Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

Bab 1 pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulis.........................................................
Bab 2 pembahasan
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Pengertian Musyarakah
Landasan Hukum Musyarakah
Rukun dan Syarat Musyarakah
Jenis-jenis Musyarakah
Aplikasi dalam Perbankan
Manfaat-manfaat dari Musyarakah
Hal yang Membatalkan Musyarakah/Syirkah
Syirkah Rusak Menurut Ulama Hanafiyah

Bab 3 penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk
melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat
merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu
yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan
hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaikbaiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian
adalah faktor yang sudah menjadi sunnatullah.
Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah
satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam
perekonomian Islam. Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu
kegiatan usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat memberatkan salah
satu pihak yang berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan.
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan
syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu almusyarakah, al-mudharabah, al-muzaraah, dan al-musaqah.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak
dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan
al-muzaraah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk
plantation

financing

atau

pembiayaan

pertanian

beberapa bank Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari musyarakah?
2. Apa landasan hukum dari musyarakah?
3. Apa saja rukun dan syarat dari musyarakah?

oleh

4.
5.
6.
7.
8.

Apa saja jenis-jenis dari musyarakah?


Apa saja aplikasi dalam perbankan dari musyarakah?
Apa saja manfaat-manfaat dari musyarakah?
Apa saja hal yang membatalkan musyarakah?
Mengapa musyarakah/syirkah rusak menurut ulama
Hanafiyah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini ialah untuk menambah
wawasan kita mengenai Musyarakah dan menyelesaikan
tugas mata kuliah Fiqih Muamalat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musyarakah

Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak satu atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.1
Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah. 2 Menurut
bahasa arab, syirkah berasal dari kata syarika (fiil madhi), yasyruku (fiil
mudhari), syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); yang artinya
menjadi sekutu atau syarikat (kamus al munawar) menurut arti asli bahasa
arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak
boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya.3
Sedangkan pengertian secara terminologi menurut beberapa tokoh
adalah:
1. Menurut Ulama Malikiyah, syirkah adalah Suatu keizinan untuk bertindak
secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka.
2. Menurut Ulama Syafiiyah dan Hanabilah, syirkah adalah hak bertindak
hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati.
3. Menurut Ulama Hanafiyah, syirkah adalah akad yang dilakukan oleh
orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.
4. Menurut Sayyid Sabiq, syirkah adalah akad antara dua orang dalam
(penanaman) modal dan (pembagian) keuntungan.
5. Menurut Taqiyuddin Abi Bakr Muhammad Al Husaini, syirkah adalah
ungkapan tentang penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua
orang atau lebih menurut cara yang telah diketahui.

1 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm 90.
2 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta:
Ekonosia, 2003), hlm. 67
3 http://id.wikipedia.org/wiki/Musyarakah

6. Menurut Wahbah Az Zuhaili,

syirkah adalah kesepakatan

dalam pembagian hak dan usaha.4


Dari definisi-definisi yang telah disampaikan oleh para ulama dapat
diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama
antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan
kerugiannya ditanggung bersama.
B. Landasan Hukum Musyarakah
a. Al-Quran


maka mereka berserikat pada sepertiga. (An-Nisaa: 12)



Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Shaad: 24)
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT
akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam
surah An-Nisaa: 12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) karena
waris, sedangkan dalam surah Shaad: 24 terjadi atas dasar akad
(ikhtiyan).
b. Al-Hadits


Dari Abu Hurairah,Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya Allah
Azzawa Jalla berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainny. (HR
Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim)

4 Qomarul huda, fiqh muamalah, Yogyakarta: teras, 2011, hlm. 100

Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah pada


hamba-hamba-Nya yang melakukan perkongsian selama saling
menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, Kaum
muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara
global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen
darinya.5
C. Rukun dan Syarat Musyarakah
1. Rukun Musyarakah
Rukun merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu transaksi
(necessary condition), begitu pula pada transaksi yang terjadi pada kerja
sama bagi hasil al-Musyarakah. Pada umumnya, rukun dalam muamalah
iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada tiga yaitu :
1) Shigat (lafal) ijab dan qabul.
2) Pelaku akad, yaitu para mitra usaha.
3) Obyek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh).
Dalam akad kerja sama musyarakah, pernyataan ijab qabul harus
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak. Pihak-pihak
yang melakukan akad juga harus cakap hukum seperti berkompeten dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Selain itu juga setiap
mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan. Selain itu juga setiap mitra
kerja boleh mewakilkan kerjanya kepada mitra yang lain dengan
perjanjian yang disepakati bersama.6
2. Syarat Musyarakah
Adapun syarat-syarat musyarakah adalah sebagai berikut.
5 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm 90-91.
6 http://mataelan.blogspot.com/2012/10/mudharabah-dan-musyarakah-dasar-hukum.html

1) Objek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta


denagn melakukan akad-akad, misalnya akad jual beli.
2) Pembagian keuntungan yang jelas.
3) Pembagian keuntungan tergantung kepada kesepakatan, bukan kepada
besar kecilnya modal atau kewajiban.
4) Objek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah
menjadi hak bersama di antara para syarik (mitra usaha) (An-Nabhani,
1990:146).
D. Jenis-jenis Musyarakah
Al-Musyarakah ada dua jenis: musyarakah pemilikan dan musyarakah
akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau
lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam
sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset
tersebut.
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal
musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-inan, al-mufawadhah, alamaal, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang
al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis al-musyarakah atau bukan.
Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori almusyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak)
musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk
sebagai al-musyarakah.
a.) Syirkah al-Inan ( )
Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana
yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-maisng pihak,
baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan

identik

sesuai

dengan

kesepakatan

mereka.

Mayoritas

ulama

membolehkan jenis al-musyarakah ini.


b.) Syirkah Mufawadhah ( )
Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau
lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis almusyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung
jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
c.) Syirkah Amaal ()
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk mnggarap
sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sebuah kantor. Al-musyarakah ini kadang-kadang
disebut musyarakah abdan atau sanaai.
d.) Syirkah Wujuh ( )
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang
secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara
tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan
jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis almusyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut
sebagai musyarakah piutang.
e.) Syirkah Al-Mudharabah
Penjelasan tentang syirkah al-mudharabah dapat dilihat pada bagian
berikut.7
E. Aplikasi dalam Perbankan
7 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm 90-93.

a) Pembiayaan Proyek
Al-musyarakah

biasanya

diaplikasikan

untuk

pembiayaan proyek di mana nasabah atau bank samasama

menyediakan

tersebut.

Setelah

dana
proyek

untuk

membiayai

itu

selesai,

proyek
nasabah

mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang


telah disepakati untuk bank.
b) Modal Ventura
Pada lembaga keuangan

khusus

yang

dibolehkan

melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, almusyarakah diterapkan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu
dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual
bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.8
F. Manfaat-manfaat dari Musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah ini, di
antaranya sebagai berikut.
1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu pada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha
bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas
usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benarbenar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang
riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan
8 Ibid hlm 93

(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Selain manfaat manfaat di atas, musyarakah juga dapat menimbulkan
risiko, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, yaitu
antara lain sebagai berikut.
1) Side streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut
dalam kontrak.
2) Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.9

G. Hal yang Membatalkan Musyarakah/Syirkah


Perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua hal. Ada perkara
yang membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang membatalkan
sebagian yang lainnya.
1. Pembatalan Syirkah Secara Umum
a. Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu.
b. Meninggalnya salah seorang syarik.
c. Salah seorang syarik murtad atau membelot ketika perang.
d. Gila.
2. Pembatalan Secara Khusus Sebagian Syirkah
a. Harta Syirkah Rusak
Apabila harta syirkah rusak seluruhnya atau harta salah
seorang rusak sebelum dibelanjakan, perkongsian batal. Hal ini terjadi
pada syirkah amwal. Alasannya, yang menjadi barang transaksi adalah
harta maka, kalau rusak, akad menjadi batal sebagimana terjadi pada
transaksi jual beli.
b. Tidak Ada Kesamaan Modal

9 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm 93-94

Apabila tidak ada kesamaan modal dalam syirkah mufawidhah pada


awal transaksi, perkongsian batal sebab hal itu merupakan syarat
transaksi mufawidhah.10
H. Syirkah Rusak Menurut Ulama Hanafiyah
Dibawah ini akan dibahas sekilas tentang syirkah rusak menurut ulama
Hanafiyah.
1. Bersekutu dalam Pekerjaan yang Mudah
Jika ada dua orang bersekutu dalam pekerjaan mubah yang dapat dimiliki
dengan mengambilnya, seperti bersekutu dalam mengumpulkan kayu
bakar, berburu, dan lain-lain dengan syarat hasilnya dibagikan kepada
keduanya, menurut ulama Hanafiyah, perkongsian itu dipandang rusak
dan masing-masing boleh mengambil hasilnya sesuai dengan usahanya.
Hal ini, karena syirkah itu mencakup makna, perwakilan, sedangkan
perwakilan tidak dibenarkan mengambil barang yang dimubahkan atau
menjadi wakil barang yang mubah.
Oleh karena itu, kepemilikan ditetapkan bagi masing-masing dengan cara
mengambil dan menguasai yang mubah, kemudian dilihat:
a. Jika keduanya mengambil semuanya secara bersama-sama, maka
pembagiannya adalah setengah untuk masing-masing.
b. Jika pengambilannya dilakukan masing-masing, yang diambil
merupakan milik pribadi masing-masing.
c. Jika masing-masing mengambil harta secara terpisah, kemudian
mencampurkan dan menjualnya, harga hasil penjualan tersebut dibagi
berdasarkan pendapatan masing-masing atau berdasarkan nilainya.
d. Jika salah seorang bekerja kemudian yang lain ikut membantu,
masing-masing mendapat upah yang sesuai dengan pekerjaannya,
misalnya seorang mencabut atau mengumpulkan, sedangkan yang
lainnya membawanya.
2. Bersekutu pada Dua Binatang yang Berbeda
10 Prof. Dr. H. Rachmat Syafei, MA, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hlm. 201

Bersekutu pada binatang yang berbeda dalam mengangkut sesuatu,


seperti yang satu dengan keledai dari lainnya kuda. Syirkah ini fasid
menurut ulama Hanafiyah.
3. Binatang yang Disewakan
Jika seseorang menyerahkan binatangnya pada orang lain untuk
disewakan dan keuntungan dibagi di antara keduanya, syirkah tersebut
adalh fasid, sebab keuntungan yang diperoleh dari binatang itu adalah
milik si empunya binatang tersebut, sedangkan orang yang diserahi
binatang tersebut dihitung sebagai pekerja saja.
Keuntungan dari setiap syirkah rusak, dibagi sesuai modal dan
dihukumi batal dengan syarat harus adanya kelebihan, seperti telah
dibahas pada hukum syirkah.11

11 Prof. Dr. H. Rachmat Syafei, MA, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hlm. 202-203

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak satu atau
lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Istilah lain dari musyarakah adalah syarikah atau syirkah.
Menurut bahasa arab, syirkah berasal dari kata syarika (fiil madhi),
yasyruku (fiil mudhari), syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata
dasar); yang artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al munawar)
menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian
atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian
lainnya.

Daftar Pustaka

Syafii Antonio Muhammad, 2001.Bank Syariah dari Teori


ke Praktik ,Jakarta: Gema Insani
Sudarsono heri,2003 Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah, Yogyakarta: Ekonosia
http://id.wikipedia.org/wiki/Musyarakah
Huda Qomarul 2011 fiqh muamalah, Yogyakarta: teras
http://mataelan.blogspot.com/2012/10/mudharabah-danmusyarakah-dasar-hukum.html
Syafei Rachmat 2006 Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka
Setia

Anda mungkin juga menyukai