proinflamasi juga dapat menimbulkan destruksi
seluler,

meliputi

interleukin

(IL-1),

interleukin

(IL-6),

interleukin 8 (IL-8), TGF beta, TNF alpha. IL-1 beta dan TNF-alfa
juga

ditemukan

pada

air

mata

dari

KCS

dimana

dapat

menimbulkan pelepasan opioid yang akan mengikat reseptor


opioid pada membran neural dan menghambat pelepasan
neurotransmiter melalui NF-K beta. IL-2 juga dapat mengikat
reseptor opioid delta dan menghambat produksi cAMP dan fungsi
neuronal.

Kehilangan

fungsi

neuronal

akan

menurunkan

tegangan neuronal normal, yang dapat memicu isolasi sensoris


dari kelenjar lakrimalis dan atrofi kelenjar lakrimalis secara
bertahap.
Neurotransmiter proinflamasi seperti substansi P dan
kalsitonin gen related peptide (CGRP) dilepaskan dan dapat
mengaktivasi sel limfosit lokal. Substansi P juga berperan melalui
pelepasan sinyal lewat jalur NF-AT dan NFKb yang memicu
ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1, adesi molekul yang mempromosi
munculnya limfosit dan kemotaksis limfosit ke daerah inflamasi.
Siklosporin A merupakan reseptor sel natural killer (NK)-1 dan NK2 yang dapat menurunkan regulasi molekul sinyal yang dapat
digunakan untuk mengatasi defisiensi lapisan aqueous air mata
dan disfungsi kelenjar meibomian. Proses tersebut juga dapat
meningkatkan jumlah sel goblet dan menurunkan jumlah sel
inflamasi dan sitokin di dalam konjuntiva.
Sitokin-sitokin tersebut dapat menghambat fungsi neural
yang dapat mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen
yang

merupakan

Peningkatan

hasil

rata-rata

dari

disfungsi

apoptosis

juga

kelenjar
terlihat

meibomian.
pada

sel

konjunktiva dan sel lakrimalis asiner yang mungkin disebabkan

13

karena kaskade sitokin. Elevasi enzim pemecah jaringan yaitu


matriks metalloproteinase (MMPs) juga ditemukan pada sel
epitel.
Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu MUC1-MUC
17 akan memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin
yang soluble dan tampak adanya hidrasi dan stabilitas dari
lapisan air mata yang terganggu pada penderita sindroma dry
eyes. Kebanyakan MUC 5AC berperan dominan dalam lapisan
mukus air mata. Adanya defek gen musin makan akan memicu
perkembangan sindroma dry eyes. Sindroma Steven-Johnson,
defisiensi vitamin A akan memicu kekeringan pada mata atau
keratinisasi dari epitel okuler dan bahkan dapat menimbulkan
kehilangan sel goblet. Musin juga menurun pada penyakit
tersebut dan terjadi penurunan ekspresi gen musin, translasi dan
terjadi perubahan proses post-translasi.
Produksi protein air mata normal seperti lisosim, laktoferin,
lipocalin, fosfolipase A2 juga menurun pada KCS.
2.4 Frekuensi
Sindroma dry eye biasanya terjadi pada pasien usia lebih
dari 40 tahun dan merupakan penyakit mata yang cukup sering
terjadi, yaitu sekitar 10-30% populasi. Di Amerika Serikat,
diperkirakan ada sekitar 3.23 juta wanita dan 1.68 juta pria yang
berusia 50 tahun keatas yang menderita sindroma dry eyes.
Frekuensi sindroma dry eyes di beberapa negara hampir
serupa dengan frekuensi di Amerika Serikat.
2.5 Mortalitas dan Morbiditas
Dry eyes juga dapat menimbulkan kornea yang steril atau
terjadi ulserasi kornea terinfeksi terutama pada pasien Sindroma
Sjogren. Sifat ulkus kornea pada dry eyes cukup khas yaitu
14

berbentuk oval atau sirkular dengan diameter kurang dari 3 mm


dan berlokasi pada kornea sentral atau parasentral. Terkadang
dapat terjadi perforasi kornea. Pada kasus tertentu dapat
menimbulkan kebutaan akibat ulkus kornea terinfeksi. Komplikasi
lainnya berupa defek epitel puntata (PED), neovaskularisasi
kornea dan jaringan parut kornea.
Mortalitas dan morbiditas juga dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan suku bangsa. Kebanyakan sindroma dry eyes terjadi
pada wanita. KCS dengan SS ditemukan pada 1-2% populasi dan
mengenai hampir 90% wanita. Sedangkan diagnosis dry eyes
sering ditemukan pada penderita ras hispanik dan asia kaukasia.
2.6 Pemeriksaan klinis
a. anamnesis
perlu dilakukan

pemeriksan

riwayat

penyakit

untuk

menegakkan diagnosis sindroma dry-eyes seperti ada tidaknya:


Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa
terbakar, gatal, nyeri , rasa adanya benda asing pada mata,
fotofobia,

pandangan

berkabut.

Biasanya

gejala

tersebut

dicetuskan pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas


indoor, membaca lama, pemakaian komputer jangka panjang.
Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya
dengan penggunaan mata yang lebih memanjang dan paparan
lingkungan. Pasien dengan disfungsi kelenjar meibomian kadang
mengeluh mata merah pada kelopak mata dan konjuntiva tetapi
pasien-pasien

tersebut

memperlihatkan

perburukan

gejala

terutama pada pagi hari.


Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal
ini disebabkan karena reflek menangis mata yang meningkat
karena permukaan kornea yang mengering
Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan
produksi

air

mata

seperti

antihistamin,

kontrasepsi oral.

15

beta

bloker

dan

Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis


reumatoid, atau abnormalitas tiroid. Terkadang pasien juga

mengeluh mulut kering


b. Pemeriksaan fisik
gejala dari sindroma dry eyes meliputi:
Dilatasi vaskuler konjuntiva bulbi
Penurunan meniskus air mata
Permukaan kornea yang ireguler
Penurunan absorbsi air mata
Keratopati epitel kornea punctata
Kornea berfilamen
Peningkatan debris pada lapisan air mata
Keratitis puntata superfisialis
Sekret mukus
Pada kasus berat, ulkus kornea
Gejala-gejala dry eyes tidak berhubungan dengan tandatanda dry eyes. Pada kasus berat, juga ditemukan defek epitel
atau infiltrasi kornea steril atau ulkus kornea. Keratitis sekunder
juga dapat terjadi. Baik perforasi kornea karena steril atau infeksi
dapat terjadi.
c.Pemeriksaan diagnostik.
Tes Schimer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata
dan memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41)
ke dalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga
tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang
terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian
basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.

16

Gambar 4. Tes Schimmer


Tes Break-up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan
komponen

lipid

dalam

cairan

17

air

mata;

diukur

dengan

meletakkan secarik kertas berfluorescein di konjungtiva bulbi dan


meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air
mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada
slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip. Selang
waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam
lapis fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih
dari 15 detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan
defisiensi lipid pada airmata.
Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen
musin air mata ; dilakukan dengan mengeringkan kerokan
lapisan air mata di atas kaca obyek bersih.
Sitologi
Impresi Adalah cara menghitung densitas sel Goblet pada
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel Goblet
paling tinggi di kuadran infra nasal.
Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat
derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata.
Fluorescein akan memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel
selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.
Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitif daripada fluorescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin
yang mengering dari kornea dan konjungtiva.

18

Pengujian kadar lisozim air mata


Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji
kadarnya dengan cara spektrofotometri.
Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas

air

mata

telah

dilaporkan

pada

keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak; diduga


sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea. Laporan-laporan
penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang
paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat
ditemukan pada pasien dengan tes Schirmer normal dan
pemulasan Rose Bengal normal.
Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien
dengan hiposekresi kelenjar lakrimalis
Untuk mengukur kuantitas komponen akuos dalam air
mata dapat dilakukan tes Schirmer. Tes Schirmer merupakan
indikator tidak langsung untuk menilai produksi air mata.
Berkurangnya komponen akuos dalam air mata mengakibatkan
air mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada
eyes.disebabkan

kerusakan

epitel

permukaan

bola

dry
mata

sehingga mukus yang dihasilkan tidak normal yang berakibat


pada proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk
menilai stabilitas lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan
break up time (BUT)

2.7 Penyebab

19

Internasional Dry Eye Workshop (DEWS) mengembangkan


3

bagian

klasifikasi

dari

dry

eye,

berdasarkan

mekanisme dan derajat keparahan penyakit.


Sistem klasifikasi dibuat berdasarkan
a.

o
o
o
o

etiologi,

etiopatogenesis

menurut DEWS:
Defisiensi produksi aqueous
Dry eyes dengan Sindroma sjogren (primer, sekunder)
Dry eyes tanpa sindroma sjogren
Defisiensi kelenjar lakrimalis
Obstruksi duktus kelenjar lakrimalis
Refleks hiposekresi
Obat-obatan sistemik
Evaporatif
Penyebab intriksi ( disfungsi kelenjar meibomian, kelainan
lengkungan

kelopak

mata,

rata-rata

kebutraan,

aksi

obat

( contoh accutan)
o Penyebab ekstrinsik ( defisiensi vitamin A, obat-obatan topikal,
pemakaian kontak lensa,penyakit

permukaan okuler seperti

alergi).
b. Berdasarkan defisiensi produksi aqueous dapat diklasifikasikan
menjadi:
Sindroma non-sjogren
o Defisiensi primer kelenjar lakrimalis primer ( idiopatik, age
related dry eye), kongenital alkrima, disautonomia famili
o Defisiensi kelenjar lakrimalis sekunder ( infiltrasi kelenjar
lakrimalis, sarkoidosis, limfoma, AIDS, graft disease, amiloidosis,
hemokromatosis,

infeksi

kelenjar

lakrimalis,

sindroma

limfadenopati, HIV difus, trakoma, defisiensi vitamin A, ablasi


kelenjar lakrimalis, denervasi kelenjar lakrimalis.
o Penyakit obstruksi lakrimalis ( trakoma, pemfigoid

okuler,

eritema multiformis dan SSJ, luka bakar kimiawi+ termal,


imbalan endokrin, fibrosis post radiasi)
o Obat-obatan antihistamin, beta bloker, fenotiazin, atropin,
kontrasepsi

oral,

ansiolitik,

agen

20

antiparkinson,

diuretik,

antikolinergik, antiaritmia, topikal pada tetes mata, anestesi


topikal, isotretinoin
o Hiposekresi refleks ( keratitis neurotropik, pembedahan kornea,
keratitis herpes simplek, agen topikal, obat sistemik (beta bloker,
atropin), pemakaian kontak lens kronis, diabetes, penuaan,
toksisitas trikloretilen, kerusakan saraf kranial, neuromatosis
multipel.
Sindroma Sjogren
o Primer ( tidak berkaitan dengan penyakit jaringan ikat/ connetive
tissue disease (CTD)
o Sekunder (berkaitan dengan CTD) artritis reumatoid, SLE,
skleredema,

sirosis

biliaris

primer,

polimiositis+

dermatomiositis,

hasimoto,

penumonitis

nefritis

poliarteritis
limfositik

interstitial,

nodosa,
interstitial,

tiroiditis
ITP,

hipergammaglobulinemia, granulomatosis wegener.


Klasifikasi

berdasarkan

kehilangan

evaporasi,

dibagi

menjadi:
a. Penyebab intrinsik
Penyakit kelenjar meibomian (penurunan jumlah, replacement,

disfungsi)
Penurunan pengelihatan akibat bekerja terlalu lama dengan

komputer, gangguan ekstrapiramidal seperti penyakit parkinson


Kelainan kelengkungan kelopak mata akibat eksposure
(proptosis, ekssoptalmus), paralisis kelopak mata, ektropion,

koloboma kelopak.
Aksi obat ( akutan)

b.penyebab ekstrinsik
Defisiensi vitamin A
Obat-obatan topikal
Pemakaian kronis kontak lensa
Penyakit permukaan okuler

21

2.8 Penatalaksanaan

Sindroma dry eye sangat kompleks penyebabnya dan


diatasi berdasarkan penyebabnya, tetapi sementara mencari
penyebabnya dapat juga diatasi terlebih dahulu keluhan lainnya
seperti kering, gatal dan rasa terbakar.
Tujuan utama dari pengobatan sindrom dry eye adalah
penggantian cairan mata. Terapi yang saat ini dianut adalah air
mata buatan sebagai pelumas air mata sedangkan salep berguna
sebagai pelumas jangka panjang terutama saat tidur. Terapi
tambahan

dapat

dilakukan

dengan

memakai

pelembab,

kacamata pelembab atau kacamata


berenang.
Untuk menjaga agar air mata tidak terdrainase dengan
cepat dapat digunakan punctal plug, dengan demikian mata
akan lebih terasa lembab, tidak kering, tidak gatal, tidak seperti
terbakar.

Gambar 5. Plug punctal

22

Salmon merupakan sumber asam lemak omega 3 yang


dapat mengurangi resiko dry eyes. Sardine, herring dan minyak
ikan dapat dicoba untuk dijadikan suplemen sehari.
Jika

menggunakan

kontak

lens,

jangan

sembarangan

memakai kontak lensa karena tidak semua tetes mata cocok


digunakan untuk kontak lensa. Untuk memberi tetes mata, maka
sebaiknya kontak lensa dilepaskan dahulu dari mata dan biarkan
15 menit tanpa kontak lensa.
Jika permasalahan timbul akibat lingkungan, maka dapat
digunakan kacamata hitam ketika beraktivitas di luar ruangan
untuk mengurangi paparan sinar matahari, angin dan debu.
Silicon plug yang dimasukkan ke dalam kelenjar lakrimalis
pada ujung mata dapat menjaga air mata terdrainase lebih
lambat sehingga menjaga kelembaban mata. Alat ini dikenal
dengan istilah lakrimal plug dan diletakkan tanpa nyeri oleh
spesialis mata. Untuk sebagian orang silicon plug terasa tidak
nyaman di mata maka saat ini dapat juga dilakukan puncta
kauterisasi.
Dapat juga mengkonsumsi obat-obatan seperti restasis,
kortikosteroid topikal, tetrasiklin oral, doksisiklin. Obat restasis
memiliki efek dalam memproduksi cairan air mata sehingga
mata dapat menghasilkan air mata alami sehingga dapat
mengurangi kekeringan pada mata yang disebabkan oleh proses
penuaan atau agen yang menyebabkan produksi menurun.
Tindakan pembedahan dilakukan jika terdapat kelainan anatomis
dari bulu mata.

23

BAB III
KESIMPULAN

1. Dry eye merupakan penyakit multifaktorial pada kelenjar air


mata dan permukaan okuler yang menghasilkan gejala-gejala
ketidaknyamanan, gangguan pengelihatan.
2. Karena bersifat multifaktorial, maka penyebab dry eyes sangat
bervariasi dan penanganannya disesuaikan dengan causanya.
3. Deteksi dini dry eyes diperlukan karena keluhan dry eyes ini
sangat mengganggu pengelihatan kita.

24

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overwiew, 22

Juli 2010
2. http//www.mayoclinic.com/health/dryeyes/DS00463/DSECTION=causes, 22 juli 2010
3. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000426.htm,
22 juli 2010
4. http://www.eyecaresource.com/conditions/dry-eyes/,

22

juli

2010
5. Nenjah Roestijawati, 2007. Sindroma Dry eye pada VDT.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_11_Sindromadryeye.
pdf/154_11_sindromadryeye.html, 22 Juli 2010
6. http://www.allaboutvision.com/conditions/dryeye.htm, 22 Juli

2010

25

26

Anda mungkin juga menyukai