Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENGHANTAR PSIKOLOGI
A. Pengertian
Psikologi berasal dari kata-kata Yunani : psyche yang berarti jiwa dan logos yang
berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun, arti ilmu jiwa
masih kabur sekali. Dampak dari kekaburan arti itu, sering menimbulkan berbagi
pendapat mengenai definisi psikologi yang berbeda. Thales ( 624-548 SM ) yang
dianggap sebagai Bapak Filsafat , beliau mengartikan jiwa sebagai sesuatu yang
supernatural. Jadi, jiwa itu tidak ada, karena menurut beliau yang ada di alam ini
hanyalah gejala alam (natural phenomena) dan semua gejala alam berasal dari
air (Sarwono, 2013).
Anaximander (611-546) berpendapat lain, bahwa segala sesuatu barasal
dari apeironartinya tak terbatas, tak terbentuk, tak bisa mati (the boundless,
formless, immortal matter), yaitu seperti konsep Tuhan di zaman kita sekarang.
Berdasarkan hal itu beliau berpendapat bahwa jiwa itu ada. Filsuf lain seperti
Anaximenes percaya bahwa jiwa itu ada, karena segala sesuatu berasal dari
udara. Beberapa tokoh yang sangat berperan penting terhadap perkembangan
psikologi adalah tiga serangkai Sokrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan
Aristoteles (384-322 SM), yang sering disebut TRIO SPA (Sarwono, 2013).
B. Perkembangan Psikologi
Dilihat dari sejarah, psikologi sudah berkembang sejak berabad-abad yang lalu
bahkan sebelum masehi (Zaman Yunani) sampai sekarang. Ini dilihat dari
sejarah bahwa psikologi yang dimaksud adalah pembahasan tentang jiwa
manusia. Bahkan di dalam kitab setiap agama kita akan mendapati istilah
psikologi (jiwa). Untuk itu ada beberapa perkembangan psikologi mulai dari
periode pra berdirinya psikologi sampai periode psikologi modern (Yufiarti dan
Gumelar, 2012).
1. Periode Pra berdirinya Psikologi
Pada awalnya psikologi bukanlah sebuah ilmu yang berdiri sendiri,
melainkan masih berupa bagian dari ilmu filsafat. Kejadian sejarah yang
menandakan berdirinya psikologi sebagai ilmu yang mandiri adalah saat di
dirikan laboratorium psikologi pertama di dunia yang berlokasi di University
of Leipzig di jerman pada tahun 1879 oleh Wilhem Wundt (1832-1920).
Masa sesudah psikologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri merupakan masa
di mana gejala kejiwaan di pelajari secara tersendiri dengan metode ilmiah,
terlepas dari filsafat dan ilmu faal, gejala kejiwaan dipelajari secara
sistematis dan objektif. Berbeda dengan masa sebelum psikologi menjadi
ilmu yang berdiri sendiri atau masih bergabung dalam ilmu filsafat, saat itu
pembelajaran terhadap ilmu psikolgi lebih bersifat filosifis..

2. Psikologi sebagai ilmu yang otonom


Pada akhir abad ke-19 terjadilah babak baru dalam sejarah Psikologi. Pada
tahun 1879, Wilhem Wundt (Jerman, 1832-1920) mendirikan laboratorium
Psikologi pertama di Leipzig yang menandai titik awal Psikologi sebagai
suatu ilmu yang berdiri sendiri. Atas dasar pemikiran dari Wilhem Wundt
beliau di juluki sebagai bapak psikologi dunia. Beliau memberikan hasil
pemikiran pada saat awal lahirnya psikologi yaitu psikologi struktualisme.
Yang di mana merupakan permulaann yang memacu keluarnya hasil-hasil
permikiran baru, serta merupakan pencabangan ilmu - ilmu psikologi.
Edward Bradford Titchener (1867-1927) mencoba menyebarluaskan ajaranajaran Wundt ke Amerika. Akan tetapi, orang Amerika yang terkenal praktis
dan pragmatis kurang suka pada teori Wundt yang dianggap terlalu abstrak
dan kurang dapat diterapkan secara langsung dalam kenyataan. Mereka
kemudian membentuk aliran sendiri yang disebut Fungsionalisme dengan
tokoh-tokohnya antara lain : William James (1842-1910) dan James Mc
Keen Cattel (1866-1944). Aliran ini lebih mengutamakan fungsi-fungsi jiwa
dari pada mempelajari strukturnya.
3. Perkembangan Psikologi Modern
Sejarah Perkembangan Psikologi mengenai pendapat-pendapat para tokohtokoh sejarah ilmu jiwa yang mengungkapkan tentang ilmu kejiwaanya.
Seperti yang telah diketahui dimana sejarah telah membawa kita kedalam
masa yang modren seperti pada saat ini. Terbentuknya perkembangan
psikologi modern yang tidak terlepas dari pengaruh tokoh-tokoh aliran
psikologi yang muncul mulai abad ke-20. Beberapa para ilmuan biologi dan
fisika mempunyai minat untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu jiwa
menurut prosedur ilmiyah modern. Bukti dari mempelajari ilmu jiwa maka
muncul beberapa aliran yaitu Strukturalisme sebagai pemula yang
mengangkat psikologi sebagai disiplin ilmu yang otonom, dengan didirikan
laboratorium psikologi yang pertama dengan menggunakan prosedur
penelitian.

C. Psikologi dalam Pekerjaan


Menurut Mardiana (2005) Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pekerja
melakukan

pekerjaannya

sehari-hari.

Lingkungan

kerja

yang

kondusif

memberikan rasa aman dan memungkinkan para pekerja untuk dapat berkerja
optimal.
Menurut Nitisemito (2001) Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada
disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang diembankan.

Situasi dan kondisi tempat kerja merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap komitmen kerja, suasana kerja yang menyenangkan, rekan kerja yang
kooperatif, pimpinan yang selalu memperhatikan karyawannya, kebijaksanaan
yang mempengaruhi kerja dan karier mereka serta kompensasi yang adil
merupakan dambaan bagi para karyawan sehingga karyawan mengharapkan
lingkungan kerja yang baik. Menurut Kozlowsky dan Doherty (Budiprasetyo,
1997) aspek-aspek yang terdapat dalam persepsi terhadap lingkungan
psikososial kerja antara lain yaitu :
1. Struktur kerja. Kejelasan secara detail dan rinci pekerjaan yang harus
dikerjakan serta kejelasan deskripsi jabatan masing-masing karyawan.
2. Tanggung jawab kerja, yaitu kejelasan pemisahan tanggung jawab antara
karyawan yang satu dengan karyawan yang lain sehingga tidak terjadi
pelemparan atau tanggung jawab atas pekerjaan yang tidak sesuai.
3. Tekanan kerja, yaitu besarnya beban kerja yang diberikan pada setiap
karyawan haruslah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan akademik yang
seimbang antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain.
4. Kebebasan mengambil keputusan, yaitu kesempatan karyawan dalam
mengambil keputusan dengan kebebasan bertanggung jawab tanpa ada
tekanan dari pimpinan.
5. Dukungan pimpinan, yaitu pimpinan menganggap bawahannya sebagai
partner yang turut dilibatkan untuk mencapai tujuan bersama, dan pimpinan
berperan sebagai sosok yang mendukung dan memberikan perhatian
terhadap karyawan dalam rangka kesuksesan kerja.
6. Kebersamaan, yaitu interaksi antara karyawan satu dengan karyawan yang
lain secara terbuka sehingga tercipta keterbukaan dalam masalah kerja dan
menciptakan kerja yang berkualitas.

Gondokusuma (1980) membagi lingkungan baik secara fisik maupun psikososial.


Indikator dari lingkungan psikososial adalah :
1. Kebijaksanaan.
Kebijaksanaan meliputi program kerja, prosedur dari pedoman yang
memuat norma, standar atau sasaran dari kerja sehari-hari serta usaha
dalam jangka yang lebih panjang.
2. Syarat kerja.
Syarat kerja yaitu semua kewajiban yang ditetapkan oleh atasan dan juga
imbalan kepada pegawai.
3. Kepemimpinan.
Dalam hal ini kebijaksanaan kepemimpinan adalah cara pihak atasan
mendekati, mendorong, membimbing serta mengawasi pegawai sehingga
tercapai suatu keseimbangan yang diharapkan.
4. Semangat

Semangat dapat dipengaruhi oleh kebijaksanaan kepemimpinan dan


merupakan pengaruh utama pada sumbangan pegawai karena akan
membuat pegawai mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjemukan.
5. Kerjasama.
Kerjasama dalam kelompok adalah refleksi moral dan akan baik apabila
moralnya tinggi. Ada baiknya jika pegawai dengan kemampuan kerja serta
daya tahan kerja keras yang setaraf itu dimasukkan ke dalam suatu
kelompok kerja.
6. Prestasi dan produktivitas.
Prestasi dan produktifitas yang tinggi pada beberapa pegawai dapat
mendorong pegawai lain untuk bekerja lebih giat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek pengukuran
lingkungan psikososial kerja yaitu struktur kerja, tanggung jawab, tekanan kerja,
kebebasan

mengambil

keputusan,

dukungan

pimpinan,

kebersamaan,

kebijaksanaan, syarat kerja, prestasi dan produktivitas.


Faktor Psikologis sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis
seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu
pekerjaan. Bila konsentrasi sudah terganggu maka akan mempengaruhi
tindakan-tindakan yang akan dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan
kerja sangat mungkin terjadi.

BAB II
SEJARARAH PSIKOLOGI
A. Sejarah Psikologi Barat
1. Masa Yunani Kuno (Cosmological Period)
Adalah masa transisi dari pola pikir animisime ke awal dari natural science.
Penentu aktivitas manusia adalah alam atau lingkungan. Pada masa ini
perilaku manusia berusaha diterangkan melalui prinsip-prinsip alam atau
prinsip yang dianalogikan dengan gejala alam.
Ada 5 orientasi : naturalistic, biological, mathematical, eclectic, dan
humanistic.
a. Naturalistic
adanya elemen dasar bagi penentu kehidupan. Contoh : Thales (air),
Anaximenes (udara).
Ide tentang permanence vs change dari zat yang dianalogikan kepada
aktivitias manusia, menimbulkan ide tentang jiwa
b. Biologic

Mengangkat posisi manusia di atas gejala alam yang lain, memisahkan


proses-proses pada manusia dari proses-proses yang ada pada mahluk
lain di alam.
Tokoh : Hippocrates, Alcmeon, Empedocles.
c. Mathematical
Pendekatan yang melangkah lebih jauh dari dasar dunia fisik,
mengarahkan pada hal-hal yang logis tapi abstrak, merupakan bekal bagi
kekuatan reason.
d. Eclectic
Menentang ide adanya suatu prinsip dasar dan kebenaran umum.
Idenya sangat mendasar berbeda dari orientasi lainnya. Menekankan
pada informasi sensoris, sangat operasional dan praktis
Tokoh : The sophists- universal lecturers
e. Humanistic
Fokus : rationality & intentionality. Ratio adalah penentu kehidupan
manusia beserta segala konsekuensinya. Tokoh utama : Socrates.
Tokoh penerus Socrates : Plato & Aristoteles

2. Abad Petengahan
a. Akhir Masa Hellenistic
Pendekatan natural science dari Aristoteles disebarkan oleh muridnya,
Alexander the Great melalui ekspansi militer sampai ke daerah Timur.
Bersamaan dengan itu mulai juga masuk pandangan belahan dunia
Timur ke Barat, terutama Persia, India, dan Mesir. Dengan runtuhnya
kekuasaan Alexander the Great, pengaruh timur ini semakin kuat,
ditandai dengan menguatnya pandangan spiritualitas menggantikan
naturalisme.
b. Masa Romawi
1) Konteks sosial :
Pemerintahan kekaisaran romawi yang mendunia dengan tertib
administrasi

kependudukan

yang

kuat

serta

jaminan

akan

ketentraman sosial.
Pemikiran tentang manusia dan alam menjadi lebih pragmatis,
spesifik dan spesialis. Bangsa Romawi lebih tertarik pada ilmu
pengetahuan yang teknikal dan aplikatif, seluruhnya diarahkan untuk
memperkuat dominasi kekaisaran Romawi.
2) Pengaruh bagi perkembangan pemikiran tentang manusia:
Filsafat yang berkembang memiliki konteks yang lebih terbatas dan
spesifik, serta tampak dalam bentuk yang nyata, misalnya ritual religi
masyarakat Romawi.
c. Pengaruh Kekristenan
1) Konteks sosial :
Masa penyebaran agama Kristen dengan tokoh Yesus sebagai
perwujudan "manusia sempurna" beserta perilakunya yang harus jadi

teladan. Gereja dan para ulamanya berperan penting dalam


masyarakat. Peran gereja menjadi dominan dalam perkembangan
intelektualitas di masyarakat, banyak cendekiawan berlatar belakang
ulama. Peran gereja dirasakan kurang memuaskan dan tidak dapat
memenuhi

kebutuhan

masyarakat,

maka

muncul

universitas-

universitas di Eropa yang menawarkan kebebasan berpikir secara


lebih luas. Terjadi pertentangan antara gereja dan masyarakat.
2) Pengaruh pada pandangan mengenai manusia
Manusia bukan hanya physical being, tetapi juga spiritual entity. Aspek
spiritual tidak diatur oleh hukum alam. Jiwa manusia (soul) ada pada
dunia yang tidak nyata (intangible), tidak dapat dibuktikan dengan
mata, dan eksistensinya hanya dapat dibuktikan lewat percaya (iman).
3) Menempatkan ide Plato dalam konteks kekristenan
Usaha untuk menjelaskan hubungan antara body and soul sebagai
suatu dualisme, bukan sst yang harus dipertentangkan, body dan soul
masing-masing memiliki fungsi tersendiri.
4) Beberapa Tokoh Yang Ikut Andil Dalam Perubahan Ini
a) St. Agustinus
Filosof pertama pada masa Kekristenan. Tuhan adalah kebenaran
yang menciptakan manusia, bumi dan surga. Jiwa manusia adalah
gambaran dari Tuhan. Pentingnya eksplorasi spiritualitas sebagai
usaha manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Faktor
materiil tidak penting, rationalitas juga tidak terlalu dapat dipercaya.
b) Thomas Aquinas
Mentransformasikan pandangan Aristoteles ke dalam konsepkonsep kekristenan. Apa yang dikenal sebagai reason oleh
Aristoteles diterjemahkan sebagai soul oleh Aquinas. Maka soul
adalah sesuatu yang vital bagi manusia, tujuan utamanya adalah
memahami dunia, hal yang tidak dapat dilakukan oleh fisik
manusia semata.
3. Masa Rennaisance
Masa ini merupakan merupakan reaksi terhadap masa sebelumnya,
dimana pengetahuan bersifat doktrinal di bawah pengaruh gereja dan
lebih didasarkan pada iman. Reaksi ini sedemikian kuat sehingga dapat
dikatakan peran nalar menggantikan peran iman, ilmu pengetahuan
menggantikan tempat agama dan iman di masyarakat. Akal budi manusia
dinilai sangat tinggi dan digunakan untuk membentuk pengetahuan. Masa
Rennaissance ditandai dengan bergesernya fokus pemahaman dari Godcenteredness

menjadi

human-centerednes,

dikenal

dengan

istilah

sekularisasi atau humanity. Kesimpulan akhirnya adalah penerimaan


bahwa kebenaran memiliki lebih dari satu perspektif.
4. Masa Revolusi Ilmiah

Ada beberapa pandangan penting tentang manusia pada masa ini Pola
pikir yang lebih mekanistik dalam memandang alam dan manusia. Itu
berarti alam memiliki sistem, dapat diramalkan, dan tidak tunduk pada
hukum-hukum spritual belaka. Manusia juga memiliki reason, kemampuan
untuk berpikir logis dan dengan demikian tidak tunduk total kepada hukum
spiritual dan kesetiaan semata.
Penganjur :
a. Teori Newton tentang gravitasi
b. Heliosentris Copernicus (bertentangan dg Galileo)
c. Mind-body solution dari Descartes
B. Sejarah Psikologi di Indonesia
Di Indonesia sendiri, Psikologi mulai berkembang pada tahun 1952. Psikologi di
Indonesia diperkenalkan oleh seorang professor psikiater dari Universitas
Indonesia yang bernama Slamet Imam Santoso. Di tahun tersebut, Slamet Imam
Santoso ditunjuk sebagai ketua Jurusan Psikologi di Universitas Indonesia,
sebagai Jurusan Psikologi pertama di Indonesia. Lulusan pertama dari Jurusan
Psikologi adalah Bapak Fuad Hassan pada tahun 1958. Pada tahun 1960,
Jurusan Psikologi berdiri sendiri sebagai sebuah fakultas dengan Slamet Imam
Santoso sebagai dekan pertama, yang kemudian digantikan oleh Bapak Fuad
Hassan (www. psikologiku.com diakses 18 September 2016).
Pada tahun 1961 berdiri Fakultas Psikologi di Universitas Padjajaran, Bandung
yang diprakarsai oleh anggota TNI yang juga dikirim ke Belanda dan Jerman
untuk mempelajari Psikologi dan kemudian ditempatkan di Angkatan Darat dan
Angkatan Udara Bandung. Universitas ketiga yang memiliki jurusan psikologi
adalah Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. Pada awalnya jurusan psikologi
terdapat di dalam Fakultas Pendidikan. Pada tahun 1964, Fakultas pendidikan
berdiri sendiri sebagai sebuah institute, namun Jurusan psikologi tetap berada di
bawah naungan Universitas Gajah Mada dan kemudian berdiri sebagai Fakultas.
Universitas keempat adalah Universitas Airlangga, Surabaya. Di Universitas ini
pada awalnya psikologi tergabung dalam Fakultas Ilmu Sosial. Namun pada
tahun 1992, menjadi Fakultas Psikologi dengan para staf nya sebagian besar
adalah alumni fakultas psikologi Universitas Gajah Mada Setelah itu, Jurusan
dan Fakultas Psikologi semakin banyak bermunculan hingga saat ini (www.
psikologiku.com diakses 18 September 2016).
Pendidikan psikologi di Indonesia diatur dan dikontrol oleh departemen
pendidikan nasional, sedangkan ijin praktek psikolog diatur dan dikontrol oleh
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan departemen tenaga kerja. Di
Indonesia terdapat Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi
Indonesia (AP2TPI) yang merupakan wadah bagi seluruh universitas yang

menyelenggarakan pendidikan psikologi di Indonesia untuk dapat merumuskan


segala hal yang terkait dengan pendidikan psikologi di Indonesia.
Saat ini teradapat 142 Universitas dan Sekolah Tinggi di Indonesia yang
tergabung dalam AP2TPI ini (Administrator). AP2TPI menyelenggarakan
kolokium psikologi Indonesia secara berkala. Saat ini, untuk akreditasi program
studi psikologi mengacu pada Indonesian Qualification Framework (IQF) atau
dikenal juga dengan nama Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang
dirumuskan dalam Forum kolokium psikologi Indonesia (Administrator).
HIMPSI sebagai wadah perhimpunan profesi psikologi di Indonesia, memiliki misi
mengembangkan keilmuan dan profesi psikologi di Indonesia. HIMPSI didirikan
pada 11 Juli 1159 dengan nama Ikatan Sarjana Psikologi (ISPsi) (HIMPSI, 2013).
Pada tahun 1998, berlangsung Kongres Luar Biasa di Jakarta, ISPsi mengubah
namanya menjadi Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). Hingga tahun 2013,
terdapat berbagai organisasi minat/ asosiasi dalam HIMPSI. Organisasi minat/
asosiasi tersebut antara lain (www.himpsi.or.id diakses 18 September 2016).
a. Ikatan Psikologi Klini (IPK)
b. Ikatan Psikologi Sosial (IPS)
c. Ikatan Psikologi Olahraga (IPO)
d. Asosiasi Psikologi Indistri & Organisasi (APIO)
e. Asosiasi Psikologi Pendidikan Indonesia (APPI)
f. Asosiasi Psikologi Sekolah Indonesia (APSI)
g. Asosiasi Psikologi Islami (API)
h. Asosiasi Psikologi Kristiani (APK)
i. Asosiasi Psikologi Kesehatan Indonesia (APKI)
j. Asosiasi Psikologi Penerbangan Indonesia
k. Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR)
l. Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia (IPPI)
Setiap lulusan Fakultas Psikologi baik S1 maupun magister profesi sangat
diharapkan untuk dapat bergabung dalam HIMPSI dan asosiasi/ ikatan
didalamnya. Keuntungan dari bergabung dalam organisasi ini akan didapatkan
baik oleh organisasi maupun anggotanya. Untuk organisasi, semakin memahami
kondisi di lapangan dan memiliki akses yang luas untuk dapat menyebarkan
informasi kepada semua praktisi sehingga kontrol dan penyebaran informasi
dapat dilakukan secara merata. Bagi anggota, akan sangat berguna sebagai
jaringan professional yang menunjang profesi dan juga mendapatkan informasi
yang selalu up to date.
BAB III
PROSESI BIOLOGI DAN PERKEMBANGAN
A. Proses Biologi
1. Pengertian
Menurut Bonner dalam Sarwono (1997), perbedaan biologi dan psikologi adalah
sebagai berikut. Psikologi merupakan ilmu yang subjektif, sedangkan biologi
adalah ilmu objektif. Psikologi disebut ilmu subjektif karena mempelajari
penginderaan (sensation) dan persepsi manusia sehingga manusia dianggap

sebagai subjek atau pelaku, bukan objek. Sebaliknya, biologi mempelajari


manusia sebagai jasad atau objek. Jadi, perbedaan antara psikologi dan biologi
selanjutnya adalah mempelajari nilai-nilai yang berkembang dari persepsi subjek,
sementara biologi mempelajari fakta yang diperoleh dari penelitian terhadap
jasad manusia. Yang terakhir adalah psikologi mempelajari moral (perilaku
penyesuaian diri secara menyeluruh), sementara biologi (termasuk ilmu faal)
mempelajari perilaku manusia secara molekular, yaitu mempelajari molekulmolekul

(bagian-bagian)

dari

perilaku

berupa

gerakan,

refleks,

proses

kebutuhan, dan sebagainya.


Teori dalam perspektif biologi yang mempelajari perilaku genomik yang
mempertimbangkan bagaimana gen mempengaruhi perilaku. Sekarang genom
manusia dipetakan, mungkin, suatu hari nanti kita akan memahami lebih
tepatnya bagaimana perilaku dipengaruhi oleh DNA. Faktor biologis seperti
kromosom, hormon dan otak semua memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku

manusia,

untuk

jenis

kelamin

misalnya,

Pendekatan

biologis

berpendapat bahwa perilaku sebagian diwariskan dan memiliki fungsi (atau


evolusi) adaptif. Misalnya, dalam minggu-minggu segera setelah kelahiran anak,
tingkat testosteron pada ayah hampir lebih dari 30 persen. Pendekatan biologi
(biological approach) memusatkan pada tubuh, terutama otak dan sistem saraf.
2. Gen
Kita harus mengetahui seberapa besar pengaruh heriditas untuk mengerti dasar
dasar biologis psikologi. Bidang genetik perilaku (disebut juga dengan
psikogenetik) menggabungkan setiap metode genetic dengan psikologi untuk
mempelajari setiap karakteristik behavioral yang diturunkan (Rita L. Atkinson,
Richard C. Atkinson & Ernest R. Hilgard, 1983). Kemampuan, temperamen,
stabilitas emosi, bakat yang dimiliki oleh orang tua diturunkan kepada anak
anaknya. Unit heriditas yang kita terima dari orang tua dan kita pindahkan
kepada keturunan kita dibawa oleh struktur yang dikenal sebagai kromosom
(Rita, Richard and Ernest R. Hilgard, 1983).
3. Otak
Otak manusia terdiri dari 3 lapisan konsetrik : sentral core, system limbic dan
serebrum (Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson & Ernest R. Hilgard, 1983).
Sentral core bertanggung jawab pada pengeluaran dan gerak reflex postural.
Sistem limbik mengendalikan beberapa kegiatan instingtif misalnya : makan,
berlari dan lain lain. Sedangkan serebrum terbagi menjadi dua belahan :
belahan yang mengendalikan proses belajar, pengambilan putusan dan belahan
yang bersifat sosiasi.
4. Ritme Tubuh
Setiap mahluk hidup diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing
masing. Manuasia merupakan mahluk yang paling sempurna dibandingkan

10

dengan mahluk ciptaanNya yang lain. Bayi yang dilahirkan belum bisa berbuat
apa apa, masih lemah tak berdaya. Butuh waktu dan proses belajar yang
cukup lama untuk menjadi manusia yang serba bisa. Berbeda dengan ayam
yang baru saja meretas misalnya, tak butuh waktu lama agar dia bisa berdiri dan
berjalan, tak perlu bubur untuk melatih usus ususnya, langsung makan biji
bijian / menir. Namun dibalik itu semua, manusia memiliki life span yang panjang,
mampu merubah dunia melalui usaha dan doanya.
5. Sensasi
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh kesinambungan antara gen dan
lingkungan. Gen memprogamkan tumbuhnya sel sel dalam tubuh sehingga kita
bisa terbentuk menjadi manusia bukan seekor burung atau lainnya.
B. Perkembangan
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991). perkembangan adalah perihal
perkembangan. Selanjutnya, kata berkembang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia ini berati mekar terbuka atau membentang. Menjadi luas, besar,
banyak, dan menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran,
pengetahuan, dan sebagainya.
Dalam Dictionary of Psychology (1972) dan The Penguin Dictionary of
Psychology (1988), arti perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan
perubahan yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan
organisme lainnya, tanpa membedakan aspek-aspek yang terjadi dalam diri
organisme-organisme tersebut.
Selanjutnya, Dictionary of Psychology di atas secara lebih luas merinci
pengertian perkembangan manusia sebagai berikut:
a. The Progressive And Continuous Change In The Organism From Birth To
Death
Perkembangan itu merupakan perubahan progresif dan terus menerus dalam
diri organisme sejak lahir hingga mati.
b. Growth
Perkembangan itu berati pertumbuhan.
c. Change In The Shape And Integration Of Bodily Parts To Functional Parts
Perkembangan berati perumbahan dalam bentuk dan penyatuan bagianbagian yang bersifat jasmaniah ke dalam bagian-bagian yang fungsional.
d. Maturation of the appearance of fundamental pattern of unlearned behavior,
perkembangan itu adalah kematangan atau kemunculan pola-pola dasar
tingkah laku yang bukan hasil belajar.
2. Perkembangan Psikologi Bayi Sampai Tua
Psikologi perkembangan, yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan
psikis manusia dari masa bayi sampai tua yang mencakup :
a. Psikologi Anak (mencakup masa bayi)

11

Sejak bayi lahir sampai bayi berumur kira-kira 10 atau 15 hari. Dalam
perkembangan manusia masa ini merupakan fase pemberhentian (Plateau
stage) artinya masa tidak terjadi pertumbuhan/perkembangan. Ciri-ciri yang
penting dari masa bayi baru lahir ini ialah:
1) Periode ini merupakan masa perkembangan yang tersingkat dari seluruh
periode perkembangan.
2) Periode ini merupakan saat penyesuaian diri untuk kelangsungan hidup/
perkembangan janin.
3) Periode ini ditandai dengan terhentinya perkembangan.
4) Di akhir periode ini bila si bayi selamat maka merupakan awal
perkembangan lebih lanjut.
Dimulai dari umur 2 minggu sampai umur 2 tahun disebut dengan masa bayi.
Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis dalam perkembangan
kepribadian karena merupakan periode di mana dasar-dasar untuk
kepribadian dewasa pada masa ini diletakkan. Setelah itu berlanjut dengan
masa kanak-kanak. Awal masa kanak-kanak berlangsung dari dua sampai
enam tahun. Masa ini dikatakan usia pra kelompok karena pada masa ini
anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi
kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri
pada waktu masuk kelas 1 SD. Kemudian akhir masa kanak-kanak atau
masa anak sekolah berlangsung dari umur 6 tahun sampai umur 12 tahun.
b. Psikologi Puber dan Addolesensi (psikologi pemuda)
Masa Puber merupakan periode yang tumpang tindih Karena mencakup
tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja.
Yaitu umur 11,0 atau 12,0 sampai umur 15,0 atau 16,0. Kriteria yang sering
digunakan untuk menentukan permulaan masa puber adalah haid yang
pertama kali pada anak perempuan dan basah malam pada anak laki-laki.
Ada empat perubahan tubuh yang utama pada masa puber, yaitu:
1) Perubahan besarnya tubuh.
2) Perubahan proporsi tubuh.
3) Pertumbuhan ciri-ciri seks primer.
4) Perubahan pada ciri-ciri seks sekunder.
c. Psikologi Orang Dewasa
Masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa khidupan,
masa ini dibagi dalam 3 periode yaitu: Masa dewasa awal dari umur 21,0
sampai umur 40,0. Masa dewasa pertengahan, dari umur 40,0 sampai umur
60,0. dan masa akhir atau usia lanjut, dari umur 60,0 sampai mati. Ciri-ciri
yang menyangkut pribadi dan sosial pada masa ini antara lain:
1) Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti dilihat darin
seluruh kehidupan manusia.
2) Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan

12

memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan


prilaku yang baru.
3) Masa dewasa madya adalah masa berprestasi. Menurut Erikson,
selama usia madya ini orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya
mereka berhenti (stagnasi).
4) Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih besar
dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan
perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
d. Psikologi Orang Tua.
Usia lanjut atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup
seseorang. Masa ini dimulai dri umur enam puluh tahun sampai mati, yang di
tandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang
semakin menurun.
BAB IV
KESADARAN DAN PERSEPSI
A. Kesadaran
1. Pengertian
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan
lingkungannya serta dengan dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan
mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya serta terhadap dirinya
sendiri (melalui perhatian).
Alam sadar adalah alam yang berisi hasil-hasil pengamatan kita kepada
dunia luar (Maramis, 2009)
Goleman (2001) berpendapat bahwa kesadaran diri adalah kemampuan
dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, kesadaran diri
merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan
adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul pemahaman
tentang diri sendiri. Boyatzis (1999) berpendapat bahwa kesadaran diri
merupakan kecerdasan emosional dan orang yang memiliki kemampuan ini
berati dapat mengenali emosinya sendiri.
Menurut Maramis (2009) bentuk-bentuk kesadarannya, yaitu : kesadaran
normal, kesadaran menurun, kesadaran meninggi,kesadaran waktu tidur,
kesadaran waktu mimpi,kesdaran waktu disosiasi, trance, hipnotis, dan
kesadaran yang terganggu.
Kesadaran normal adalah suatu bentuk kesadaran yang ditandai individu
sadar tentang diri dan lingkungannya sehingga daya ingat, perhatian, dan
orientasinya mencakup ruang, waktu, dan orang dalam keadaan baik.
Kesadaran yang menurun, suatu bentuk kesadaran yang berkurang secara
keseluruhan, kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran.
2. Tidur

13

Perbedaan yang paling jelas

antara

kesadaran dengan ketidaksadaran

dapat diamati saat seseorang terjaga atau tertidur. Tidur tampaknya


berlawanan dengan keadaan terjaga, namun kedua keadaan itu memiliki
kesamaan. Kita berfikir saat kita tidur, kita membentuk memori saat tidur,
tidur tidak sepenuhnya tenang, orang yang tertidur tidak sepenuhnya tidak
sensitive terhadap lingkungan, tidur juga tidak sepenuhnya tanpa rencana.
Dalam studi mengenai tidur, kita dapat mengamati perubahan dari kondisi
sadar ke kondisi tidak sadar, dan kemudian kembali ke kesadaran. Fase
tidur REM yakni fase tidur lelap yang dicirikan oleh adanya pergerakan bola
mata dengan cepat. Nathaniel Kleitman dan Eugene Aserinsky (1995)
meneliti pergerakan bola mata melambat saat orang mulai tidur di malam
hari, hasilnya adalah ternyata orang tidur pergerakan matanya tidak lambat
melainkan sangat cepat.
3. Mimpi
Mimpi merupakan keadaan kesadaran yang berubah di mana citra dan
fantasi yang teringat secara sementara dikacukan dengan realita eksternal.
Kita telah lama sekali menganggap bahwa mimpi memilki makna. Sejak awal
mula bahasa, manusia telah melekatkan pentingnya sejarah, pribadi, dan
pada agama. Sigmun freud menaruh kepercayaan pada mimpi sebagai kunci
ketidak sadaran kita. Ia percaya bahwa mimpi melambangkan hasrat
ketidaksadaran kita, dan dengan menganalisis simbol-simbol mimpi kita
dapat mengungkapan hasrat-hasrat kita yang tersembunyi.
Salah satu percobaan paling awal dan menyeluruh yang menjelaskan isi
mimpi tanpa mengerti pada hal hal adikodrati ( supernatural ) adalah teoriteori freud. Teori freud mengatakan bahwa mimpi adalah suatu produk
mental yang dapat dipahami dan diinterpretasikan adalah salah satu upaya
paling awal dan paling komprehensif untuk menjelaskan isi mimpi tanpa
referensi dengan kekuatan supernatural.
4. Hipnotis
Hipnosis dapat di definisikan sebagai keadaan kesadaran yang terubah atau
hanya suatu keadaan psikologis dari atensi danpengharapan yang terubah,
dimana individu mudah menerima sugesti berbagai teknik dasar hypnosis
telah digunakan sejak awa lsejarah dalam kaitannya dengan perayaan
keagamaan, sihir, supernatural,dan banyak lagi teori teori yang keliru.
Kini,hipnotis di akui sebagai sebuah proses resmi dalam psikologi dan
pengobatan medis, walaupun masih banyak yang harus di pelajari tentang
bagaimana cara kerjanya.
5. Indra
a. Indra Penglihatan

14

Alat penginderaannya yaitu mata, dengan melalui penglihatan individu


bisa melihat keindahan atau kejelekan di lingkungannya, serta mata
adalah salah satu instrumen manusia untuk menerima informasi pada
tahap awal dan mata adalah jendela yang menghubungkan manusia
dengan dunia. Misalnya, melihat seseorang yang cantik atau ganteng,
melihat rambu-rambu lalu lintas dan sebagainya.
b. Indra Pendengaran
Sensasi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga.
Pendengaran adalah kemampuan untuk mengenali suara pada manusia
dan binatang bertulang belakang, hal ini dilakukan terutama oleh sistem
pendengaran yang terdiri dari telinga, syaraf-syaraf, dan otak. Melalui
indera pendengaran ini kita bisa membedakan suara-suara yang keras,
lemah dan lembut dari suatu dialog percakapan, atau mendengarkan
nada-nada musik yang indah. Indra yang digunakan untuk mendengarkan
adalah telinga yang akan terstimulasi oleh adanya gelombang suara.
c. Indra Perabaan
Alat penginderaannya yaitu kulit, dengan alat perabaan inilah kita bisa
merasakan permukaan benda yang halus atau yang kasar, basah mauun
kering. Dengan perabaan ini pula kita dapat merasakan rasa sakit apabila
tersentuh benda tajam atau kasar. Contoh dari perabaan ini yaitu
lembutnya pada saat menyentuh selimut dan kasarnya pada saat
berjalan di bebatuan dan sebagainya.
d. Indra Pengecapan
Alat penginderaannya yaitu lidah, Lidah merupakan bagian tubuh penting
untuk indra pengecap yang terdapat kemoreseptor (bagian yang
berfungsi untuk menangkap rangsangan kimia yang larut pada air) untuk
merasakan respon rasa asin, asam, pahit dan rasa manis. Tiap rasa pada
zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di
tempat yang berbeda-beda.
e. Indra Penciuman
Alat penginderaannya yaitu hidung, dengan alat penciuman itu kita dapat
membedakan mana yang wangi dan mana yang bau. Misalnya ketika
seseorang memakai parfum akan tercium wanginya, tapi ketika mobil
sampah lewat maka akan tercium/menyengatnya bau yang tidak sedap
seperti bau busuk.
B. Persepsi
1. Pengertian
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diproleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan.

Persepsi

ialah,

memberikan

makna

pada

stimulus

indrawi.

15

Contohnya, anda melihat kawan anda sedang melihat-lihat etalase di toko,


anda menyergapnya dari belakang. Setelah dia berbalik, anda terkejut.
Ternyata dia bukan kawan anda. Ini bukan kesalahan sensasi tapi kekeliruan
persepsi.
Persepsi adalah penelitian bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke
dalam percept objek, dan bagaimana kita selanjutnya menggunakan
percepts itu untuk mengenali dunia (percepts adalah hasil dari proses
presptual). Sebagaian karena mendapat inspirasi dari penelitian oleh David
Marr (1982). Dua masalah umum yang berulang kali disebutkan. Sistem
perseptual harus menentukan (a) objek apa yang ada disana (apel, meja,
kucing, dan sebagainya), dan (b) dimana objek itu berada (di jangkauan
lengan kiri saya, beberapa ratus meter dari hadapan saya, dan sebagainya).
Masalah yang sama juga terlibat dalam persepsi auditorius (Suara apa itu,
telepon atau sirine?. Dimana asalnya, depan atau belakang?).
2. Komponen-Komponen Proses Pembentukan Persepsi
Terdapat tiga komponen utama proses pembentukan persepsi menurut
(Sobur, 2003), yaitu:
a. Seleksi, yaitu penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah diterima,
rangsangan atau data diseleksi.
b. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan

informasi

sehingga

mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dapat dipengaruhi oleh


berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut,
motivasi, kepribadian, dan kecerdasanPembulatan, yaitu penarikan
kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima. Persepsi
yang diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi yaitu
bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang terdiri dari
reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai
tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi
(pembentukan kesan)

16

BAB V
BELAJAR, MENGINGAT DAN BERPIKIR
A. Belajar Mengingat
1. Pengertian
Memori ( daya ingat ) merupakan tempat penyimpanan dari berbagai
informasi yang nantinya dapat dipergunakan kembali disaat seorang manusia
membutuhkan ingatan tersebut pada suatu waktu, dan untuk dapat lebih
memahami mengenai fungsi penyimpanan ingatan, maka diperlukan pula
pemahaman tentang fungsi kognitif.
2. Struktur Ingatan
Struktur ingatan dapat dibedakan menjadi tiga sistem, yaitu:
a. Sistem ingatan sensorik (sensory memory)
Memori sensori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah
satu atau kombinasi dari panca indra, yaitu secara visual melalui mata,
pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah, dan
rabaan melalui kulit. Bila informasi atau stimuli tersebut tidak diperhatikan
akan langsung terlupakan, namun bila diperhati kan maka informasi
tersebut ditransfer ke sistem ingatan jangka pendek. Sistem ingatan
jangka pendek menyimpan informasi atau stimuli selama sekitar 30 detik,
dan hanya sekitar tujuh bongkahan informasi (chunks) dapat disimpan
dan dipelihara di sistem memori jangka pendek dalam suatu saat. Sistem
ingatan jangka pendek atau short term memory (STM)
b. Memori jangka pendek
Memori jangka pendek memang exist berdasarkan dua premis, yaitu: (a)
sebagai proposisi umum seseorang mestinya dapat menahan informasi
dalam interval waktu yang singkat, dan (b) sesuai usulan Hebb bahwa
apabila aktivitas umum berlanjut sampai beberapa periode, perubahan
struk tural pada kontak sinaptik diantara selsel dapat membawa memori
setelahnya. Memori jangka pendek memiliki kapa sitas yang kecil sekali,
namun sangat besar peranannya dalam proses memori, yang merupakan
tempat dimana kita memproses stimulus yang berasal dari lingkungan
kita. Memori jangka pendek berfungsi sebagai penyimpanan transitori
yang

dapat

menyimpan

informasi

yang

sangat

terbatas

dan

mentransformasikan serta menggunakan informasi tersebut dalam


menghasilkan respon atas suatu stimulus.
c. Sistem ingatan jangka panjang atau long term memory (LTM).
Kemampuan untuk mengingat masa lalu dan menggunakan informasi
tersebut untuk dimanfaatkan saat ini merupakan fungsi dari memori
jangka panjang. Sistem memori jangka panjang memungkinkan kita untuk
seolaholah hidup dalam dua dunia, yaitu dunia masa lalu dan saat

17

sekarang ini, dan oleh karenanya memungkinkan kita untuk memahami


mengalirnya tanpa henti dari pengalaman langsung. Halhal yang paling
istimewa dari memori jangka panjang adalah kapasitasnya yang tidak
terbatas dan durasinya yang seolaholah tak pernah berakhir.
Sistem ingatan tersebut dikenal sebagai model paradigma Atkinson dan
Shiffrin yang telah disempur nakan oleh Tulving dan Madigan (Solso,
1995)
3. Memori atau Ingatan
Memori atau ingatan dibedakan berdasarkan waktu kemampuan memanggil
kembali ingatan:
a. Immediate Memory
Kemampuan memanggil kembali ingatan dalam waktu beberapa detik
b. Recent Memory
Kemampuan memanggil kembali ingatan akan kejadian sehari hari atau
saat menerima informasi baru dalam hitungan menit, jam, bulan dan
tahun. Dalam hal ini, daerah yang memegang peranan penting adalah
hipokampus, amigdala, dan diensefalon.
c. Remote Memory
Kemampuan memanggil kembali ingatan yang terjadi pada bertahuntahun lalu. Dalam hal ini, daerah otak yang memiliki peran penting adalah
korteks asosiasi kanan dan kiri.
Memori sensori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah
satu atau kombinasi dari panca indra, yaitu secara visual melalui mata,
pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah, dan
rabaan melalui kulit. Bila informasi atau stimuli tersebut tidak diperhatikan
akan langsung terlupakan, namun bila diperhati kan maka informasi tersebut
ditransfer ke sistem ingatan jangka pendek. Sistem ingatan jangka pendek
menyimpan informasi atau stimuli selama sekitar 30 detik, dan hanya sekitar
tujuh bongkahan informasi (chunks) dapat disimpan dan dipelihara di sistem
memori jangka pendek dalam suatu saat.

B. Berpikir
1. Pengertian
Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Walaupun
tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja otak, pikiran manusia lebih dari
sekedar kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga
melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan
kehendak manusia. Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada
obyek tertentu, menyadari secara aktif dan menghadirkannya dalam pikiran
kemudian mempunyai wawasan tentang obyek tersebut. Dalam berpikir juga

18

termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung,


mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah
atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinankemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis menalar atau menarik
kesimpulan dari premis-premis yang ada, menimbang, dan memutuskan.
Perbedaan dalam cara berpikir dan memecahkan masalah merupakan hal
nyata dan penting. Perbedaan itu mungkin sebagian disebabkan oleh faktor
pembawaan sejak lahir dan sebagian lagi berhubungan dengan taraf
kecerdasan seseorang(Leavitt, 1978).
Plato beranggapan bahwa berpikir adalah berbicara dalam hati. Sehubungan
dengan pendapat Plato ini, ada yang berpendapat bahwa berpikir adalah
aktivitas ideasional (Woodworth dan Marquis, dalam Suryabrata, 1995).
Pada pendapat ini dikemukakan dua kenyataan, yakni:
a. Berpikir adalah aktivitas; jadi subyek yang berpikir aktif.
b. Aktivitas bersifat ideasional; jadi bukan sensoris dan bukan motoris,
walaupun dapat disertai oleh kedua hal itu; berpikir menggunakan
abstraksi-abstraksi atau ideas.
2. Karakteristik dan Proses Berpikir
a. Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan
sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya, misal; penalaran tentang
panasnya api yang dapat membakar jika dikenakan kayu pasti kayu
tersebut akan terbakar
b. Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara
teratur dan cermat, misal; dua hal yang bertentangan penuh tidak dapat
sebagai sifat hal tertentu pada saat yang sama dala satu kesatuan.
c. Berpikir autistik: contoh berpikir autistik antara lain adalah mengkhayal,
fantasi atau wishful thinking. Dengan berpikir autistik seseorang
melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar
fantastis.
d. Berpikir realistik: berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia
nyata, biasanya disebut dengan nalar (reasoning).

19

BAB VI
EMOSI DAN MOTIVASI
A. Emosi
1. Pengertian
Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh.
Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak
dalam emosi. Daniel Goleman (2002) mengatakan bahwa emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh emosi gembira
mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat
tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Chaplin (2002, dalam Safaria, 2009) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan
yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari,
yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam

20

kaitannya

dengan perilaku yang mengarah (approach)

atau menyingkir

(avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya


ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang
sedang mengalami emosi. Jika seseorang mengalami ketakutan mukanya
menjadi pucat, jantungnya berdebar-debar, jadi adanya perubahan-perubahan
kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang dialami oleh individu yang
bersangkutan (Walgito 1994, dalam Safaria, 2009).
2. Teori-teori Emosi
Para ahli mengemukakan beberapa teori dalam

upaya

menjelaskan

timbulnya gejala emosi. Beberapa teori emosi tersebut antara lain :


a. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada
rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja seperti hati berdebar, tekanan darah
naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah. Jika
rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi idaman,
emosi yang timbul dinamakan senang, sebaliknya, jika rangsangannya
membahayakan misalnya melihat ular berbisa emosi yang timbul dinamakan
takut.
b. Teori Emosi James-Lange
Teori ini menjelaskan bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons
terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jika seseorang
misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat
karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara.
Respons tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbul rasa takut. Rasa takut
timbul oleh hasil pengalaman dan proses belajar.
c. Teori Emosi Emergency Cannon
Teori ini menyatakan emosi timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik.
Teori Cannon kemudian diperkuat oleh Philip Bard, sehingga kemudian lebih
dikenal dengan teori Cannon-Bard atau teori emergency. Teori ini
mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme
dalam situasi darurat atau emergency. Teori ini didasarkan pada pendapat
bahwa ada antagonisme antara saraf-saraf simpatis dengan cabang-cabang
cranial dan sacral daripada susunan saraf otonom. Jadi, kalau saraf-saraf
simpatif aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya.
3. Gangguan Emosional
Cukup banyak teori-teori yang muncul untuk mencoba menjelaskan
bagaimana terjadinya gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori: lingkungan, afektif dan kognitif (Hauck,
1967).
a. Teori Lingkungan

21

Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh


barbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stress. Pandangan
tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab
langsung dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-ragu untuk
menyatakan, misalnya, bahwa seorang anak menangis karena ia
diperolok. Ia percaya secara harfiyah bahwa olok-olok itu adalah
penyebab langsung tangisan tersebut.
Menurut pandangan ini, tekanan emosional baru bias dihilangkan kalau
masalah penyebab ketegangan tersebut ditiadakan. Selama masalah
tersebut masih ada, biasanya tidak banyak yang bisa dilakukan untuk
menghilangkan perasaan-perasaan yang menyertainya. Karena yeng
disebut lebih dahulu diduga sebagai penyebab dari yang belakangan,
secara logis bisa dikatakan bahwa penghilangan masalah selalu dapat
menghilangkan kesukaran. Memang, demikianlah yang sering terjadi,
tetapi ini belum tentu dapat menghilangkan reaksi emosional yang kuat
sekali jika reaksi itu terjadi (Hauck, 1967).
b.

Teori Afektif
Pandangan professional yang paling luas dianut mengenai gangguan
mental adalah pandangan yang berusaha mengemukakan pengalaman
emosional bahwa sadar yang dialami seorang anak bermasalah dan
kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini kealam
sadar, sehingga dapat dilihat dari sudut yang lebih realistic. Sebelum rasa
takut dan rasa salah tersebut disadari, anak-anak itu dipperkirakan hidup
dengan pikiran bawah sadar yang dipenuhi dengan bahan-bahan yang
menghancurkan yang tidak bisa dilihat, tetapi masih sangat aktif dan

hidup.
d. Teori Kognitif
Menurut teori yang diutarakan oleh Albert Ellis 1962 Psikoterapi RasionalEmotif, yaitu penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah
kita atau perasaan bawah sadar kita akan masalah tersebut, melainkan dari
pendapat yang salah dan irasional, yang disadari maupun tidak disadari akan
masalah-masalah yang kita hadapi.
Menurut Hauck (1967), perbaikan emosional mencakup tiga langkah.
Pertama, kita harus memperlihatkan kepada si anak anggapan-anggapan
yang salah, yaitu merupakan suatu bencana bila ia tidak mendapatkan apa
yang diingininya, dan jika ada perlakuan tidak adil dari orang tuanya, itu akan
benar-benar mengganggunya. Kedua, kita selanjutnya menunjukkan lewat
nalar bahwa bukan perilakunya, melainkan reaksinya terhadap orang tuanya
itulah yang menyebabkan gangguannya, karena ia sebenarnya tidak disiksa

22

secara fisik. Ketiga, ia akan dinasehati agar bersikap lebih manis dan dapat
bekerja sama.
4. Macam macam Emosi
Dari hasil penelitiannya, John B. Watson menemukan bahwa tiga respons
emosional

terdapat

pada

anak-anak

adalah:

fear

(ketakutan),

Rage(kemarahan), Love (cinta).


Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow
(sedih duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan).
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang
tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :
a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati
b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa
c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri
d. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur,
bangga
e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, dan kemesraan
f. Terkejut : terkesiap, terkejut
g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka
h. Malu : malu hati, kesal
B. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan faktor penggerak maupun dorongan yang dapat memicu
timbulnya rasa semangat dan juga mampu merubah tingkah laku manusia atau
individu untuk menuju pada hal yang lebih baik untuk dirinya sendiri. Pendapat
lain dikemukakan oleh Mc. Donald dalam Sardiman (1986: 73) mengartikan
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan
munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Hamzah (2008: 3) menjelaskan istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat
diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan
individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara
langsung,

tetapi

dapat diinterpretasikan dalam

tingkah lakunya,

berupa

rangsangan dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku


tertentu.
2. Jenis-jenis Motivasi
a. Motivasi dapat dibedakan berdasarkan jenis-jenisnya. Ada jenis motivasi
yang terjadi karena keinginan seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu.
Jenis motivasi lain yaitu motivasi yang yang terjadi karena seseorang
tersebut ingin mengejar target yang telah ditentukan agar berhasil sesuai
dengan apa yang diharapkan. Biggs dan Telfer dalam Sugihartono, dkk
(2007: 78) menjelaskan jenis-jenis motivasi belajar dapat dibedakan menjadi

23

empat macam, antara lain: Motivasi instrumental, Motivasi sosial, peserta


didik belajar untuk penyelenggarakan tugas, Motivasi berprestasi dan
Motivasi instrinsik.
b. Motivasi Instrumental merupakan dorongan yang membuat peserta didik
belajar karena ingin mendapatkan hadiah. Motivasi sosial menjadikan
peserta didik lebih terlibat dalam tugas. Peserta didik belajar untuk meraih
keberhasilan yang telah ditentukan, karena peserta didik memiliki motivasi
berprestasi,

dan

peserta

didik

memiliki

rasa

ingin

belajar

dengan

keinginannya sendiri karena mendapatkan dorongan dari motivasi instrinsik.


c. Indikator orang termotivasi
Oemar Hamalik (2004: 175) menjelaskan fungsi motivasi antara lain :
mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Perbuatan belajar
akan terjadi apabila seseorang tersebut memiliki motivasi, sebagai pengarah,
artinya dapat menjadi jalan agar mampu menuju arah yang ingin dicapai,
sebagai penggerak, berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya
motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
d. Fungsi Motivasi
Banyak cara yang dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan
motivasi, karena Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang
mencerminkan sikap. Sardiman (2007: 92-95) menjelaskan ada beberapa
contoh dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di
sekolah. Beberapa bentuk dan cara motivasi tersebut meliputi: Memberi
angka biasanya akan lebih membuat peserta didik menjadi semangat belajar,
karena angka merupakan simbol dari perolehan nilainya.

BAB VII
KEPRIBADIAN DAN INDIVIDUAL
A. Pengertian

24

Secara bahasa ada beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan


kepribadian, diantaranya mentality yaitu situasi mental yang dihubungkan
dengan kegiatan mental, personalityyaitu sebuah totalitas karakter personal,
individualityyaitu berarti sifat khas yang menyebabkan seseorang berbeda satu
dengan yang lain, identity yaitu sifat kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifatsifat mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari luar (Jalaludin, 1996).
Pada dasarnya definisi dari kepribadian secara umum ini adalah lemah karena
hanya menilai perilaku yang dapat diamati saja dan tidak mengabaikan
kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah tergantung pada situasi sekitarnya
selain itu definisi ini disebut lemah karena sifatnya yang bersifat evaluatif
(menilai), bagaimanapun pada dasarnya kepribadian itu tidak dapat dinilai baik
atau buruk karena bersifat netral (Alwisol, 2007). Kepribadian dapat
didefinisikan sebagai pola prilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Sigmund Freud memandang
kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yaitu Id, Ego dan
Superego. Tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik
dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian tersebut (Rita dan Richard, 1993).
B. Teori Psikodinamika
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi
nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Teori
psikodinamika berkembang cepat dan luas karena masyarakat luas terbiasa
memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit. Ada beberapa teori
kepribadian yang termasuk teori psikodinamika, yaitu : psikoanalisis, psikologi
individual, psikologi analitis, dan neo freudianisme. Berikut ini dikemukakan
pokok-pokok dari teori psikoanalisis, psikologi individual, dan psikologi analitis
(Alwisol, 2005).
a. Struktur Kepribadian
Menurut Freud kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar
(conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Sampai
dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga
unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model
struktural yang lain, yaitu Das Es (Id), Das Ich(Ego), dan Das Ueber Ich
(Super Ego).
Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi gambaran
mental terutama dalam fungsi dan tujuannya (Awisol, 2005).
1) Das Es (Id)
Id adalah sesuatu yang primitive/purba, khas, dan tidak terakses oleh
alam sadar, tidak dapat diubah, amoral, tidak logis, tidak terorganisasikan

25

dan selalu dipenuhi energy yang diterimanya dari dorongan-dorongan


dasar menuju pemuasan prinsip kesenangan. Id adalah sistem
kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan
2)

muncul ego dan superego.


Das Ich (Ego)
Ego atau I (sang aku), adalah satu-satunya wilayah jiwa yang
berhubungan dengan realitas. Ia tumbuh dari id selama masa bayi dan
menjadi satu-satunya sumber komunikasi seseorang dengan dunia
eksternal. Dia diatur oleh prinsip realitas yang berusah menjadi substitusi
bagi prinsip kesenangan id. Karena dia sebagian sadar, sebagian
ambang sadar, dan sebagian bawah sadar, ego dapat membuat

keputusan dari masing-masing dari ketiga tingkatan mental ini.


3) Das Ueber Ich (Super Ego)
Ada dua aspek superego: pertama adalah nurani (conscience), yang
merupakan internalisasi dari hukuman dan peringatan. Sementara yang
kedua disebut ego ideal. Ego ideal berasal dari pujuan-pujian dan cotohcontoh positif yang diberikan kepada anak-anak. Freud melihat
kepribadian seperti suatu gunung es; kebanyakan kepribadian terdapat
dibawah tingkat kesadaran kita, sama seperti bagian terbesar dari suatu
gunung es yang terdapat dibawah gunung es, bagaimana Ego mengatasi
konflik antara tuntutan realitas, keinginan id, dan hambatan superego.
b. Dinamika Keperibadian
1) Distribusi Energi
Freud menyatakan bahwa energi yang ada pada individu berasal dari
sumber yang sama yaitu makanan yang dikonsumsi. Energi manusia
dibedakan hanya dari penggunaannya, energi untuk aktivitas fisik disebut
energi fisik, dan energi yang digunakan untuk aktivitas psikis disebut
energy psikis. (Koeswara, 1991).

2) Mekanisme Pertahanan Ego


Freud menyatakan bahwa mekanisme pertahanan ego itu adalah
mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Berikut ini 7 macam
mekanisme pertahanan ego yang menurut Freud umum dijumpai
(Koeswara, 1991).
a) Represi, yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk meredakan
kecemasan dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi
penyebab kecemasan tersebut ke dalam ketidak sadaran.

26

b) Sublimasi, adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk


mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan
menyesuaikan dorongan primitif das es yang menjadi penyebab
kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima, dan
bahkan dihargai oleh masyarakat.
c) Proyeksi, adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang
menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
d) Displacement, adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan
kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya
dibanding individu semula.
e) Rasionalisasi, menunjuk kepada upaya individu memutarbalikkan
kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengamcam ego, melalui
dalih tertentu yang seakan-akan masuk akal. Rasionalissasi sering
dibedakan menjadi dua : sour grape technique dan sweet orange
technique.
f)

Pembentukan reaksi, adalah upaya mengatasi kecemasan karena


individu memiliki dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan
cara berbuat sebaliknya.

g) Regresi, adalah upaya mengatasi kecemasan dengan bertingkah laku


yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

C. Tes Kepribadian
Menurut Friedman ( 2008) terdapat beberapa tipe tes kepribadian yaitu:
a. Tes Laporan Diri (Self Report)
Tes-tes kepribadian yang paling umum biasanya ditentukan oleh laporan diri
para peserta tes. Peserta tes harus memberikan respons (jawaban) terhadap
beberapa item-item pernyataan yang sesuai dengan kriteria tertentu (criterion
related).

b. Tes Q-Sort

27

Seseorang dihadapkan pada setumpuk kartu yang berisi macam-macam


nama karakteristik dan diminta untuk memilah kartu-kartu tersebut dalam
tumpukan-tumpukan yang masing-masingnya menggambarkan sebuah
dimensi, sebagai contoh, paling tidak sesuai sampai dengan paling sesuai
dengan diri.
c. Penilaian Orang Lain
Menurut Lewis Terman Penilaian orang lain yang biasa disebut Studi
Longitudinal Terman adalah penilaian yang menggunakan kuesioner untuk
mendapatkan informasi individu (terutama anak-anak) dari orang lain
(orangtua atau gurunya).
d. Pengukuran Biologis
Asesmen kepribadian modern yang bersifat biologis didasarkan pada asumsi
bahwa sistem saraf (termasuk jaringan neuron otak) adalah kuncinya. Oleh
karena itu asesmen kepribadian berusaha mengukur perilaku-perilaku yang
terkait dengan sistem saraf.
e. Observasi Perilaku
Penggunaan observasi perilaku mengasumsikan bahwa perilaku saat ini
adalah prediktor valid dan reliabel akan perilaku di masa depan.
f.

Wawancara
Wawancara klasik dalam psikologi adalah wawancara psikoterapi, dimana
klien menceritakan pengalaman hidupnya yang penting atau bermasalah.

D. Pengaruh Genetik, Lingkungan, dan Budaya terhadap Kepribadian


a. Pengaruh Genetik
Menurut Schultz & Schultz (2005) dalam Hidayat( 2011), ada beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa sifat atau dimensi kepribadian
merupakan sesuatu yang diwariskan. Berikut ini adalah beberapa teori
kepribadian yang menjelaskan faktor hereditas:

28

1) Dimensi kepribadian dari Eysenck mengenai psikotisme, neurotikisme,


dan ekstraversi (yang awalnya dikembangkan oleh Jung)
2) Lima

faktor

neurotikisme,

model

kepribadian

extraversi,

dari

Costa

keterbukaan

dan

terhadap

McCrae,

yaitu

pengalaman,

kepersetujuan, dan kehati-hatian.


3)

Tiga tepramen dari Buss dan Plomin, yaitu: empsionalitas, aktivitas, dan
sosialitas.

Zuckerman menambahkan bahwa sifat mencari kesenangan (sensasi) pada


mulanya dipengaruhi oleh faktor genetik. Pendekatan genetik berpendapat
bahwa kepribadian sepenuhnya ditentukan oleh bawaan. Meskipun dalam
kenyataannya, predisposisi genetik dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan
sosial, terutama ketika masa anak-anak.
b. Pengaruh Lingkungan
Menurut Alferd Adler kepribadian dipengaruhi oleh posisi kelahiran dalam
keluarga, situasi sosial dan pengasuhan sebagai fungsi dari perluasan
perbedaan usia antara saudara kandung. Dalam pandangan Adler,
perbedaan

lingkungan

rumah

akan

memberikan

pengaruh

kepada

perbedaan kepribadian setiap individu.


Sementara Karen Horney percaya bahwa kebudayaan dan periode waktu
tertentu memberikan pengaruh terhadap kepribadian. Horney pun menyorot
perbedaan lingkungan sosial antara anak laki-laki dan perempuan. Ia
berpendapat bahwa perkembangan inferioritas perempuan disebabkan oleh
perlakuan tertentu pada anak perempuan dalam budaya yang didominasi
laki-laki (patriaki). Sementara perempuan yang dibesarkan dalam budaya
matriaki akan memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda dan harga diri
(self esteem) yang lebih tinggi.
c. Pengaruh Budaya
Setiap kebudayaan memiliki ciri khas masing - masing. Perbedaan ciri khas
kebudayaan tersebut dapat memengaruhi kepribadian seseorang, misalnya
antara masyarakat desa dan masyarakat kota tentu akan memiliki banyak
perbedaan

29

BAB VIII
KESEHATAN, STRES DAN COPING

A. Pengertian Stress
Menurut Sopiah (2008:85) stres merupakan suatu respons adoptif terhadap
suatu

situasi

yang

dirasakan

menantang

atau

mengancam

kesehatan

seseorang.
Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon
yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Stress
adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan
fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan
tidak terkontrol.
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang
disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak
spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas

30

yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan
itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugastersebut,
sehingga orang tersebut dapat mengalami stress.

B. Aspek Fisiologis Stress


1. Stimulus
Keadaan/situasi

dan

peristiwa

yang

dirasakan

mengancam

atau

membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai


stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan
stressor menjadi tiga :
a. Keadaan kronis, contoh hidup dalam keadaan suasana yang bising
b. Peristiwa hidup yang penting, contoh : kehilangan seseorang yang
disayangi.
c. Peristiwa katastropik, contoh : gempa bumi
2. Respon
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stresor. Terdapat dua komponen
yang saling berhubungan, komponen Fisiologis dan komponen Psikologis.
Dimana kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.
a. Komponen Fisiologis, misalnya detak jantung, sakit perut, keringat.
b. Komponen psikologis, misalnya pola berfikir dan emosi
C. Proses
Stres sebagai suatu proses terdiri dari stresor dan strain ditambah dengan satu
dimensi yang peting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses
ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu yang disebut juga
dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang didalamnya
termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.

D. Reaksi Psikologi Stress

31

gelisah, cemas, tidak dapat berkonsentrasi dalam pekejaan atau belajar, sikap
pesimis, hilang rasa humor, malas, sikap apatis, sering melamun, sering marahmarah bersikap agresif baik secara verbal seperti berkata-kata kasar, suka
menghina, mupun non verbal seperti menendang-nendang, menempeleng,
membanting pintu atau memecahkan barang-barang.
1.

Kecemasan
Respon yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri
dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah
emosi yang tidak menyenangkan istilah kuatir, tegang, prihatin,
takutfisik antung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan
darah tinggi dan susah tidur.

2.

Kemarahan dan agresi


Yakni perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan
sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang
mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluapluap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak
wajar. Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha
membunuh orang.

3.

Depresi
Yaitu keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat.
Terkadang disertai rasa sedih`

E. Pengaruh stress terhadap kesehatan


1. Efek negatif stress/ pengaruh stress terhadap kesehatan emosional
a. Keletihan
Dalam keadaan stress tubuh kita akan mengaktifkan respon melawan
atau menghindar baik keetika tubuh kita memilih diam atau aktif
akibatnya tubuh kita mengeluarkan lebih banyak energi dan hal ini
menyebabkan keletihan baik secara mental ataupun fisik.
b. Menutup diri

32

Apabila seseorang sudah sudah merasa tidak memiliki kedali terhadap


pekerjaannya dan merasa dimanfaatkan oleh atasan, rekan kerja atau
perusahaan tempatnya bekerja, akan timbul perasaan menutup diri,
terisolasi, atau perasaan menjadi korban.
c. Depresi
Seseorang yang selalu merasa kehilangan kendali baik kewalahan atau
bahkan rasa bosan pada tempat kerjanya pada akhirnya akan merasa
depresi
d. Harga diri rendah
Harga diri sering kali digambarkan sebagai suatu perasaaan tentang nilai
diri dan penerimaan diri, harga diri tergambar dari perkataan yang kita
ucapkan, pakaian yang kita kenakan dan sering kali terlihat dalam prilaku
kita.
2. Efek fisik stress
Diawal tahun 1970-an. Ada dugaan bahwa dari semua penyakit yang terjadi
60%nya berhubungan dengan stress.berdasarkan temuan baru tentang
pemikiran dan tubuh. Telah di temukan bahwa sebnyak 80% dari semua
permasalahan yang terjadi pada tubuh berkaitan dengan stress.
Berikut adalah beberapa gangguan umum yang dewasa initelah diketahui
berkaitan dengan stress menahun/kronik pada fungsu sara, sistem hormon
atau sistem imun.
a. Sakit dan nyeri
Sakit kepala karena tegang ketegangan otot merupakan penyebab stress
nomer satu gajala ini timbul biasanya karena tegang, rahang terkatup,
leher kaku dan nyeri punggung bagian bawah.
b. Sakit kepala/migrain
Sakit kepala/ migrain disebabkan karena peningktan aliran darah dan
sekresi zat kimia bagian bawah.
c. Temporomandibular joint dsyfungtion (TMJ)

33

Kontraksi yang berulang kali pada otot rahang biasayang pada saat tidur
menimbulakan suatu kontraksi yang bernama Temporomandibular joint
dsyfungtion (TMJ) gejala lainnya meliputi nyeri otot, bunyi bergelentuk
saat mengunyah, sakit kepala karena tegang serta sakit telinga.

d. Masalah lambung
Ulkus dan kolitis, ulkus disebabkan oleh sekresi pencernaan yang
berlebihan, yang menyebabkan radang dan penghancuran lapisan bagian
dalam lambung.
Iritable bowel syndrome, Ditandai dengan serangan nyeri pada perut,
kram, diare, mual, kostipasi dan buang angin secara berulang kali.
e. Cemas saraf
Insomnia, atau tidak dapat tidur merupakan gejala pasti akibat kerja
sistem syaraf terlalu aktif/ berlebihan

F. Mengelola Stress
1. Coping
Mengelola stres disebut dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus coping
adalah proses mengelola tuntutan (internal atau eksternal) yang diduga
sebagai beban karena di luar kemampuan individu. Coping terdiri atas
upaya-upaya

yang

berorientasi

kegiatan

dan

intrapsikis

(seperti

menuntaskan, tabah, mengurangi atau meminimalkan) tuntutan internal dan


eksternal. Adapun menurut Weiten dan Lloyd (dalam Syamyu Yusuf, 2009:
128) coping

merupakan upaya-upya untuk mengatasi, mengurangi atau

mentoleransi beban perasaan yang tercipta karena stres.


Faktor-faktor yang mempengaruhi coping:

34

a. Dukungan sosial. Dukungan sosial dapat diartikan sebagai bantuan dari


orang lain yang memiliki kedekatan (orang tua, suami/isteri, saudara atau
teman) terhadap seseorang yang mengalami stres.
b. Kepribadian. Kepribadian seseorang cukup besar pengaruhnya terhadap
coping atau usaha-usaha dalam menghadapi atau mengelola stres.
Adapun tipe-tipe kepribadian yang berpengaruh terhadap coping adalah
sebagai berikut: Hardiness (ketabahan, daya tahan) yaitu tipe kepribadian
yang ditandai dengan sikap komitmen, internal locus control dan
kesadaran akan tantangan (challenge); Optimisme, yaitu kecenderungan
umum untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik atau sesuai harapan;
Humoris
c. Selalu Berfikir Positif (Positive Thinking)
Seseorang yang mengalami stres perlu kita berikan bantuan agar mereka
terhindar dari persaan tersebut, dengan selalu berpikir positif (positive
thinking).

BAB IX
GANGGUAN PSIKOLOGI

A. Pengertian Gangguan Psikologis


Gangguan Psikologis adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition), emosi (affective), perilaku (psychomotor). Dari berbagai penelitian
dapat dikatakan bahwa Gangguan Psikologis adalah kumpulan dari keadaankeadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun
dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu:
Gangguan Saraf (Neurosis) dan Gangguan Jiwa (Psikosis). Keabnormalan
terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah:
ketegangan (tension), rasa putus asa, murung, gelisah, cemas, perilaku
kompulsif, histeria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiranpikiran negatif dan sebagainya.

35

Banyak

sekali

jenis

gangguan

dalam

cara

berpikir

(cognitive).

Untuk

memudahkan memahaminya para ahli mengelompokkan kognisi menjadi 6


bagian yaitu: sensasi, persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi pikiran kesadaran.
Masing-masing memiliki kelainan yang beraneka ragam.
Contoh gangguan kognisi pada persepsi yaitu: merasa mendengar bisikan untuk
melakukan sesuatu atau halusinasi melihat hantu sementara orang lain yang
normal tidak melihatnya. Orang tradisional mungkin menganggap hal ini sebagai
gangguan setan, tapi sebenarnya ini adalah gangguan psikologis.
Contoh gangguan kemauan: pasien memiliki kemauan yang lemah susah
membuat keputusan atau memulai tingkah laku. Pasien susah sekali bangun
pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
Banyak sekali jenis gangguan kemauan ini mulai dari sering mencuri barang
yang mempunyai arti simbolis sampai melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan yang diperintahkan.
Contoh gangguan emosi: pasien merasa senang, gembira yang berlebihan
(Waham kebesaran). Pasien merasa sebagai orang penting, sebagai raja,
pengusaha, orang kaya, titisan raja dsb. Tetapi di lain waktu ia bisa merasa
sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri
hidupnya.
Contoh gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, pasien melakukan pergerakan
yang berlebihan naik ke atas genteng, berlari, berjalan maju mundur, meloncatloncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang
disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. Berdasarkan
gejala-gejala yang muncul Gangguan Psikologis kemudian dikelompokkan
menjadi beberapa jenis.Pengertian Gangguan Psikologi

B. Macam-macam Gangguan Psikologi


1. Gangguan Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh
setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang
dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa
khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik

36

(Rawlins 1993). Penyebab maupun sumbernya biasa tidak diketahui atau


tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat
ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi
rentang respon kecemasan ke dalam empat tingkatan yang meliputi,
kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
2. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar, adalah gangguan otak yang menyebabkan perubahan
yang tidak biasa dalam suasana hati, energi, tingkat aktivitas, dan
mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari. juga
dikenal sebagai penyakit manik-depresif.
Ciri-ciri umum penderita :
Bipolar adalah gangguan/kelainan secara kimiawi pada sistem syaraf otak
yang mempengaruhi mood atau suasana hati, seperti kegembiraan atau
kesedihan (depresi) yang mendalam, bersifat ekstrim (perubahannya sangat
cepat) dan menetap (bertahan dalam waktu yang lama) terlebih dari itu
penderita gangguan bipolar juga dapat mengalami perubahan suasana hati
yang complicated /multi emosi. Gangguan bipolar dapat mengakibatkan
rusaknya hubungan sosial, pekerjaan atau sekolah, dan bahkan bunuh diri.
3. Gangguan Mood
Orang dengan gangguan mood cendeerung melihat sesuatu dari perspektif
yang sangat suram. Salah satu gangguan mood yang paling sering
didiagnosis adalah depresi. Orang yang mengalami depresi mengalami
perasaan sedih yang terus menerus, putus asa dan mereka senantiasa
kehilangan minat dalam hidup.tergantung pada tingkat keparahan, depresi
bisa sangat melemahkan dan mengganggu dalam kehidupan beraktivitas
sehari-hari.

4. Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit
mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan

37

orang lain tidak berfungsi. Ada banyak jenis spesifik gangguan kepribadian.
Secara umum, memiliki gangguan kepribadian berarti memiliki kaku dan
berpotensi merusak diri sendiri atau merendahkan diri-pola berpikir dan
berperilaku tidak peduli pada situasinya. Hal ini menyebabkan stress dalam
hidup atau gangguan dari kemampuan untuk beraktivitas rutin di tempat
kerja, sekolah atau situasi sosial lain.
5. Gangguan Akibat Obat-obatan
Dalam buku-buku ilmu kedokteran, khususnya buku psikiatri, istilah " adiksi
" dipakai untuk melukiskan keadaan " kecanduan " . Tetapi, dalam buku-buku
baru, istilah adiksi tidak dipakai lagi. Sebagai gantinya, dipakai istilah "
ketergantungan obat ". ketergantungan obat dibedakan atas ketergantungan
fisik dan ketergantungan psikis. Sementara itu, arti adiksi dipersempit
menjadi ketergantungan fisik, sedangkan ketergantungan psikis juga disebut
habituasi. Beberapa ahli memberi arti adiksi sebagai bentuk ketergantungan
yang berat pada hard drug (heroin, morfin), sedangkan habituasi sebagai
bentuk ketergantungan yang ringan, yaitu pada soft drug (ganja, sedativa,
dan hipnotika). Ada pula yang mengganti ketergantungan obat menjadi
ketergantungan zat kimia atau chemical dependence. Dalam buku ini
digunakan istilah "gangguan penggunaan zat " (substance use disorders)
yang dibedakan menjadi penyalahgunaan zat (substance abuse) dan
ketergantungan zat (substance dependence) sesuai dengan istilah yang
dipakai dalam PPDGJ II ( Pedoman Penggolongan Diagnosis Jiwa di
Indonesia, Edisi II, 1983 ).
1)

Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap fisik


a) Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang,
halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
b) Gangguan pada jantung dan pembuluh

darah (kardiovaskuler)

seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah


c) Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses),
alergi, eksim
d) Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru

38

e) Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu


tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur
f)

Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap kesehatan reproduksi


pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid)

g) Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian


jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit
seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada
obatnya
h) Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi over
dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk
menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian
2) Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap psikis
a) Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah
b) Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga
c) Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal
d) Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan
e) Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri
3) Dampak penyalahgunaan narkoba terhadap lingkungan sosial
a) Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan
b) Merepotkan dan menjadi beban keluarga
c) Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram
6. Gangguan Skizofernia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu
bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala.
Meskipun

demikian

pengetahuan

kita

tentang

sebab-musabab

dan

patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).Dalam kasus berat, klien tidak

39

mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya


abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah
kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi
pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir
dengan personalitas yang rusak cacat (Ingram et al.,1995).

BAB X
PERILAKU DAN SOSIAL BUDAYA

A. Pengertian
Bandura (1997) telah menunjukkan bahwa teori yang valid secara ilmiah dapat
diterapkan pada berbagai ilmu sosial dengan menggunakan berbagai metode untuk
mempengaruhi

perubahan

pribadi,

perubahan

masyarakat,

dan

perubahan

masyarakat dalam skala besar.


Kompetensi sosial adalah kemampuan kemampuan, kecakapan atau keterampilan
individu dalam bekerjasama, membangun interaksi social efektif dengan lingkungan
dan memberi pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial
tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi yang dihadapi serta
nilai yang dianut oleh individu. Chaplin (2001) menyatakan bahwa kompetensi adalah
kelayakan kemampuan atau pelatihan untuk melakukan satu tugas, sedangkan
(Kartono, 1990) memberi pengertian bahwa kompetensi adalah kemampuan atau
segala daya, kesanggupan, kekuatan, kecakapan dan keterampilan teknis maupun
sosial yang dianggap melebihi dari kesanggupan anggota biasa. Faturochman,
(1996) Kompetensi adalah salah satu dimensi yang menimbulkan kepercayaan.
Orang umumnya mempercayai pihak lain karena kompetensinya.

40

Allport dalam (Sudianto, (2007) mengatakan bahwa kompetensi sosial adalah satu
usaha untuk memahami dan menjelaskan bagaimana perasaan, pemikiran, atau
prilaku dari individu yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain yang sebenarnya,
yang dibayangkan, atau yang dinyatkan secara tidak langsung. Ford dalam
(Chasbiansari, 2007) memberikan definisi yang lebih terarah dengan mengartikan
kompetensi sosial sebagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dalam konteks sosial
tertentu, dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan memberikan efek positif
bagi perkembangan. Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa orang yang memiliki
kompetensi sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih
banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat mencintai. Individu
yang memiliki kompetensi sosial digambarkan dengan karakteristik mampu
berkomunikasi secara efektif, mengerti diri sendiri dan orang lain, mengenal peran
gender, memahami moral dalam lingkungan mereka serta mampu mengatur emosi
dan dapat menyesuaikan perilaku mereka dalam merespon norma-norma yang
berhubungan dengan lingkungannnya.

Dalam psikologi lintas budaya, budaya telah dideskripsikan sebagai fuzzy set karena
tidak adanya kesepakatan dalam definisi konseptualisasi, dan operasionalisasi
(Rohner, 1984); Triandis, 1980). Kata budaya berasal dari kata dalam bahasa latin
cultura, yang berati sampai atau mengolah/membudidayakan. Tylor (1871)
mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
termasuk pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan semua
kapabilitas serta kebiasaan lain yang didapat sebagai anggota masyarakat (dikutip
dalam Berry et al., 2002). Herkovits (1955) mengatakan bahwa budaya adalah
bagian buatan-manusia dari lingkungan manusia (hlm 17). Triandis (1994)
mendefinisikannya sebagai asumsi-asumsi, prosedur pengoperasian baku, cara
melakukan sesuatu yang tidak dinyatakan, yang telah dinternalisasikan sampai ke
tingkat yang orang-orangnya tidak menentangnya (hlm 16). Definisi-definisi ini
difokuskan pada produk-produk budaya dan tidak melihat kompleksitas dan
dinamika budaya.

Budaya telah dipelajari sebagai sebuah variabel kuasi-independen, kategori, titik


dalam sebuah dimensi, atau sekedar hasil penjumlahan ciri-ciri individual. Untuk
perbandingan lintas-budaya, seorang peneliti biasanya menyeleksi budaya dengan
menggunakan Human Relation Area Files (HRAF), atau dengan menggunakan

41

dimensi-dimensi budaya (etc, Hofstede, 1991). Budaya telah diperlakukan sebagai


sebuah variabel kuasi-independen, karena peneliti tidak dapat mengontrol budaya,
dan peneliti tertarik untuk memeriksa pengaruhnya pada perilaku (Berry, 1980).
Dimensi-dimensi dan kategori-kategori kultural ini adalah transformasi statistik dari
sikap, nilai-nilai, dan keyakinan yang diperoleh di tingkat individu.

Budaya adalah sebuah emergent property dari individu-individu yang berinteraksi


dengan,

mengelola,

dan

mengubah

lingkungannya

(Kim,

2001).

Budaya

merepresentasikan penggunaan kolektif sumber daya alam dan mansuai untuk


mencapai hasil yang diinginkan; inilah definisi proses budaya (Kim, 2001).
Perbedaan di berbagai budaya bisa terjadi jika orang mengejar tujuan yang berbeda,
menggunakan metode dan sumber daya yang berbeda untuk merealisasikan tujuan,
dan melekatkan makna dan nilai yang berbeda. Persamaan-persamaan budaya
dapat terjadi jika orang mengejar tujuan yang sama, menggunakan metode dan
sumber daya yang sama untuk mencapai tujuan itu, dan makna serta nilai yang
dilekatkan padanya diintergrasikan untuk membentuk sebuah keseluruhan yang
bermakna dan koheren. Budaya merepresentasikan sebuah rubrik dari varibelvariabel yang terpola (Kim, 2001).

Budaya sama mendasarnya dengan fisiologi kita. Tanpa budaya, manusia akan
seperti bintang-bintang lain, menyusut hingga ke insting-insting dasar. Tanpa
budaya, manusia tidak akan mampu berpikir, merasakan, atau berperilaku, dan
mengelola realitas kita (Shweder, 1991). Persis seperti kita menggunakan mata
untuk melihat dunia. Oleh karena kita berpikir melalui budaya kita, maka sulit untuk
mengenali budaya kita. Bagi seorang yang lahir dan dibersarkan di budaya tertentu,
budaya itu terasa sangat alamiah.

Jika fokusnya adalah pada fisiologi, keterbatasan manusia jelas terlihat. Sebagai
contoh, Helen Keller buta, tuli, dan bisu. Oleh karena disabilitasnya, ia terperangkap
dalam tubuhnya, tidak mampu berhubungan dengan duniadan berhubungan dengan
orang lain. Akan tetapi, ketika menemukan bahwa ia dapat berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa syarat, seluruh dunia menjadi terbuka baginya. Ia tidak lagi
terperangkap dalam tubuhnya, terbatasi oleh disabilitasnya.

42

Untuk memahami seseorang, perlu untuk mengetahui masa lalunya. Seseorang


yang mengalami amnesia (artinya tanpa masa lalu) tidak dapat memiliki pemahaman
tentang identitas pribadinya. Seseorang tanpa masa depan (misalnya dihukum
penjara seumur hidup) akan mengalami kesulitan untuk hidup di masa kini. Untuk
memahami seseorang, kita perlu tahu masa lalu, masa kini, dan aspirasi masa
depannya.
Budaya yang telah dibangun orang bagi dirinya bisa memiliki makna yang berbeda
bagi anak-anak mereka. Jika budaya yang diciptakan oleh dan untuk orang dewasa
diterapkan pada anak-anak mereka, maka budaya itu dapat dipersepsi sebagai
penjara. Jika budaya yang telah diciptakan orang dewasa tidak kompatibel dengan
aspirasi anak-anak mereka, makan anak-anak mereka mungkin akan memodifikasi
budaya itu. Konflik-konflik generasional muncul karena orang dewasa menggunakan
masa lalu untuk memahami masa kini dan menggunakan masa lalu untuk
membentuk masa depan (Kim et al., 2000). Di lain pihak, remaja tidak memiliki masa
lalu yang sama dengan orangtuanya. Oleh karena generasi yang lebih muda tidak
terikat pada masa lalu, mereka dapat mengeksplorasi masa depan dengan lebih
bebas dan lebih kreatif.
Konfusius (551-479 SM) melihat semesta dan semua makhluk hidup yang ada di
dalamnya sebagai sebuah manifestasi dari kekuatan pemersatu yang disebut dao
(Kebenaran, Kesatuan, atau Jalan). Konfusius menganggap masyarakat diatur
secara hierarkis dan bahwa setiap orang memiliki fen (porsi atau tempat) dalam
hidupnya. Setiap fen dilekati dengan berbagai peran, dan setiap orang harus
memenuhi peran-peran tersebut. Tugas dan kewajiban setiap fen ditetapkan oleh li
(propriety). Propriety mengartikulasikan ekspetasi atau kewajiban setiap individu
menurut status dan perannya. Ketertiban dan keharmonisan sosial terjaga jika orang
melihat tempat mereka di masyarakat dan memenuhi kewajiban dan tugas-tugas
yang diharuskan.
Dalam budaya tertentu, ada berbagai filosofi, agama, dan worldviews yang saling
bersaing. Sebagai contoh, Buddhisme mengikhtisarkan sebuah konsepsi universal
tentang self, hubungan, dan masyarakat di Asia Timur. Selain itu, agama-agama asli,
seperti Shamanisme di Korea, Shintoisme di Jepang, dan Daoisme di China telah
mempengaruhi Buddhisme maupun Konfusianisme (Kim, 1998).

43

Ada berbagai bias dan titik buta dalam tradisi-tradisi religious dan filosofis. Dalam
konfusianisme, hubungan ayah-anak laki-laki dianggap sebagai hubungan primer
dan

prototipe

untuk

semua

hubungan.

Kalau

kita

menelaah

penelitian

perkembangan di Asia Timur, hubungan ayah-anak laki-laki ternyata sekunder,


sementara hubungan ibu-anak laki-laki adalah hubungan primer.
Budaya berubah dan ide-ide religious dan filosofis juga berubah seiring berjalannya
waktu dan perubahan kondisi sosial (Kim, Aasen, & Ebadi, 2003). Penekanan pada
paternalisme dan diferensiasi peran-jenis mungkin fungsional di masyarakatmasyarakat agraris tradisional, tetapi di masyarakat Asia Timur modern, nilai-nilai
egalitarian saat ini sedang menggantikan nilai-nilai tradisional (Kim, 1998; Park &
Kim, 2004). Di masyarakat-masyarakat Asia Timur tradisional, perempuan tidak
diizinkan untuk mendapatkan pendidikan dan berbagai partisipasi di masyarakat,
tetapi ini tidak berlaku lagi. Di Korea, undang-undang pewarisan, undang-undang
perceraian, dan pencatatan keluarga telah berubah sehingga perempuan memiliki
hak yang sama dengan laki-laki (Park & Kim, 2004).
Filsafat konfusian dapat digunakan sebagai titik awal untuk penelitian, tetapi bukan
sebagai titik akhir. Konsep-konsep filosofis ini dipelajari di sekolah sebagai
pendidikan formal, tetapi mereka bukan konsep-konsep psikologis atau indigenous
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. DI Korea, bakti orangtua dalam
merawat orangtua di usia tuanya bukan hanya sebuah imperative moral. Tetapi juga
kewajiban hukum yang harus dipenuhi setiap orang. (Kim & Park, 2004a; Kim &
Yamaguchi, 1995l Yamaguchi, Bab 6).
Di Jepang, amae (didefinisikan sebagai tindakan meminta dan menerima bantuan
khusus dalam hubungan dekat) bisa jadi juga sebuah ekuivalen psikologis (Kim &
Park, 2004a; Kim & Yamaguchi, 1995l Yamaguchi, Bab 6).

BAB XI
PENELITIAN DALAM PSIKOLOGIS
A. Penelitian Psikologi Ikmiah
Aktivitas ilmiah yang dilakukan para psikolog lebih banyak melibatkan sikap dan
prosedur tertentu dibandingkan dengan peralatan tertentu (Stanovich, 2010), berikut
sejumlah karakteristik penting dari ilmuwan yang ideal:

44

1. Presisi
Para ilmuwan mengadakan penelitian karena mereka memiliki dugaan tertentu
mengenai sejumlah perilaku. Meskipun demikian, mereka sering memulai
penelitian dengan sebuah teori umum, yakni sistem asumsi dan prinsip yang
terorganisasi, yang bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai gejala
tertentu dan bagaimana mereka saling terhubung. Beberapa teori ilmiah bersifat
tentatif, membutuhkan penelitian lebih lanjut, tetapi yang lain, seperti teori evolusi,
diterima oleh sebagian besar ilmuwan.
Bertolak dari sebuah dugaan atau teori, para ilmuwan psikologi menyusun sebuah
hipotesis (hypothesis), yakni sebuah pernyataan yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan atau menjelaskan perilaku tertentu. Awalnya, pernyataan ini
mungkin masih bersifat umum. Namun, sebelum penelitian apapun dilakukan,
hipotesisnya harus dirumuskan secara cermat dan tepat.
2. Skeptisisme
Para ilmuwan tidak meminta pemikiran yang didasarkan pada keyakinan atau
pengaruh seseorang. Perkembangan sejumlah ilmu pengetahuan yang paling
hebat dicapai oleh orang-orang yang berani meragukan hal-hal yang dianggap
benar oleh semua orang. Dalam dunia ilmu pengetahuan, sikap skeptis berati
berhati-hati dalam memperlakukan kesimpulan yang ada, baik yang lama maupun
yang baru.
Skeptisisme tidak sekedar menepis pernyataan tertentu, tapi menunjukkan
mengapa klain tersebut tidak valid sehingga metode yang lebih baik dapat
menggantikannya. Skeptisisme dan kehati-hatian harus diimbangi dengan
keterbukaan terhadap ide-ide dan bukti baru.
3. Berpegang teguh pada fakta empiris
Penilaian terhadap teori dan hipotesis ilmiah tidak didasarkan pada kesenangan
prasangka dan preferensi kita. Sebuah ide pada awalnya mungkin dapat
membangkitkan kegembiraan karena ide tersebut harus didukung oleh fakta
empiris. Suatu kumpulan anekdot atau pembelaan pengadilan tidak akan
dipertahankan sebagai teori karena tidak memiliki fakta empiris. Tidak berlaku pula
pada ide yang memiliki daya Tarik intuitif maupun ide yang populer.
4. Bersedia membuat prediksi yang beresiko

45

Sebuah prinsip yang berkaitan dengan hal ini adalah bahwa seorang ilmuwan
harus mengemukakan sebuah gagasan dengan cara sedemikian rupa sehingga
gagasan

tersebut

dapat

ditolak

atau

digugurkan

oleh

fakta-fakta

yang

bertentangan. Prinsip yang dikenal sebagai principle of falsifiability ini tidak berati
bahwa gagasan tersebut pasti akan ditolak. Gagasan tersebut hanya dapat ditolak
jika ditemukan ada fakta lain yang bertentangan. Cara lain untuk mengatakannya
adalah bahwa seorang ilmuwan harus menerima resiko adanya sanggahan, yang
dapat dilakukan tidak hanya dengan cara mempredisikan hal-hal yang akan terjadi,
tetapi juga memprediksikan hal-hal yang tidak akan terjadi.

Prinsip falsifiliability seringkali dilanggar di dalam kehidupan sehari-hari karena


semua rentan terhadap bias konfirmasi (confirmation grey), yakni kecenderungan
untuk mencari dan menerima fakta-fakta yang hanya mendukung teori dan asumsi
yang kita sukai, tetapi mengabaikan atau menolak fakta-fakta yang bertentangan
dengan keyakinan seseorang.
5. Keterbukaan
Ilmu pengetahuan tergantung pada gagasan yang mengalir bebas maupun
keterbukaan penuh akan prosedur-prosedur dalam suatu penelitian. Kerahasiaan
merupakan sesuatu yang sangat tabu dalam ilmu pengetahuan; para ilmuwa harus
bersedia memberitahukan kepada orang lain mengenai asal gagasan-gagasannya,
bagaimana mereka mengkaji gagasan-gagasan tersebut, dan hasil seperti apa
yang diperoleh. Mereka harus mengerjakan ini secara jelas dan rinci sehingga
ilmuwa lain dapat mengulangi atau mereplikasi penelitian yang telah mereka
lakukan dan melakukan verifikasi atau menguji temuan-temuan yang diperoleh.
Replikasi merupakan bagian penting dari suatu proses ilmiah karena biasanya,
apa yang terkesan sebagai gejala yang menakjubkan ternyata hanya merupakan
suatu kebetulan.

B. Studi Deskriptif : Menetapkan Fakta-fakta


Para

psikolog

mengumpulkan

fakta

untuk

mendukung

hipotesisnya

dengan

menggunakan metode yang berbeda, tergantung pada jenis pertanyaannya yang ingin
mereka jawab. Meskipun demikian, metode-metode ini tidak saling berkaitan secara
eksklusif. Apapun metode yang digunakan, salah satu tantangan utama yang harus

46

dihadapi peneliti manapun ialah memilih partisipan (subjek) penelitian. Idealnya,


peneliti ingin mendapatkan sampel representatif (representative sample), kelompok
partisipan yang secara akurat mewakili populasi lebih besar dari populasi yang ingin
diteliti. Ukuran sampel tidak lebih penting dibandingkan dengan kemampuan sampel
mewakili populasi. Sebuah sampel yang kecil namun representatif dapat menghasilkan
data akurat, sedangkan sampel yang besar namun tidak menggunakan metode
sampling yang tepat akan memberikan hasil yang meragukan.

C. Studi Korelasi: Mencari Hubungan


Dalam penelitian deskriptif, para psikolog ingin mengetahui ada tidaknya hubungan
antara dua atau lebih fenomena, dan jika ada, seberapa kuat hubungannya. Sebagai
contoh, apakah nilai rata-rata siswa berhubungan dengan jumlah jam yang mereka
habiskan untuk menonton televise, bermain video game, atau menulis pesan teks ?
Untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan ini, seorang psikologi akan
melakukan studi korelasi (correlational study). Kata korelasi (correlation) sering
disamakan dengan kata hubungan. Namun demikian, korelasi secara teknis berati
suatu perhitungan numerik mengenai kekuatan hubungan di antara dua hal. Hal-hal
tersebut dapat berupa peristiwa, skor, atau segala sesuatu yang dapat direkam dan
dihitung. Dalam penelitian psikologi, hal-hal tersebut disebut juga variabel (variable)
karena hal-hal tersebut bervariasi secara kuantitatif. Suatu korelasi positif (positive
correlation) berati tingginya nilai suatu variabel terkait dengan tingginya nilai variabel
lainnya, dan rendagnya suatu nilai variabel terkait dengan rendahnya nilai variabel
lainnya. Sebagai contoh, antara tinggi dan berat badan terdapat korelasi positif,
demikian pula antara skor IQ dan nilai sekolah. Meskipun demikian, korelasi yang
sempurna merupakan hal yang jarang terjadi.
Statistik yang digunakan untuk menyatakan sebuah korelasi disebut koefisien korelasi
(coefficient of correlation). Angka ini menyatakan besar maupun arah korelasi. Sebuah
korelasi positif yang sempurna memiliki koefisien korelasi +1,00 dan korelasi negative
yang sempurna memiliki koefisien korelasi -1,00. Sebagai contoh, seseorang
menimbang sepuluh orang dan mendaftar mereka mulai dari yang paling ringan hingga
yang paling berat, kemudian mengukur tinggi badannya dan mendaftar mereka dari
yang paling pendek hingga yang paling tinggi. Jika nama-nama pada kedua daftar
tersebut memiliki urutan yang persis sama, korelasi antara berat dan tinggi adalah
+1,00. Jika korelasi antara kedua variabel adalah +0,80, berati antara kedua variabel
adalah -0,80, berati hubungan antara keduanya juga kuat, tetapi bersifat negatif. Jika

47

tidak ada hubungan di antara kedua variabel, koefisien korelasinya adalah nol atau
mendekati nol.

D. Eksperimen: Mencari Hubungan Kausalitas


Para peneliti memperoleh informasi yang memberikan gambaran jelas dari studistudi deskriptif. Meskipun demikian, untuk melakukan hal-hal yang menyebabkan
munculnya suatu perilaku tertentu, mereka sangat mengandalkan atau memanipulasi
situasi yang sedang dipelajari. Dalam eksperimen, peneliti tidak sekedar mencatat
perilaku secara pasif saja, tetapi peneliti secara aktif melakukan sesuatu yang diyakini
akan mempengaruhi perilaku seseorang dan mengamati hal-hal yang terjadi. Prosedur
seperti memungkinkan peneliti untuk membuat kesimpulan mengenai hubungan sebab
dan akibat, yakni apa yang menyebabkan apa. Aspek dari situasi eksperimental yang
dimanipulasi atau divariasikan oleh peneliti disebut variabel independen (variabel
bebas, independent variable). Reaksi subjek yaitu perilaku yang ingin diprediksikan
oleh peneliti yang disebut varibel dependen (variabel terikat, dependent variable).
Setiap eksperimen minimal memiliki sebuah variabel independen dan sebuah variabel
dependen. Idealnya, segala sesuatu yang berada dalam situasi eksperimen, kecuali
variabel independen, dijaga agar tetap konstan yaitu, sama untuk semua partisipan.
Situasi tersebut tidak akan terwujud jika anda mengizinkan partisipan di satu kelompok
menggunakan tongkat persneling, sementara kelompok lainnya otomatis, kecuali
persneling merupakan variabel independen.
Oleh karena ekspetasi dapat mempengaruhi hasil dari sebuah studi, para partisipan
sebaiknya tidak mengetahui apakah mereka masuk ke dalam kelompok eksperimental
atau kelompok kontrol. Jika hal ini terjadi, maka eksperimen tersebut dikatakan
menerapkan penelitian single-blind (single-blind study). Mesikpun demikian, para
partisipan bukanlah sat-satunya orang yang memiliki ekspretasi dalam laboratorium,
begitu pulan dengan para peniliti.

48

BAB XII
PERKEMBANGAN ARAH BARU PSIKOLOGI

A. Pengertian
Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi

yang mempelajari

perkembangan dan perubahan aspek kejiwaan manusia sejak dilahirkan sampai


dengan mati. Terapan dari ilmu psikologi perkembangan digunakan di bidang
berbagai bidang seperti pendidikan dan pengasuhan, pengoptimalan kualitas hidup
dewasa tua, penanganan remaja (Santrok, 2002).
Pada mulanya, psikologi perkembangan mengkhususkan diri pada masalah usia dan
tahapan-tahapan. Para penyelidik terdorong untuk mempelajari usia yang khas dan
tertentu dimana terjadi berbagai tahapan perkembangan.
Sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, psikologi perkembangan telah
melewati sejarah yang cukup panjang.

B. Sejarah Psikologi Perkembangan


Sejarah psikologi perkembangan ini dibagi menjadi 3 periode (Santrok, 2002), yaitu :
1. Minat awal mempelajari perkembangan anak

49

Jauh sebelum dilakukan studi ilmiah terhadap perkembangan anak, perhatian


dan penyelidikan tentang anak- anak sedikit sekali dilakukan. Bahkan buku-buku
khusus tentang perkembangan jiwa anak sedikit sekali. Serta pemahaman
mengenai anak-anak masih sangat dipengaruhi keyakinan tradisional yang
bersumber dari filosof dan teolog tentang anak , serta lingkungan dan keturunan.
Plato

(427-346

SM)

merupakan

salah

seorang

filosof

yang

banyak

mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kehidupan anak. Menurut Plato,


perbedaan-perbedaan individual mempunyai dasar genetis. Potensi individu
ditentukan oleh factor keturunan. Artinya, sejak lahir anak telah memiliki bakatbakat atau benih-benih kemampuan yang dapat dikembangkan melalui
pengasuhan dan pendidikan.
Pada akhir abad ke-17, seorang filosof Inggris keamanan, John Locke (16321704) mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan merupakan factor
yang paling menentukan dan perkembangan anak. Ia tidak mengakui adanya
kemampuan bawaan (innate knowledge) . sebaliknya menurut beliau isi kejiwaan
anak ketika dilahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih kosong, dimana
bentuk dan corak kertas tersebut nantinya sangat ditentukan oleh bagaimana
kertas itu ditulisi. Dikenal dengan istilah tabula rasa (Blank slate) .
Pandangan-panadangan John Locke ini kemudian ditentang oleh Jean Jacques
Rousseau

(1712-1778),

seorang

filosof

Perancis

abad

ke

18,

yang

berpandangan bahwa anak berbeda secara kualitatif dengan orang dewasa. Ia


sama sekali menolak pandangan bahwa bayi adalah makhluk pasif, yang
perkembangannya ditentukan oleh pengalaman.
Dalam bukunya emile ou Ieducation yang diterbitkan tahun 1762, Rousseau
menolak pandangan bahwa anak memilki sifat bawaan yang buruk (innately
bad). Sebaliknya Rousseu menegaskan bahwa : All things are good as they
come out of the hands of their creator, but everything degenerates in the hands
of man. ( segala-galanya adalah baik sebagaimana keluar dari tangan Sang
Pencipta, segala-galanya memburuk dalam dalam tangan manusia). Dan dikenal
dengan istilah noble savage, dan digolongkan sebagai pandangan yang
beraliran

Nativisme.

Sebaliknya

pandangan

Locke

merupakan

aliran

Empirisme . kedua pertentangan ini kemudian menjadi titik awal timbulnya


teori belajar (learning theory) dikemudian hari.
2. Pembentukan psikologi perkembangan secara ilmiah

50

Gambaran tentang masa anak-anak yang diungkapkan oleh Plato, Locke, dan
Rousseau pada dasarnya bersifat spekulatif karna tidak mengajukan bukti-bukti
yang nyata dari hasil observasi pada anak-anak. Tetapi penelitian yang lebih
terarah terhadap kehidupan dan perkembangan psikis anak baru dimulai pada
abad ke-18, walaupun jika ditinjau dari segi ilmiah dan sistematika dapat
dikatakan belum memuaskan.
Dalam periode ini sumber penting untuk mempelajari anak adalah catatancatatan harian mengenai perkembangan dan tingkah laku anak. Tetapi catatancatatan itu baru ditulis terhadap anak-anak sendiri. Misalnya seorang ahli
pedidikan dari Swiss, Johan Heinrich Pestalozzi (1746-1827) pada tahun 1774
menerbitkan catatan-catatan harian yang ditulis terhadap anaknya sendiri yang
berusia 3,5 tahun. Dan dia mendukung pendapat Rousseau bahwa seorang
anak yang dilahirkan pada dasarnya mempunyai segi-segi yang baik, dan
perkembangan selanjutnya banyak dipengaruhi oleh aktivitas anak itu sendiri.
Perhatian dan penyelidikan yang sesungguhnya tentang perkembangan anak
melalui observasi langsung baru dimulai pada abad ke-19 dan tokoh yang cukup
berpengaruh adalah Charles Darwin dan Wilhelm Wundt.
3. Munculnya studi psikologi perkembangan modern
Studi sistematis tentang psikologi perkembangan mengalami perkembangan
yang signifikan pada abad ke-20. Penelitian-penelitian yang dilakukan pada
zaman ini lebih bersifat deskriptif dan lebih dititikberatkan pada ciri-ciri khas yang
terdapat

secara

umum,

golongan-golongan

umur

serta

masa-masa

perkembangan tertentu.
Perubahan dalam studi psikologi perkembangan terjadi setelah J.B. Watson
memperkenalkan teori Behaviorisme. Dalam teorinya Watson menggunakan
prinsip-prinsip calssicalconditioning untuk memperjelas perkembangan suatu
tingkah laku. Menurutnya prinsip-prinsip conditioning dan prinsip-prinsip belajar
dapat diterapkan pada semua perkembangan psikologis. Karya Watson ini
memancing perkembangan teori-teori psikologi yang bertentangan.

C. Psikologi positif

51

Martin E. P Seligman, seorang profesor psikologi di Universitas Pennsylvania dan


pernah menjabat sebagai Presiden American Psychological Association (APA) mulai
berpikir bahwa manusia tidak hanya dapat dipelajari dari sisi negatifnya saja, tetapi
juga dari sisi positifnya. Martin E. P Seligman menilai selama ini kajian psikologi
sering di warnai dengan topik negatif tentang manusia. Martin E. P Seligman juga
berpendapat bahwa psikologi bukan hanya studi tentang penyakit, kelemahan, dan
kerusakan, tetapi psikologi juga studi tentang kebahagiaan, kekuatan, dan kebajikan
(Seligman, 2005).
Psikologi positif adalah perspektif ilmiah tentang bagaimana membuat hidup lebih
berharga. Martin E. P Seligman dalam pidato pelantikannya mengatakan bahwa
sebelum perang dunia II, psikologi memiliki tiga misi yaitu menyembuhkan penyakit
mental, membuat hidup lebih bahagia, dan mengidentifikasi serta membina bakat
mulia dan kegeniusan.Setelah perang dunia II, dua misi psikologi yang terakhir
diabaikan.Berdasarkan kondisi tersebut maka ditegakkan tiga tonggak utama
psikologi positif, yaitu studi tentang emosi positif, studi tentang sifat-sifat positif,
terutama tentang

kekuatan dan kebajikan, dan studi tentang lembaga-lembaga

positif yang mendukung kebajikan (Seligman, 2005).


Tujuan dari psikologi positif adalah memberikan pandangan tentang manusia dari
sisi lain, yaitu dengan cara menampilkan sifat-sifat indah dari manusia. Intervensi
psikologi positif dapat melengkapi intervensi yang ada pada kajian psikologi yang
dinilai masih tradisional, hal itu untuk mengurangi penderitaan dan membawa
puncaknya kepada kebahagiaan (Seligman dan Csikszentmihalyi dalam Mardliyah,
2010).

D. Psikologi Indigenious
Pengertian Indigenous Psychology adalah bidang psikologi yang berusaha
memperluas batas dan substansi psikologi umum. Meskipun indigenous psychology
maupun psikologi umum berusaha mengungkapkan fakta-fakta universal, tetapi titik
awal penelitiannya berbeda. Psikologi umum berusaha menemukan prinsip-prinsip
yang terkondekstual, mekanis, universal, dan berasumsi bahwa teori-teori psikologi
saat ini bersifat universal (Koch & Leary, 1985). Akan tetapi indigenous psychology
mempertanyakan universalitas teori-teori psikologi yang sudah ada dan upayaupaya untuk menemukan psychologycal universals dalam konteks sosial, budaya,
dan ekologis (Kim & Berry, 1993; Yang, 2000).

52

Indigenous psychology mempresentasikan sebuah pendekatan yang konteks


(keluarga, sosial, kultural, dan ekologis) isinya (yakni makna, nilai, dan keyakinan)
secara eksplisit dimasukkan ke dalam desain penelitian.

E. Psikologi Forensik
Batasan/Pengertian Psikologi Forensik
Menurut Nietzel (1998) Psikolog Klinis dapat memainkan berbagai peran dalam
system legal, antara lain meliputi bidang :
a. Law Enforcement Psychology : mengadakan riset tentang aktivitas lembaga
hukum dan memberikan pelayanan klinis langsung dalam mendukung aktivitas
lembaga tersebut.
b. The Psychology of litigation : menitikberatkan pada efek-efek dari berbagai
prosedur legal, biasanya yang digunakan pada pemeriksaan sipil dan criminal.
c. Correctional Psychology : memusatkan perhatian pada layanan psikologis
terhadap individu yang ditahan sebelum dinyatakan sebagai narapidana suatu
tindak criminal. Sebagian besar psikolog koreksional bekerja di penjara dan
pusat rehabilitasi remaja, tetapi ada juga yang membuka lembaga percobaan
atau mengambil bagian dalam masyarakat khusus yang berbasis program
koreksional.
Psikolog

Forensik

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

tersebut

dengan

mengaplikasikan hasil riset empiris dan keterampilan serta tehnik-tehnik dalam


profesinya. Kemudian menawarkan pendapat-pendapat mereka selama kesaksian
dalam pemeriksaan/persidangan sipil atau kriminal atau prosedur legal yang lain
Suprapti & Sumarmo Markam (2003).
Psikologi Forensik adalah interface dari Psikologi dan Hukum, dan merupakan
aplikasi pengetahuan psikologi khususnya psikologi klinis, pada masalah-masalah
yang dihadapi jaksa, polisi dll untuk penyelesaian masalah yang berhubungan
dengan keadaan sipil, criminal dan administrative (civil, criminal, administrative
justice)APA (Heilbrun dalam Cronin, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
1. Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia

53

2. Alex S. Nitisemito. (2001). Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.


3. Alwisol. (2007). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
4. Carole Wade, Carol Tavris, & Maryanne Garry (2014). Psikologi : Edisi 11 Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
5. Edie Budi Prasetyo, S.H. .(1997). Analisis Dan Evaluasi Tentang Kode Etik Advokat Dan
6.
7.
8.
9.

Konsultan Hukum, Jakarta : Rajawali Pers


Hidayat, D.R. (2011). Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Bogor : Ghalia Indonesia
Jalaludin. (1996) Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Mardiana (2005). Manajemen Produksi. Jakarta : Badan Penerbit IPWI
Muhhibin Syah (2014). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya.


10. Rahayu, Siti dkk.2006. Psikologi Perkembangan dalam Berbagai Bagiannya.Yogyakarta:
UGM prees
11. Safaria, T.E. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta : PT. Bumi Aksara
12. Santrok, John W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid
1. Jakarta: Erlangga
13. Sarlito W. Sarwono. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers
14. Sarlito W. Sarwono. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers
15. Sarlito W. Sarwono.( 2013). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers
16. Yufiarti & Gumelar, Gumgum (2012). Sejarah Dan Dasar-Dasar Psikologi. CHCD offset:
Jakarta.
17. Uichol Kim, Kuo-Shu Yang, & Kwang-Kuo Hwang (2010). Indigenous and Cultural
Psychology. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
18. Psikologikucom. (2015, Januari 16). Sejarah & Tokoh. Retrieved April 12, 2015, from
Psikologiku: http://www.psikologiku.com/sejarah-perkembangan-psikologi-di-indonesia
19. HIMPSI. (2013, Desember 03). Organisasi. Retrieved April 25, 2015, from HIMPSI:
http://himpsi.or.id/index.php/organisasi/asosiasi-ikatan

Anda mungkin juga menyukai