(N70N77)
A.
B.
C.
D.
paling
banyak
diparametrium
bagian
lateral
4. Perhatikan diet.
5. Bila pada hari ke 7 demam tidak turun, maka segera rujuk ke fasilitas yang lebih
memadai. (UTOMO, SUSILO, & INDRAWATI, 2015)
Pelvic Cellulitis
a. Definisi
Pelvic Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan
subkutan yang terjadi di daerah pelvis. Tempat yang paling sering adalah
ekstremitas, tetapi selulitis juga dapat terjadi di kulit kepala, kepala dan leher.
Organisme penyebab selulitis adalah stapilococus aureus, streptococcus grup A
dan streptococcus pneumoneae.
a. Etiologi
Penyebab selulitis paling
sering
pada
orang
dewasa
adalah
dermis
imunokompeten
melalui
perlu
ada
jalur
eksternal
kerusakan
maupun
barrier
kulit,
hematogen.
Pada
sedangkan
pada
b. Patologi
IB
ek
sr
J
nm
ar
SL
bk
ud
n
tk
i i
r
g
,
i
u
n
u u
a k
tl
,
l a
luka, sensitivitas dari swab menunjukkan resisten terhadap antibiotic empiris yang
awalnya digunakan.
6. Imaging
Berguna ketika terdapat kecurigaan yang mendasari abses terkait dengan selulitis, fascitis,
neurotic atau ketika diagnose selulitis masih ragu. (Adhiar Bagus Christianto, 2014).
2. N73.1 Chronic parametritis and pelvic cellulitis
Chronic parametritis
a. Definisi
Merupakan parametritis yang di derita oleh pasien sudah lama. Disebabkan
karena, tanda dan gejala, tidak dirasakan oleh pasien. Sehingga infeksi meradang di
tempat yang terinfeksi dan terjadi fibrosis pada parametrium.
Gambaran klinik menunjukkan bahwa penderita demam, menderita sakit perut
dibagian bawah dan di sebelah kanan atau kiri, dan di sebelah uterus terdapat odeman
dan hiperemi, dan dibawah kulit dan jaringan subkutan dapat diraba bagian dari tumor
yang akan ke luar serta kondisi untuk bedah kebidanan untuk protop harus dipatuhi.
(UTOMO et al., 2015)
Pada Chronic parametritis etiologi, patologi, terapi dan penunjang sama yang
membedakan hanya lama proses berlangsungnya penyakit.
3. N73. 2
Unspecified parametritis and pelvic cellulitis
a. Definisi
Merupakan penyakit parametritis dan pelvic cellulitis yang diklasifikasikan.
4. N73.3 Female acute pelvic peritonitis
a. Definisi
Peritonitis diartikan sebagai proses inflamasi atau proses peradangan peritoneum
termasuk sebagian atau seluruh organ di dalam rongga peritoneum. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovary yang terjadi secara akut. Kasus peritonitis akut yang tidak
tertangani dapat berakibat fatal. (Yanita Dikaningrum, 2014)
b. Etiologi
Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan
(viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus,
lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran
kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda
asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic
Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli).
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis),
ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks,
seperti Escherichia coli atau Bacteroides sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering
masuk dari luar. (Tri Mustikawati, 2012)
c. Patologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah(abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai
pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Bila bahan
yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar
akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya peritonitis
generalisata, aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik ; usus
kemudian menjadi meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
menyebabkan terjadiya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguuria, dan mungkin syok.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu pulihnya motilitas usus dan menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Jika
bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar akan menimbulkan peritonitis generalisata sehingga aktivitas peristaltic
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi,
gangguan sirkulasi, oliguria dan syok. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkunglengkung usus yang meregang dan dapat menimbulkan terjadinya obstruksi usus.
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga
abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma, atau perforasi
tumor. Terjadi proliferasi bacterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat
terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler, dan darah. Respon segera
dari saluran usus adalah hipomotilitas, diikuti oleh ileus paralitik, disertai akumulasi
udara dan cairan dalam usus (Tri Mustikawati, 2012)
d. Terapi dan penunjang
1. Test laboratorium
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto polos abdomen sangat membantu menegakkan diagnosis.
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
a. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior ( AP).
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksiAP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film
ukuran 35 x 43 cm.
Dapat terlihat: gambaran udara kabur dan tidak tersebar merata.
Penebalan dinding usus-usus. Perselubungan menyeluruh atau pun di bagianbagian tertentu. Gambaran garis permukaan cairan dalam usus (air-fluid levels)
atau dalam rongga peritoneal (intraperitoneal fluid level). Kalau terdapat
perforasi akan terlihat udara bebas di bawah diafragma. Gambaran foto seperti
tersebut di atas menggambarkan proses pengumpulan cairan intra abdomen
seperti tersebut di dalam uraian patofisiologi. (Yanita Dikaningrum, 2014)
5. N73. 4 Female chronic pelvic peritonitis
a.
Definsi
Peritonitis diartikan sebagai proses inflamasi atau proses peradangan peritoneum
termasuk sebagian atau seluruh organ di dalam rongga peritoneum. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovary yang terjadi secara kronis. (Yanita Dikaningrum, 2014).
Pada Female chronic pelvic peritonitis etiologi, patologi, terapi dan penunjang
sama yang membedakan hanya lama proses berlangsungnya penyakit.
dan menyebabkan Peritonitis. PID merupakan sebuah spektrum infeksi pada traktus
genitalia wanita yang termasuk di dalamnya endometritis, salpingitis, tuba-ovarian abses,
dan peritonitis. (Zahrotul Hasanah Harum, 2015)
9. N73. 9 Female pelvic inflammatory disease, unspecified
a. Definisi
Merupakan penyakit female pelvic inflammantory yang tidak terklasifikasikan
E. N74* Female Pelvic Inflammatory Disorder In Disease Classified Elsewhere
F. N75 Disease of Bartholins Gland
1. N75.0 Cyst of Bartholin's gland
a. Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah
kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar bartolin terjadi ketika kelenjar
ini tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka
panjang.(Anon n.d.)
b. Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat.
Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk
organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore
serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli.
Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran
Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus
dan pembentukan kista.
Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak
selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses
polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang
dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia
trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini
dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular
seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses
tersebut.(Anon n.d.)
c. Patologi
Kista yang ada kalanya ganda, dapat timbul di daerah sub klitoris atau periuretra atau di
daerah kelenjar bartholini vulva pada wanita segala umur. Lebih sering kista timbul
sebagai kelainan tunggal yang umumnya berkaitan dengan kelenjar bartholini. Kista
yang timbul dalam kelenjar bartholini atau saluran ekskresi, diameternya dapat sampai 5
cm dan sering sebagai akibat obstruksi salah satu saluran ekskresi utama, sehingga
mengakibatkan penimbunan sekret musin yang progresif.
Kista yang demikian dilapisi oleh epitel transisional atau epitel kubus dari saluran,
tetapi dapat berubah sangat pipih atau hampir hilang karena tekanan intrakista. Selain
menyebabkan rasa sakit setempat dan perasaan tidak nyaman, kista ini mudah
mengalami infeksi sekunder dan mudah menjadi suatu abses bartholini. Kista-kista di
tempat lain diduga timbul dari sisa embrional, pada umumnya kecil (berdiameter 1 s/d 2
cm) dan dilapisi oleh epitel silindris atau kubus musinosa atau epitel bersilia yang ada
kalanya mengalami perubahan metaplasi menjadi epitel skuamosa. Karena tidak
berhubungan dengan vestibulum vulva, kista-kista ini jarang terinfeksi.(Putri Rina
Wulandari Kinanti 2013)
d. Terapi dan penunjang
1. Konservati
Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu meringankan secara
sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar atau saluran
bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva engan air hangat beberapa
kali sehari. Berikan obat analgesik jika diperlukan. Setelah mengambil kultur,
pertimbangkan untuk memberikan antibiotik spekttrum luas yang efektif melawan
organisme yang tersering ditemukan pada infeksi ini seperti bakteri koliform, klamidia
dan gonokokus.
2. Marsupialisasi
Kadang merupakan terapi terpilih untuk pasien dibawah umur 40 tahun jika tidak di
indikasi eksisi kista. Selain itu marsupialisasi ditujukan untuk mencegah kekambuhan
dimasa mendatang.
a) Marsupialisasi kista Bartholini.(I)
Kelenjar Bartholini kanan sangat membesar dan kritik. Sulkus interlabianya hilang.
Suatu insisi dibuat pada sisi dalam labium minus di perbatasan sepertiga tengah dan
sepertiga posterior.
b) Marsupialisasi kista Bartholini (II)
Setelah kista dikosongkan, pelapisnya dijahit ke kulit labium minus dengan jahitan
terputus halus sepanjang pinggir luka. Sepotong kasa dimasukkan ke dalam ostium yang
baru dibentuk.
3. Mengeksisi Kista Bartholini
Pada saat ini jarang ada keperluan mengeksisi kista Bartholini kecuali jika diduga
karsinoma kelenjar Bartholini, eksisi bisa menjelaskan diagnosis histologi. Kulit labium
minus diinsisi dan tepi luka ditegangkan. Kemudian dinding kistanya dikeluarkan secara
tajam dengan skalpel.
4. Kateter Word
Kateter word biasanya digunakan untuk penanganan kista saluran bartolini dan abses.
Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi dan diameter no.10 french foley
catheter. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat menahan sekitar 3 ml larutan
salin atau garam. Setelah persiapan steril dan anestesi local, dinding kista atau abses
dijepit dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11 digunakan untuk membuat sayatan 5
mm (menusuk) kedalam kista atau abses. Sayatan harus berada dalam introitus
hymenalis eksternal terhadap daerah dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter
word akan jatuh keluar. Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung
balon di kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui pusat
kateter yang memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam rongga kista atau
abses. Ujung bebas kateter dapat di tempatkan dalam vagina. Untuk memungkinkan
ephitelialisasi dari pembedahan saluran di ciptakan, kateter word dibiarkan pada
tempatnya selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi dapat terjadi
segera setelah tiga sampai empat minggu. (Putri Rina Wulandari Kinanti 2013).
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi dari sekresi,
dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat
menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar BartholiIn sangat
sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi.
Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis.
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan
distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan
akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan
diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar,
kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari
infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin
umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif.
Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial.(Anon n.d.)
d. Terapi dan penunjang
1. Terapi
Terapi antibiotik spektrum luas diberikan apabila kista atau abses kelenjar bartholini
disertai dengan adanya selulitis. Biopsi eksisional dilakukan untuk pengangkatan
adenokarsinoma pada wanita menopause atau perimenopause yang irregular dan
massa kelenjar Bartholini yang nodular. Penatalaksanaan dari kista duktus bartholin
tergantung dari gejala pada pasien.Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses jarang
sembuh dengan sendirinya.(Nur Adilah binti Shaharuddin n.d.)
Penggunaan antibiotik:
a) Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari
hasil pewarnaan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin
b) Infeksi Neisseria gonorrhoe:
Ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal atau Ofloxacin 400 mg dosis tunggal atau
Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil) atau Cefritriaxon 200
mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)
c) Infeksi Chlamidia trachomatis:
Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po atau Doxycyclin 2 X100 mg/
hari selama 7 hari, po
d) Infeksi Escherichia coli:
Ciprofoxacin 500 mg oral dosis tunggal, atau Ofloxacin 400 mg oral dosis
tunggal atau Cefixime 400 mg dosis tunggal.
e) Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :
Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari, Ampisilin 250-500
mg/ dosis 4x/hari, atau Amoksisillin 250-500 mg/dosis 3x/hari po. (Nur
Adilah binti Shaharuddin n.d.)
2. Penunjang
a) Insisi dan drainase abses : Tindakan ini dilakukan bila terjadi simptomatik
Bartholin's gland abscesses dan jika sering terjadi rekurensi
b) Drainase definitif menggunakan word kateter: Word catheter biasanya digunakan
ada penyembuhan kista duktus bartholin dan abses bartholin.
c) Marsupialisasi: Digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi
hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara
saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word
kateter. Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi.(Nur Adilah binti
Shaharuddin n.d.)
3.
kelenjar
bartholin ,juga
dapat
menimbulkan
pembengkakan pada alat kelamin luar wanita, biasanya pembengkakan disertai rasa nyeri
hebat bahkan penderitanya sampai tidak bisa berjalan dan disertai demam dan berwarna
kemerahan. Suatu kista duktus bartolin terinfeksi yang disebabkan oleh infeksi gonokolus,
basil koliformis / organisme lainya.(Cindy Anggiri, Dewi Purwati 2012)
b. Etiologi
Etiologi dari bartholinitis adalah infeksi kuman pada kelenjar bartholin yang terletak pada
bagian dalam vagina agak keluar mulai dari chlamidia,gonore dsb. Infeksi ini kemudian
menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas vagina.
Etiologi akibat infeksi di bagi 2 yaitu:
1.
a)
b)
c)
d)
c. Patologi
Cairan memenuhi kantong kelenjar sehingga di sebut sebagai kista kuman dalam vagina
akhirnya menginfeksi kelenjar bartolin sehingga kelenjar bartolin menjadi tersumbat
terjadilah pembengkakan,jika tidak ada infeksi maka tidak akan ada keluhan.(Cindy
Anggiri, Dewi Purwati 2012)
d. Terapi dan penunjang
1. Terapi
a) Diberikan antibiotik yang sesuai (umumnya terhadap klamidia, gonokok,
bakteroides dan escherichia coli) bila belum terjadi abses. Jika sudah bernanah,
harus dikeluarkan dengan sayatan.
b) Jika terbentuk kista tidak besar dan tidak mengganggu, tidak perlu dilakukan apaapa. Pembedahan berupa ekstirpasi dapat dilakukan bila diperlukan. Yang
dianjurkan adalah marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti
penjahitan dinding kista yang terbuka pada kulit vula yang terbuka pada sayatan.
Tindakan ini terbukti tak berrisiko dan hasilnya memuaskan. Jika terdapat
hubungan keluar yang permanen, infeksi rekoren dapat dicegah
c) Kista yang kecil pada wanita hamil dibiarkan saja dan baru diangkat kira-kira 3
bulan setelah persalinan. Apabila kista sangat besar sehingga dikhawatirkan akan
pecah waktu persalinan, maka sebaiknya kista itu diangkat dalam keadaan tenang.
Sebelum lahirada kalanya kista yang sangat besar baru diketahui sewaktu wanita
sudah dalam persalinan dalam hal demikian dilakukan punksi dan cairan
dikeluarkan walaupun ini bukan terapi tahap.
d) Ada dua hal yang ibu perlu lakukan, pertama obati keputihan ibu dengan tuntas,
sebaiknya jangan ibu mengulang obat tanpa diperiksa kembali oleh dokter ibu,
dan jangan takut untuk menggunakan cairan antiseptik pembersih vagina, sebab
tidak akan mengakibatkan "kekeringan kandungan". Kedua, meski ibu amat
kangen pada suami, maupun sebaliknya, tetaplah lakukan dengan lembut agar
tidak sampai terjadi iritasi.
e) Bergaya hidup sehat
Untuk menghadang radang, berbagai cara bisa dilakukan. Salah satunya adalah
gaya hidup bersih dan sehat.(Cindy Anggiri, Dewi Purwati 2012)
G. N76 Other Inflammatory of Vagina and Vulva
H. N77* Vulvovaginal Ulceration and Inflammation in Diseases Calssified Elsewhere
1. B37.3+ N77.1* Vaginitis, Vulvitis and vulvovaginitis in candidiasis
a. Definisi
Kandidiasis vulvovaginitis ialah penyakit jamur candida yang mengenai mukosa
vagina dan vulva.Penyebabnya yang tersering biasanya adalah candida albicans.Gejala
klinis Kandidiasis Vulvovaginitis ialah gatal didaerah vulva, dan pada yang berat terdapat
rasa panas, dispaneuria.lesi eritema, hiperemis dilabia mayora, dan vagina 1/3 bawah
(sanjaya, dewa. darmada, IGK. Rusyati, n.d.)
b. Etiologi
Kandidiasis vulvovaginitis dapat terjadi apabila ada faktor predisposisi baik
eksogen maupun endogen.Faktor eksogen untuk timbulnya kandidiasis vulvovaginitis
adalah kegemukan, DM, kehamilan, dan Infeksi kronik dalam servik atau vagina.
Sedangkan faktor eksogennya iklim, panas dan kelembaban yang meningkat serta higyeni
yang buruk. (sanjaya, dewa. darmada, IGK. Rusyati, n.d.)
a. Patologi
Patogenesis kandidiasis vulvovaginitis dimulai dari adanya faktor predisposisi
memudahkan pseudohifa candida menempel pada sel epitel mukosa dan membentuk
kolonisasi. Kemudian candida akan mengeluarkan zat keratolitik (fosfolipase) yang
menghidrolisis fosfolopid membran sel epitel, sehingga mempermudah invasi jamur
kejaringan. Dalam jaringan candida akan mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang
akan menimbulkan raksi radang akut yang akan bermanifestasi sebagai daerah hiperemi
atau eritema pada mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang dikeluarkan candida
akan terus merusak epitel mukosa sehingga timbul ulkus-ulkus dangkal. Yang bertambah
berat dengan garukan sehingga timbul erosi. Sisa jaringan nekrotik, sel-sel epitel dan
jamur akan membentuk gumpalan bewarna putih diatas daerah yang eritema yang disebut
flour albus. (sanjaya, dewa. darmada, IGK. Rusyati, n.d.)
b. Pemeriksaan Penunjang
a) Pengecatan gram
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui apakah ada spora pada bagian
labia minora pasien yang dimana Candida albicans memperbanyak diri dengan
membentuk blastospora (budding cell). (sanjaya, dewa. darmada, IGK. Rusyati, n.d.)
c. Terapi
Terapinya adalah dengan memberikan obat topical dan sistemik. Obat topical yang
digunakan Ketokenazol 2% dioleskan pada bagian lesi di labia minora. Ketokenazol
cream ini digunakan untuk infeksi jamur di kulit tak berambut seperti dermatofita,
dengan dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi biasanya diberikan selama
2-4 minggu dan dioleskan 1-2 kali sehari.
Obat sistemik yang digunakan adalah flukonazol 1x150 mg (single dose)
,Flukonazol ini digunakan karena secara invitro flukonazol memperlihatkan aktivitas
fungistatik terhadap candida albican. (sanjaya, dewa. darmada, IGK. Rusyati, n.d.)
2. M35.2+ N77.8* Ulceration of Vulva in Behcets Disease
a. Definis.
Penyakit atau sindrom Behcet (Behcet,1937) adalah suatu penyakit sistemik dari
penyebab yang tidak bisa dipastikan yang ditandai oleh adanya iridosiklitis berulang
dengan hypopion, ulkus aphtosa dalam mulut dan genetalia, dan kulit, serta manifestasi
sistem syaraf pusat dan sendi tulang, kesemuanya ini dihubungkan dengan nekrosis
vaskulitis (Bietti, Bruna, 1966). (Decky, 2002)
d. Etiopatogenesis
Sindrom Behcet merupakan penyakit kronis, relaps, vaskulitis sistemik yang
tidak diketahui etiologinya,11 mekanisme imun (autoimun) dan faktor genetik (HLA-B5
dan HLA-DR5 alloantigen) dianggap memiliki peran. Beberapa studi menerangkan agen
infeksius, seperti HSV-1, dan Streptococcus sanguis sebagai faktor pencetus. (Tan,
Gunawan, & Reginata, 2016).
Studi-studi histocompability antigen menunjukkan bahwa HLA-B5 dikaitkan
dengan penyakit mata, HLA-B27 dengan arthritis, dan HLA-B12 dengan keterlibatan
mucokutaneus. Pada studi berikutnya, Ohno, Ohguchi, Hirose dkk. (1982) menemukan
kaitan erat dari HLA-Bw51 dengan penyakit Behcet.4,9,12. Dan para peneliti menduga
bahwa virus (HIV, herpes simplex, herpes zoster, sitomegalovirus) juga bertanggung
jawab penyebab tejadinya Penyakit Behcet.
Patologi berupa uveitis kronik nongranulomatosa dengan retina perivaskulitis
yang menyolok dan vasculitis, sering disertai hemorragik retina. Hypopion yang
mengandung
membran mukosa. Pada beberapa kasus, infark hemorragik pads retina syaraf optik
menyebabkan kebutaan. (Decky, 2002)
e. Ulcer pada Vulva sebagai manifestasi dari Penyakit Behcet
Pada wanita, lesi ditemukan di labia mayor, labia minor, vulva, perineum, dan
kulit perianal.behcet1 Gambarannya mirip dengan ulkus mukosa oral, hanya ulkusnya
lebih dalam
wanita ulkus lebih nyeri. Predileksi pada jaringan skrotum, sedang pada wanita didaerah
vulva. Dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening regional dan demam. Ulkus
genital dapat mengenai mukosa atau kulit dan cenderung menjadi lebih kecil dan kurang
f.
oral rekuren dengan 2 kriteria minor, antara lain ulkus genital rekuren, lesi pada mata, lesi
kulit, atau hasil tes patergi (uji hiperaktivitas kulit) positif
Pemeriksaan histopatologi pada lesi mukokutaneus sindrom Behcet menunjukkan
reaksi vaskuler neutrofilik dengan pembengkakan endotelial, ekstravasasi eritrosit dan
leukositoklasia, atau vaskulitis leukositoklasia dengan nekrosis fibrinoid dinding
vaskuler. Reaksi vaskuler neutrofilik dianggap temuan histopatologi utama. (Tan et al.,
2016)
g. Terapi
(Decky, 2002) Kortikosteroid telah digunakan secara luas digunakan secara
sistemik dan topikal dalam penanganan penyakit ini dengan bermacam cara tetapi hasil
yang didapat masih belum memuaskan.Banyak pasien berlanjut dengan keadaan yang
menurun pada pengobatan ini dengan tidak kembalinya fungsi pengelihatan pada kedua
matanya. Maka mungkin Penyakit Behcet adalah satu-satunya penyakit uvitis yang mana
untuk obat immunosupressan yang spesifik dalam hal ini adalah merupakan atau paling
tidak
sebagai
pengobatan
pilihan
(berdasarkan
beberapa
laporan).
Obat-obat
periokuler pada awal penyakit, dan sesekali dengan sistemik. Dianjurkan juga pemberian
prednisone 120 mg tiap pagi