B15rml PDF
B15rml PDF
ABSTRAK
RIDZKI MUHAMMAD LUTHFI MEGAPASHA. Evaluasi Elektrokardiogram
Kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus) dengan Implantasi Bifasik
Kalsium Fosfat pada Kerusakan Segmental Tulang. Dibimbing oleh RIKI
SISWANDI dan GUNANTI.
Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi elektrokardiografi kelinci New
Zealand White setelah penanaman implan tulang bifasik kalsium fosfat. Penelitian
ini dilakukan pada 18 ekor kelinci New Zealand White jantan berumur 6 bulan
dengan berat badan 2,5-4 kg yang dibagi menjadi dua kelompok perlakuan.
Kelompok perlakuan pertama mendapat implan tulang BKF I yang merupakan
kombinasi 70% hidroksiapatit (HA) dan 30% beta trikalsium fosfat (-TKF).
Kelompok perlakuan kedua mendapat implan BKF II yang merupakan kombinasi
60% HA dan 40% -TKF. Kerusakan segmental tulang dibuat pada 1/3 proksimal
medial os tibia dekstra secara aseptis. Penanaman implan tulang dilakukan pada
lokasi kerusakan. Pemeriksaan EKG dilakukan dalam keadaan hewan teranestesi
dengan posisi left recumbency pada saat praoperasi (hari ke-0) dan pascaoperasi
(hari ke-30, 60, dan 90). Berdasarkan evaluasi, diperoleh nilai amplitudo
gelombang P yang berbeda nyata (p<0.05) pada kelompok BKF II hari ke-60.
Frekuensi jantung secara keseluruhan cenderung mengalami peningkatan. Nilai
frekuensi jantung pada kelompok BKF II hari ke-30 dan 90 berbeda nyata
(p<0.05) terhadap nilai pra-operasi. Secara keseluruhan, aktivitas jantung tidak
terpengaruh oleh penanaman implan tulang.
Kata kunci: Bifasik kalsium fosfat (BKF), elektrokardiogram, implan tulang,
kelinci new zealand white.
ABSTRACT
RIDZKI MUHAMMAD LUTHFI MEGAPASHA. Electrocardiogram Evaluation
of New Zealand White Rabbit (Oryctolagus cuniculus) with Biphasic Calcium
Phospate Implantation on Segmental Bone Defect. Supervised by RIKI
SISWANDI and GUNANTI.
This study was aimed to evaluate the electrocardiographic activity of New
Zealand White rabbits following biphasic calcium phosphate bone cement
implantation. Eighteen male New Zealand White rabbits aged 6 months and 2.5-4
kgs of body weight were divided into two groups. The first group received BCP I
implant which contains 70% hydroxyapatite (HA) and 30% beta tricalcium
phospate (-TCP). The other group received BCP II implant which contains 60%
HA and 40% -TCP. Segmental bone damage was made aseptically in one-third
proximal medial of tibial bone. Bone implantation was performed at damaged
location. The ECG examination was done in anesthetized condition with left
recumbency position. Amplitudo value of P wave was significantly different
(p<0.05) in BCP II group on day 60. Heart rate values tends to be increased. The
heart rate values of BCP II group on day 30 and 90 were significantly different
(p<0.05) from pre-operative condition. Overall, heart activity was not affected by
bone implantation.
Keywords: Biphasic calcium phosphate, bone implant, electrocardiogram, new
zealand white rabbit.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini mengenai implantasi tulang
tibia pada kelinci dengan judul Evaluasi Elektrokardiogram Kelinci New Zealand
White (Oryctolagus cuniculus) dengan Implantasi Bifasik Kalsium Fosfat pada
Kerusakan Segmental Tulang. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian
payung dengan judul Penggunaan Bahan Tandur Tulang Kombinasi BetaTrikalsium Fosfat dan Bifasik Kalsium Fosfat sebagai Materi Substitusi pada
Kerusakan Segmental Tulang yang didanai oleh hibah BOPTN dan diketuai oleh
peneliti utama Dr Drh Gunanti, MS.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drh Riki Siswandi, MSi
selaku pembimbing I, Dr Drh Gunanti, MS selaku pembimbing II, Dr Drh Susi
Soviana, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan
dukungan dan arahan kepada penulis, serta Dr. Kiagus Dahlan yang telah
memberikan sumbangan material implan tulang yang digunakan dalam penelitian
ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tercinta, abang,
kakak, adik, dan rekan-rekan penghuni kos Pondok Tepi Barat atas segala doa dan
dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada tim mahasiswa departemen Fisika dan
rekan-rekan sepenelitian atas kerja samanya. Semoga penulis dapat menghasilkan
laporan yang bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kelistrikan Jantung
Elektrokardiogram
Patah Tulang (Fraktur)
Persembuhan Tulang
Bifasik Kalsium Fosfat (BKF)
Kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Metode
Tahap Persiapan Hewan
Tahap Perlakuan
Tahap Pengambilan dan Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gelombang P
Kompleks QRS
Interval PR
Segmen ST
Frekuensi Jantung
Mean Electrical Axis (MEA)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
4
4
4
5
5
5
6
6
6
7
7
8
9
10
11
12
13
14
15
15
15
16
19
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
6
9
10
10
11
12
12
13
14
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
3
3
5
6
7
8
8
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tulang dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal yang dapat menyebabkan penyakit tulang
diantaranya penyakit tumor, malnutrisi terhadap vitamin dan mineral, maupun
usia. Faktor eksternal berupa trauma yang menyebabkan patah tulang ataupun
kelainan bentuk tulang lainnya. Kondisi ini semakin diperparah dengan kurangnya
pengganti tulang yang ideal (Murugan dan Ramakrishna 2004). Kasus patah
tulang yang menyebabkan kehilangan serta kerusakan tulang substansial dan
prosedur bedah seperti pengangkatan tumor tulang. Pemasangan prothesis
persendian panggul dan lainnya juga semakin meningkatkan kebutuhan akan
material pengganti tulang.
Komponen utama senyawa apatit tulang adalah kalsium fosfat yang
memiliki beberapa fase diantaranya trikalsium fosfat (TKF) dan hidroksiapatit
(HA). Menurut Saraswathy et al. (2001) HA merupakan senyawa kalsium fosfat
yang paling stabil. Material pengganti tulang yang biasa digunakan pada teknik
jaringan tulang adalah polimer alam dan matrik keramik. Polimer alam yang
digunakan adalah kolagen dan kitosan sedangkan untuk matrik keramik
digunakan keramik kalsium fosfat seperti HA dan TKF (Paul dan Sharma 2005).
Hidroksiapatit terdapat dalam tulang alami dan merupakan komposisi natural
tulang yang dapat berguna sebagai material pengganti tulang (Yoshida et al. 2004).
Kombinasi yang seimbang antara tahap yang lebih stabil (HA) dan yang lebih
mudah larut (-TKF) memungkinkan perumusan bifasik kalsium fosfat (BKF)
dengan laju disolusi terkontrol dan sifat mekanik yang berbeda (LeGeros dan
Daculsi 1997). Material BKF diyakini sebagai alternatif yang paling menjanjikan
dan terbaik untuk rekonstruksi tulang. Material BKF dapat mengatasi kekurangan
dari autografts dan allografts seperti biaya, ketersediaan, trauma tambahan pada
kasus autografts, serta resiko penularan penyakit pada kasus allografts.
Menurut PAPSRS (2006), bone cement implatation syndrome (BCIS)
dapat terjadi pada penggunaan semen tulang. Penggunaan semen tulang
memproduksi tekanan intramedulari yang tinggi dan memaksa sumsum tulang
masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi perubahan kardiopulmonari.
Monitoring sistem respirasi dan kardiovaskuler pascaoperasi penting dilakukan
pada persembuhan pasien yang mengalami trauma ortopedik (Scott dan
McLaughlin 2007).
Perumusan Masalah
Dengan latar belakang di atas, maka masalah penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Adakah dampak perlakuan penanaman material implan tulang pada
tulang kelinci terhadap gambaran EKG jantung?
2. Bagaimanakah fungsi jantung selama masa persembuhan tulang yang
diinduksi dengan material implan tulang?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelititan ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas elektrokardiografi
jantung kelinci White New Zealand (Oryctolagus cuniculus) setelah penanaman
implan tulang bifasik kalsium fosfat pada kerusakan segmental tulang serta untuk
mengetahui pegaruhnya terhadap aktivitas jantung. Penelitian ini bermanfaat
untuk mengetahui efektivitas dan biokompatibilitas kedua jenis implan sebagai
material substitusi tulang.
TINJAUAN PUSTAKA
Kelistrikan Jantung
Jantung terdiri atas bagian kanan yang memompakan darah ke paru-paru
dan jantung kiri yang memompakan darah ke seluruh tubuh. Setiap bagian jantung
yang terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut, yang terdiri
atas atrium dan ventrikel (Guyton dan Hall 2007). Jantung terdiri atas tiga tipe
otot jantung yang utama yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus
pencetus dan penghantar rangsangan. Struktur yang membentuk sistem
penghantar adalah simpul sinoatrial (SA node), lintasan antar simpul di atrium
yaitu simpul atrioventrikular (AV node), berkas His dan cabang-cabangnya, dan
serabut Purkinje. Simpul SA merupakan pacu jantung normal, kecepatannya
mengeluarkan listrik menentukan frekuensi jantung. Impuls yang dibentuk dalam
SA node berjalan melalui lintasan atrium ke ventrikel (AV node) dan berlanjut ke
berkas His dan sepanjang cabang-cabang berkas His melalui serabut Purkinje ke
otot ventrikel (Guyton dan Hall 2007).
Aktivitas listrik jantung terlihat pada proses depolarisasi dan repolarisasi.
Depolarisasi yang dimulai pada simpul SA disebarkan secara radial ke seluruh
atrium kemudian semuanya bertemu di simpul AV. Seluruh depolarisasi atrium
berlangsung selama kira-kira 0.1 detik, oleh karena hantaran di simpul AV lambat,
terjadi perlambatan kira-kira 0.1 detik (perlambatan AV node) sebelum eksitasi
menyebar ke ventrikel. Gelombang depolarisasi dari puncak septum menyebar
secara cepat di dalam serabut Purkinje ke semua bagian ventrikel (Ganong 2002).
Elektrokardiogram
Elektrokardiogram (EKG) merupakan rekaman aktivitas listrik jantung.
Rekaman EKG dapat menjadi alat bantu dalam mendiagnosa kelainan jantung.
Elektrokardiogram dapat direkam dengan menggunakan elektroda aktif atau
elektroda eksplorasi yang dihubungkan dengan elektroda indiferent pada potensial
nol (rekaman unipolar) atau dengan menggunakan dua elektroda aktif (rekaman
bipolar). Rekaman bipolar dilakukan dengan bipolar standar lead Einthoven.
Segitiga dengan jantung pada pusatnya (segitiga Einthoven) dapat diperkirakan
dengan menempatkan elektroda pada kedua lengan dan tungkai kiri (Ganong
2002).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli sampai bulan Oktober 2013.
Pembuatan implan tulang dilakukan di laboratorium Biofisika Departemen Fisika
FMIPA IPB. Operasi implantasi dan pengambilan data elektrokardiogram (EKG)
dilakukan di laboratorium bedah eksperimental Divisi Bedah dan Radiologi,
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH-IPB.
Spesies
Kelinci
Kelompok BKF I
(70% HA:30% -TKF)
n = 9 ekor
kelompok BKF II
(60% HA:40% -TKF)
n = 9 ekor
Tahap Perlakuan
Bahan implan yang digunakan disterilisasi menggunakan alat sterilisator
ultraviolet (UV). Penanaman pelet implan tulang pada kelinci dilakukan dengan
operasi secara aseptik. Penanaman pelet implan tulang dilakukan pada bagian
medial dari diafise os tibia dekstra dengan menggunakan bor tulang untuk
membuat lubang sesuai dengan ukuran pelet implan tulang. Setelah penanaman
pelet, tulang kemudian ditutup dengan urutan penjahitan periosteum, otot,
jaringan subkutan, dan kulit.
Pemeliharaan kelinci mencakup pemeliharaan praoperasi dan pascaoperasi.
Kelinci diberi makan pakan kelinci berupa pelet serta air minum diberikan secara
ad libitum menggunakan wadah plastik setiap pagi dan sore hari. Pemeliharaan
yang dilakukan pascaoperasi adalah pemberian antibiotik Enrofloksasin dosis 4
mg/kg BB (IM) sehari satu kali dan analgesik Flunixin dosis 2 mg/kg BB (IM)
sehari satu kali. Pemberian antibiotik dan analgesik dilakukan selama 5 hari
pascaoperasi. Masing-masing kelompok perlakuan dipanen secara bertahap pada
hari ke-30, 60, dan 90.
Gelombang P
Gelombang P yang menunjukkan adanya penyebaran depolarisasi pada
atrium terdiri atas dua bagian. Bagian pertama dari gelombang P menunjukkan
depolarisasi atrium kanan, sedangkan bagian kedua dari gelombang P
menunjukkan depolarisasi atrium kiri (Thaler 2007).
Tabel 2 Amplitudo gelombang P (mV) pada kelinci dengan implan BKF I dan BKF II
berdasarkan waktu
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
0.080.02ax
0.070.02ax
0.090.02ax
0.070.03ax
0.060.01ax
BKF II
0.070.03ax
0.080.02ax
0.080.02ax
0.120.04by
0.060.02ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
10
Tabel 3 Durasi gelombang P (s) pada kelinci dengan implan BKF I dan BKF II
berdasarkan waktu
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
0.040.01ax
0.040.01ax
0.040.01ax
0.030.01ax
0.040.02ax
BKF II
0.040.01ax
0.040.01ax
0.030.01ax
0.040.01ax
0.050.01ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
0.410.10ax
0.380.14ax
0.290.04ax
0.300.11ax
0.380.10ax
BKF II
0.380.10ax
0.310.09ax
0.270.13ax
0.280.09ax
0.240.06ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
11
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
0.050.01ax
0.050.00ax
0.040.01ax
0.040.00ax
0.050.00ax
BKF II
0.050.01ax
0.040.01ax
0.040.01ax
0.040.02ax
0.040.01ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
12
Tabel 6 Durasi interval PR (s) pada kelinci dengan implan BKF I dan BKF II
berdasarkan waktu
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
0.080.01ax
0.080.01ax
0.070.01ax
0.070.01ax
0.080.01ax
BKF II
0.080.01ax
0.080.01ax
0.070.01ax
0.080.01ax
0.080.01ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
0.030.01ax
0.030.01ax
0.040.00ax
0.030.01ax
0.030.01ax
BKF II
0.030.01ax
0.030.01ax
0.030.01ax
0.030.02ax
0.040.01ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
13
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
181.611.9ax
212.848.2ax
230.013.9ax
227.714.6ax
196.345.2ax
BKF II
174.932.5ax
215.043.6ax
242.712.7bx
207.06.1ax
242.713.6bx
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Hasil evaluasi frekuensi jantung pada kondisi pra dan pascaoperasi, maupun
antar kelompok perlakuan menunjukkan beberapa perbedaan nyata. Nilai
frekuensi jantung pada kelompok perlakuan BKF I mengalami kenaikan pada hari
ke-7 hingga hari ke-60 pascaoperasi dan cenderung mendekati nilai awal pada hari
ke-90. Kelompok perlakuan BKF II cenderung mengalami kenaikan frekuensi
jantung hingga hari ke-90 pascaoperasi (Tabel 8). Hasil yang berbeda nyata
(p<0.05) antar waktu pengambilan data ditemukan pada kelompok BKF II pada
hari ke-30 dan 90 pascaoperasi. Nilai frekuensi jantung pada setiap kelompok dan
waktu pengambilan masih berada pada rentang normal frekuensi jantung kelinci,
yaitu 167-250 dpm (Kour et al. 2013). Peningkatan frekuensi jantung dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya stres akibat proses penanganan
hewan sebelum maupun setelah perlakuan dan pengambilan data (Leone dan Finer
2006). Stres memicu pelepasan corticotropin releasing hormone (CRH) dari
hipotalamus yang kemudian memicu hipofise anterior mengeluarkan adeno
corticotropichormone (ACTH). Hormon ACTH kemudian memberi sinyal ke
kelenjar endokrin lain untuk melepaskan hormon tiroksin dan kortisol sebagai
hormon utama stres. Jumlah hormon utama stres akan meningkat dan berpengaruh
pada sistem homeostasis. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi frekuensi
jantung diantaranya aktivitas, kadar CO2, berat badan, dan usia (Leone dan Finer
2006).
14
Hari
0
7
30
60
90
Perlakuan
BKF I
56.933.3ax
60.955.8ax
2.019.1ax
64.219.0ax
75.521.4ax
BKF II
39.744.1ax
46.354.6ax
33.864.6ax
78.537.5ax
13.035.5ax
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar waktu pengambilan data. Huruf superscript (x,y)
yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata
(p<0.05) antar kelompok perlakuan.
Hasil evaluasi MEA pada kondisi pra dan pascaoperasi maupun antar
kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Nilai MEA
pada kelompok perlakuan BKF I cenderung mengalami peningkatan, sedangkan
penurunan nilai MEA terjadi pada kelompok perlakuan BKF II (Tabel 9).
Pergeseran nilai MEA yang cukup besar terjadi pada kelompok BKF II hari ke-60.
Pada kondisi ini, MEA mengalami right axis deviation yang menandakan adanya
perbesaran pada bagian jantung sebelah kanan. Kondisi ini diperkuat dengan
peningkatan nilai amplitudo gelombang P pada kelompok BKF II hari ke-60 yang
mengindikasikan adanya perbesaran yang cukup signifikan pada atrium kanan
jantung. Nilai MEA pada setiap kelompok dan waktu pengambilan masih berada
pada rentang nilai normal, yaitu antara -93 hingga 96 (Kour et al. 2013).
Penggunaan semen tulang dapat menghasilkan tekanan intramedula yang
tinggi pada saat semen tulang ditanam atau disisipkan dalam tulang sehingga
menyebabkan BCIS. Sumsum tulang terdorong masuk ke dalam sirkulasi
pembuluh darah. Beban embolik ini menghasilkan hipertensi paru akut yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel kanan, iskemia, hipotensi, dan bahkan mati tibatiba (PAPSRS 2006). Emboli dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti jantung
dan paru-paru (Koessler et al. 2001). Donaldson et al. (2009) menyatakan bahwa
emboli dapat diakibatkan oleh efek mekanis dan pelepasan mediator yang memicu
peningkatan tekanan vaskuler pulmonal. Peningkatan emboli pulmonal
menyebabkan hipoksia dan disfungsi vetrikel kanan yang mengarah kepada
hipotensi.
15
Beban emboli ini juga dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan
resistensi pembuluh darah pulmonal. Kedua hal tersebut menyebabkan dinding
ventrikel kanan yang tipis berdilatasi. Hal ini ditandai dengan peningkatan daerah
ventrikel kanan. Hipertrofi juga dapat terjadi pada kasus BCIS. Hipertrofi
ventrikel kanan terjadi apabila jantung harus memompa darah melalui katup
pulmonalis yang stenotik.
Karakteristik dari sindrom yang disebabkan oleh penanaman implan
semen tulang mencakup hipotensi sistemik, hipertensi paru-paru, peningkatan
tekanan vena sentral, edema paru-paru, bronkokonstriksi, anoxia/hipoxemia,
disritmia/aritmia jantung, cardiogenic shock, cardiac arrest, sudden death, emboli
lemak/sumsum, hypothermia, dan thrombocytopenia (PAPSRS 2006). Penelitian
laboratorium dan klinis untuk sindrom implantasi semen tulang menunjukkan
bahwa penyebab yang mendasari hipotensi sistemik dan gagal jantung mendadak
adalah kegagalan sekunder ventrikel kanan. Ventrikel kanan gagal untuk
meningkatkan tekanan arteri paru-paru (Pulmonary Artery Pressure). Secara
keseluruhan, ada penurunan tajam stroke volume jantung disertai dengan
peningkatan daerah ventrikel kanan dan penurunan daerah ventrikel kiri (PAPSRS
2006).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penanaman implan semen tulang BKF I dan BKF II selama 90 hari tidak
berpengaruh terhadap fungsi jantung. Peningkatan frekuensi jantung tidak
berkaitan erat dengan penanaman implan tulang, melainkan proses penanganan
hewan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam waktu yang lebih lama
terhadap penggunaan implan tulang. Perlu dilakukan penelitian penggunaan
implan tulang pada hewan model lain yang memiliki kekerabatan yang dekat
dengan manusia untuk melihat pengaruh terhadap atrium maupun ventrikel. Perlu
dilakukan penelitian lanjutan dengan area kerusakan dan penanaman implan
tulang yang lebih luas.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abedien Z, Conner R. 2008. ECG Interpretation the Self-Assesment Approach.
Iowa (UK): Blackwell Publ.
Ahmed JA, Sanyal S. 2008. Electrocardiographic studies in garol sheep and black
bengal goats. Res J Cardiol. 1 (1):1-8.
Brinker WO, Piermattei DL, Flo GL. 2006. Handbook of Small Animal
Orthopedics and Fracture Repair 4th edition. St. Louis (US): Saunders
Elsevier.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia
(US): WB Saunders.
Daculsi G, Laboux O, Malard O, Weiss P. 2003. Current state of the art of
biphasic calcium phosphate bioceramics. J Mater Sci. 14(3):195-200.
Dharma S. 2009. Pedoman Praktis: Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta (ID):
EGC.
Donaldson AJ, Thomson HE, Harper NJ, Kenny NW. 2009. Bone cement
implantation syndrome. Br J Anaesth. 102(1): 12-22.
Ganong WF. 2002. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta (ID): EGC.
Gilsanz V, Roe TF, Gibbens DT, Schulz EE, Carlson ME, Gonzalez O, Boechat
MI. 1988. Effect of sex steroids on peak bone density of growing rabbits.
Am J Physiol. 255: E416-E421.
Guyton A, Hall EJ. 2007. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Jakarta (ID): EGC.
Koessler MJ, Fabiani R, Hamer H, Pitto RP. 2001. The clinical relevance of
embolic events detected by transesophageal echocardiography during
cemented total hip arthtoplasty: a randomized clinical trial. Anesth Analg.
92: 49-55.
Kour J, Ahmed JA, Aarif O. 2013. Impact of heat stress on electrocardiographic
changes in new zealand white rabbit. J Stress Physiol Biochem. 9(2): 242252.
Kuhn L, Rose L. 2008. ECG Interpretation part 1: understanding mean electrical
axis. J Emerg Nurs. 34(6): 530-534.
LeGeros RZ, Daculsi G. 1997. In vivo transformation of biphasic calcium
phosphate ceramics: ultrastructural and physico-chemical characterizations.
Di dalam: Yamamuro T, Wilson-Hench J, editor. Handbook of Bioactive
Ceramics. Boca Raton, USA. Florida (US): CRC Pr. 11: 17-28.
Leone TA, Finer NN. 2006. Foetal adaptation at birth. Current Paedia. 16: 373378.
Liebermen JR, Gary EF. 2005. Bone Regeneration and Repair. New Jersey (US):
Human Press.
Madias JE. 2008. Low QRS voltage and its causes. J Electrocardiol. 41: 498-500.
Martin MWS. 2007. Small Animal ECGs: An Introductory Guide Second Edition.
Oxford (UK): Blackwell Publishing.
McManus JG, Convertino VA, Cooke WH, Ludwig DA, Holcomb JB. 2006.
Basic investigations: R-wave amplitude in lead II of an electrocardiograph
correlates with central hypovolemia in human beings. Acad Emerg Med.
13(10): 1003-1010.
17
18
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 16 Maret 1992 sebagai anak ketiga dari
pasangan Tatang Syarifudin (Alm) dan Jamilah. Tahun 1998 penulis lulus dari TK
Islam PB Soedirman Jakarta. Tahun 2004 penulis lulus dari SD Islam PB
Soedirman Jakarta, kemudian pada tahun 2007 penulis juga lulus dari SMP Negeri
20 Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 14 Jakarta
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti organisasi internal Himpunan
Profesi Satwaliar.