Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sehat merupakan keadaan yang dapat diwujudkan dari kehendak
semua pihak. Diwujudkan oleh perorang, perkelompok, perkeluarga, dan
bahkan oleh seluruh anggota masyarakat (Wahyuni, 2003). Sehat menurut
World Health Organiztion (WHO) adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental,
dan kesejahteraan social yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan (WHO, 2003). Menurut UU No. 23 tahun
1992, kesehatan merupakan salah satu unsure kesejahteraan umum yang harus
diwujudkan melalui pembangunan nasional yang berarti pembangunan dan
pembinaan sumber daya manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat (UU No. 23, 1992).
Salah satu upaya yang harus dilakukan dalam mewujudkan keadaan
sehat adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan
harus bersifat tersedia(available), tercapai(accessible), terjangkau(affordable),
berkesinambungan(continue),menyeluruh(comprehensive),terpadu(integrated)
,danermutu(quality) (Prasetyawati, 2011). Secara umum pelayanan kesehatan
dibagi menjadi dua yaitu pelayanan kesehatan personal dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Pelayanan kedokteran keluarga termasuk dalam
pelayanan kedokteran personal yang memiliki keluarga sebagai sasaran
utamanya (Wahyuni, 2003).
Pendekatan kedokteran keluarga menekankan pada orientasi keluarga
pada pelayanan medis, yang berbeda dengan pendekatan biomedis dan
biasanya berorientasi pada penyakit. Dasar penyelenggaraan pelayanan dengan
orientasi keluarga adalah memperkenalkan pendekatan yang semulahanya
pada individu dikembangkan lebih luas pada keluarga bahkan pada komunitas
di sekitar kehidupan pasien. Konsep ini memperkenalkan keluarga sebagai
unit of care, dengan focus utama pelayanan ditujukan pada pasien dalam
konteks keluarganya. Untuk itu perlunya keterlibatan anggota keluarga secara
aktif dalam proses penegakkan diagnosis dan mentatalaksanakan masalahkan
kesehatan pada pelayanan dan perawatan kesehatan kedokteran keluarga
(Kurniawan, 2015)

Dengan pendekatan kedokteran keluarga, masalah kesehatan yang ada


di masyarakatdiharapkan dapat diselesaikan dengan lebih optimal. Hal ini
yang mendorong untuk melakukan kegiatan field study yang dilakukan di
rumah keluarga Bapak Sugandi diwilayah kerja Puskesmas Sukmajaya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaiman acara penerapan dokter keluarga pada pasien?
2. Bagaimana hasil dari penerapan dokter keluarga pasien dan
keluarganya ?
1.3 Tujuan
1. 1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam berkomunikasi,
mengumpulkan informasi, dan menyelesaikan masalah kesehatan yang
ada di dalam suatu keluarga dengan pendekatan kedokteran keluarga.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menerapkan dan mengaplikasikan ilmu dan ketrampilan mengenai
pelayanan kedokteran keluarga.
2. Melatih kemampuan komunikasi efektif, berinteraksi dan bersosialisasi
dengan masyarakat.
3. Mempelajari fungsi, penilaian, dan identifikasi keluarga secara utuh.
4. Mengidentifikasi penyakit hipertensi yang menjadi masalah kesehatan
di dalam sebuah keluarga dengan pendekatan kedokteran keluarga.
5. Mengintervensi terkait perubahan gaya hidup, pola makan, dan control
pengobatan terhadap hipertensi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Masyarakat
Mengetahui dan memahami peran dan fungsi masing-masing anggota
keluarga terutama dalam mengatasi masalah kesehatan dan mengetahui
konsep pelayanan kedokteran keluarga, serta sebagai contoh untuk
penerapannya di masyarakat.

1.4.2 Untuk Institusi


Dapat melanjutkan penerapan dan pembelajaran ilmu kedokteran
keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia.
1.4.3 Untuk Penulis
Mempelajariilmupelayanankedokterankeluargadanpenerapannya, serta
mempelajari cara diagnosis dan tatalaksana pasien dengan prinsip
dokter keluarga dan melibatkan seluruh anggota keluarga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1. Definisi hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan dari tekanan darah sistolik lebih dari
140mmHg dan atau disertai dengan peningkatan diastolik lebih dari 90
mmHg.Kriteria klinis hipertensi berdasarkan 2 atau lebih penemuan pada 2 atau
lebih kunjungan.Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC
VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure).
Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
kinerja berbagai organ.Hipertensi juga menjadi suatu factor resiko penting
terhadap terjadinya penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan
stroke. Apabila tidak ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan
organ tubuh. Hipertensi disebut sebagai silent killerkarena dapat menyebabkan
kerusakan berbagai organ tanpa gejala yang khas.
2.1.2 Epidemiologi
Penderita hipertensi di Indonesia cukup banyak. Berdasarkan Pusat Data
dan Informasi Kementerian RI pada tahun 2013, prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas adalah 25,8%, yaitu sebanyak 65.048.110 jiwa.
Prevalensi tertinggi didapatkan pada provinsi Bangka Belitung (30,9%) dan
terendah di Papua (16,8%).Pada data statistik didapatkan juga prevalensi
perempuan yang menderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Hipertensi

berhubungan

erat

dengan

risiko

terjadinya

penyakit

kardiovaskular, stroke, dan penyakit ginjal.Semakin tinggi tekanan darah semakin


tinggi juga risiko terjadinya serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan penyakit
ginjal. Pada individu berumur 40-70 tahun, kenaikan tekanan darah sistol sebesar
20 mmHg atau diastol 10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular
dua kali lipat. Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Batlingkes) penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2014 adalah
stroke dan penyakit jantung koroner di posisi kedua.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir
semua golongan masyarakat baik diIndonesia maupun diseluruh dunia.Di seluruh
4

dunia, peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian,


sekitar 12,8% dari total kematian di seluruh dunia.Di Indonesia, prevalensi
masyarakat yang terkena hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.
Menurut penelitian, terapi antihipertensi diasosiasikan dengan penurunan
insiden stroke sebanyak 35-40%, penyakit jantung koroner 20-25%, dan gagal
jantung sebanyak >50%. Oleh karena itu, pengontrolan tekanan darah dan
pengobatan hipertensi yang adekuat sangat penting untuk mencegah terjadinya
penyakit-penyakit kardiovaskular dan menghindari kematian.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh
kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi
berlanjut menjadi krisis hipertensi dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70
tahun. Namun, krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan
darah normal tanpa penyebab sebelumnya.Pengobatan yang baik dan teratur
dapat mencegah insiden krisis hipertensi maupun komplikasi lainnya menjadi
kurang dari 1%.
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit
ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di
Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya
populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun
2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
2.1.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial atau
hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.Hipertensi esensial
atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi
idiopatik.Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin
angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan
faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 3050 tahun.
5

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi karena ada suatu


penyakit yang melatarbelakanginya.Hipertensi sekunder atau hipertensi renal
terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer,
dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan, dan lainlain.
2.1.4 Klasifikasi
Hipertensi berdasarkan etiologi/penyebabnya dibagi menjadi 2 :

Hipertensi Primer atau Esensial


Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau
idiopatik adalah

hipertensi

yang

tidak

diketahui

etiologinya/penyebabnya.90% dari semua penyakit hipertensi


merupakan penyakit hipertensi esensial.

Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat
suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan.Karena itu umumnya
hipertensi ini sudahdiketahui penyebabnya. Terdapat 10% orang
menderita apa yangdinamakan hipertensi sekunder. Skitar 5-10%
penderita

hipertensi

penyebabnya

adalah

penyakit

ginjal

(stenoisarteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis, tumor ginjal),


sekitar

1-2%

adalah

penyakit

kelaian

hormonal

(hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat


pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).
Menurut The Seventh of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Klasifikasi Tekanan
Darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi derajat 1

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


TDS (mmHg)
< 120
120-139
140-159

Dan
Atau
Atau

TDD (mmHg)
< 80
80-90
90-99

Hipertensi derajat 2

160

Atau

100

Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan darah


menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang
hidupnya memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit
kardiovaskuler daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140
mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler daripada tekanan darah diastolik.
Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,
meningkat 2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.Risiko penyakit
kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko
lainnya.
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII
Klasifikasi
Normal
Pre-Hipertensi
Hipertensi Stadium I
Hipertensi Stadium II

Sistolik
<120 mmHg
120139 mmHg
140 159 mmHg
160 mmHg

Diastolik
(dan) <80 mmHg
(atau) 80 89 mmHg
(atau) 90 99 mmHg
(atau) 100 mmHg

Sumber: JNC VII

Pada setiap klasifikasi hipertensi dapat timbul krisis hipertensi yang


merupakan suatu kegawatan medis dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan
tepat.Angka kejadian krisis hipertensi berkisar 2 7% dari populasi penderita
hipertensi.
Pengertian dari krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
oleh tekanan darah yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mmHg dan
atau diastolik 120 mmHg) yang membutuhkan penanganan segera. Berdasarkan
keterlibatan organ target(Tabel 2), krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu :

Hipertensi darurat (emergency hypertension)


Kenaikan tekanan darah mendadak (tekanan darah sistolik 180 mmHg dan
atau diastolik 120 mmHg) dengan kerusakan organ target yang bersifat
progesif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan
menit sampai jam. Keterlambatan penanganan akan menimbulkan sequel atau
kematian.

Hipertensi mendesak (urgency hypertension)


Kenaikan tekanan darah mendadak (tekanan darah sistolik 180 mmHg dan
atau diastolic 120 mmHg)tanpa disertai kerusakan organ target yang bersifat
progesif atau minimal, sehingga tekanan darah dapat diturunkan dalam 24 jam
sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.
Tabel 2. Manifestasi kerusakan target organ
Sistem Organ
Jantung
Otak
Ginjal
Retinopati

Manifestasi
Hipertofi ventrikel kiri, gagal jantung, angina, atau miokard infark
stroke, TIA (Transient Ischemic Attack)
gagal ginjal kronik
perdarahan atau exudat dengan atau tanpa papiloedema

Sumber : JNC VII

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :

Hipertensi

refrakter

respon

pengobatan

tidak

memuaskan

dan

TD>200/110mmHg walaupun telah diberi pengobatan yang efektif (triple


drugs) pada penderita dan kepatuhan pasien baik.

Hipertensi akselerasi : TD meningkat diastolik> 120 mmHg disertai dengan


kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.

Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD diastolikk >


120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema,
peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskuler, gagal
ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan.
Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya
mempunyai TD normal.

Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba tiba dengan keluhan sakit


kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaain dapat menjadi
reversible bila tekanan darah diturunkan.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi adalah: penderita hipertensi yang tidak

mendapat pengobatan teratur; kehamilan; penderita hipertensi dengan penyakit


parenkim ginjal; penderita hipertensi yang menggunakan NAPZA; penderita
dengan rangsangan simpatis tinggi (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vascular/kolagen).
8

Tingginya tekanan darah yang dapat menyebabkan kerusakan organ


targettidak hanya dari tingkatan TD aktual, tetapi juga dari tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita
hipertensi kronis dapat mentolerir kenaikan TD yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang normotensi. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun
pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba dapat
timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi
ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.
2..1.5 Faktor Risiko
1. Faktor Genetika (Riwayat keluarga)
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu
keluarga.Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang
tekanan darahnya normal.
2. Ras
Orang orang yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara
merata yang lebih tinggi dari pada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda.
3. Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada
masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita pre menopause
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia
yang sama, meskipun perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah
usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif terlindungi
dari penyakit jantung oleh hormon estrogen.Kadar estrogen menurun setelah
menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung.
4. Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada
wanita.Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh
faktor psikologis.Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok,

kelebihan

berat

badan),

depresi

dan

rendahnya

status

pekerjaan.Sedangkan pada wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang


mempengaruhi faktor psikis kuat.
5. Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan
dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila
seseorang stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer
endokrin untuk mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison kedalam
darah sebagai bagian homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam
penyebab utama kematian karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru,
kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri.
6. Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung
untuk memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh
tersebut.Berat badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume
darah dan perluasan sistem sirkulasi.Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat
turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg penurunan berat badan. Mereduksi
berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko
kardiovaskular secara signifikan.
7. Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambahdan
menyebabkan

daya

tahan

pembuluh

meningkat.Juga

memperkuat

efek vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada


kelompok penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih
banyak hipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit garam.
8. Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat.Hal ini
karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru paru dan
disebarkan keseluruh aliran darah.Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi
nikotin untuk sampai ke otak.Otak bereaksi terhadap nikotin dengan
memberikan sinyal kepada kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine
(adrenalin).Hormon yang sangat kuat ini menyempitkan pembuluh darah,
sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih keras dibawah tekanan
yang lebih tinggi.
10

9. Konsumsi alcohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan
semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah.Tapi
pada orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang
agak lebih tinggi dari pada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.

2.1.6 Patogenesis hipertensi


Terdapat dua penentu tekanan darah yaitu cardiac output dan peripheral
resistance. Cardiac output ditentukan oleh stroke volume dan heart rate; stroke
volume berhubungan dengan kontraktilitas otot jantung dan ukuran kompartemen
pembuluh darah. Resistensi perifer ditentukan oleh perubahan fungsional dan
anatomi dari arteri kecil (D=100 400m) dan arteriola.
Volume Intravaskuler
Volume intravaskuler merupakan penentu tekakan darah jangka
panjang. Peningkatan awal tekanan darah sebagai respons peningkatan volume
intravaskuler berhubungan dengan peningkatan cardiac output, namun bisa
juga karena peningkatan resistensi perifer. Efek natrium pada tekanan darah
berhubungan dengan senyawa natrium klorida.Garam non-klorida mempunyai
sedikit efek atau tanpa efek pada tekanan darah.Karena tekanan darah
meningkat sebagai respons terhadap peningkatan asupan NaCl, ekskresi
natrium urin meningkat dan keseimbangan natrium dipertahankan sebagai
akibat peningkatan tekanan darah arteri.Perubahan-perubahan ini dapat
mempengaruhi laju filtrasi glomerulus, penurunan kapasitas absorbsi tubulus
ginjal, dan faktor-faktor hormonal. Pada individu dengan kapasitas ekskresi
natrium terganggu, terjadi peningkatan tekanan darah arteri untuk mencapai
natriuresis dan keseimbangan natrium
NaCl-dependent hypertension dapat merupakan konsekuensi kapasitas
ginjal yang menurun untuk mengekskresi natrium, dapat diakibatkan karena
penyakit ginjal intrinsik atau karena peningkatan produksi hormon yang
menahan natrium (mineralocortikoid) yang menghasilkan reabsorbsi natrium
tubulus ginjal yang meningkat.Reabsorbsi natrium tubulus ginjal dapat

11

ditingkatkan oleh aktivitas saraf ke ginjal.Pada setiap kondisi itu, dibutuhkan


tekanan

arteri

yang

lebih

tinggi

untuk

mencapai

keseimbangan

natrium.Sebaliknya, penyakit yang membuang natrium menurunkan tekanan


darah.

Sistem Saraf Otonom


Sistem saraf otonom mempertahankan homeostasis lewat tekanan,
volume, dan sinyal kemoreseptor.Refleks adrenergik memodulasi tekanan
darah untuk jangka pendek, dan fungsi adrenergik, dalam paduan dengan
faktor hormonal dan volume, berkontribusi pada pengaturan tekanan darah
jangka panjang.Tiga katekolamin endogen adalah norepinefrin, epinefrin, dan
dopamin.Semuanya berperan penting dalam pengaturan kardiovaskuler tonik
dan fasik.Saraf simpatis mensintesis norepinefrin dan dopamin (prekursor
norepinefrin), yang disimpan pada vesikel di dalam neuron. Ketika neuron
distimulasi, neurotransmiter itu dikeluarkan ke celah sinaps dan ke reseptor
jaringan target. Kemudian, neurotransmiter itu di metabolisme atau diambil
kembali ke dalam neuron oleh proses reuptake aktif. Epinefrin disintesis di
medula adrenal dan dilepaskan ke sirkulasi lewat stimulasi adrenal.
Berdasarkan fisiologi dan farmakologinya, reseptor adrenergik dibagi
menjadi dua bagian utama: dan . Kemudian dibagi lagi menjadi reseptor
1,2 dan 1, 2. Reseptor-reseptor ini dipengaruhi lebih besar kerja dan
aktivitasnya oleh norepinefrin dibandingkan oleh epinefrin, dan sebaliknya
untuk reseptor . Reseptor 1 terletak pada sel postsinaps pada otot polos dan
merangsang vasokonstriksi.Reseptor 2 terletak pada membran presinaps ujung
saraf postganglion.Ketika diaktivasi katekolamin, reseptor 2 berperan sebagai
pengontrol feedback negatif, menghambat pelepasan norepinefrin lebih
lanjut.Kelas-kelas agen antihipertensi entah menghambat reseptor 1, agonis
reseptor 2 atau menurunkan pengaruh simpatis sistemik.Aktivasi reseptor 1
pada jantung merangsang laju dan kekuatan kontraksi jantung, dan berakibat
pada peningkatan cardiac output.Reseptor 1 juga menstimulasi pelepasan
renin dari ginjal.Beberapa kelas agen antihipertensi menghambat aktivasi

12

reseptor 1.Aktivasi reseptor 2 oleh epinefrin merelaksasi otot polos dan


menghasilkan vasodilatasi.
Konsentrasi katekolamin yang bersirkulasi dapat mempengaruhi
jumlah adrenoreseptor pada jaringan.Downregulation reseptor dapat menjadi
konsekuensi level katekolamin yang tinggi dan menjadi penjelasan terjadinya
kemampuan merespon yang menurun, atau takifilaksis terhadap katekolamin.
Sebagai contoh, hipotensi ortostatik yang sering teramati pada pasien dengan
feokromositoma, mungkin karena kurangnya vasokonstriksi yang diinduksi
norepinefrin

pada

saat

berdiri.Sebaliknya,

berkurangnya

substansi

neurotransmiter secara kronik, adrenoreseptor dapat meningkat jumlahnya,


atau menjadi upregulated, menghasilkan tingginya kemampuan respon
terhadap neurotransmiter.Pemberian kronis agen yang memblok reseptor
adrenergik dapat menimbulkan upregulation, dan withdrawal dari agen
tersebut dapat menimbulkan kondisi hipersensitif terhadap rangsangan
simpatis secara temporer. Sebagai contohnya klonidin yang berperan sebagai
agen antihipertensi yang secara sentral bekerja sebagai agonis reseptor 2

yang menghambat keluaran simpatis. Rebound hypertension dapat terjadi jika


menghentikan pemakaian klonidin secara tiba-tiba; mungkin sebagai
konsekuensi upregulation reseptor 1.
Beberapa refleks memodulasi tekanan darah pada basis menit ke
menit.Satu barorefleks arteri diperantarai akhir saraf sensori yang sensitif
terhadap peregangan yang berlokasi pada sinus karotis dan arkus
aorta.Perangsangan
menurunkan

denyut

barorefleks
jantung.Ini

ini

menurunkan

adalah

tekanan

mekanisme

darah

primer

dan

sebagai

penyeimbang cepat pada fluktuasi akut tekanan darah arteri yang dapat terjadi
pada perubahan postural, stres fisik atau fisiologi, dan perubahan pada volume
darah.Namun, aktivitas barorefleks dapat menurun atau beradaptasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi yang mana baroreseptor direset ke
tekanan yang lebih tinggi.Pasien dengan neuropati otonom dan fungi
barorefleks terganggu dapat mempunyai tekanan darah yang sangat labil
dengan episodik tekanan darah yang sulit dikontrol.Feokromositoma adalah
contoh untuk hipertensi karena peningkatan produksi katekolamin, dalam hal

13

ini oleh tumor.Tekanan darah dapat diturunkan dengan operasi pengangkatan


tumor atau terapi farmakologi dengan antagonis reseptor 1 atau dengan
inhibitor

tiroksin

hidroksilase,

salah

satu bagian

dalam biosintesis

katekolamin. Aktivitas simpatis yang meningkat dapat berkontribusi pada


bentuk lain hipertensi. Obat yang memblok sistem saraf simpatis adalah agen
antihipertensi poten, mengindikasikan bahwa sistem saraf simpatis bisa
dipengaruhi, meskipun bukan sebuah kausatuf, yang berperan dalam menjaga
tekanan darah arteri.

Renin-Angiotensin-Aldosteron
Sistem RAA berperan pada pengaturan tekanan darah arteri secara
primer lewat fungsi vasokonstriktor dari angiotensin II dan fungsi
mempertahankan natrium dari aldosteron.Renin adalah aspartyl protease yang
disintesis secara enzimatik dari prekursor inaktif, prorenin.Kebanyakan renin
pada sirkulasi disintesis pada segmen arteriola renal aferen ginjal (sel
jukstaglomerulus) yang berbatas tegas dengan glomerulus dan merupakan
kumpulan sel sensori yang terletak pada distal lengkung Henle.Prorenin dapat
disekresi secara langsung ke sirkulasi atau dapat diaktivasi di dalam sel
sekretori dan dilepaskan sebagai renin aktif. Meskipun plasma manusia
mengandung 2 sampai 5 kali lebih banyak prorenin dibanding renin, tidak ada
bukti klinis bahwa prorenin mempunyai aktivitas fisiologis pada sistem RAA
ini. Ada 3 stimuli primer disekresinya renin; (1) transpor NaCl yang menurun
pada bagian tebal dari lengkung Henle asendens (mekanisme makula densa),
(2) tekanan atau peregangan yang menurun pada arteriol eferen renal
(mekanisme baroreseptor), dan (3) stimulasi sistem saraf simpatis dari sel
yang mensekresi renin lewat adrenoreseptor 1.Sebaliknya, sekresi renin
dihambat oleh peningkatan transpor NaCl pada bagian tebal lengkung Henle,
dengan peregangan yang meningkat pada arteriol eferen renal, dan dengan
blokade reseptor 1.Sebagai tambahan, sekresi renin dapat dimodulasi dengan
sejumlah faktor humoral, termasuk angiotensin II. Angiotensin II secara
langsung menghambat sekresi renin karena reseptor angiotensin II tipe 1 pada

14

sel jukstraglomerulus, dan sekresi renin meningkat sebagai respon terhadap


blokade farmakologis entah itu reseptor ACE atau Angiotensin II.
Sekali dilepas ke dalam sirkulasi, renin membelah menjadi
angiotensinogen, untuk membentuk dekapeptida, angiotensin I. converting
enzyme, yang terutama berlokasi-tetapi tidak selalu-di sirkulasi pulmonal,
mengubah angiotensin I menjadi oktapeptida aktif, angiotensin II, dengan
melepas dipeptida C-terminal histydil-leucine. Converting enzyme yang sama
membelah sejumlah peptida lain, termasuk bradikinin, dan dengan itu
menginaktivasi vasodilator bradikinin. Beraksi terutama lewat reseptor
angiotensin II tipe 1 (AT1) yang terletak pada membran sel, angiotensin II
merupakan substansi presor poten, dan merupakan faktor tropik primer
disekreksinya aldosteron oleh zona glomerulosa kelenjar adrenal, dan mitogen
poten yang menstimulasi pertumbuhan sel otot polos dan miosit. Terlepas dari
efek

hemodinamiknya,

aterosklerosis

lewat

angiotensin

aksi

seluler

II

berperan

langsung

pada

dalam
dinding

patogenesis
pembuluh

darah.Reseptor angiotensin II tipe 2 (AT2)tersebar luas di ginjal dan


mempunyai efek fungsional berlawanan dengan reseptor AT1.Reseptor AT2
menginduksi vasodilatasi, ekskresi natrium, dan menghambat pertumbuhan sel
dan pembentukan matriks.Bukti percobaan memperkirakan reseptor AT2
meningkatkan remodeling pembuluh darah lewat stimulasi apoptosis sel otot
polos dan berkontribusi pada regulasi laju filtrasi glomerulus.Blokade reseptor
AT1 menginduksi peningkatan aktivitas AT2.(Gambar 1)

15

Gambar 1.Sistem renin-angiotensin-aldosteron

Angiotensin II adalah faktor tropik primer yang mengatur sintesis


sekresi aldosteron oleh zona glomerulosa korteks kelenjar adrenal. Sintesis
aldosteron juga tergantung pada kalium, dan sekresi aldosteron dapat menurun
pada orang dengan kadar kalium yang rendah. Meskipun peningkatan akut
level ACTH juga meningkatkan sekresi aldosteron, ACTH bukan merupakan
faktor tropik penting pada regulasi kronik aldosteron.
Aldosteron merupakan mineralokortikoid penting yang meningkatkan
reabsorbsi natrium lewat amiloride-sensitive epithelial sodium channels
(ENaC) pada permukaan apikal sel prinsipal pada duktus pengumpul korteks
ginjal.Sekresi aldosteron yang tinggi dapat menyebabkan hipokalemia dan
alkalosis.Karena pengurangan kalium dapat menghambat sintesis aldosteron,
secara klinis hipokalemia harus dikoreksi sebelum menilai pasien dengan
hiperaldosteronisme.

16

Reseptor mineralocorticoid juga terdapat di kolon, kelenjar saliva, dan


kelenjar keringat.Kortisol juga berikatan pada reseptor itu tetapi secara normal
fungsinya sebagai mineralokortikoid kurang poten dibanding aldosteron
karena kortisol dirubah menjadi kortison oleh enzim 11 - hydroxysteroid
dehydrogenase tipe 2.Kortison tidak mempunyai afinitas pada reseptor
mineralokortikoid.Hiperaldosteronisme primer merupakan contoh hipertensi
yang dimediasi mineralokortikoid.Pada penyakit ini, sintesis dan pelepasan
aldosteron adrenal tidak bergantung pada renin-angiotensin, dan pelepasan
renin ditekan oleh adanya ekspansi volume.
Aldosteron juga mempunyai efek pada target nonepitel.Mempunyai
efek pada tekanan darah, aldosteron juga berperan pada hipertrofi jantung dan
CHF.Aldosteron bekerja lewat reseptor mineralokortikoid yang terdapat pada
miokardium untuk meningkatkan matriks ekstraseluler dan deposisi kolagen.
Pada pasien dengan CHF, spironolakton (antagonis aldosteron) dosis rendah,
menurunkan resiko gagal jantung progresif dan kematian mendadak . Pada
ginjal, pasien dengan hiperaldosteron primer, level aldosteron bersirkulasi
yang tinggi dapat menyebabkan hiperfiltrasi glomerulus dan albuminuria. Efek
renal ini reversibel setelah efek aldosteron hilang dengan adrenalektomi atau
spironolakton.
Aktivitas aksis RAA yang meningkat tidak selalu berhubungan dengan
hipertensi.Dalam respon terhadap diet rendah NaCl atau untuk kontraksi
volume, tekanan arteri dan homeostasis volume dapat dijaga oleh aktivitas
aksis RAA yang meningkat.Aldosteronisme sekunder (misalnya karena
peningkatan renin-angiotensin), tetapi tidak hipertensi, selalu diamati pada
stadium edema seperti pada CHF atau penyakit hati.
Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau
yang disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan
aliran sirkulasi darah pada ginjal, maka ginjal akan banyak mensekresikan
sejumlah besar renin. Renin adalah enzim dengan protein kecil yang
dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah.Pengeluaran
renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui 1adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan
17

tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke
tubulus distal.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu
angiotensinogen untuk melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat
vasokonstriktor yang ringan, selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh
suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh
paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II
adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang
juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya
selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh
berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut
angiotensinase Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II
mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri.
Pengaruh

yang

pertama,

yaitu

vasokontriksi,

timbul

dengan

cepat.Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah


pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer,
akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena
juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga
membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan.
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri
adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air.
Ketika tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadangkadang sebagai akibat dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali
reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut angiotensinogen
menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai
hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa
cara.Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara
menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk
kapiler ginjal.Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk
menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam
dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan
volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah
perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang

18

membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula


distal nefron, yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak
ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal
tersebut akanmemperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang
kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari.
Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan
ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang
akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.

Mekanisme pembuluh darah


Diameter pembuluh darah dan resistensi arteri juga merupakan penentu
penting tekanan darah arteri. Resistensi berbanding terbalik dengan ukuran
lumen pembuluh darah. Pada pasien hipertensi, perubahan struktur, mekanik,
atau fungsi dapat menurunkan diameter lumen dari arteri kecil dan arteriola.
Remodeling mengacu pada perubahan geometri pada dinding pembuluh darah
tanpa perubahan volume pembuluh darah. Remodeling pembuluh darah yang
hipertrofi (jumlah sel meningkat, ukuran sel meningkat, dan peningkatan
deposisi matriks interseluler) atau eutrofik ( tidak ada perubahan pada jumlah
material dinding pembuluh darah) menghasilkan ukuran lumen yang kecil dan
berkontribusi dalam meningkatkan resistensi pembuluh darah. Apoptosis,
inflamasi derajat ringan, dan fibrosis pembuluh darah juga berkontribusi
dalam remodeling. Diamater lumen juga berhubungan dengan elastisitas
pembuluh darah.

Pembuluh darah dengan elastisitas yang tinggi dapat

mengakomodasi penigkatan volume dengan perubahan kecil pada tekanan,


sedangkan sistem pembuluh darah yang semi-rigid, sedikit peningkatan pada
volume menginduksi peningkatan tekanan.
Pasien

hipertensi

mempunyai

arteri

lebih

kaku,

dan pasien

arterisklerotik dapat mempunyai tekanan darah sitolik yang tinggi dan tekanan
nadi yang tinggi sebagai konsekunesi komplians pembuluh darah yang
menurun karena perubahan struktur pada dinding pembuluh darah. Bukti

19

terbaru mengindikasikan bahwa kekakuan arteri mempunyai nilai prediktif


independen terhadap kejadian kardiovaskuler.
Fungsi endotel pembuluh darah juga memodulasi tonus pembuluh
darah. Endotel vaskuler mensintesis dan melepaskan substansi vasoaktif,
termasuk nitrit oksida. sebuah vasodilator poten. Vasodilatasi yang bergantung
endotel terganggu pada pasien hipertensi. Gangguan ini juga dinilai dengan
USG resolusi tinggi sebagai flow-mediated vasodilation dari arteri brakial.
Saat ini, diketahui jika hipertensi yang berhubungan dengan
keabnormalitasan vaskuler dalam transpor ion dan fungsi endotel merupakan
perubahan primer atau sekunder sebagai konsekuensi dari tekanan darah arteri
yang meningkat. Bukti terbatas mengatakan komplians vaskuler dan
vasodilatasi yang bergantung pada endotel dapat diperbaiki dengan latihan
aerobik, penurunan berat badan, dan agen antihipertensi.

2.1.7 Patofisiologi
Hipertensi primer
Beberapa teori patogenesis hipertensi primer meliputi :
Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik
Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
Retensi Na dan air oleh ginjal
Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal
dan pembuluh darah
Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel
Sebabsebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum
diketahui. Namun sebagian besar disebabkan oleh resistensi yang semakin
tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada arteri arteri yang kecil
yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau arterioles), hal ini seringkali
berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang olahraga, asupan
garam berlebih, bertambahnya usia, dll.

20

Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik
yangmeningkatkan tahanan pembuluh darah perifer atau cardiac output,
contohnyaadalah renal vaskular atau parenchymal disease, adrenocortical
tumor,feokromositoma dan obat-obatan. Bila penyebabnya diketahui dan
dapatdisembuhkan sebelum terjadi perubahan struktural yang menetap,
tekanan darahdapat kembali normal.

2.1.8 Manifestasi Klinis


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi.Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:

Sakit kepala

Kelelahan

Mual-muntah

Sesak napas

Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada


otak, mata, jantung, dan ginjal

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan


bahkan

koma

karena

terjadi

pembengkakan

otakdisebut

ensefalopati

hipertensifyang memerlukan penanganan segera


Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan
diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan

21

kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan
ginjal, di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah
umumnya.
2.1.9 Diagnosis
1. Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi
meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder

Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian


oba-obatan analgesic dan obat/ bahan lain.

Episode

berkeringat,

sakit

kepala,

kecemasan

palpitasi

(feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien
atau keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus,
kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ

Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,


transient ischemic attacks, defisit neurologis

Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki

Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria

e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya


2. Pemeriksaan Fisik
a. Memeriksa tekanan darah

Pengukuran rutin di kamar periksa


-

Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit,


kaki di lantai dan lengan setinggi jantung

Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa:


panjang 12-13, lebar 35 cm)

Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat


diatas arteri brachialis)

22

Lakukan

penngukuran

sistolik

dan

diastolic

dengan

menggunakan suara Korotkoff fase I dan V


-

Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh


diulang kalau pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu
jauh.

Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)


-

Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic

Hipertensi office atau white coat

Hipertensi sekunder

Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi

Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan


antihipertensi

Pengukuran sendiri oleh pasien


b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan
hipertensi sekunder
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)

Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula

Profil lipid (total kolesterol(kolesterol total serum, HDL serum, LDL


serum, trigliserida serum)

Elektrolit (kalium)

Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)

Asam urat (serum)

Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)

Elektrokardiografi (EKG)

Beberapa anjurantest lainnya seperti:

Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya


LVH

Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin

Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)

Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal

23

Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak

Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata

Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin

Foto thorax.

Gambaran kardiomegali dengan hipertensi pulmonal

2.1.10 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:
1. Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg
2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler
3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria
Algoritma tata laksana hipertensi
1. Terapi inisial
Berdasarkan JNC VIII tahun 2014, pada populasi dewasa berumur 18
tahun dengan hipertensi hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan
modifikasi gaya hidup, menentukan target terapi untuk tekanan darah, dan
memulai inisiasi obat-obatan antihipertensi. Terapi inisial untuk populasi ras di
luar negro (non-black), termasuk penderita diabetes mellitus pilihan jenis
antihipertensi yang direkomendasikan adalah ACE inhibitor (ACEI),
angiotensin receptor blocker (ARB), thiazide diuretic, calcium channel
blocker (CCB).
Strategi pemberian terapi inisial dapat melalui 3 pendekatan.
Pendekatan pertama mulai dengan 1 obat diantara pilihan terapi inisial

24

dievaluasi dalam 1 bulan pertama jika belum mencapai target dapat dititrasi
hingga dosis maksimum, sebelum kemudian menambah obat kedua dari
pilihan kelas antihipertensi yang berbeda sesuai rekomendasi. Pendekatan
kedua dimulai dengan pemberian 1 obat kemudian ditambah obat kedua
sebelum obat pertama mencapai dosis maksimum. Pendekatan ketiga yaitu
terapi kombinasi (dengan 2 obat secara bersamaan, dapat dalam sediaan
terpisah atau sediaan kombinasi) hanya direkomendasikan jika tekanan darah
sistol >20mmHg atau diastol >10 mmHg di atas target tekanan darah terapi.
Pemantauan tekanan darah dan penyesuaian dosis terapi harus dilakukan
secara baik selama pengobatan hingga mencapai target tekanan darah terapi.
ACEI dan ARB jangan digunakan pada pasien yang sama. Jika dengan 2 obat
target belum tercapai dapat ditambah obat ketiga dari pilihan terapi inisial.
Jika target tekanan darah belum tercapai dengan 3 obat sehingga memerlukan
lebih dari 3 obat antihipertensi maupun ada kontraindikasi dari penggunaan
antihipertensi dari pilihan terapi inisial, pilihan obat hipertensi kelas lain di
luar terapi inisial yang direkomendasikan dapat digunakan.(Gambar 2)

Gambar 2. Strategi penyesuaian dosis obat antihipertensi

2. Modifikasi Gaya Hidup


Selain obat-obatan, modifikasi gaya hidup sangat penting dalam
manajemen hipertensi dan direkomendasikan untuk diimplementasikan
bersaamaan dengan berlangsungnya terapi farmakologi untuk mencapai target
tekanan darah terapi. Modifikasi gaya hidup yang direkomendasikan adalah
penghentian/pengurangan merokok, menurunkan berat badan jika overweight,
pengontrolan terhadap gula darah dan kadar lipid tubuh, pengaturan diet
25

termasuk diet Dietary Approaches to Stop Hypertension(DASH), mengurangi


konsumsi alkohol, mengurangi asupan sodium, dan melakukan aktivitas fisik.
Penurunan berat badan pada individu overweight dan menjaga berat
badan ideal dapat menurunkan atau mencegah hipertensi. Diet DASH terdiri
dari diet yang kaya akan sayur-sayuran, buah-buahan, dairy product rendah
lemak, rendah lemak jenuh, dan total kolesterol. Diet DASH kaya akan
potassium dan kalsium. Asupan diet rendah sodium < 2,4 g/hari. Mengurangi
konsumsi alkohol maksimal 30 ml per hari direkomendasikan. Modifikasi
gaya hidup dapat membantu menurunkan tekanan darah, mencegah/menunda
insiden

hipertensi,

menigkatkan

efektivitas

obat

antihipertensi,

dan

mengurangi resiko penyakit kardiovaskular. (Gambar 3)

Gambar 3. Modifikasi gaya hidup (JNC 7)

26

Gambar 4. Algoritma tata laksana hipertensi (JNC 8)

27

Hipertensi dengan comorbiditas (compelling indications)


Hipertensi seringkali dibarengi oleh penyakit lain yang dapat merupakan
sequale sendiri dari keadaan hipertensi. Adanya penyakit-penyakit lain membuat
pilihan terapi dengan obat antihipertensi yang khusus. Penyakit-penyakit yang
lain tersebut antara lain gagal jantung, risiko tinggi penyakit jantung koroner, post
miokard infark, diabetes, penyakit ginjal kronik, dan stroke berulang. Pilihan
kombinasi obat antihipertensi yang dapat digunakan dijelaskan pada (Gambar 4).
Untuk pilihan beta bloker yang aman pada pasien dengan penyakit penyerta
PPOK, asma, diabetes, dan penyakit vaskular perifer: metoprolol, bisoprolol,
betaxolol, dan acebutolol.

Gambar 5. Pilihan obat antihipertensi dengan comorbiditas (compelling indications) JNC 7

Klasifikasi obat anti hipertensi


Diuretik
Diuretik thiazide menurunkan tekanan darah dengan menginhibisi
reabsorpsi natrium dan klorida terutama di tubulus distal.Obat ini juga
meningkatkan ekskresi kalium dan bikarbonat, serta menurunkan ekskresi
kalsium dan menyebabkan retensi asam urat.Penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan hiponatremia. Obat golongan diuretik thiazide antara lain:
hidroklorothiazide, chlortalidone, metolazone, dan indapamide. (Gambar 6,7)
Diuretik hemat kalium bekerja di tubulus distal terutama di duktus
kolektivus dari ginjal.Mekanisme kerja dengan mengganggu penyerapan natrium
dan mengurangi sekresi kalium.Diuretik hemat kalium ini memiliki efek diuretik
dan antihipertensif yang lemah jika digunakan sendiri.

Obat yang termasuk

antara lain: triamterene dan amiloride.

28

Loop diuretic bekerja di acending limb of loop Henle dengan menginhibisi


reabsorpsi natrium dan klorida. Obat ini terutama digunakan untuk mengontrol
retensi cairan. Loop diuretic terikat erat dengan protein sehingga ekskresi ke urin
terutama melalui sekresi tubulus proksimal. Obat ini sering digunakan untuk
pasien dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan gagal jantung. Loop diuretic
tidak terlalu efektif dalam menurunkan tekanan darah dibandingkan diuretik
thiazide, terutama jika diberikan sebagai monoterapi. Obat yang termasuk antara
lain: furosemide, torsemide, bumetanide.
ACE inhibitor
ACE inhibitor merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi,
penyakit ginjal kronik, dan proteinuria. ACE inhibitor bekerja dengan mensupresi
sistem RAA dengan mencegah konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Selain itu ACE inhibitor juga menginhibisi pemecahan bradikinin, sehingga
akumulasi bradikinin menyebabkan efek samping ACEI yaitu batuk dan
angioedema. ACEI dikontraindikasikan untuk ibu hamil karena dapat
menyebabkan kematian fetus. Obat yang termasuk antara lain: captopril,
fosinopril, ramipril, enalapril, lisinopril, quinapril.
Aldosteron Receptor Blocker (ARB)
ARB mensupresi sistem RAA juga dengan mencegah penempelan
angiotensin II ke reseptor angiotensin I (AT1 receptors), sehingga mengurangi
efek angiotensin II, yaitu vasokontriksi, retensi natrium, dan pelepasan
aldosteron.ARB dikontraiindikasikan untuk ibu hamil karena dapat menyebabkan
kematian fetus. Obat yang termasuk antara lain: losartan, valsartan, olmesartan,
eprosartan, azilsartan.
Beta bloker- beta 1 selektif
Beta bloker tidak direkomendasiakna sebagai agen lini pertama dalam
pengobatan hipertensi tetapi obat ini dapat digunakan pada pasien dengan
gangguan penyerta di jantung seperti gagal jantung, diabetes, dan infark
miokard.Beta bloker bekerja secara selektif pada reseptor beta 1 namun pada
dosis tinggi dapat menjadi nonselektif.Penggunaan harus diberikan secara hatihati

pada

penderita

asma

dan

PPOK

karena

dapat

menyebabkan
29

bronkospasm.Eksaserbasi angina dan infark miokard juga dilaporkan pada


pemberhentian beta bloker secara tiba-tiba, sehingga penghentian obat harus
dilakukan secara gradual minimal selama beberapa minggu. Obat yang termasuk
antara lain: atenolol, metoprolol, propanolol, bisoprolol, timolol.
Beta bloker Alpha Activity
Beta bloker seperti labetalol dan carvedilol memiliki efek vasodilatasi
peripheral dengan bekerja secara antagonis terhadap reseptor alfa 1 juga selain
bekerja di reseptor beta.
Vasodilator
Vasodilator menyebabkan relaksasi pembuluh darah (vasodilatasi) dan
melancarkan aliran darah sehingga mengurangi resistensi perifer dan tekanan
darah sistemik. Obat yang termasuk: hydralazine, minoxidil.
Calcium channel blocker (CCB)
CCB dapat diklasifikasikan menjadi golongan dihidropiridin dan nondihidropiridin. Golongan dihidropiridin terikat pada channel kalsium tipe L pada
otot polos pembuluh darah yang menyebabkan vasodilatasi dan penurunan
tekanan darah.Golongan obat ini efektif untuk ras non-negro. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: amlodipine, nifedipine, clevidipine, felodipine.
Golongan non-dihidropiridin berikatan degan channel kalsium tipe L yang
ada di nodus SA dan AV jantung. Obat ini efektif pada ras negro. Obat yang
termasuk: diltiazem, verapamil.
Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron berkompetisi pada situs reseptor aldosteron untuk
mengurangi tekanan darah dan reabsorpsi natrium. Obat yang termasuk:
eplerenone,

spironolactone.

Spironolactone

bekerja

pada

reseptor

mineralokortikoid dan memiliki efek samping hiperkalemia. Spironolactone pada


umumnya digunakan sebagai terapi kombinasi dengan agen lain jika agen
antihipertensif lain dinilai tidak adekuat atau tidak cocok untuk pasien.
Pengobatan spironolactone direkomendasikan untuk pengobatan hipertensi yang
resisten.
30

Alfa 2 agonis
Alfa 2 agonis bekerja secara sentral menstimulasi reseptor presinaps alfa 2
adrenergik di batang otak untuk mendepresi aktivitas saraf simpatik. Obat yang
termasuk antara lain: metildopa, clonidine, guanfacine.

Gambar 6. Pilihan obat antihipertensi

Tatalaksana krisis hipertensi


Target terapi inisial untuk hipertensi emergensi adalah penurunan tekanan
darah tidak lebih dari 25% dalam menit hingga 1 jam, dan jika stabil, target
160/100-110 pada 2-6 jam berikutnya. Penurunan secara banyak dan cepat
tekanan darah dapat menyebabkan gangguan perfusi ke otak, ginjal, dan
menyebabkan ischemic koroner harus dihindari.Oleh karena alasan tersebut, obat
antihipertensi kerja cepat seperti nifedipine tidak dianjurkan lagi untuk
digunakan. Jika pasien stabil penurunan tekanan darah secara bertahap dapat
dilakukan secara perlahan selama 24-48 jam berikutnya. Pengecualian untuk
pasien dengan gejala stroke maupun diseksi aorta, penurunan tekanan darah harus
dilakukan secara agresif hingga sistol <100 mmHg sehingga terapi dengan agen
trombolitik dapat digunakan. Pada hipertensi emergensi agen parenteral menjadi
pilihan.
Pada hipertensi urgensi, loading dose oral maupun parenteral obat
antihipertensi dan penurunan tekanan darah secara cepat tidak dianjurkan pada

31

pasien yang stabil secara klinis. Resiko kumulatif dari obat dapat menyebabkan
hipotensi saat itu juga dan terkandang beberapa hari setelah dipulangkan dari
instalasi gawat darurat.

32

33

Gambar 8. Obat antihipertensi parenteral untuk hipertensi emergensi

Penanggulangan Hipertensi pada Usia Lanjut


Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia diatas
65 tahun didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan
stroke juga tinggi, keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu,
penanggulangan hipertensi amat penting dalam mengurangi morbiditas dan
mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.
Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik
terisolasi(isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan
darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolik. Selisih dari tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik disebut sebagai tekanan nadi (pulse
pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas yang
uruk.Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan
arteri atau berkurangnya elastisitas aorta.
Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah
terbukti dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan
dimulai bila :
-TD sistolik 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik.
-TD sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko
lainnya.
Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi
organ, kekauan arteri, penurunan fungsi baroreseptor dan respons simpatik,
serta autoregulasi serebral, pengobatan harus secara bertahap dan hati-hati
(start slow, go slow) hindarkan emakaian obat yang dapat menimbulkan
hipotensi ortostatik.
Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia
lanjut dimulai dengan perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk
menghindari makanan yang diawetkan dan penurunan berat pada obesitas,
terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian obat dilakukan
apabila penurunan tidak mencapai target.Kejadian komplikasi hipotensi
ortostatik sering terjadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan
mengenai kemungkinan adanya hal ini sebelum obat ini.

34

Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan
pada usia yang lebih muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan,
maka dosis awal dianjurkan separuh dosis biasa, kemudian dapat dinaikkan
secara

bertahap,

sesuai

dengan

respons

pengobatan

dengan

mempertimbangkan kemungkian efek samping obat.Obat-obat yang biasa


dipakai meliputi diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi
terjadinya penyakit jantung kongestif.Keuntungannya murah dan dapat
mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti golongan ACEI, CCB
kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat dipergunakan. Kombinasi 2 atau
lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan yang optimal.
Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama
kejadian hipotensi ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan
sampai < 140 mmHg. Target untuk tekanan darah diastolik sekitar 85-90
mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai tekanan darah diastolik 65
mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian stroke. Oleh
karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.
Penanggulangan Hipertensi pada Diabetes
Indikasi pengobatan :
Bila tekanan darah sistolik 130 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik 180
mmHg.
Sasaran (target penurunan) tekanan darah :
- Tekanan darah < 130/80 mmHg.
- Bila disertai proteinuria 1g/24 jam : 125/75 mmHg.
Pengelolaan :
-Non Farmakologis :
Perubahan

gaya

hidup,

antara

lain

menurunkan

berat

badan,

meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta


mengurangi konsumsi garam.
- Farmakologis :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi :
Pengaruh terhadap profil lipid
Pengaruh terhadap metabolisme glukosa

35

Pengaruh terhadap resistensi insulin


Pengaruh terhadap huipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan :
*ACEI
*ARB
*Beta-bloker
*Diuretik dosis rendah
*Alfa bloker
*CCB golongan non-dihidropiridin
Pada diabetes dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan
darah diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup
sampai 3 bulan. Bial gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.
Diabetes dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 90 mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi
farmakologis secara langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
Catatan :
-ACEI,ARB, dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria.
-ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
-Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, TIDAK terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
-Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
-Bila

tekanan

darah

terkendali,

setelah

satu

tahun

dapat

dicoba

menurunkandosis secara bertahap.


-Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
2.1.12 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
a. Otak

: Stroke

b. Jantung

:Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung

c. Mata

: Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)

36

d. Paru-paru

: Edema paru

e. Ginjal

: Penyakit ginjal kronik

f. Sistemik

:Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri

perifer
2.1.13 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi
serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.

2.2 Gizi Berhubungan Hipertensi


2.2.1 Faktor Tingkat Konsumsi Karbohidrat dan Lemak pada Hipertensi
Sebagaimana dijelaskan bahwa faktor penyebab utama terjadinya hipertensi
adalahasteroklerosis yang didasari dengan konsumsi lemak berlebih, oleh karena
untuk mencegah timbulnya hipertensi adalah mengurangi konsumsi lemak yang
berlebih disamping pemberian obat-obatan bilamana diperlukan. Pembatasan
konsumsi lemak sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi muncul, terutama
pada orang-orang yang mempunyai riwayat keturunan hipertensi dan pada orang
menjelang usia lanjut. Sebaiknya mulai umur 40 tahun pada wanita agar lebih
berhati-hati dalam mengkonsumsi lemak pada usia mendekati menopause. Prinsip
utama dalam melakukan pola makan sehat adalah gizi seimbang, dimana
mengkonsumsi beragam makanan yang seimbang dari kuantitas dan kualitas.
Karbohidrat

berfungsi

sebagai

sumber

energi,

bahan

pembentuk

berbagaisenyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme normal


lemak,

menghemat

protein,

meningkatkan

pertumbuhan

bakteri

usus,

mempertahankan gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral dan vitamin


(Baliwati, et al., 2004). Hiperlipidemia adalah keadaan meningkatnya kadar lipid
darah dalam lipoprotein (kolesterol dan trigliserida). Hal ini berkaitan dengan intake
lemak dan karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dalam tubuh. Keadaan tersebut
akan menimbulkan resiko terjadinyaartherosklerosis. Metabolisme karbohidrat
menyebabkan terjadinya hiperlipidemia adalah mulai dari pencernaan karbohidrat di
dalam usus halus berubah menjadi monosakarida galaktosa dan fruktosa di dalam hati

37

kemudian dipecah menjadi glikogen dalam hati dan otot. Kemudian glikogen dipecah
menjadi glukosa dirubah dalam bentuk piruvat dipecah menjadi asetil KoA sehingga
akhirnya terbentuk karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidakdiperlukan, asetil
KoA tidak memasuki siklus TCA tetapi digunakan untukmembentuk asam lemak,
melakukan esterifikasi dengan gliserol (diproduksi
dalam glikolisis) dan menghasilkan trigliserida. Pembuluh darah koroner yang
menderita artherosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan
sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang nantinya akan
memicu terjadinya hipertensi (Hull, 2001).
2.2.2 Faktor Konsumsi Serat
Serat dapat dibedakan atas serat kasar (crude fiber) dan serat makanan(dietary
fiber). Serat makanan adalah komponen makanan yang berasal daritanaman yang
tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Serat makanan total terdiri dari
komponen serat makanan yang larut (misalnya: pektin, gum) dan yang tidak dapat
larut dalam air (misalnya selulosa, hemiselulosa,
lignin). Kadar serat makanan berkisar 2-3 kali serat kasar. Serat bukanlah zat yang
dapat diserap oleh usus. Namun peranannya sangat penting karena pada penderita
gizi lebih dapat mencegah atau mengurangi resiko penyakit degeneratif. Serat larut
lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu LDL dan meningkatkan kadar
HDL (Baliwati, et al., 2004). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kerusakan
pembuluh darah bisa dicegah denganmengkonsumsi serat. Serat pangan dapat
membantu meningkatkan pengeluarankolesterol melalui feces dengan jalan
meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus kecil. Selain itu, konsumsi
serat sayuran dan buah akan mempercepat rasa kenyang. Keadaan ini
menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas, dan
akhirnya akan menurunkan risiko hipertensi. Dalam sebuah penelitian Harvard
terhadap lebih dari 40.000 laki-laki, para peneliti menemukan bahwa asupan serat
tinggi berpengaruh terhadap penurunan sekitar 40% risiko penyakit jantung koroner,
dibandingkan dengan asupan rendah serat. Studi lain pada lebih dari 31.000 orang
menemukan bahwa terjadi penurunan risiko penyakit jantung koroner nonfatal
sebesar 44% dan mengurangi resiko penyakit jantung koroner fatal sebesar 11% bagi
mereka yang makan roti gandum dibandingkan dengan mereka yang makan roti

38

putih. Salah satu perubahan kecil dalam diet mereka memberikan efek perlindungan
yang bisa menyelamatkan nyawa mereka.
2.2.3 Faktor Asupan Garam
Natrium atau disebut juga sodium mengatur keseimbangan air di dalamsistem
pembuluh darah. Sebagian natrium dalam diet datang dari makanan dalam bentuk
garam dapur, MSG (Mono Sodium Glutamate), soda pembuat roti. Mengkonsumsi
garam dapat meningkatkan volume darah di dalam tubuh, yang berarti jantung harus
memompa lebih giat sehingga tekanan darah naik. Kenaikan ini berakibat pada ginjal
yang harus menyaring lebih banyak garam dapur dan air. Karena masukan (input)
harus sama dengan pengeluaran (Output).
2.2.4 Penatalaksanaan Diet Bagi Penderita Hipertensi
Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi selain pemberian obatobatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup. Tujuan dari
penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan
mempertahankan tekanan darah menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan
untuk menurunkan faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya
kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah. Harus diperhatikan pula
penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung, ginjal dan
diabetes mellitus.Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi
untukmenghindari dan membatasi makanan yang dpat meningkatkan kadar
kolesteroldarah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak
mengalamistroke atau infark jantung.Makanan yang harus dihindari atau
dibatasi adalah:
1) Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru,
minyak kelapa,gajih).
2) Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,
craker,keripik dan makanan kering yang asin).
3) Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran
serta buahbuahandalam kaleng, soft drink).
39

4) Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan


asin,pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5) Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber
proteinhewani

yang

tinggi

kolesterol

seperti

daging

merah

(sapi/kambing), kuning telur,kulit ayam).


6) Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal,
taucoserta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.
7) Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
b. Batasi penggunaan garam
Garam disini adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir semua
bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu
sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu,
dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari - sendok teh/hari atau
dapat menggunakan garam lain diluar natrium
Cara mengatur diet untuk penderita hipertensi adalah dengan
memperbaiki rasatawar dengan menambah gula merah/putih, bawang
(merah/putih), jahe, kencur dan bumbu lain yang tidak asin atau mengandung
sedikit garam natrium. Makanan dapat ditumis untuk memperbaiki rasa.
Dianjurkan untuk selalu menggunakan garam beryodium dan penggunaan
garam jangan lebih dari 1 sendok teh per hari. Meningkatkan pemasukan
kalium (4,5 gram atau 120 175 mEq/hari) dapat memberikan efek
penurunan tekanan darah yang ringan. Selain itu, pemberian kalium juga
membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat dan rendah natrium.
Pada umumnya dapat dipakai ukuran sedang (50 gram) dari apel (159 mg
kalium), jeruk (250 mg kalium), tomat (366 mg kalium), pisang (451 mg
kalium) kentang panggang (503 mg kalium) dan susu skim 1 gelas (406 mg
kalium). Kecukupan kalsium penting untuk mencegah dan mengobati
hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah
natrium dapat memenuhi kebutuhan kalsium 250 mg/hari. Sedangkan
kebutuhan kalsium perhari rata-rata 808 mg.
c. Suplementasi Anti Oksidan
40

Walaupun suplementasi anti oksidan masih memerlukan penelitian lebih


lanjut,namun saat ini banyak sekali suplemen yang dijual dan dikonsumsi
oleh masyarakat. Sebagai tenaga medis harus berhati-hati memberikan
anjuran minuman suplemen agar tidak terjadi overdosis.
1) Vitamin dan penurunan homosistein :
Asam folat, vitamin B6, vitamin B 12 dan riboflavin merupakan kofaktor enzim yang essential untuk metabolisme homosis tein.
Berbagai

penelitian

menunjukkan

bahwa

peningkatan

kadar

homosistein dalam darah akan meningkatkan risiko penyakit arteri


koroner. Kadar asam folat yang rendah berkaitan dengan peningkatan
risiko penyakit koroner dan kadar vitamin yang rendah juga berkaitan
dengan

peningkatan

risiko

aterosklerosis,

walaupun

risiko

aterosklerosis yang berhubungan dengan rendahnya kadar vitamin B6


tidak berhubungan dengan konsentrasi homositein yang tinggi.
Sedangkan vitamin B12 tidak berhubungan dengan penyakit vaskuler.
2)

Kacang kedelai dan isoflavon :


Kedelai banyak mengandung fito estrogen yaitu isoflavon, yang
memiliki aktivitas estrogen lemah. Penelitian meta analisis pada tahun
1995 menyimpulkan bahwa isoflavon dari protein kedelai lebih
bermakna menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan
trigliserida, tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL. Sehingga
dianjurkan mengkonsumsi protein kedelai (20 50 gram/hari) dengan
modifikasi diet pada penderita dengan kadar kolesterol (total dan
LDL) yangtinggi. Tempe adalah hasil pengolahan kedelai yang
melalui proses fermentasi,dengan kandungan gizi lebih baik dari
kedelai. Sehingga tempe dianjurkan untukdi konsumsi oleh penderita
hipertensi sebagai sumber protein nabati.

41

REFERENSI
1

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI: Infodatin Hipertensi

2
3
4

Kemenkes RI. 2013.


Analisa awal SRS Batlingkes. 2014.
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
James PA, Ortiz E, et al. 2014 evidence-based guideline for the management
of high blood pressure in adults: (JNC8). 2014.

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al;National Heart, Lung, and Blood
Institute JointNational Committee on Prevention, Detection,Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure National High Blood Pressure Education
Program Coordinating Committee. The seventh report of theJoint National
Committee on Prevention,Detection, Evaluation, and Treatment of High
BloodPressure: the JNC 7 report.

Bruce S. Spironolactone for resistant hypertension. N Eng J Med. 2015. 1(3):


500-9.

42

Venkarta C, Rahmed M, et al. Beta blocker in hypertension. Am J Card. 2013.


45(4): 602-11.

Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, et al. 2013 ESH/ESC guidelines for the


management of arterial hypertension: the Task Force for the Management of
Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of
the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2013.

http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Gizi-Seimbang-UtkHipertensi.pdf

10 Wahyuni, A., 2003, Pelayanan Dokter Keluarga, Universitas Sumatera Utara.


11 Prasetyawati, E., 2011, Kedokteran Keluargadan Wawasannya, Universitas
Sebelas Maret.
12 Kurniawan, H., 2015, Dokter di Layanan Primer dengan Pendekatan
Kedokteran Keluarga dalam Sistem Pelayanan Kesehatan, Jurnal Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh, vol.2, pp. 114-119.

43

Anda mungkin juga menyukai