Anda di halaman 1dari 16

BALAI DIKLAT

KEUANGAN CIMAHI

Bagaimana Penganggaran Berbasis Kinerja dan


Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
mempengaruhi Efisiensi Operasional pada
Satuan Kerja ?
Keuangan Negara

Abstrak :
Tulisan ini bertujuan untuk
menjelaskan hubungan
antara Penganggaran
Berbasis Kinerja dan
Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah dan terhadap
Efisiensi Operasional pada
Satuan Kerja Pemerintah
Pusat di Wilayah Jawa Barat
Penelitian ini menggunakan
metode penelitian analisis
deskriptif dan analisis
inferensial dengan regresi
berganda
Keberpengaruhan diuji
dengan menggunakan regresi
linier berganda, sehingga
dapat dijelaskan pengaruh
dari variabel bebas terhadap
variabel tidak bebas

06 Juni 2012

Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang.
Dewasa ini bangsa Indonesia telah mengalami transformasi dibidang tatalaksana
keuangan publik. Kebijakan penting yang diambil untuk melakukan alokasi ulang terhadap
berbagai sumber daya, mengurangi beban utang, dan meningkatkan pendapatan negara
mengimplikasikan bahwa kini Indonesia memiliki sumber daya yang cukup besar untuk
dimanfaatkan. Kebijakan desentralisasi yang dimulai sejak 2001 juga memberikan implikasi
bahwa tambahan sumber daya yang diperoleh tersebut tidak akan digunakan oleh
pemerintah pusat saja, melainkan oleh pemerintah daerah dan provinsi.

Hasil penelitian ini


menunjukkan bahwa untuk
mengoptimalkan Efisiensi
Operasional pada Satuan
Kerja Pemerintah Pusat dapat
melalui peningkatan
pelaksanaan Penganggaran
Berbasis Kinerja dan
pelaksanaan Kerangka
Pengeluaran Jangka
Menengah.

Daftar Isi
BAB 1
Pendahuluan

BAB 2
Landasan Teori

BAB 3 Metode
Penelitian

Menurut Bank Dunia dalam kajian pengeluaran publik indonesia terdapat tiga

BAB 4 Analisis dan


Pembahasan
11
BAB 5 Penutup

13

Daftar Pustaka

15

peristiwa penting yang perlu diperhatikan dalam transformasi yang luar biasa pada
pengelolaan dan pengalokasian berbagai sumber daya publik di Indonesia yaitu :
1.

1997-1998 Masa krisis ekonomi. Ekonomi lesu, pengeluaran publik turun, hutang
dan subsidi meningkat, sementara itu pengeluaran pembangunan menurun tajam.

2.

2001 Desentralisasi. Sepertiga pengeluaran pemerintah pusat dialihkan ke daerah.

3.

2006 Dana sebesar US$15 milyar untuk dialokasikan kembali. Pengurangan subdisi
bahan bakar minyak (BBM) memberikan peluang untuk dialokasikan kembali. Jumlah
hutang menurun sampai di bawah 40 persen dari PDB, pengeluaran agregat
meningkat sampai dengan 20 persen, dan transfer dana ke pemerintah daerah
meningkat menjadi sebesar 32 persen.

Halaman 2
Sumber daya yang meningkat berdasarkan diatas harus dapat dimanfaatkan
dengan baik, namun dengan berjalannya waktu ternyata sumber daya tersebut telah
terfokus menjadi belanja yang mengikat. Terlebih lagi dari sisa belanja negara yang dapat
diolah kembali atau dapat kita sebut sebagai fiscal Space APBN yang terbatas tersebut
pemerintah menjadi lebih sulit dalam mengelola belanja negara tersebut.
Masalah utama penganggaran selama ini karena penekanan diberikan pada kontrol
terhadap input bukan pada pencapaian output dan outcomes, hal ini merupakan
pendekatan penganggaran menggunakan pendekatan tradisional yaitu pengalokasian
menggunakan konsep inkremental dan penyusunan berdasarkan pos belanja bukan
berdasarkan kinerja yang akan dicapai sehingga hal tersebut menimbulkan pengalokasian
sumber daya yang jumlahnya terbatas tidak efisien (Dedi Nordiawan : 2006).
Permasalahan tersebut memerlukan solusi, agar dari sumber daya tersebut dapat tercipta
Efisiensi Operasional (operational efficiency). Efisiensi Operasional (operational efficiency)
menekankan pada efisiensi dari sumber daya yang digunakan oleh pengguna anggaran
Masalah utama

dibandingkan dengan output yang dihasilkan oleh pengguna anggaran tersebut.

penganggaran selama ini

Penerapan konsep tersebut melalui pelaksanaan kegiatan (service delivery)

karena penekanan
diberikan pada kontrol
terhadap input bukan

dengan biaya yang sehemat mungkin (mengupayakan unit cost yang minimal),
namun tetap dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

pada pencapaian output


dan outcomes
merupakan pendekatan

1.2. Perumusan Masalah.

penganggaran

Sebelum lahirnya tiga paket perundang-undangan, yaitu UU No 17/2003 tentang

menggunakan

Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No 15/2004

pendekatan tradisional

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara terdapat

yaitu pengalokasian
menggunakan konsep

beberapa permasalahan mendasar dalam sistem penganggaran di Indonesia. Beberapa

inkremental dan

permasalahan yang sangat mendasar dalam sistem penganggaran di Indonesia, yang

penyusunan berdasarkan

sering kali dikemukakan oleh berbagai pihak termasuk lembaga internasional adalah (Dedi

pos belanja bukan


berdasarkan kinerja yang
akan dicapai sehingga

Nordiawan : 2006) :
1.

hal tersebut

Tidak jelasnya keterkaitan antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran,


karena sering kali kebijakan disusun tanpa mempertimbangkan sumber daya yang

menimbulkan
pengalokasian sumber

tersedia, dan pengalokasian anggaran tidak mencerminkan prioritas yang telah

daya yang jumlahnya

ditetapkan oleh pemerintah.

terbatas tidak efisien

2.

Rendahnya kinerja penyediaan pelayanan masyarakat karena penekanan diberikan


pada kontrol terhadap input bukan pada pencapaian output dan outcomes, serta
kurang memperhatikan prediktabilitas dan kesinambungan daripada pendanaannya.

3.

Kurangnya disiplin fiskal, karena total belanja negara tidak disesuaikan dengan
kemampuan penyediaan pembiayaannya, dan perumusan kebijakan fiskal hanya
terfokus pada stabilitas ekonomi makro jangka pendek.
Kelemahan-kelemahan yang diungkapkan diatas sejalan dengan pendapat Bank

Dunia (public expenditure management handbook : 1998) antara lain mengungkapkan :


Kelemahan pada alokasi sumber daya adalah lemahnya perencanaan, tidak ada kaitan

Keuangan Negara

Halaman 3

antara membuat kebijakan, perencanaan dan penganggaran serta tidak cukupnya


pelaporan atas kinerja keuangan.
Permasalahan inefisiensi dalam alokasi sumber daya menurut (Robinson M dan
Brumby J : 2005) bahwa Efisiensi Alokasi Anggaran akan meningkat jika terjadi
peningkatan pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan peningkatan
pelaksanaan Anggaran Berbasis kinerja pada tahap perencanaan dan penganggaran.

BAB 2 Landasan Teori


2.1. Kajian Pustaka.
2.1.1. Anggaran Sektor Publik.
Anggaran menurut Salvatore Schiavo-Campo dalam bukunya Managing Government
Expenditure (1999): kata budget berasal dari budjet, yang berarti kantong sang raja
yang berisikan uang untuk kepentingan pembayaran publik. Anggaran berasal dari kata
budget (Inggris), sebelumnya dari kata bougette (Perancis) yang berarti sebuah tas kecil.
Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due dalam Government Finance and
Economic Analysis : Anggaran diartikan secara umum adalah rencana keuangan untuk
suatu periode tertentu.
Menurut Wildavsky, anggaran adalah : (i) catatan masa lalu; (ii) rencana masa
depan; (iii) mekanisme pengalokasian sumber daya; (iv) metode untuk pertumbuhan;
(v) alat penyaluran pendapatan; (vi) mekanisme untuk negosiasi; (vi) harapan-aspirasistrategi organisasi; (vi) satu bentuk kekuatan kontrol; dan (vii) alat atau jaringan
komunikasi.

Menurut Freeman (2003), anggaran adalah sebuah proses yang

dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang
dimilikinya ke dalam kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas (the process of
allocating resources to unlimited demands).

Pengertian tersebut mengungkap

peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi publik.


Organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelayanan maksimal
kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terkendala oleh

anggaran adalah
sebuah proses yang
dilakukan oleh
organisasi sektor
publik untuk
mengalokasikan
sumber daya yang

terbatasnya sumber daya yang dimiliki (Deddi Nordiawan : 2006).

dimilikinya ke dalam
kebutuhan-kebutuhan

2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik


Tahapan penyusunan anggaran berbasis kinerja menurut Deddi Nordiawan : 2006
meliputi empat langkah yaitu ;
1.

Penetapan Strategi Organisasi (Visi dan Misi).


Visi dan Misi adalah sebuah cara pandang yang jauh ke depan yang memberi
gambaran tentang suatu kondisi yang harus dicapai oleh sebuah organisasi.

2.

Pembuatan tujuan.
Tujuan dalam hal ini adalah sesuatu yang akan dicapai dalam kurun waktu satu
tahun atau sering diistilahkan dengan tujuan operasional. Karena tujuan operasional
merupakan turunan dari Visi dan Misi organisasi, maka tujuan operasional

yang tidak terbatas


(the process of
allocating resources to
unlimited demands)

Halaman 4

seharusnya menjadi dasar untuk alokasi sumber daya yang dimiliki, mengelola
akivitas harian, serta pemberian penghargaan dan hukuman.
3.

Penetapan Aktivitas.
Tahapan selanjutnya adalah menetapkan aktifitas dipilih berdasarkan strategi
organisasi dan tujuan operasional yang telah ditetapkan.

4.

Evaluasi dan Pengambilan Keputusan.


Langkah selanjutnya setelah pengajuan anggaran disiapkan adalah proses evaluasi
dan pengambilan keputusan.

2.1.3. Anggaran Sebagai Fungsi Alokasi


Pengeluaran pemerintah mempunyai 3 (tiga) fungsi utama (Musgrave &
Pengeluaran
pemerintah
mempunyai 3 (tiga)

Musgrave, 1984) yaitu fungsi alokasi, fungsi redistribusi, dan fungsi stabilisasi. Fungsi
alokasi adalah mengalokasikan sumber daya yang dimiliki kepada sektor-sektor yang

fungsi utama

memberikan manfaat paling besar. Fungsi redistribusi yaitu bertujuan pembagian

(Musgrave &

pendapatan nasional kepada masyarakat lebih adil dan merata dan fungsi stabilisasi

Musgrave, 1984) yaitu


fungsi alokasi, fungsi

mengarahkan kebijakan pemerintah agar kondisi perekonomian tetap stabil.

redistribusi, dan fungsi


stabilisasi

2.1.4. Efisiensi operasional/operational efficiency


Perlunya penggunaan public power secara efektif karena organisasi sektor publik
dihadapkan pada kondisi semakin langkanya sumber daya. Guna menopang skenario
strategi, menempatkan sumber daya sebagai salah satu persoalan strategis bagi
organisasi sektor publik. Perlunya mencari sumber daya yang cukup dan sesuai dengan
kebutuhan sama pentingnya dengan bagaimana mengalokasikan sumber daya tersebut
secara efisien, efektif, dan memiliki daya guna. Tujuan dasar dari sistem manajemen
sumber daya, dimana anggaran sebagai satu-satunya komponen, adalah (OECD, 1999) :
1.

Aggregate fiscal dicipline.

Untuk mendesain dan menjaga disiplin fiskal

keseluruhan (aggregate fiscal diciplin), dantaranya untuk memastikan pemerintah


tidak membelanjakan, secara keseluruhan, melebihi dari ketentuan, adalah
merupakan satu kontrol terhadap anggaran. Efektifitas keseluruhan anggaran
merupakan kedisiplinan keseluruhan sistem. Kontrol secara total merupakan
tujuan dari semua sistem anggaran.
2.

Allocation Efficiency. Untuk mengalokasikan sumberdaya sesuai dengan prioritas


pemerintah (diantarnya membelanjakan atas pertimbangan paling penting secara
politik

effisiensi

alokasi/allocation

efficiency).

Alokasi

secara

efisiensi

merupakan kapasitas dalam mewujudkan prioritas melalui anggaran, yaitu (1)


mendistribusikan sumber daya atas dasar prioritas pemerintah dan afektifitas
program, (2) mengalihkan sumber daya dari prioritas lama ke prioritas baru atau
dari yang wilayah tidak produktif ke wilayah lebih produktif sesuai dengan tujuan
pemerintah.
3.

Mendorong effisiensi didalam penggunaan sumber daya anggaran di dalam


menjalankan

program

dan

pemberian

pelayanan

(efisiensi

operasional/

Keuangan Negara

Halaman 5

operational efficiency)
Konsep Efisiensi Operasional (operational efficiency) menekankan pada efisiensi
dari sumber daya yang digunakan oleh pengguna anggaran dibandingkan dengan output
yang dihasilkan oleh pengguna anggaran tersebut. Penerapan konsep tersebut melalui
pelaksanaan

kegiatan

(service

delivery)

dengan

biaya

yang

sehemat

mungkin

(mengupayakan unit cost yang minimal), namun tetap dapat mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Sasaran perencanaan dan penganggaran berjangka menengah dan berbasis
kinerja didefinisikan oleh Robinson, M., dan Brumby. J. (2005) adalah meningkatnya
efisiensi operasional.

2.1.5.

Hubungan

Penganggaran

Berbasis

Kinerja

(Performance

Based

Budgeting) dengan Efisiensi Operasional (Operational Efficiency)


Perencanaan dan Penganggaran Berjangka Menengah dan Berbasis Kinerja
merupakan mekanisme dalam meningkatkan manfaat dana yang dianggarkan ke sektor
publik terhadap outcomes dan output, melalui formal performance information yang
terkait dengan tiga hal yaitu pengukuran kinerja, pengukuran biaya untuk menghasilkan
output dan outcomes serta penilaian keefektifan dan efisiensi pengeluaran/belanja dengan
berbagai alat analisis (Robinson, M., & Brumby. J. Does Performance Budgeting Work? An
Analytical Review of The Empirical Literature. IMF Working Paper. 2005:210).

Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah
merupakan cara
memperhitungkan
konsekuensi putusan

Meningkatkan manfaat dana yang dianggarkan merupakan meningkatnya efisiensi alokasi


(allocative efficiency) dalam proses penganggaran.

terhadap anggaran
pada tahun berikutnya

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah merupakan cara memperhitungkan


konsekuensi putusan terhadap anggaran pada tahun berikutnya sedangkan Anggaran
Berbasis kinerja adalah pendekatan penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian
hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input (Bappenas:2009).
Berdasarkan teori-teori sebelumnya dijelaskan pendekatan diatas merupakan

Sedangkan Anggaran
Berbasis kinerja adalah
pendekatan
penganggaran yang
mengutamakan upaya
pencapaian hasil kerja
atau output dari

pendekatan yang mempengaruhi efisiensi operasional secara langsung. Kerangka

perencanaan alokasi

Pengeluaran Jangka Menengah adalah memperhitungkan konsekuensi putusan tahun

biaya atau input

sekarang ke tahun-tahun akan datang dan Anggaran Berbasis

Kinerja adalah

pengutamaan output dalam mengalokasikan anggaran.


2.1.6. Hubungan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium
Term Expenditure Framework (MTEF) dengan Efisiensi Operasional
(Operational Efficiency)
Kaitan antara Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan Anggaran Berbasis
kinerja dengan Efisiensi Alokasi Anggaran juga diungkapkan oleh Robinson M dan Brumby
J (2005), yang mengemukakan sasaran dari Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan
Anggaran Berbasis kinerja;
1.

Meningkatnya efisiensi alokasi dan efisiensi operasional dalam pembelanjaan


publik.

2.

Meningkatnya keterkaitan yang kuat antara tujuan tingkat makro (prioritas)

Halaman 6

dengan pembelanjaan agregat dan kestabilan fiskal.


3.

Meningkatnya upaya penghematan terhadap agregat belanja, dengan cara :

Efisiensi Alokasi.

Konsolidasi Fiskal.

Penyempurnaan prioritas pembelanjaan.

Bank dunia dalam Public expenditure management handbook (1998) : Anggaran memiliki
pengaruh pada tiga tingkatan outcome :
1.

Agregat Fiskal Disiplin.

2.

Alokasi sumber daya dan menggunakannya berdasarkan prioritas.

3.

Efisiensi dan efektivitas program.


Bank Dunia menyatakan bahwa pendekatan-pendekatan baru tersebut diatas

diharapkan menghasilkan pencapaian (outcome) yang diharapkan salah satunya adalah


efisiensi alokasi.
2.2. Penelitian sebelumnya.
Di Uganda, terdapat
bukti bahwa MTEF
berpengaruh
terhadap realokasi
sektoral dimana pada

2.2.1. Medium Term Expenditure Frameworks: From Concept to Practice :


Preliminary lessons from Africa.
Philippe Le Houerou dan Robert Taliercio (2002) meneliti kaitan antara Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah atau Mediun Term Expenditure Framework (MTEF) di

sektor-sektor yang

negara-negara Afrika diantaranya Benin, Burkina Faso, Gabon, Ghana, Guinea, Kenya,

dianggap prioritas

Malawi, Mozambique, Namibia, Rwanda, South Africa, Tanzania dan Uganda dengan

mengalami kenaikan

tujuan dari MTEF yaitu untuk mengefektifkan alokasi sumber daya. Di Uganda, terdapat

dari tahun ke tahun,

bukti bahwa MTEF berpengaruh terhadap realokasi sektoral dimana pada sektor-sektor

sebaliknya di negara
Ghana MTEF tidak
memiliki kontribusi

yang dianggap prioritas mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, sebaliknya di negara
Ghana MTEF tidak memiliki kontribusi atas efisiensi alokasi pada sektor prioritas di negara

atas efisiensi alokasi

tersebut. Philippe Le Houerou dan Robert Taliercio juga mendapatkan hasil bahwa MTEF

pada sektor prioritas

saja belum mampu untuk memaksimalkan efisiensi sumber daya dalam Public

di negara tersebut.

Expenditure Management (PEM) hal tersebut harus diikuti dengan eksekusi dan audit
yang baik.

2.2.2. The Management of Public Expenditures and Its Implications for service
delivery
Matthew Andrews and J. Edgardo Campos (2003) meneliti pelaksanaan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Medium Term Expenditure Framework
(MTEF) di negara Uganda, Afrika Selatan dan Albania, Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) memiliki potensi
menjanjikan dalam

mendapatkan efisiensi

alokasi

(allocative efficiency)

pengalaman sejauh ini di negara berkembang berbeda-beda.

namun

Di Uganda reformasi

keuangan dimulai sejak tahun 2001, di Albania MTEF diperkenalkan pertama kali tahun
2001 dan di Afrika Selatan MTEF diperkenalkan tahun 1988.
Temuan dalam penelitian ini yang paling penting adalah Kerangka Pengeluaran

Keuangan Negara

Halaman 7

Jangka Menengah atau Mediun Term Expenditure Framework (MTEF) dapat sukses jika
para pembuat keputusan anggaran dapat memaksimalkan pelaksanaan dan pengaruhnya
dalam alokasi anggaran.

2.3. Kerangka Pemikiran.


Tidak jelasnya keterkaitan antara kebijakan, perencanaan, penganggaran dan
perspektif tahunan juga menimbulkan ketidakpastian pendanaan bagi satuan kerja,
dengan telah dirubahnya pendekatan tersebut menjadi pendekatan Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah (KPJM) diharapkan menciptakan kepastian pendanaan bagi satuan
kerja, kepastian tersebut

memberikan kesempatan kepada

satuan kerja dalam

merencanakan anggaran pada tahun-tahun berikutnya secara efisien.


Anggaran tradisional selama ini dirasakan kurang memperhatikan hasil (output)
dari anggaran yang bersangkutan, sehingga diperlukan perubahan dalam pendekatan
penganggaran tersebut. Perubahan pendekatan tradisional tersebut dengan pendekatan
kinerja diharapkan dapat mengarahkan satuan kerja dapat memilih kegiatan prioritas yang

Anggaran Terpadu
(Unified Budget),

memiliki hasil (output) tertinggi.

Kerangka Pengeluaran

Anggaran Terpadu (Unified Budget), Kerangka Pengeluaran Jangka menengah

Jangka menengah

(KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dan Penganggaran Berbasis

(KPJM) / Medium

Kinerja (Performance Based Budgeting) dimaksudkan untuk lebih memberikan cara

Term Expenditure

maksimal (outcome) dalam Efisiensi Alokasi Anggaran dari sumber daya yang terbatas.

Framework (MTEF)
dan Penganggaran

Dengan ketiga pendekatan tersebut diatas satuan kerja dapat memilih dan memutuskan

Berbasis Kinerja

alokasi program/kegiatan terbaik (prioritas) dari berbagai alternatif program/kegiatan yang

(Performance Based

tersedia secara efisien yaitu mendapatkan tingkat keluaran (output) maksimal dari

Budgeting)
dimaksudkan untuk

masukan (input) pada tingkat tertentu.

lebih memberikan cara

Berdasarkan uraian di atas kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai

maksimal (outcome)
dalam Efisiensi Alokasi

berikut :
UU 17 tahun 2003 Keuangan
Negara
UU no. 1 tahun 2004
Perbendaharaan Negara &
Peraturan lainnya

Penganggaran
Tradisional

Meningkatkan
Efisiensi

Penganggaran

Tidak tercipta
efisiensi
Kerangka
Pengeluaran Jangka
Menengah

Penganggaran
Berbasis
Kinerja

Anggaran dari sumber


daya yang terbatas

Halaman 8

BAB 3 Metode Penelitian


3.1. Obyek Penelitian
Objek penelitian yang akan diteliti adalah variabel Penganggaran Berbasis
Kinerja (Performance Based Budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
(Medium Term Expenditure Framework), dan Efisiensi Operasional (Operational
Efficiency), pada Satuan Kerja Pemerintah Pusat. Satuan Kerja

yang diteliti adalah

Satuan Kerja pada Wilayah Jawa Barat.


Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) adalah variabel
independen, sedangkan Efisiensi Operasional (Operational Efficiency) adalah variabel
dependen. Semua data yaitu data Variabel Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance
Based Budgeting), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure
Framework) adalah variabel independen,
Efficiency)
Objek penelitian yang
akan diteliti adalah

dan Efisiensi Operasional (Operational

akan dikumpulkan datanya berdasarkan daftar pertanyaan yang dibagikan

dalam bentuk kuesioner.

variabel Penganggaran
Berbasis Kinerja
(Performance Based
Budgeting), Kerangka

3.2. Metode Penelitian


3.2.1 Desain Penelitian

Pengeluaran Jangka

Penelitian ini menggunakan tipe hubungan sebab akibat (causal relationship),

Menengah (Medium

karena penelitian ini mempelajari tentang besarnya pengaruh atau sebab akibat dua atau

Term Expenditure
Framework), dan

lebih variabel. Dalam penelitian ini terdapat variabel dependen (Y) berupa Efisiensi

Efisiensi Operasional

Operasional (Operational Efficiency) dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen

(Operational Efficiency),
pada Satuan Kerja
Pemerintah Pusat.

(X1) dan (X2) yaitu Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dan
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework).

Satuan Kerja yang


diteliti adalah Satuan
Kerja pada Wilayah
Jawa Barat

Penelitian ini menggunakan Metode deskriptif analitis, yaitu penelitian untuk


menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat serta untuk menggambarkan fenomena
secara akurat, dengan tujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa dan mengadakan
interpretasi yang lebih dalam untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan subjek
yang diteliti. (Moh.Nazir , 2004:105).

3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian


Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Penganggaran Berbasis Kinerja
(Performance Based Budgeting) (X1) dan Variabel Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) (X2), dan Efisiensi
Operasional (Operational Efficiency) sebagai variabel bebas (Independent variabel) (Y)
sebagai variabel tidak bebas (dependent variabel).
1.

Variabel Independen (X)

Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)


(X1), pendekatan penganggaran yang mengutamakan upaya pencapaian

Keuangan Negara

Halaman 9

hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input.

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term


Expenditure

Framework

(MTEF)

(X2),

merupakan

pendekatan

penganggaran berdasarkan kebijakan, pengambilan keputusan terhadap


kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran,
dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan
pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju (forward
estimates).
Variabel

Dimensi
1. Perumusan
Strategi

Indikator

(X1)

2. Perencanaan
strategik

Penganggaran
Berbasis
Kinerja

3. Pembuatan
Program

Bappenas (2009)

4. Penganggaran

(Y)
Efisiensi
Operasional
(Operasional
Efficiency)

Penentuan Visi
Penentuan Misi
Arah dan tujuan satuan kerja

1
2
3

Rencana strategik aktivitas


melahirkan program-program
Merepresentasi outcome
Dapat dilakukan tindakan
koreksi
Target kinerja berupa outcome

4
5

6
7

Mahmudi (2005),
Deddi Nordiawan
(2006)

No
Kuesioner

1.Menekankan
pada efisiensi
dari sumber
daya yang
digunakan oleh
pengguna
anggaran
dibandingkan
dengan output
yang dihasilkan

2.pelaksanaan
kegiatan
(service
delivery)
dengan biaya
Bappenas (2009)
yang sehemat
mungkin
World Bank (1998)
(mengupayaka
n unit cost yang
minimal),
namun tetap
dapat mencapai
sasaran yang
telah
ditetapkan

Kesesuaian program dengan


perencanaan stratejik
Sumber daya untuk
melaksanakan program dan
kegiatan
Pengkoordinasian program
dengan strategi organisasi

10

Terdapat penjelasan deskriptif


Berdasarkan aktivitas
Mengukur input dan output.
Adanya data kinerja
Pengendalian kepala eksekutif
Menekankan pada aktivitas

11
12
13
14
15
16

efisiensi dari sumber daya yang


digunakan oleh pengguna
anggaran dibandingkan dengan
output yang dihasilkan

1.Kerangka
Konseptual.

35-36

pelaksanaan kegiatan (service


delivery) dengan biaya yang
sehemat mungkin
(mengupayakan unit cost yang
minimal), namun tetap dapat
mencapai sasaran yang telah
ditetapkan

(X2)
Kerangka
Pengeluaran
Jangka
Menengah
(KPJM) /
Medium Term
Expenditure
Framework
(MTEF)

2.Lingkungan.

17
18
19
20
21

22
23
24
25

Bappenas (2009)
Salvatore SchiavoCampo Managing
3.Prinsip Kerja
Government
Expenditure (1999)

Penerapan sistem anggaran


bergulir (rolling budget).
Adanya angka dasar (base
line).
Penetapan parameter.
Adanya mekanisme
penyesuaian angka dasar.
Adanya mekanisme pengajuan
usulan dalam rangka tambahan
anggaran bagi kebijakan baru
(additional budget for new
initiatives).
Kebijakan, Perencanaan,
Penganggaran dan
Pelaksanaan yang saling
terkait.
Proses pengambilan keputusan
yang terkendali.
Tersedianya media kompetisi.
Meningkatnya kapasitas dan
kesediaan untuk penyesuaian
prioritas program dan kegiatan.

37-38

4.Tahapan KPJM

Pendekatan Top-Down
Pendekatan Bottom-Up
Kerangka Kerja Anggaran

26
27
28

Evaluasi Kebijakan berjalan.


Penyusunan Prioritas.
Proses Penganggaran.
Penetapan baseline anggaran.
Penetapan Parameter /
indikator yang akan
mempengaruhi besaran
alokasi.
Penetapan tiga tahun perkiraan
maju.

29
30
31
32

33
34

Halaman 10

2.

Variabel Dependen (Y) : Efisiensi Operasional (Operational Efficiency)


Konsep Operational Efficiency (Operational Efficiency) menekankan pada

efisiensi dari sumber daya yang digunakan oleh pengguna anggaran dibandingkan
dengan output yang dihasilkan oleh pengguna anggaran tersebut. Penerapan konsep
tersebut melalui pelaksanaan kegiatan (service delivery) dengan biaya yang sehemat
mungkin (mengupayakan unit cost yang minimal), namun tetap dapat mencapai sasaran
yang telah ditetapkan. Sasaran perencanaan dan penganggaran berjangka menengah
dan berbasis kinerja didefinisikan oleh Robinson, M., dan Brumby. J. (2005) adalah
meningkatnya efisiensi operasional.

3.2.3. Populasi dan Teknik Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang
menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya (Riduan:237).

Nasir (2004) mengatakan bahwa

populasi adalah berkenaan dengan data, bukan orang atau bendanya. Nawawi (2003)
menyebutkan bahwa populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil
menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif pada karakteristik tertentu
mengenai sekumpulan obyek yang lengkap.
Populasi dalam penelitian ini adalah Satuan Kerja Pemerintah Pusat. Penentuan
Penelitian ini

ukuran populasi dan sampel dalam penelitian ini mengacu pada pernyataan Arikunto

menggunakan Area

(1998 ; 107), bahwa untuk menentukan anggota sampel sebagai ancer-ancer, maka

Sampling (Sampling
daerah atau wilayah).

apabila subjek kurang dari seratus lebih baik diambil semua sehingga penelitian

Area Sampling (Sampling

merupakan penelitian populasi (sensus). Mengacu pada definisi tersebut dan dikarenakan

daerah atau wilayah) ialah


teknik sampling yang

satuan kerja pemerintah pusat lebih dari seratus maka penelitian ini menggunakan

dilakukan dengan cara

sampel yaitu yang diteliti adalah satuan kerja pada wilayah Jawa Barat, artinya sampel

mengambil wakil dari

populasi diambil sebagai objek penelitian.

setiap wilayah geografis


yang ada (Sudjana,

Secara rinci populasi dari penelitian ini disajikan pada tabel berikut ini :

1992:173-174). Wilayah
Jawa Barat terdiri dari 12
KPPN, dari 12 KPPN
tersebut diambil empat
perwakilan sebagai sampel
yaitu KPPN Bogor sebagai
sampel dari wilayah kerja
bagian barat, KPPN
Purwakarta sebagai
sampel dari wilayah kerja
bagian utara, KPPN
Cirebon sebagai sampel
dari wilayah kerja bagian
timur dan KPPN Bandung I
sebagai sampel dari
wilayah Selatan.

Arikunto (2003) mengatakan sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau
wakil populasi yang diteliti).

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang

Keuangan Negara

Halaman 11

diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.

Sugiono (2004)

memberikan pengertian sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populiasi.
Sukardi (2004:55) mengatakan bahwa untuk penelitian sosial, pendidikan, ekonomi
dan politik berkaitan dengan masyarakat yang mempunyai karakteristik heterogen,
pengambilan sampel

disamping syarat besarnya sampel

harus

memenuhi syarat

representativeness (keterwakilan) atau mewakili semua populasi.


Penelitian ini menggunakan Area Sampling (Sampling daerah atau wilayah). Area
Sampling (Sampling daerah atau wilayah) ialah teknik sampling yang dilakukan dengan cara
mengambil wakil dari setiap wilayah geografis yang ada (Sudjana, 1992:173-174). Wilayah
Jawa Barat terdiri dari 12 KPPN, dari 12 KPPN tersebut diambil empat perwakilan sebagai
sampel yaitu KPPN Bogor sebagai sampel dari wilayah kerja bagian barat, KPPN Purwakarta
sebagai sampel dari wilayah kerja bagian utara, KPPN Cirebon sebagai sampel dari wilayah
kerja bagian timur dan KPPN Bandung I sebagai sampel dari wilayah Selatan.
Satuan Kerja pemerintah pusat yang diambil adalah satuan kerja yang bersifat KP
(Kantor Pusat) dan KD (Kantor Daerah) sebagai satuan kerja pemeritah pusat pada empat
KPPN perwakilan tersebut.

Jumlah KP (Kantor Pusat) dalam tabel tersebut adalah

berjumlah 285 dan jumlah KD (Kantor Daerah) 794, sehingga jumlah populasi adalah 1.079
satuan kerja.

Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari Taro Yamane atau

Slovin sebagai berikut :


n = N / (N.d2 + 1) dimana :
n = jumlah sampel
N = Jumlah Populasi
d2 = presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
sehingga didapat :
n = N / (N.d2 + 1)
n = 1.079/(1.079.(0,1)2 + 1
n = 1.079/(1.079.(0,01) + 1
n = 1.079/(1.079.(0,01) + 1
n = 1.079/(10,79 + 1)
n = 1.079/(11,79)
= 91,52 92

Halaman 12

Bab 4 Analisis dan Pembahasan


Sampel menurut wilayah dapat disajikan tabel 3 berikut :
4.1. Pembahasan Analisis Deskriptif
Instrumen telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dan menghasilkan valid dan
reliabel. Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang diteliti
menunjukkan variabel Penganggaran Berbasis Kinerja yang dilaksanakan masih kurang
yaitu sebanyak 141 satuan kerja atau 95,27 %. Sedangkan ada sebanyak 6 satuan kerja
atau 4,05 % masuk dalam kelompok sedang. Satuan Kerja yang masuk kelompok
penilaian terhadap variabel Penganggaran Berbasis Kinerja masuk dalam kategori tinggi
ada 1 atau 0,68 %. Sedangkan yang masuk dalam kelompok penilaian terhadap variabel
Penganggaran Berbasis Kinerja masuk dalam kategori rendah ada 0

atau 0%.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan dari bahwa pelaksanaan Penganggaran


Berbasis Kinerja pada satuan kerja sebagian besar masih bersifat kurang.
Hasil pengolahan data atas dimensi dan indikator Penganggaran Berbasis Kinerja
menunjukkan bahwa pelaksanaan Perumusan Strategi pada satuan kerja saat ini 32%,
pelaksanaan Perencanaan Stratejik pada satuan kerja 32%, pelaksanaan Pembuatan
Program 40%, dan Pelaksanaan Penganggaran 37%.

Hal tersebut menunjukkan

pelaksanaan atas Penganggaran berbasis kinerja masih rendah.


Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang diteliti
menunjukkan variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah yang dilaksanakan masih
kurang yaitu sebanyak 121 satuan kerja atau 81,76 %. Sedangkan ada sebanyak 15
satuan kerja atau 10,14 % masuk dalam kelompok sedang. Satuan Kerja yang masuk
kelompok penilaian terhadap variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah masuk
dalam kategori tinggi ada 5 atau 3,38 %. Sedangkan yang masuk dalam kelompok
penilaian terhadap variabel Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah masuk dalam
kategori rendah ada 7 atau 4,73%. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan dari
bahwa pelaksanaan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pada satuan kerja sebagian
Berdasarkan data
diatas dapat
disimpulkan dari
bahwa pelaksanaan
Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah pada
satuan kerja sebagian
besar masih bersifat
kurang.

besar masih bersifat kurang.


Hasil pengolahan data atas dimensi dan indikator Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah menunjukkan bahwa pemahaman Kerangka Konseptual pada satuan kerja
saat ini 36%, Lingkungan KPJM pada satuan kerja 43%, Prinsip Kerja 50%, dan
Pelaksanaan Implementasi KPJM 43%.

Hal tersebut menunjukkan pelaksanaan atas

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah masih rendah.


Hasil yang diperoleh menunjukkan sebagian besar Satuan Kerja yang diteliti
menunjukkan variabel Efisiensi Operasional yang dilaksanakan masih kurang yaitu
sebanyak 118 satuan kerja atau 79,73 %. Sedangkan ada sebanyak 18 satuan kerja
atau 12,16 % masuk dalam kelompok sedang. Satuan Kerja yang masuk kelompok
penilaian terhadap variabel Efisiensi Operasional masuk dalam kategori tinggi ada 6 atau
4,05 %. Sedangkan yang masuk dalam kelompok penilaian terhadap variabel Efisiensi
Operasional masuk dalam kategori rendah ada 6 atau 4,05%. Berdasarkan data diatas
dapat disimpulkan dari bahwa pelaksanaan Efisiensi Operasional pada satuan kerja

Keuangan Negara

Halaman 13

sebagian besar masih bersifat kurang.


Hasil pengolahan data atas dimensi dan indikator Efisiensi Operasional menunjukkan
bahwa pelaksanaan Efisiensi Operasional 35%.

Hal tersebut menunjukkan pelaksanaan

atas Efisiensi Operasional juga masih rendah.

4.2. Pembahasan Analisis Inferensial


4.2.1. Persamaan Regresi
Persamaan regresi Y = -1,552 + 0,192X1 + 0,107X2 dapat diuraikan sebagai
berikut : Konstanta (a) 1,552 artinya jika Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (X1)
dan Penganggaran Berbasis Kinerja (X2) tidak dilakukan maka Efisiensi Operasional bernilai
negatif (-1,552) atau tidak ada efisiensi Operasional. Koefisien regresi X1 = 0,192, artinya
jika terjadi peningkatan kualitas Penganggaran Berbasis Kinerja 1 satuan maka akan
meningkatkan Efisiensi Operasional (Y) sebesar 0,192 satuan. Koefisien regresi X2 = 0,107,
artinya jika terjadi peningkatan kualitas Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah 1 satuan
maka akan meningkatkan Efisiensi Operasional (Y) sebesar 0,107 satuan.
4.2.2.

Pengaruh

Implementasi

Penganggaran

Berbasis

Kinerja

terhadap

Efisiensi Operasional
Hasil analisis regresi yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh Penganggaran
Berbasis Kinerja dengan Efisiensi Operasional pada satuan kerja pemerintah pusat,
diperoleh 0,192.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Penganggaran Berbasis

Kinerja dalam penelitian ini berpengaruh terhadap Efisiensi Operasional pada satuan kerja
pemerintah pusat pada umumnya.
4.2.3. Pengaruh Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) terhadap
Efisiensi Operasional
Hasil analisis regresi yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah dengan efisiensi Operasional pada satuan kerja pemerintah
pusat, diperoleh 0,107, kondisi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah dalam penelitian ini berpengaruh terhadap Efisiensi Operasional pada
satuan kerja pemerintah pusat pada umumnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Philippe Le Houerou dan Robert Taliercio (2002) yang juga mendapatkan
hasil bahwa MTEF saja belum mampu untuk memaksimalkan efisiensi sumber daya dalam
Public Expenditure Management (PEM), jika ingin memaksimalkan efisiensi alokasi anggaran
maka hal tersebut harus diikuti dengan eksekusi dan audit yang baik.
Hasil ini juga sejalan dengan temuan Matthew Andrews and J. Edgardo Campos
(2003) bahwa Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Medium Term Expenditure
Framework (MTEF) dapat sukses jika para pembuat keputusan anggaran dapat
memaksimalkan pelaksanaan dan pengaruhnya dalam alokasi anggaran.

Halaman 14

Bab 5 Penutup
5.1. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar pengaruh Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF),
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) terhadap Efisiensi
Operasional (Operational Efficiency). Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah
diuraikan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1.

Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran Jangka


Menengah (KPJM) pada satuan kerja secara rata-rata kurang/rendah.

2.

Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)


berpengaruh terhadap Operasional Efisiensi (Operational Efficiency).

Jadi

semakin baik Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)


maka akan meningkatkan Efisiensi Operasional (Operational Efficiency).
3.

Implementasi Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term


Expenditure Framework (MTEF) berpengaruh terhadap Efisiensi Operasional
(Operational

Efficiency).

Hal

ini

mengandung

makna

bahwa

Kerangka

Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework


(MTEF) cukup kuat untuk meningkatkan Operasional Efisiensi (Operational
Efficiency).

Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah atau Mediun Term

Expenditure Framework (MTEF) dapat sukses jika para pembuat keputusan


anggaran dapat memaksimalkan pelaksanaan dan pengaruhnya dalam Efisiensi
Operasional.
4.

Implementasi

Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)

dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure


Framework

(MTEF)

berpengaruh

positif

terhadap

Efisiensi

Operasional

(Operational Efficiency). Hal ini mengandung makna bahwa dengan adanya


Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure
Framework

(MTEF),

Penganggaran

Berbasis

Kinerja

(Performance

Based

Budgeting) akan meningkatkan Efisiensi Operasional (Operational Efficiency).

5.2. Keterbatasan Penelitian


1.

Pengatahuan dan Pemahaman Satuan Kerja atas pertanyaan pertanyaan pada


kuesioner penelitian berpengaruh terhadap hasil kajian ini sehingga hasil dalam
penelitian ini terbatas pada pemahaman satuan kerja pada saat penelitian ini
dilakukan.

2.

Penelitian ini menggunakan sampel terbatas sehingga kesimpulan akan menjadi


lebih baik jika pada penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang lebih luas
lagi atau dengan menggunakan sensus.

Keuangan Negara

Halaman 15

5.3. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, penulis mengajukan beberapa saran yang
dapat dipertimbangkan, sebagai berikut:
1.

Satuan Kerja harus lebih memperhatikan penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka


Menengah

(KPJM)

Medium

Term

Expenditure

Framework

(MTEF)

dan

Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) dalam penyusunan


anggaran untuk mencapai peningkatan Efisiensi Operasional (Operational Efficiency),
sehingga kinerja satuan kerja dalam penganggaran bisa menjadi lebih baik.
2.

Para pembuat keputusan anggaran pada Satuan Kerja dapat memaksimalkan


Efisiensi Operasional dengan meningkatkan penerapan Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah (KPJM) / Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dan
Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) yang baik.

3.

Peneliti yang tertarik dengan permasalahan yang sama disarankan untuk


meneliti lebih lanjut terutama pada varibel tersebut di wilayah yang berbeda dan
menggunakan alat analisis yang berbeda sehingga penelitian tsb dapat
dibandingkan.

Daftar Pustaka
Axelrod, D. 1988. Budgeting for Modern Government. St. Martins Press: New York.
Arif Pratista, 2009, Statistik menjadi mudah dengan SPSS 17, PT Gramedia, Jakarta
Adrienne Shall 2008 berdasarkan lesson learned di negara Afrika Selatan.
Brown, J.R. 2003. Performance-Based Budgeting. In Rabin, J. (Ed). Encyclopaedia of Public
Administration and Public Policy. Marcel Dekker: New York.
Barberton C. et al (2002) South Africa in Folscher A. (ed) Budget Transparency and
Participation: Five African Case Studies IDASA, Cape Town.
Burger D. (2004/05) South Africa Yearbook [Online]. Available:
http://www.gcis.gov.za/docs/publications/yearbook/transport.pdf. ( 2005, October 03).
Christensen, P., McElravy, J. and Miranda, R. 2003. What is wrong with budgeting a
framework for evaluating and fixing public sector financial planning process. Government
Finance Review, October, volume 19 No. 5.
Dickey, T. 1992. Budgeting A practical guide for better business planning. Crisp
Publication Inc.London.
Deddi Nordiawan, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat Jakarta.
Gujarati, Damodar (1995). Basic Econometrics, (3rd edition). New York:Mc-Graw Hill, Inc
Indra Bastian, 2007, Audit Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat Jakarta.
Kajian Pengeluaran Publik, 2007, The World Bank, 1818 H Street N.W. Washington, D.C.
20433, U.S.A.
Mardiasmo, 2005, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi Yogyakarta.
Mahmudi, 2010, Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Erlangga.
Robinson M dan Brumby J : 2005, Performance budgeting, Palgrave Macmillan, October
2007
Rosen Harvey S, 2005, Public Finance seventh Edition McGraw-Hill Education (Asia).

BALAI DIKLAT
KEUANGAN CIMAHI

Robinson, M., & Brumby. J. Does Performance Budgeting Work? An Analytical Review of
The Empirical Literature. IMF Working Paper. 2005:210
Salvatore Schiavo Campo and Daniel Tommasi, 1999, Managing Goverment Expenditure :
Asian Development Bank.
Steven Cohen and William Eimicke, 1995, The New Effective Public Manager, Jossey-Bass
Publisher San fransisco.
Sugiyono (2000), Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta.
The world bank, maret 2007, Kajian Pengeluaran Publik Indonesia : memaksimalkan
peluang baru, The world bank office Jakarta.
The world bank, 1998, Public Expenditure Management Handbook, The world bank
wahington, D.C.
William N Dunn, 2000 Pengantar Analisis Kebijakan Publik Gadjah Mada University press.
Republik Indonesia. Undang Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Republik Indonesia. Undang Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
Republik Indonesia. Undang Undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Kajian Akademis Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja dan Kerangka Pengeluaran
Jangka Menengah terhadap Efisiensi Operasional, Puji Agus dan Rasida, 2011

Puji Agus., SST., Ak., M.Ak


Widyaiswara Muda
ziegoes@yahoo.co.id

Anda mungkin juga menyukai