Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput ketuban yang terjadi
secara spontan pada saat belum adanya tanda-tanda persalinan. Didalam ruang yang
diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat air
ketuban. Volume air ketuban pada hamil yang cukup bulan berkisar antara 1000-1500
ml, berwarna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas. Pecahnya selaput
ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun kehamilan
preterm.1 KPD terjadi pada 10% kehamilan, dan 2% terjadi pada kehamilan preterm.
Pada kehamilan aterm angka insiden mencapai 30-40%. Etiologi KPD belum
diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkannya,
antara lain : infeksi, defisiensi vitamin c, faktor selaput ketuban, hormon, faktor umur
dan paritas, kehamilan kembar dan polihidramnion, serta faktor-faktor lainnya.
KPD merupakan suatu komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan preterm
dan dapat mengancam terjadinya persalinan prematur. Komplikasi dapat terjadi pada
keadaan KPD, misalnya infeksi yang dapat terjadi pada plasenta, disebut
korioammnionitis, yang dapat sangat berbahaya bagi ibu dan janin. Komplikasi yang
lain yang dapat terjadi adalah terjadinya solusio plasenta, kompresi tali pusat, serta
infeksi postpartum.2 Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang.
Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban9.
Manifestasi klinis dari KPD dapat berupa korioamnionitis yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme yang dapat mengakibatkan pecahnya selaput ketuban
(melalui reaksi inflamasi yang hebat pada selaput ketuban). Penatalaksanaan KPD
didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu usia kehamilan, status kesehatan ibu
secara umum, komplikasi yang telah terjadi, keadaan janin, protap yang berlaku pada
masing-masing tempat pelayanan.1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Epidemiologi Ketuban Pecah Dini (KPD)
KPD merupakan pecahnya selaput ketuban yang terjadi secara spontan pada
saat belum adanya tanda-tanda persalinan. Didalam ruang yang diliputi oleh
selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat air ketuban.
Volume air ketuban pada hamil yang cukup bulan berkisar antara 1000-1500 ml,
berwarna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas. Kadang-kadang
pada partus, warna air ketuban ini menjadi menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur mekonium. Air ketuban mempunyai fungsi untuk melindungi janin
terhadap trauma dari luar, memungkinkan janin bergerak dengan bebas,
melindungi suhu tubuh janin, meratakan tekanan di dalam uterus pada partus
sehingga serviks membuka, dan mempengaruhi keadaan di dalam vagina,
sehingga bayi kurang mengalami infeksi. KPD terjadi pada 10% kehamilan, dan
2% terjadi pada kehamilan preterm. Pada kehamilan aterm angka insiden
mencapai 30-40%.
2.3 Etiologi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
resiko yang menyebabkannya, antara lain: infeksi, defisiensi vitamin c, Faktor
selaput ketuban, Hormon, Faktor umur dan paritas, Kehamilan kembar dan
polihidramnion, Faktor tingkat sosio-ekonomi, dan faktor-faktor lain.
1. Infeksi
Terdapat hubungan antara kolonosasi bakteri pada traktus genitalia dengan
meningkatnya kejadian KPD. Demikian juga pada banyak penelitian
menyatakan pengobatan infeksi pada wanita dengan antibiotika dapat
menurunkan kejadian KPD. Peranan infeksi dalam menimbulkan KPD dapat
melalui beberapa mekanisme : Banyak organisme yang sering ditemukan
dalam flora vagina, seperti streptokokus group B, staphylokokus aureus,
trichomonas vaginalis, dan mikroorganisme yang menyebabkan bakterial
vaginosis, mensekresi protease yang dapat menyebabkan degradasi kolagen
dan melemahkan selaput ketuban ; Respon inflamasi tubuh terhadap infeksi
traktus genetalia mempunyai mekanisme yang potensial untuk terjadinya KPD

; Infeksi bakteri dan respon inflamasi tubuh menyebabkan terjadinya


iritabilitas uterus dan degradasi kolagen selaput amnion.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang
mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput
ketuban itu sendiri.
4. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan remodeling matrik ekstraseluler pada
jaringan reproduksi. Kedua hormon tersebut menekan konsentrasi MMP-1 dan
MMP-3 dan meningkatkan konsentrasi metaloproteinase tissue inhibitor pada
fibroblas serviks. Tingginya konsentrasi progesteron menekan produksi
kolagenase pada jaringan fibroblas serviks. Relaxin merupakan hormon yang
meregulasi remodeling connective tissue, yang mana diproduksi pada desidua
dan plasenta dan melawan efek inhibitor dari estradiol dan progesteron dengan
menungkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 selaput amnion.
5. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
6. Kehamilan kembar dan polihidramnion
Dengan terjadinya peningkatan tekanan intrauterin menyebabkan peregangan
selaput amnion dan dapat menurunkan perfusi pada membran amnion
sehingga mempermudah erjadinya KPD.
7. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang
banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.

8. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Keadaan ini berhubungan dengan kandungan kadmium dalam
tembakau yang meningkatkan pemecahan tembaga, sehingga meningkatkan
insiden kejadian ketuban pecah dini. Kelainan letak dan kesempitan panggul
lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum
diketahui dengan pasti. Juga faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli,
koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5; stres
psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.
2.4 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban9.
Pada KPD terjadi penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya
struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen
tersebut disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). Pada selaput ketuban
juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah

Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan


pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah dan cadmium pada
rokok juga mempengaruhi kerja Cu9.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran.
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari
kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi
produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan9.
Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas9.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban9.

2.5

Gejala klinis
Gejala klinis dari KPD dapat berupa korioamnionitis yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme dapat mengakibatkan pecahnya selaput ketuban (melalui
reaksi inflamasi yang hebat pada selaput ketuban). Adapun kriteria klinis infeksi pada
KPD : febris, uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi
maternal > 100x/mnt), denyut jantung janin yang > 160 x/mnt. Namun, kriteria umum
yang sering digunakan sebagai skrining terjadinya infeksi pada KPD adalah
temperatur tubuh yang bernilai positif bila suhu lebih dari 37,8 C dengan durasi 24
jam atau lebih, nadi lebih atau sama dengan 100 kali per menit, peningkatan WBC,
sekresi vagina yang berbau, uterin tendernes, serta kondisi yang berhubungan dengan
infeksi intraamniotik. Kriteria Laboratorium infeksi pada KPD :
1. Leukositosis maternal (WBC yang lebih dari 16.000/uL merupakan
2. Pengukuran C-reactive protein cairan amnion gas-liquid

alarm)

chromatography

bermanfaat dalam mendeteksi amnionitis.


3. Amniosintesis untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan amnion
yang mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram

maupun pada kultur aerob maupun anaerob). Untuk mengetahui adanya


Infeksi cairan amnion dan korioamnionitis.
2.7

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui beberapa tahap sebagai berikut.
1. Anamnesis
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan bau
b. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernik)
2. Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3. Inspikulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri internum (OUI)
4. Pemeriksaan dalam :
a. Ada cairan dalam vagina
b. Selaput ketuban sudah pecah
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna
biru)
b. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernik kaseosa (tidak selalu
dikerjakan).
2.8

Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD)


Prinsip penatalaksanaan KPD adalah memperpanjang kehamilan sampai paruparu janin matang atau dicurigai adanya khorioamnionitis. Pada pasien dengan
KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan preterm dan kehamilan aterm.
Menurut protap RSUP Sanglah penatalaksanaan KPD adalah sebagai berikut :
A. KPD Dengan Kehamilan Aterm
1) Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari.
2) Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
3) Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecendrungan meningkat
lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius, Segera dilakukan terminasi.
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.
Bila setelah 12 jam belum terdapat tanda-tanda inpartu dilakukan
terminasi.

5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik.


6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS.
B. KPD Dengan Kehamilan Preterm
1) Penanganan dirawat di RS.
2) Diberikan antibiotika : Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK
kurang dari 35 minggu) : deksametason 12 mg /hari
4) Observasi di kamar bersalin
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri
b.Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada
kecendrungan terjadi peningkatan lebih atau sama dengan 37,6 derajat
celcius segera dilakukan terminasi
5) Di ruang Obstetri
a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam
b. Dikerjakan pemeriksaan leukosit dan laju endap darah setiap 3 jam
6) Tata cara perawatan konserwatif
a. Dilakukan sampai janin viable
b. Selama

perawatan

konservatif,

tidak

dianjurkan

melakukan

pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban
d Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran
sebagai berikut: tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi
vagina, segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi.
Terminasi kehamilan :
1) Induksi Persalinan dengan drip oksitosin
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan misoprostol 50 mcg oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama

: NNM

Usia

: 21 tahun

Alamat

: Bd Pucang Ban Kubu

Pendidikan

: Tamat SMA

Pekerjaan

: Tidak Bekerja

Agama

: Hindu

Suku

: Bali

MRS

: 6 Juni 2016

Tanggal Pemeriksaan

: 6 Juni 2016

II. KELUHAN UTAMA


Keluar air dari kemaluan
III.ANAMNESA :
1. Pasien datang ke RSUD Karangasem dengan keluhan berupa keluar air dari
vagina pasien. Dimana keluhan tersebut muncul sejak pukul 12.00 WITA
(6/6/2016). Namun pasien tidak merasakan adanya rasa sakit pada perutnya,
dan dikatakan bahwa gerak anak masih dirasakan baik.
2. Riwayat Menstruasi

Menarche umur 14 tahun, siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 4 -5


hari tiap kali mentruasi.

Hari pertama haid terakhir : 30 September 2015

Taksiran persalinan : 7 juni 2016

3. Riwayat Perkawinan
Penderita menikah satu kali dengan suami yang sekarang. Lama menikah yaitu
sekitar 6 bulan
4. Riwayat Kehamilan
1. Hamil ini
5. Riwayat Antenatal Care (ANC)
Di bidan ~ teratur > 5x
Sp.OG ~ 1x

USG (+) ~ 1x Normal


6. Riwayat Pemakaian KB
Penderita tidak memakai KB sebelumnya.
7. Riwayat Penyakit Terdahulu
Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit asma, jantung, diabetes
mellitus, dan tekanan darah tinggi.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
Berat badan

: 70 kg

Tinggi badan

: 152 cm

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmhg

Nadi

: 82 x/mnt

Respirasi

: 20 x/mnt

Temperatur ax

: 36,6 C

STATUS GENERAL
Mata : anemis -/THT

: kesan normal

Cor

: S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Pulmo : ves +/+, Rh -/-, wh -/Mammae : hiperpigmentasi areola mammae, mammae tampak tegang
Abdomen

: sesuai status obstetric

Extremitas

: edema (-)

STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
Inspeksi

Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae

Tampak perut membesar dengan striae gravidarum (livide dan striae


albicantus)

Tidak tampak bekas luka SC

Palpasi

Pemeriksaan Leopold

I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah procesus Xiphoideus (33 cm)


Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan bagian kecil
di kiri
III. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala)
IV. Bagian bawah sudah masuk 4/5 bagian dari pintu atas panggul
His (-)

Auskultasi
DJJ +, punctum maksimum pada abdomen bawah bagian kanan,

frekuensi 140x / menit


Pemeriksaan dalam
Inspekulo : Tampak keluar cairan dari OUE, Lakmus tes (+)
VT : Pembukaan servik 1 jari, eff 25%, ketuban (-) jernih
Teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I
Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Rutin
WBC

: 12,7 103/L

HGB

: 11,6 L g/dL

PLT

: 239. 103/L

BT/CT

: 200 / 1015

HBsAg

: (-)

Golongan Darah: A
Rhesus

:+

VI. DIAGNOSA
G1P000, 39 - 40 mg, Tunggal/ Hidup + KPD

VII.PENATALAKSANAAN
Pdx

Tx : Exp. pervaginam
Cefoperazone 2 gr (IV)
Cefadroxil 2 x 500 mg (po)

Mx : Vital sign
DJJ
Temperatur rectal setiap 3 jam
KIE

: Tenangkan pasien dan keluarga, jelaskan tentang diagnosis, rencana


tindakan, serta risiko & komplikasi

VIII PERJALANAN PENYAKIT


Tgl 6 Juni 2016
16.00

Evaluasi
Temperatur rectal 36,4 o C

DJJ (+) 148x / menit


His (+) 3-4x /10 menit selama 30-35 detik,
VT P 6 cm, efficement 50 %, ketuban (-) jernih
Teraba kepala UUK kiri depan, pe H II (+)
Tak teraba bagian kecil atau tali pusat
Assesment : G1P0000, 39-40 mg, Tunggal/ Hidup, PK I
Tx : Ekspektatif Pervaginam
19.30

Pasien ingin mengedan

Evaluasi
His (+) 4-5x/ 10 menit selama 40-45 detik, Djj (+) 154x / menit
VT P lengkap, efficement 100 %, ketuban (-) jernih
Teraba kepala UUK didepan, pe H III (+)
Tak teraba bagian kecil atau tali pusat
Assesment

: G1P0000, 39-40 mg, Tunggal/ Hidup, PK II

Tx: Pimpin persalinan, IVFD RL 20 tpm


19.50

Lahir bayi spontan laki-laki segera menangis dengan BB 3300gr, PB


50 cm, AS 7-8

Anus (+), kelainan kongenital (-)


Tx : Manajemen Aktif Kala III
Oksitosin IM 1 amp
peregangan tali pusat terkendali

20.00

Lahir plasenta kesan lengkap, kalsifikasi (-)

Evaluasi jalan lahir : ruptur perineum grade II


Assesment

: P1A0 Pspt B hari ke - 0 + akseptor IUD

Mx

: Observasi 2 jam post partum

Tx

: Asam mefenamat 3 x 500 mg


SF 2 x 300 mg

KIE

: Mobilisasi
ASI eksklusif
Makanan protein tinggi

Tabel evaluasi 2 jam PP


Pukul
20.15
20.30
20.45
21.00
21.30
22.00

TD
110/70
110/70
100/70
100/80
110/80
100/70

N
80
80
84
84
82
88

RR
20
20
20
20
20
20

kontraksi
+
+
+
+
+
+

Perdarahan
-

22.10 Pasien pindah ruangan


Follow Up
Tgl 7 Juni 2016, 05.30
S : keluhan nyeri luka jahit (+), ASI (+), BAK (+), BAB (+) mobilisasi (+)
O : Status Present: T : 110/60 mmHg
Nadi

: 80 x/menit

RR

: 18 X/menit

Temperatur : 36,3 0 C

Status general:
Mata: an-/Thorax: Cor

: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo : vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)


Abdomen: tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, kontraksi baik.
Vagina : lochia rubra (+), perdarahan aktif (-)
Ass : P1001 Pspt B pp hr 1 + akspetor IUD
Terapi : - Asam mefenamat 3 x 500mg
- SF 1 x 1
KIE : Mobilisasi dini

ASI Eksklusif
Pemeriksaan kembali ke poli kebidanan setelah 1 minggu

BAB 4
PEMBAHASAN

Diagnosis KPD Aterm ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini dari anamneses didapatkan pasien
mengeluh keluar air sejak pukul 12.00 WITA (6/6/2016). Berdasarkan teori
anamnesis didapatkan keluarnya cairan pervaginam, nyeri pada perut
disangkal. Normalnya cairan berwarna jernih dan berbau amis dan
mengandung partikel vernix caseosa dan lanugo.
Pada kasus pemeriksaan obstetri dilakukan inspeksi vagina dan didapatkan
adanya cairan yang keluar. Inspekulo tampak keluar cairan dari OUI. Dan
vaginal toucher

selaput ketuban sudah tidak dapat teraba disertai keluar

cairan jernih dan adanya pembukaan 1 cm. Berdasarkan teori pada Inspeksi
biasanya ditemukan keluar cairan pervaginam, Inspekulo terdapat cairan
keluar dari osteum uteri internum (OUI). Pemeriksaan vaginal toucher ada
cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah pecah. Biasanya KPD tanpa
adanya tanda-tanda impartu. Pada kasus pemeriksaan penunjang dilakukan
dengan kertas lakmus dan didapatkan hasil positif, dimana berdasarkan teori
Cairan ketuban bersifat basa (pHnya sekitar 7,1 - 7,3) sehingga apabila cairan
ketuban diteteskan pada kertas lakmus merah akan terjadi perubahan warna
menjadi biru karena sifat basanya. Selain itu secara Secara mikroskopik
terlihat vernix caseosa dan lanugo, namun pada kasus tidak dilakukan.
Pada kasus pemeriksaan fisik frekuensi nadi pasien dalam batas normal
(82x/menit), suhu axila Trec 36,5oC, DJJ dalam batas normal (154x/menit)
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, tanda-tanda inpartu, dan gawat janin.
Berdasarkan beberapa prosedur tetap RSUP Sanglah dan RSUD Karangasem,
pasien hamil aterm dengan KPD tanpa komplikasi dapat dilakukan observasi
adanya tanda-tanda inpartu sampai dengan 12 jam.
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm berdasarkan prosedur tetap
RSUP Sanglah adalah9:
Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
Dilakukan pemeriksaan admission test, bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
atau sama dengan 37,6 C dilakukan terminasi segera.

Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.


setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan berdasarkan indikasi obstetrik.
Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi pelvic score (PS):
1. Bila PS 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
2. Bila PS < 5, dilakukan pematangan serviks dengan Misoprostol 50
gr setiap 6 jam oral, maksimal 4 kali pemberian.
Dengan mempertimbangkan wanita yang melahirkan dengan ketuban pecah
dini, perlu diwaspadai risiko terjadinya sepsis postpartum, perdarahan
postpartum, dan trombosis vena yang memerlukan penanganan yang efektif.
Promosi aktif ikatan ibu-anak dengan rawat gabung perlu mendapat
pertimbangan khusus pada kasus ketuban pecah dini. Semua bayi yang lahir
dengan riwayat ketuban pecah dini harus melalui skrining untuk sepsis, efek dari
antibiotika yang digunakan sebelum dan selama persalinan ibu. Pemberian
antibiotika awal dengan kombinasi penicillin dan gentamicin dapat dilakukan
sambil menunggu hasil skrining.
Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi pada ibu dan bayi. Hal ini dinilai dari
kondisi ibu yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan didukung oleh
hasil laboratorium yang masih dalam batas normal. Setelah ibu melahirkan ibu
diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik setelah 7 hari persalinan. Jika ada
tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina berbau atau terjadi pendarahan
maka ibu diharuskan datang ke poli secepatnya.

BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Pada laporan kasus ini didapatkan pasien perempuan berumur 21 tahun, suku
Bali, agama Hindu, dengan diagnosis G1P0000 39-40 minggu, tunggal hidup,
KPD. Penyebab ketuban pecah dini pada kasus ini masih belum diketahui, karena
dari pemeriksaan yang dilakukan masih belum cukup untuk mengetahui
etiologinya. Pengelolaan dilakukan sesuai KPD aterm dengan spontan biasa
melihat dari usia kehamilan dan keadaan janin. Terapi untuk kasus ini antara lain
pemberian asam mefenamat, dan tablet besi, selain itu diberikan KIE untuk
kontrol poli 7 hari kemudian atau terdapat keluhan lain serta penjelasan mengenai
mobilisasi dini, ASI eksklusif dan KB.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukannya anamnesis yang lebih mendalam untuk mencari faktor
risiko yang terdapat pada pasien.
2. Pada kehamilan selanjutnya kemungkinan terjadinya KPD tetap ada karena
sangat erat berhubungan dengan kebersihan ibu yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi. Resiko ini dapat diperkecil dengan menjaga kebersihan
dengan lebih baik lagi.
3. KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan. Oleh sebab itu perlu diberikan pemahaman serta penjelasan kepada
pasien terkait kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul.

Anda mungkin juga menyukai