KPD Karangasem Edit
KPD Karangasem Edit
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput ketuban yang terjadi
secara spontan pada saat belum adanya tanda-tanda persalinan. Didalam ruang yang
diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat air
ketuban. Volume air ketuban pada hamil yang cukup bulan berkisar antara 1000-1500
ml, berwarna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas. Pecahnya selaput
ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun kehamilan
preterm.1 KPD terjadi pada 10% kehamilan, dan 2% terjadi pada kehamilan preterm.
Pada kehamilan aterm angka insiden mencapai 30-40%. Etiologi KPD belum
diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkannya,
antara lain : infeksi, defisiensi vitamin c, faktor selaput ketuban, hormon, faktor umur
dan paritas, kehamilan kembar dan polihidramnion, serta faktor-faktor lainnya.
KPD merupakan suatu komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan preterm
dan dapat mengancam terjadinya persalinan prematur. Komplikasi dapat terjadi pada
keadaan KPD, misalnya infeksi yang dapat terjadi pada plasenta, disebut
korioammnionitis, yang dapat sangat berbahaya bagi ibu dan janin. Komplikasi yang
lain yang dapat terjadi adalah terjadinya solusio plasenta, kompresi tali pusat, serta
infeksi postpartum.2 Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang.
Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban9.
Manifestasi klinis dari KPD dapat berupa korioamnionitis yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme yang dapat mengakibatkan pecahnya selaput ketuban
(melalui reaksi inflamasi yang hebat pada selaput ketuban). Penatalaksanaan KPD
didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu usia kehamilan, status kesehatan ibu
secara umum, komplikasi yang telah terjadi, keadaan janin, protap yang berlaku pada
masing-masing tempat pelayanan.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Epidemiologi Ketuban Pecah Dini (KPD)
KPD merupakan pecahnya selaput ketuban yang terjadi secara spontan pada
saat belum adanya tanda-tanda persalinan. Didalam ruang yang diliputi oleh
selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat air ketuban.
Volume air ketuban pada hamil yang cukup bulan berkisar antara 1000-1500 ml,
berwarna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas. Kadang-kadang
pada partus, warna air ketuban ini menjadi menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur mekonium. Air ketuban mempunyai fungsi untuk melindungi janin
terhadap trauma dari luar, memungkinkan janin bergerak dengan bebas,
melindungi suhu tubuh janin, meratakan tekanan di dalam uterus pada partus
sehingga serviks membuka, dan mempengaruhi keadaan di dalam vagina,
sehingga bayi kurang mengalami infeksi. KPD terjadi pada 10% kehamilan, dan
2% terjadi pada kehamilan preterm. Pada kehamilan aterm angka insiden
mencapai 30-40%.
2.3 Etiologi Ketuban Pecah Dini (KPD)
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
resiko yang menyebabkannya, antara lain: infeksi, defisiensi vitamin c, Faktor
selaput ketuban, Hormon, Faktor umur dan paritas, Kehamilan kembar dan
polihidramnion, Faktor tingkat sosio-ekonomi, dan faktor-faktor lain.
1. Infeksi
Terdapat hubungan antara kolonosasi bakteri pada traktus genitalia dengan
meningkatnya kejadian KPD. Demikian juga pada banyak penelitian
menyatakan pengobatan infeksi pada wanita dengan antibiotika dapat
menurunkan kejadian KPD. Peranan infeksi dalam menimbulkan KPD dapat
melalui beberapa mekanisme : Banyak organisme yang sering ditemukan
dalam flora vagina, seperti streptokokus group B, staphylokokus aureus,
trichomonas vaginalis, dan mikroorganisme yang menyebabkan bakterial
vaginosis, mensekresi protease yang dapat menyebabkan degradasi kolagen
dan melemahkan selaput ketuban ; Respon inflamasi tubuh terhadap infeksi
traktus genetalia mempunyai mekanisme yang potensial untuk terjadinya KPD
8. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Keadaan ini berhubungan dengan kandungan kadmium dalam
tembakau yang meningkatkan pemecahan tembaga, sehingga meningkatkan
insiden kejadian ketuban pecah dini. Kelainan letak dan kesempitan panggul
lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum
diketahui dengan pasti. Juga faktor-faktor lain seperti hidramnion, gemeli,
koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5; stres
psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.
2.4 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban9.
Pada KPD terjadi penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya
struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen
tersebut disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). Pada selaput ketuban
juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas9.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban
seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang
aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan
korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan
degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput
ketuban9.
2.5
Gejala klinis
Gejala klinis dari KPD dapat berupa korioamnionitis yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme dapat mengakibatkan pecahnya selaput ketuban (melalui
reaksi inflamasi yang hebat pada selaput ketuban). Adapun kriteria klinis infeksi pada
KPD : febris, uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi
maternal > 100x/mnt), denyut jantung janin yang > 160 x/mnt. Namun, kriteria umum
yang sering digunakan sebagai skrining terjadinya infeksi pada KPD adalah
temperatur tubuh yang bernilai positif bila suhu lebih dari 37,8 C dengan durasi 24
jam atau lebih, nadi lebih atau sama dengan 100 kali per menit, peningkatan WBC,
sekresi vagina yang berbau, uterin tendernes, serta kondisi yang berhubungan dengan
infeksi intraamniotik. Kriteria Laboratorium infeksi pada KPD :
1. Leukositosis maternal (WBC yang lebih dari 16.000/uL merupakan
2. Pengukuran C-reactive protein cairan amnion gas-liquid
alarm)
chromatography
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui beberapa tahap sebagai berikut.
1. Anamnesis
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan bau
b. Adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo dan vernik)
2. Inspeksi : keluar cairan pervaginam
3. Inspikulo : bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri internum (OUI)
4. Pemeriksaan dalam :
a. Ada cairan dalam vagina
b. Selaput ketuban sudah pecah
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Dengan lakmus, menunjukkan reaksi basa (perubahan menjadi warna
biru)
b. Mikroskopis, tampak lanugo atau vernik kaseosa (tidak selalu
dikerjakan).
2.8
perawatan
konservatif,
tidak
dianjurkan
melakukan
pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban
d Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran
sebagai berikut: tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi
vagina, segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi.
Terminasi kehamilan :
1) Induksi Persalinan dengan drip oksitosin
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan misoprostol 50 mcg oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama
: NNM
Usia
: 21 tahun
Alamat
Pendidikan
: Tamat SMA
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Agama
: Hindu
Suku
: Bali
MRS
: 6 Juni 2016
Tanggal Pemeriksaan
: 6 Juni 2016
3. Riwayat Perkawinan
Penderita menikah satu kali dengan suami yang sekarang. Lama menikah yaitu
sekitar 6 bulan
4. Riwayat Kehamilan
1. Hamil ini
5. Riwayat Antenatal Care (ANC)
Di bidan ~ teratur > 5x
Sp.OG ~ 1x
: 70 kg
Tinggi badan
: 152 cm
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/70 mmhg
Nadi
: 82 x/mnt
Respirasi
: 20 x/mnt
Temperatur ax
: 36,6 C
STATUS GENERAL
Mata : anemis -/THT
: kesan normal
Cor
Pulmo : ves +/+, Rh -/-, wh -/Mammae : hiperpigmentasi areola mammae, mammae tampak tegang
Abdomen
Extremitas
: edema (-)
STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
Inspeksi
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
Auskultasi
DJJ +, punctum maksimum pada abdomen bawah bagian kanan,
: 12,7 103/L
HGB
: 11,6 L g/dL
PLT
: 239. 103/L
BT/CT
: 200 / 1015
HBsAg
: (-)
Golongan Darah: A
Rhesus
:+
VI. DIAGNOSA
G1P000, 39 - 40 mg, Tunggal/ Hidup + KPD
VII.PENATALAKSANAAN
Pdx
Tx : Exp. pervaginam
Cefoperazone 2 gr (IV)
Cefadroxil 2 x 500 mg (po)
Mx : Vital sign
DJJ
Temperatur rectal setiap 3 jam
KIE
Evaluasi
Temperatur rectal 36,4 o C
Evaluasi
His (+) 4-5x/ 10 menit selama 40-45 detik, Djj (+) 154x / menit
VT P lengkap, efficement 100 %, ketuban (-) jernih
Teraba kepala UUK didepan, pe H III (+)
Tak teraba bagian kecil atau tali pusat
Assesment
20.00
Mx
Tx
KIE
: Mobilisasi
ASI eksklusif
Makanan protein tinggi
TD
110/70
110/70
100/70
100/80
110/80
100/70
N
80
80
84
84
82
88
RR
20
20
20
20
20
20
kontraksi
+
+
+
+
+
+
Perdarahan
-
: 80 x/menit
RR
: 18 X/menit
Temperatur : 36,3 0 C
Status general:
Mata: an-/Thorax: Cor
ASI Eksklusif
Pemeriksaan kembali ke poli kebidanan setelah 1 minggu
BAB 4
PEMBAHASAN
cairan jernih dan adanya pembukaan 1 cm. Berdasarkan teori pada Inspeksi
biasanya ditemukan keluar cairan pervaginam, Inspekulo terdapat cairan
keluar dari osteum uteri internum (OUI). Pemeriksaan vaginal toucher ada
cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah pecah. Biasanya KPD tanpa
adanya tanda-tanda impartu. Pada kasus pemeriksaan penunjang dilakukan
dengan kertas lakmus dan didapatkan hasil positif, dimana berdasarkan teori
Cairan ketuban bersifat basa (pHnya sekitar 7,1 - 7,3) sehingga apabila cairan
ketuban diteteskan pada kertas lakmus merah akan terjadi perubahan warna
menjadi biru karena sifat basanya. Selain itu secara Secara mikroskopik
terlihat vernix caseosa dan lanugo, namun pada kasus tidak dilakukan.
Pada kasus pemeriksaan fisik frekuensi nadi pasien dalam batas normal
(82x/menit), suhu axila Trec 36,5oC, DJJ dalam batas normal (154x/menit)
tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, tanda-tanda inpartu, dan gawat janin.
Berdasarkan beberapa prosedur tetap RSUP Sanglah dan RSUD Karangasem,
pasien hamil aterm dengan KPD tanpa komplikasi dapat dilakukan observasi
adanya tanda-tanda inpartu sampai dengan 12 jam.
Penatalaksanaan KPD dengan kehamilan aterm berdasarkan prosedur tetap
RSUP Sanglah adalah9:
Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari
Dilakukan pemeriksaan admission test, bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan.
Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
atau sama dengan 37,6 C dilakukan terminasi segera.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Pada laporan kasus ini didapatkan pasien perempuan berumur 21 tahun, suku
Bali, agama Hindu, dengan diagnosis G1P0000 39-40 minggu, tunggal hidup,
KPD. Penyebab ketuban pecah dini pada kasus ini masih belum diketahui, karena
dari pemeriksaan yang dilakukan masih belum cukup untuk mengetahui
etiologinya. Pengelolaan dilakukan sesuai KPD aterm dengan spontan biasa
melihat dari usia kehamilan dan keadaan janin. Terapi untuk kasus ini antara lain
pemberian asam mefenamat, dan tablet besi, selain itu diberikan KIE untuk
kontrol poli 7 hari kemudian atau terdapat keluhan lain serta penjelasan mengenai
mobilisasi dini, ASI eksklusif dan KB.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukannya anamnesis yang lebih mendalam untuk mencari faktor
risiko yang terdapat pada pasien.
2. Pada kehamilan selanjutnya kemungkinan terjadinya KPD tetap ada karena
sangat erat berhubungan dengan kebersihan ibu yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi. Resiko ini dapat diperkecil dengan menjaga kebersihan
dengan lebih baik lagi.
3. KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan. Oleh sebab itu perlu diberikan pemahaman serta penjelasan kepada
pasien terkait kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul.