Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke poliklinik diantar ibunya dengan
keluhan kedua mata merah sejak 2 hari yang lalu setelah bermain sepak bola. Keluhan
disertai dengan keluar banyak air mata dan gatal. Penglihatan tidak mengalami
gangguan. Pasien pernah menderita penyakit seperti ini 6 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan oftalmologi:
VOD: 6/6, VOS: 6/6
Segmen anterior ODS: palpebral edema (-), lakrimasi (+), Konjungtiva tarsalis
superior: giant papil (+) (cobble stone appearance), konjungtiva bulbi: injeksi
konjungtiva (+), limbus kornea: infiltrate (+).
Lain-lain tidak ada kelainan.
Pasien sudah mencoba mengobati dengan obat warung tapi tidak ada perubahan.
Setelah mendapatkan terapi pasien diminta untuk control rutin dan menjaga serta
memelihara kesehatan mata sesuai ajaran Islam.
Kata-kata Sulit
1. Pemeriksaan oftalmologis : Suatu pemeriksaan anatomi dan fungsi mata
2. Giant papil : Inflamasi konjungtiva tidak normal karena pemakaian lensa
dengan karakteristik palpebral superior berbenjol tidak rata
3. Lakrimasi : Keluarnya air mata
4. Injeksi konjungtiva : Melebarnya A. Konjungtiva posterior
5. Konjungtiva bulbi : Suatu lapisan yang menutupi bagian depan bola mata
6. Konjungtiva tarsalis superior : Konjungtiva yang ada di palpebral superior
7. VOD (Visual Optikal Dextra) : Ketajaman pengliahatn pada mata kanan
8. VOS (Visual Optikal Sinistra) : Ketajaman penglihatan pada mata kiri
9. ODS : Keadaan mata kanan dan mata kiri
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jawaban
1. Mata merah dikarenakan adanya iritasi, sedangkan air mata merupakan sebuah
protektif terhadap benda asing.
2. Ada, karena kemungkinan pada kasus ini merupakan konjungtivitis alergi.
3. Karena tidak mengenai media refraktif.
4. Gambaran papil yang membesar pada konjungtiva tarsalis superior.
5. Konjungtivitis alergi yang vernal karena spesifik pada tarsalis
6. Mengedip-ngedipkan mata ke air
7. Karena ada inflamasi
8. Kemungkinan ada, karena konjungtivitis alergi vernal lebih sering terkena
pada anak-anak dan laki-laki
9. Karena adanya inflamasi sehingga terjadi peradangan akut pada kornea
Hipotesa
Anak laki-laki 8 tahun
Mata merah
Mengeluarkan air mata
Gatal
Riwayat penyakit dahulu
Pemeriksaan oftalmologi:
Giant papil +
VOD & VOS: 6/6
Lakrimasi +
Injeksi konjungtiva +
Infiltrat +
Konjungtivitis
Sasaran Belajar
1. Mempelajari tentang anatomi mata
1.1.
Memahami dan menjelaskan tentang makroskopis anatomi mata
1.2.
Memahami dan menjelaskan tentang mikroskopis anatomi mata
2. Mempelajari tentang fisiologi mata
2.1.
Memahami dan menjelaskan tentang fisiologi penglihatan dan lakrimasi
mata
2.2.
Memahami dan menjelaskan tentang mekanisme imunitas mata terhadap
infeksi
3. Mempelajari tentang konjungtivitis
3.1.
Memahami dan menjelaskan tentang definisi konjungtivitis
3.2.
Memahami dan menjelaskan tentang klasifikasi konjungtivitis
3.3.
Memahami dan menjelaskan tentang etiologi konjungtivitis
3.4.
Memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi konjungtivitis
3.5.
Memahami dan menjelaskan tentang manifestasi klinik konjungtivitis
3.6.
Memahami dan menjelaskan tentang diagnosis dan diagnosis banding
konjungtivitis
3.7.
Memahami dan menjelaskan tentang tatalaksana konjungtivitis
3.8.
Memahami dan menjelaskan tentang prognosis konjungtivitis
3.9.
Memahami dan menjelaskan tentang komplikasi konjungtivitis
3.10. Memahami dan menjelaskan tentang pencegahan konjungtivitis
4. Mempelajari tentang diagnosis banding mata merah visus normal
5. Mempelajari tentang menjaga kesehatan mata menurut ajaran agama Islam
Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sclera dan
bagian anterior transparan, kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat
fibrosa dan tampak putih. Pada bagian posterior ia ditembus oleh N. opticus
dan akan menyatu dengan selubung dura (duramater) saraf tersebut. Lamina
cribrosa adalah daerah-daerah pada sklera yang ditembus oleh N. opticus.
Daerah ini relative lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh
pembesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi N. opticus. Jika
tekanan intraocular meningkat, lamina cribrosa akan menonjol keluar yang
menyebabkan discus menjadi cekung, apabila dilihat oleh ophtalmoscop.
(Snell, 1997).
Sklera juga ditembus oleh A.N. ciliaris dan pembuluh yang terkait
yaitu Vv. Vorticosea. Sklera langsung bersambung dengan kornea di
depannya, pada batas kornea-sklera disebut limbus. (Snell, 1997).
Kornea yang transparan mempunyai fungsi utama merefraksi cahaya
yang masuk ke mata. Tersusun atas 5 lapisan, yaitu (1) epitel kornea
(epithelium anterius), yang bersambung dengan epitel konjungtiva; (2)
lamina limitans anterior; (3) substantia propria terdiri atas jaringan ikat
transparan; (4) lamina limitans posterior; (5) endotel (epithelium posterior),
yang berhubungan langsung dengan humor aquosus. (Snell, 1997).
Tunica Vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh choroidea, corpus ciliaris dan iris.
Choroidea terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat
vascular. Corpus ciliaris ke belakang bersambung dengan choroidea, dan ke
anterior, terletak ditepi belakang perifer iris. Ia terdiri atas corona ciliaris,
processus ciliares dan M. ciliaris. (Snell, 1997).
Corona ciliaris adalah lipatan-lipatan atau rabung-rabung yang
tersusun radial dimana pada permukaan posteriornya melekat lig.
Suspensorium lensa. (Snell, 1997).
M. ciliaris terdiri atas serat-serat otot polos meridional dan sirkular.
Serat-serat meridional berjalan ke belakang dari daerah batas cornea-sclera
ke processus ciliares. Serat-serat sirkular berjumlah lebih sedikit dan
terletak disebelah dalam serat-serat meridional. Persarafannya disokong
oleh serabut-serabut parasimpatis dari N. okulomotor. Sesudah bersinaps
dalam ganglion ciliare, serabiut-serabut pasca ganglion berjalan ke depan
bola mata sebagai Nn. ciliares brevis. (Snell, 1997)
12
13
1.2.
14
15
16
17
posterior (COP). Camera oculi anterior terletak diantara iris dengan kornea.
Sedangkan camera oculi posterior (COP) terletak diantara iris dengan lensa.
Kedua ruangan ini berisi cairan yang encer, yang disebut dengan humor
aquosus. Kompartemen yang berada dibagian belakang lensa disebut corpus
vitreous. Corpus vitreous berisi materi gelatinosa, yaitu humor vitreous
yang transparan. (Eroschenko, 2003)
Lapisan dalam retina merupakan bagian dari bola mata yang
fotosensitif. Namun tidak semua bagian retina ini fotosensitif, dibagian
depan dari ora serrata (terletak di belakang corpus vitreous) merupakan
bagian retina yang non-fotosensitif. Hal tersebut dikarenakan pada bagian
ini tidak ditemukan lagi adanya sel-sel batang dan kerucut. (Eroschenko,
2003)
Dinding posterior mata mengandung macula lutea dan papilla opticus
atau discus opticus. Makula lutea merupakan bercak pigmen kuning kecil,
yang mana pada pusatnya terdapat lekukan dangkal yang disebut fovea.
Daerah ini merupakan daerah penglihatan paling tajam pada mata. Pada
fovea centralis tidak dapat ditemukan pembuluh darah maupun sel batang.
Pada daerah ini hanya terdapat sel kerucut, yang berperan dalam
interpretasi warna suatu benda. (Eroschenko, 2003)
Papilla opticus merupakan tempat N. opticus meninggalkan bola mata.
Pada papilla opticus tidak terdapat sel batang maupun sel kerucut. Oleh
sebab itu daerah ini disebut juga bintik buta mata. (Eroschenko, 2003)
Sklera luar bersebelahan dengan jaringan orbital, yang mengandung
jaringan ikat longgar, sel-sel lemak, jaringan lemak orbita, serat saraf,
pembuluh darah, pembuluh limfatik serta kelenjar. (Eroschenko, 2003)
Retina, Choroid dan Sklera
Dinding bola mata terdiri atas 3 lapisan, yaitu sklera, choroid dan
retina. Retina mengandung sel-sel reseptor fotosensitif. Stroma sklera
terdiri atas serat-serat kolagen padat yang berjalan paralel terhadap
permukaan bola mata. Diantara berkas kolagen terdapat anyaman serat
elastin halus. Fibroblas gepeng atau memanjang terdapat diseluruh sklera,
sedangkan melanosit terdapat di lapisan paling dalam. (Eroschenko, 2003)
Lapisan-lapisan Choroid dan Retina
Choroid terbagi atas beberapa lapis, (1) lamina suprachoroid, (2)
lapisan vaskular, (3) lapisan koriokapilar serta (4) lapisan membrana
limitans transparan atau membran vitrea (membran Bruch). (Eroschenko,
2003)
Lamina suprachoroid terdiri atas lamel-lamel serat kolagen halus,
anyaman serat elastin luas, fibroblas dan banyak melanosit besar. Lapisan
vaskular mengandung banyak pembuluh darah berukuran sedang dan besar.
Dilapisan jaringan ikat longgar antar pembuluh darah banyak terdapat
melanosit berukuran besar dan gepeng yang memberi warna gelap dan khas
pada lapisan ini. Lapisan chorio-capilar mengandung anyaman kapiler
dengan lumen yang besar di dalam stroma serat kolagen dan elastin halus.
Pada lapisan terdalam choroid, membrana vitrea, bersebelahan dengan selsel pigmen retina. (Eroschenko, 2003)
Lapisan terluar retina adalah epitel pigmen. Membran basalnya
membentuk lapisan terdalam membran vitrea choroid. Sel pigmen kuboid
mengandung granul (pigmen) melanin di bagian apeks sitoplasma,
18
sementara processus dengan granul pigmen terjulur diantara sel kerucut dan
sel batang retina. (Eroschenko, 2003)
Disebelah sel pigmen terdapat lapisan fotosensitif yang terdiri atas sel
batang langsing dan sel kerucut yang lebih tebal. Kedua jenis ini terdapat di
sebelah membrana limitans eksterna yang dibentuk oleh cabang-cabang sel
neuroglia, yaitu sel Muller. (Eroschenko, 2003)
FUNGSI
19
Aqueous humor
Korpus siliaris
Diskus optikus
Fovea
Iris
Kornea
Koroid
Lensa
Ligamentum
suspensorium
Makula lutea
20
Konsentrasi Na meningkat
Depolarisasi membrane
Konsentrasi Na tinggi
Penurunan GMP-siklik
Penutupan kanal Ca
Menutupnya canal Ca
Glandula lacrimalis terletak pada tepi supero-lateral orbita. Saluransalurannya bermuara ke dalam bagian lateral fornix superior di
conjunctiva. Persarafan: serabut-serabut sekremotorik dari nukleus
salivatorius superior melalui ganglion geniculi, n. petrosus superficialis
major, ganglion pterygopalatinum, ramus zygomatico-temporalis, n.
maxillaris, selanjutnya melalui nn. lacrimales.
Sirkulasi air mata:
1. Glandula lacrimalis.
2. Lacus lacrimalis.
3. Meluas di atas cornea.
4. Punctum lacrimalis di tepi medial.
5. Canalis lacrimalis.
6. Saccus lacrimalis.
7. Ductus nasolacrimalis.
8. Meatus nasi inferior di dinding lateral cavum nasi.
Proses lakrimasi merupakan mekanisme fisiologis yang berguna
untuk membantu melindungimata kita dari cedera. Kedipan kelopak
mata secara spontan berulang-ulang membantu menyebarkan air mata
yang melumasi, membersihkan, dan bersifat bakterisidal (membunuh
kuman-kuman). Air mata diproduksi secara terus-menerus oleh kelenjar
lakrimalis di sudut lateral atas di bawah kelopak mata. Cairan
Pembasuh mata ini mengalir melalui permukaan kornea dan bermuara
ke dalam saluran halus di sudut kedua mata, dan akhirnya dikosongkan
ke belakang saluran hidung. Sistem drainase ini tidak dapat menangani
produksi air mata yang berlebihan sewaktu menangis, sehingga air mata
membanjiri mata.
Glandula lacrimalis terdiri atas pars orbitalis yang besar dan pars
palpebralis yang kecil. Keduanya saling berhubungan pada ujung lateral
m. levator palpebrae superioris. Glandula ini terletak diatas bola mata,
di bagian anterior dan superior orbita, posterior terhadap
septumorbitale. Kira-kira 12 duktus keluar dari permukaan bawah
kelenjar dan bermuara pada bagianlateral fornix superior konjungtiva.
Persarafan Glandula lacrimalis; saraf sekremotorik parasimpatis berasal
dari nucleus lacrimalis n. facialis. Serabut-serabut preganglionik
mencapai ganglion pterygopalatinum (sphenopalatinum) melalui
n.intermediusdan ramus petrosus magnus serta n.canalis pterygoidei.
Serabut-serabut postganglionik meninggalkan ganglion dan bergabung
dengan n.maxillaris. Kemudian serabut ini berjalan didalam ramus
zygomaticum serta n.zygomaticotemporalis, dan mencapai glandula
lacrimalis melalui n.lacrimalis.
Serabut postganglionik simpatis berjalan didalam plexus carotis
internus, n.petrosus profundus,n.canalis pterygoidei, n.maxillaris,
n.zygomaticus, n.zygomaticotemporalis, dan akhirnyan.lakrimalis. Air
mata membasahi cornea dan berkumpul didalam lacus lacrimalis. Dari
sini, air mata masuk ke canaliculi lacrimales melalui puncta lacrimalia.
Canaliculi lacrimales berjalan ke medial dan bermuara ke dalam saccus
lacrimalis, yang terletak didalam alur lacrimalis di belakang
ligamentum palpebra mediale dan merupakan ujung atas yang buntu
22
23
24
25
daerah perifer, namun hanya terdapat IgG dengan level yang rendah
pada daerah sentral.
Sel kornea juga terlihat mensintesis berbagai protein
imunoregulasi dan antimikrobial. Sel efektor tidak ada atau hanya
sedikit terdapat pada kornea normal, namun PMN, monosit dan
limfosit siap siaga bermigrasi melalui stroma jika stimulus
kemotaktik teraktivasi. Limfosit, monosit dan PMN dapat pula
melekat pada permukaan endotel selama inflamasi, memberikan
gambaran keratik presipitat ataupun garis Khodadoust pada rejeksi
endotel implan kornea. Proses lokalisasi dari suatu respon imun
tidak terjadi pada kornea, tidak seperti halnya pada konjungtiva.
Kornea juga menunjukkan suatu keistimewaan imun (Immune
Privilege) yang berbeda dengan uvea. Keistimewaan imun dari
kornea bersifat multifaktorial. Faktor utama adalah struktur anatomi
limbus yang normal, dan lebih khusus lagi kepada keseimbangan
dalam mempertahankan avaskularitas dan tidak adanya APC pada
daerah sentral kornea. Ditambah oleh tidak adanya pembuluh limfe
pada daerah sentral, menyebabkan lambatnya fase pengenalan pada
daerah sentral. Meski demikian, sel-sel efektor dan molekulmolekul lainnya dapat menginfiltrasi kornea yang avaskuler melalui
stroma. Faktor lain adalah adanya sistem imunoregulasi yang intak
dari bilik mata depan, dimana mengadakan kontak langsung dengan
endotel kornea.
6. BILIK MATA DEPAN, UVEA ANTERIOR DAN VITREUS
Bilik mata depan merupakan rongga berisi cairan humor akuos
yang bersirkulasi menyediakan medium yang unik untuk
komunikasi interseluler antara sitokin, sel imun dan sel pejamu dari
iris, badan siliar dan endotel kornea. Meskipun humor akuos relatif
tidak mengandung protein jika dibandingkan dengan serum (sekitar
0,1 1,0 % dari total protein serum), namun humor akuos
mengandung campuran kompleks dari faktor-faktor biologis, seperti
sitokin, neuropeptida, dan inhibitor komplemen yang mampu
mempengaruhi peristiwa imunologis dalam mata. Terdapat blood
aquous barrier yakni Tight junction antara epitel nonpigmen
memberikan barier yang lebih eksklusif yang dapat mencegah
makromolekul interstisiel menembus secara langsung melalui badan
silier ke humor akuos. Meski demikian, sejumlah kecil
makromolekul plasma melintasi barier epitel nonpigmen ini dan
dapat meresap dengan difusi ke anterior melalui uvea memasuki
bilik mata depan melalui permukaan iris anterior.
Intraokuler tidak mengandung pembuluh limfe. Pengaliran
sangat tergantung pada saluran aliran humor akuos untuk
membersihkan substansi terlarut dan pada endositosis oleh sel
endotelial trabekula meshwork atau makrofag untuk pembersihan
partikel-partikel.
Traktus uvea merupakan bagian yang penting dalam sudut
pandang imunologi.Uvea banyak mengandung komponen seluler
dari sistem imun termasuk makrofag, sel mast, limfosit dan sel
plasma. Iris dan badan siliar mengandung banyak makrofag dan sel
26
27
28
29
Fase ketiga adalah terjadinya reaksi sebagai efek dari mediatormediator yang dilepas oleh sel mast dengan aktivitas farmakologik.
Manifestasi okuler adalah konjungtivitis alergi, konjungtivitis papil
raksasa, keratokonjungtivitis atopik dan keratokonjungtivitis vernal.
Hipersensitivitas Tipe II : Sitotoksik
Tipe ini melibatkan antibodi IgG dan IgM, yang dapat menyebabkan
lisis seluler akibat dari adanya dan teraktivasinya sel inflamasi yang
berinteraksi dengan komplemen. Antibodi akan mengaktifkan sel yang
memiliki reseptor Fc-R, dimana salah satunya adalah sel NK. Sel NK
akan menyebabkan lisisnya sel yang terpapar antigen melalui Antibody
Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) (tanpa interaksi dengan
komplemen). Manifestasi okuler : Ulkus Mooren dan Sikatriks
Pemfigoid, Dermatitis Herpetiformis.
Hipersensitivitas Tipe III : Kompleks Antigen-Antibodi
Hipersensitivitas tipe III terjadi akibat penimbunan kompleks
antigen-antibodi. Normalnya, kompleks imun akan disingkirkan oleh
fagosit, namun bila terdapat kompleks imun yang persisten akan
mengaktifkan komplemen sehingga sel inflamasi memasuki deposit
kompleks imun.
Karena pembuluh darah lebih mudah untuk menjadi tempat deposit
kompleks imun, maka badan siliar merupakan bagian yang mudah
mengalami reaksi tipe ini. Manifestasi okuler : Uveitis, Sindroma
Behcet dan Sindroma Sjgren.
Hipersensitivitas Tipe IV : Tipe Lambat
Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe ini diawali oleh adanya
peptida antigen yang dipresentasikan oleh APC ke sel T. Sel T ini akan
bermigrasi ke jalan masuk antigen dan melepaskan mediator inflamasi
seperti TNF. Reaksi ini terdiri dari 2 tipe yaitu Delayed Type
Hypersensitivity (DTH) dan T Cell Mediated Cytolisis (TMC). Pada
DTH, sel CD4+ Th 1 melepas sitokin IFN- yang mengaktifkan
makrofag yang berperan sebagai sel efektor. Pada DTH terdapat 2 fase
yaitu fase sensitasi (pengenalan) dan fase peningkatan respon imun.
Pada TMC, sel CD8+ yang langsung membunuh sel sasaran (efektor).
Manifestasi okuler : Simpatetik oftalmia, Uveitis idiopatik, alergi
okuler, reaksi penolakan transplantasi kornea.
Hipersensitivitas Tipe V : Stimulasi
Merupakan kategori yang baru dimana autoantibodi terikat pada
reseptor hormon yang menyerupai hormon itu sendiri. Hal ini
mengakibatkan stimulasi terhadap sel target. Contoh reaksi ini adalah
pada tirotoksikosis.
4. AUTOIMUNITAS
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri
yang disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk
mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Potensi
untuk autoimunitas ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit
30
31
4. Konjungtivitis Jamur
5. Konjungtivits Parasit
6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif
3.3.
32
Gejala:
Bola mata sakit dan pegal
Mata mengeluarkan belek atau kotor dalam bentuk purulent,
mukoid dan mukopurulen tergantung penyebabnya.
- Konjungtiva hyperemia dan kemotik. Kelopak biasanya
bengkak.
- Kornea dapat terkena pada hiperemis simpleks.
-
d. Konjungtivitis angular
Terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai
eksoriasi kulit di sekitar daerah meradang. Terdapat secret
mukopurulen dan pasien sering mengedip.
e. Konjungtivitis mukopurulen
Merupakan konjungtivitis dengan gejala umum
konjungtivitis kataral mukoid. Ditandai dengan hiperemi
konjungtiva dengan secret mukopurulen yang menyebabkan
kedua kelopak mata melekat terutama waktu bangun pagi.
Gejala terberat pada hari ketiga apabila tidak diobati
dan berjalan kronis. Dapat timbul ulkus kataral marginal pada
kornea atau keratitis superfisial.
2. Konjungtivitis Virus
a. Demam faringokonjungtiva
Memberikan gejala demam, faringitis, sedikit sekret berair,
folikel pada konjungtiva, mengenai satu atau kedua mata.
Biasanya disebabkan oleh adenovirus 3,4, dan 7. Masa inkubasi 512 hari, bersifat epidemik. Biasanya mengenai anak-anak yang
disebarkan melalui droplet atau kolam renang.
Berjalan akut dengan gejala penyakit hyperemia konjungtiva,
sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran,
selain itu terjadi keratitis epitel superfisial, dan atau subepitel
dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikel.
b. Keratokonjungtivitis epidemic
Disebabkan oleh adenovirus 8, 19, 29, dan 37, umumnya
bilateral. Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa
infeksius 14 hari. Pada awal infeksi terdapat injeksi konjungtiva,
folikel terutama konjungtiva bawah, kadang-kadang terdapat
pseudomembran. Kelenjar preaurikel membesar. Gejala akan turun
dalam waktu 7-15 hari.
c. Konjungtivitis herpetic
Berlangsung selama 2-3 minggu. Ditandai dengan infeksi
unilateral, iritasi, sekret mukosa, nyeri dan fotofobia ringan.
Disertai dengan keratitis herpes simpleks, dengan vesikel pada
kornea yang dapat membentuk gambaran dendrit.
d. Konjungtivitis varisela-zoster
36
Herpes zoster terdapat pada usia lebih dari 50 tahun. Virus ini
memberikan gambaran klinik hyperemia, vesikel dan
pseudomembran pada konungtiva, papil, dengan pembesaran
kelenjar aurikel.
e. Konjungtivitis new castle
Disebabkan oleh virus new castle, biasanya mengenai pada
pekerja peternakan unggas yang terdapat pada unggas. Biasanya
unilateral, bisa juga bilateral. Konjungtivitis ini memberikan gejala
influenza dengan demam ringan, sakit kepala, dan nyeri sendi, rasa
sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan
fotofobia.
f. Konjungtivitis hemoragik epidemic akut
Konjungtivitis hemoragik epidemic akut merupakan
konjungtivitis disertai timbulnya perdarahan konjungtiva. Infeksi
ini disebabkan oleh virus pikornavirus dan enterovirus 70.
Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua
mata iritatif seperti kelilipan, dan sakit periorbita, edema kelopak
mata, kemosis konjungtiva, sekret seromukos, fotofobia disertai
lakrimasi. Gejala akut ditandai dengan ditemukan adanya
konjungtiva folikular tingan, sakit periorbita, keratitis, adenopati
preaurikel, dan perdarahan subkonjungtiva.
3. Konjungtivitis Alergi
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuhtumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi
ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien
dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat
gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih
susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia
merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis
atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan
konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman
penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa
dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan,
2010).
4. Konjungtivitis Jamur
a. Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (biasanya
Candida albicans) adalah infeksi yang jarang terjadi; umumnya
tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada
pasien diabetes atau pasien yang terganggu sistem imunnya,
sebagai konjungtivitis ulseratif atau granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear.
Organisme mudah tumbuh pada agar darah atau media Saboraud
37
38
39
kontaminasi pada luka luar atau kulit. Bayi dan anak-anak kecil,
pecandu alkohol, dan pasien lemah yang tak terurus adalah sasaran
umum lalt penyebab myiasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan
intraocular, atau jaringan orbita yang lebih dalam. Terkenanya
permukaan mata dapat disebabkan oleh Musca domestica lalat
rumah, Fannia lalat jamban, dan Oestrus ovis- lalat domba.
Lalat-lalat ini meletakkan telurnya di tepian palpebral inferior atau
kantus internus, dan larva itu menetap di permukaan mata,
menimbulkan iritasi, nyeri, dan hyperemia konjungtiva.
6. Konjungtivitis zat kimia atau iritatif
a. Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik
infiltrate, diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat
pemberian lama dipivefrin, m i o t i k a , i d o x u r i d i n e ,
neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan
d a l a m bahan pengawet atau vehikel toksik atau yang
menimbulakan iritasi. Perak nitratyang diteteskan ke dalam saccus
conjungtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis
kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak
ada pengenceranterhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam
saccus conjungtivae. Kerokan konjungtiva sering mengandung
sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear,
dan sesekali ada sel berbentuk aneh
b. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan
yang masuk kesaccus conjungtiva dapat menimbulkan
konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun,
deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan
berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap
dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan.
Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif,
dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang
permanen, namun mata yang terkena seringkali merah danterasa
mengganggu secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein
jaringan dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein
dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di
dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak
selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk.
Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma
kornea lebih besar kemungkinanterjadi jika agen penyebabnya
adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan
kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia,
dan blefarospasme.
40
3.6.
41
Jernih
Penglihatan
Sekret
Fler
Pupil
Tekanan
Vaskularisasi
N
(+)
N
N
a.konjungtiva
posterior
Konjungtival
Antibiotic
Injeksi
Pengobatan
Keratitis/
Tukak
Kornea
Fluoresein +
++/<N
(-)
-/+
<N
N
Siliar
Iritis akut
Glaukoma
akut
Presipitat
Edema
<N
(-)
++
<N
<N>
Pleksus
Siliar
Siliar
Steroid
sikloplegik
<N
(-)
-/+
>N
N+++
Episkleral
Siliar
Episkleral
Antibiotika
Miotika
sikloplegik
diamox +
bedah
Uji
Bakteri
Sensibilitas Infeksi local Tonometri
Tabel 3. Diagnosis Banding Konjungtivits Dengan Penyakit Lain
3.7.
43
3.9.
44
2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral bisa berkembang menjadi kronis hingga
menimbulkan blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya dapat berupa
timbulnya pseudomembran, jaringan parut, keterlibatan kornea, serta
muncul vesikel pada kulit.
3. Konjungtivitis Alergi
Komplikasi bergantung pada perjalanan dan lokasi penyakit. Jika
konjungtivitis berlangsung kronik atau mengenai media refraksi, maka
dapat meinggalkan jaringan parut yang akan mengganggu pandangan.
3.10. Memahami dan menjelaskan tentang pencegahan konjungtivitis
1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani
mata yang sakit.
3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.
4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik
pembuatnya.
4. Mempelajari tentang diagnosis banding mata merah visus normal
1. PTERIGIUM
Definisi
Pterigium merupakan penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk
segitiga dengan banyak pembuluh darah. Punvaknya terletak di kornea dan
dasarnya dibagian perifer. Biasanya terletak di celah kelopak dan sering
meluas ke daerah pupil.
Penyebab
Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab
yang paling umum adalah :
Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan
Bekerja di luar rumah
Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran,
panas, angin, kekeringan dan asap.
Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent
Epidemiologi
Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis
Klasifikasi Pterygium
Tipe 1
Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan
Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium.
Lesi/jejas ini asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang
(intermittently inflamed). Jika memakai soft contact lense, gejala dapat timbul
45
lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar pada ujung kepala
pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat menyebabkan iritasi.
Tipe 2
Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu
tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan
menyebabkan astigmatisme.
Tipe 3
Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual
axis). Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan
dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang
dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata.
Gejala
Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang,
pterigyum akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium
ini diperhatikan karena alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan
tumbuh cepat dan dapat meyebabkan kaburnya penglihatan. Pterygium tidak
menimbulkan rasa sakit.
Gejalanya termasuk :
4. Mata merah
5. Mata kering
6. Iritasi
7. Keluar air mata (berair)
8. Sensasi seperti ada sesuatu dimata
9. Penglihatan yang kabur
Diagnosis
Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan berikut:
3. Pemeriksaan Visus
4. Slit lamp
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pterygium adalah untuk :
2. Mengevaluasi ukuran
3. Mencegah inflamasi
4. Mencegah infeksi
5. Aid dalam proses penyembuhan, apabila operasi dilakukan
Observasi:
Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak
menimbulkan atau menimbulkan gejala yang minimal.
Apabila gejala bertambah berat, dapat ditambahkan :
- Medikamentosa
Dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi, kortikosteroid
untuk mengurangi inflamasi, lubrikasi okular seperti airmata buatan.
- Therapy radiasi
46
PTERIGIUM
Selalu di fisura palpebra
Bisa progresif atau
stasioner
Ulkus kornea (-)
PSEUDOPTERIGIUM
Sembarang lokasi
Selalu stasioner
Negatif
Positif
47
48
49
Daftar Pustaka
Ilyas, Sidarta, Sri Rahayu Yulianti. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4.
Jakrta:FKUI
Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asburys general
ophthalmology. Edisi ke-17. McGraw-Hill, 2007.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6.
Jakarta:EGC
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter
%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32435/4/Chapter
%20II.pdf
http://www.scribd.com/doc/87961403/Konjungtivitis-JamurParasit#download
http://kayrallah.blogspot.com/2012/02/imunologi-pada-mata-ocularimmunology.html
50