Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kolam Retensi
Kolam retensi merupakan kolam/waduk penampungan air hujan dalam
jangka waktu tertentu, berfungsi untuk memotong puncak banjir yang terjadi
dalam badan air/sungai. Konsep dasar dari kolam retensi adalah menampung
volume air ketika debit maksimum di sungai datang, kemudian secara perlahanlahan mengalirkan ketika debit di sungai sudah kembali normal. Secara spesifik
kolam retensi akan memangkas besarnya puncak banjir yang ada di sungai,
sehingga potensi over topping yang mengakibatkan kegagalan tanggul dan luapan
sungai tereduksi.
Selain fungsi utamanya sebagai pengendali banjir, manfaat lain yang bisa
diperoleh dari kolam retensi antara lain sebagai sarana pariwisata air dan sebagai
konservasi air karena mampu meningkatkan cadangan air tanah setempat. Adapun
tipe kolam retensi antara lain :
a) Kolam retensi tipe di samping badan sungai
Kelengkapan sistem :
- Kolam retensi
- Pintu inlet
- Bangunan pelimpah samping
- Pintu outlet
- Jalan akses menuju kolam retensi
- Saringan sampah
Kesesuaian tipe :
- Dipakai apabila tersedia lahan yang cukup untuk kolam retensi
- Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
- Tidak mengganggu sistem aliran yang ada

Universitas Sumatera Utara

Pemeliharaan lebih mudah


Pelaksanaan lebih mudah

Gambar 2.1 Kolam retensi tipe di samping badan sungai


b) Kolam retensi tipe di dalam badan sungai
Kelengkapan sistem :
- Kolam retensi
- Tanggul keliling
- Pintu outlet
- Bendung
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
Kesesuaian tipe :
- Dipakai apabila lahan sulit didapat
- Kapasitas kolam retensi terbatas
- Mengganggu aliran yang ada dihulu
- Pelaksanaan lebih sulit
- Pemeliharaan lebih mahal
c) Kolam retensi tipe storage memanjang
Kelengkapan sistem :
- Saluran yang lebar dan dalam
- Cek dam/ bendung setempat
Kesesuaian tipe :
- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan tidak tersedia
- Kapasitasnya terbatas

Universitas Sumatera Utara

Mengganggu aliran yang ada


Pelaksanaan lebih sulit

Gambar 2.2 Kolam retensi tipe di dalam badan sungai

Gambar 2.3 Kolam retensi tipe storage memanjang

Universitas Sumatera Utara

2.2 Analisa Hidrologi


Untuk menyelesaikan permasalahan banjir pada pada saluran-saluran
(drainase) dibutuhkan analisa hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber
air yang akan dialirkan pada sistem saluran dan limpasan sebagai akibat tidak
mampunya saluran menampung air hujan tersebut. Desain hidrologi sangat
diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran.
2.2.1 Siklus Hidrologi

Gambar 2.4 Siklus Hidrologi


Sumber : Suripin (2004)
Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi. (Suripin, 2004). Pemanasan air samudera oleh sinar
matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara
kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk
hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada

Universitas Sumatera Utara

perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas


atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai
tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu
dalam tiga cara yang berbeda:
-

Evaporasi / transpirasi; Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di


tanaman, dan sebagainya kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan
kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan
menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam
bentuk hujan, salju dan es.

Infiltrasi/ perkolasi ke dalam tanah; Air bergerak ke dalam tanah melalui


celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau
horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali
sistem air permukaan.

Air Permukaan; Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau, makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir
maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah
permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke
laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen
siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Analisa Curah Hujan Rencana


Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi.
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis,
dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama
satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang
dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung
intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit
rencana.
Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan
yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi juga distribusi jam jaman
atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuen dalam pemilihan data, dan
dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur
otomatis.
2.2.3 Analisa Frekuensi Curah Hujan
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi
yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi. Berikut ini empat jenis
distribusi frekuensi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi:
-

Distribusi Normal
Distribusi Log Normal
Distribusi Log Person III
Distribusi Gumbel.

2.2.3.1 Distribusi Normal


Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.
Perhitungan curah hujan rencana menurut metode distribusi normal, mempunyai
persamaan sebagai berikut:

(2.1)

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
KT

XT X
S

(2.2)

Keterangan :
XT
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
tahunan.

= nilai rata-rata hitung variat,


S
= deviasi standar nilai variat,
KT
= faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
Untuk mempermudah perhitungan, nilai faktor frekuensi KT umumya
sudah tersedia dalam tabel, disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss
(Variable reduced Gauss), seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss
Periode ulang,T
No.
Peluang
(tahun)
1
1,001
0,999
2
1,005
0,995
3
1,010
0,990
4
1,050
0,950
5
1,110
0,900
6
1,250
0,800
7
1,330
0,750
8
1,430
0,700
9
1,670
0,600
10
2,000
0,500
11
2,500
0,400
12
3,330
0,300
13
4,000
0,250
14
5,000
0,200
15
10,000
0,100
16
20,000
0,050
17
50,000
0,020
18
100,000
0,010
19
200,000
0,005
20
500,000
0,002
21
1000,000
0,001
Sumber : Suripin (2004)

KT
-3,05
-2,58
-2,33
-1,64
-1,28
-0,84
-0,67
-0,52
-0,25
0
0,25
0,52
0,67
0,84
1,28
1,64
2,05
2,33
2,58
2,88
3,09

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.2 Distribusi Log Normal


Dalam distribusi Log Normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik
Y = log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X
dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Untuk distribusi Log Normal
perhitungan curah hujan rencana menggunakan persamaan berikut ini:

YT Y K T S

KT

(2.3)

YT Y
S

(2.4)

Keterangan :
YT
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan,

= nilai rata-rata hitung variat,


S
= deviasi standar nilai vatiat,dan
KT
= Faktor Frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe model matematik disrtibusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
2.2.3.3 Distribusi Log Pearson III
Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Log Pearson
III, mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut:
-

Ubah data dalam bentuk logaritmis, X = Log X

Hitung harga rata-rata:


n

log X
-

logX
i 1

(2.5)

Hitung harga simpangan baku :

Universitas Sumatera Utara

n
logX i log X
s i 1
n 1

0.5

(2.6)

Hitung koefisien kemencengan :

logX
n

i 1

log X

n 1n 2s 3

(2.7)

Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :
logX T log X K.s

(2.8)

Dimana K adalah variabel standar ( standardized variable) untuk X yang


besarnya tergantung koefisien kemencengan G. tabel 2.2 memperlihatkan harga k
untuk berbagai nilai kemencengan G.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Nilai K untuk distribusi Log-Person III


Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang)
1,0101
Koef,G

1,2500

10

25

50

100

Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)


99

3,0
-0,667
-0,714
2,8
-0,769
2,6
-0,832
2,4
-0,905
2,2
2,0
-0,990
-1,087
1,8
-1,197
1,6
-1,318
1,4
-1,449
1,2
1,0
-1,588
-1,733
0,8
-1,880
0,6
-2,029
0,4
-2,178
0,2
0,0
-2,326
-2,472
-0,2
-2,615
-0,4
-2,755
-0,6
-2,891
-0,8
-1,0
-3,022
-2,149
-1,2
-2,271
-1,4
-2,388
-1,6
-3,499
-1,8
-2,0
-3,605
-3,705
-2,2
-3,800
-2,4
-3,889
-2,6
-3,973
-2,8
-7,051
-3,0
Sumber : Suripin (2004)

80

50

20

10

-0,636
-0,666
-0,696
-0,725
-0,752
-0,777
-0,799
-0,817
-0,832
-0,844
-0,852
-0,856
-0,857
-0,855
-0,850
-0,842
-0,830
-0,816
-0,800
-0,780
-0,758
-0,732
-0,705
-0,675
-0,643
-0,609
-0,574
-0,537
-0,490
-0,469
-0,420

-0,396
-0,384
-0,368
-0,351
-0,330
-0,307
-0,282
-0,254
-0,225
-0,195
-0,164
-0,132
-0,099
-0,066
-0,033
0,000
0,033
0,066
0,099
0,132
0,164
0,195
0,225
0,254
0,282
0,307
0,330
0,351
0,368
0,384
0,396

0,420
0,460
0,499
0,537
0,574
0,609
0,643
0,675
0,705
0,732
0,758
0,780
0,800
0,816
0,830
0,842
0,850
0,855
0,857
0,856
0,852
0,844
0,832
0,817
0,799
0,777
0,752
0,725
0,696
0,666
0,636

1,180
1,210
1,238
1,262
1,284
1,302
1,318
1,329
1,337
1,340
1,340
1,336
1,328
1,317
1,301
1,282
1,258
1,231
1,200
1,166

2,278
2,275
2,267
2,256
2,240
2,219
2,193
2,163
2,128
2,087
2,043
1,993
1,939
1,880
1,818
1,751
1,680
1,606
1,528
1,448
1,366
1,282
1,198
1,116
1,035
0,959
0,888
0,823
0,764
0,712
0,666

3,152
3,114
3,071
3,023
2,970
2,192
2,848
2,780
2,706
2,626
2,542
2,453
2,359
2,261
2,159
2,051
1,945
1,834
1,720
1,606
1,492
1,379
1,270
1,166
1,069
0,980
0,900
0,830
0,768
0,714
0,666

4,051
3,973
2,889
3,800
3,705
3,605
3,499
3,388
3,271
3,149
3,022
2,891
2,755
2,615
2,472
2,326
2,178
2,029
1,880
1,733
1,588
1,449
1,318
1,197
1,087
0,990
0,905
0,832
0,769
0,714
0,667

1,128
1,086
1,041
0,994
0,945
0,895
0,844
0,795
0,747
0,702
0,660

Universitas Sumatera Utara

2.2.3.4 Distribusi Gumbel


Perhitungan

curah

hujan

rencana

menurut

Metode

Gumbel,

mempunyai perumusan sebagai berikut:

X X S.K

(2.9)

Keterangan :

= harga rata-rata sampel,


S
= standar deviasi (simpangan baku) sampel.
Nilai K (faktor probabilitas) untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat
dinyatakan dalam persamaan:
K

YTr Yn
Sn

(2.10)

Keterangan :
Yn
= reduced mean yang tergantung jumlah sample/ data n (Tabel 2.3)
Sn

= reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sample/

YTr

data n (Tabel 2.4)


= reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini.

T 1
YTr ln ln r

Tr

(2.11)

Tabel 2.5 memperlihatkan hubungan antara reduced variate dengan periode ulang.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Reduced Mean, Yn


N
0
1
2
10 0,4952 0,4996 0,5035
20 0,5236 0,5252 0,5268
30 0,5362 0,5371 0,5380
40 0,5436 0,5442 0,5448
50 0,5485 0,5489 0,5493
60 0,5521 0,5524 0,5527
70 0,5548 0,5550 0,5552
80 0,5569 0,5570 0,5572
90 0,5586 0,5587 0,5589
100 0,5600 0,5602 0,5603
Sumber : Suripin (2004)

3
0,5070
0,5283
0,5388
0,5453
0,5497
0,5530
0,5555
0,5574
0,5591
0,5604

4
0,5100
0,5296
0,8396
0,5458
0,5501
0,5533
0,5557
0,5576
0,5592
0,5606

5
0,5128
0,5309
0,5403
0,5463
0,5504
0,5535
0,5559
0,5578
0,5593
0,5607

6
0,5157
0,5320
0,5410
0,5468
0,5508
0,5538
0,5561
0,5580
0,5595
0,5608

7
0,5181
0,5332
0,5418
0,5473
0,5511
0,5540
0,5563
0,5581
0,5596
0,5609

8
0,5202
0,5343
0,5424
0,5477
0,5515
0,5543
0,5565
0,5583
0,5598
0,5610

9
0,5220
0,5353
0,5436
0,5481
0,5518
0,5545
0,5567
0,5585
0,5599
0,5611

8
1,0493
1,1047
1,1363
1,1574
1,1721
1,1834
1,1923
1,1994
1,2055
1,2093

9
1,0565
1,1080
1,1388
1,1590
1,1734
1,1844
1,1930
1,2001
1,2060
1,2096

Tabel 2.4 Reduced Standard Deviation, Sn


N
0
1
2
10 0,9496 0,9676 0,9833
20 1,0628 1,0696 1,0754
30 1,1124 1,1159 1,1193
40 1,1413 1,1436 1,1458
50 1,1607 1,1623 1,1638
60 1,1747 1,1759 1,1770
70 1,1854 1,1863 1,1873
80 1,1938 1,1945 1,1953
90 1,2007 1,2013 1,2020
100 1,2065 1,2069 1,2073
Sumber : Suripin (2004)

3
0,9971
1,0811
1,1226
1,1480
1,1658
1,1782
1,1881
1,1959
1,2026
1,2077

4
1,0095
1,0864
1,1255
1,1499
1,1667
1,1793
1,1890
1,1967
1,2032
1,2081

5
1,0206
1,0915
1,1285
1,1519
1,1681
1,1803
1,1898
1,1973
1,2038
1,2084

6
1,0316
1,0961
1,1313
1,1538
1,1696
1,1814
1,1906
1,1980
1,2044
1,2087

7
1,0411
1,1004
1,1339
1,1557
1,1708
1,1824
1,1915
1,1987
1,2049
1,2090

Tabel 2.5 Reduced variate, YTr sebagai fungsi periode ulang


Periode Ulang, Tr Reduced variate Periode ulang, Tr Reduced variate
YTr
Ytr
(tahun)
(tahun)
2
0,3668
100
4,6012
5
1,5004
200
5,2969
10
2,2510
250
5,5206
20
2,9709
500
6,2149
25
3,1993
1000
6,9087
50
3,9028
5000
8,5188
75
4,3117
10000
9,2121
Sumber : Suripin (2004)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Uji Distribusi Probabilitas


Uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah
persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik
sampel data yang dianalisis.(I.M.Kamiana, 2011)
2.2.4.1 Metode Chi-Kuadrat
Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan metode uji chi-kuadrat
adalah sebagai berikut :
n

i 1

Keterangan :
2
Ef
Of
n

O f

Ef
Ef

(2.12)

= Parameter chi-kuadrat terhitung.


= Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya.
= Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama.
= jumlah sub kelompok.

Derajat nyata atau derajat kepercayaan () tertentu yang sering diambil adalah
5%. Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan rumus :

Keterangan :
Dk
p
K
n

Dk = K (p+1)

(2.13)

K = 1 + 3,3 log n

(2.14)

= derajat kebebasan.
= banyaknya parameter, untuk uji chi-kuadrat adalah 2
= jumlah kelas distribusi
= banyaknya data

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipaki untuk menentukan curah


hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan

Universitas Sumatera Utara

maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis atau dirumuskan sebagai
berikut :
2 < 2cr

(2.15)

Keterangan :
2
= parameter chi-kuadrat terhitung.
2
cr
= parameter chi-kuadrat kritis (tabel 2.6)
Prosedur perhitungan dengan menggunakan dengan metode chi-kuadrat adalah
sebagai berikut :

Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya.


Menghitung jumlah kelas.
Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan 2cr
Menghitung kelas distribusi.
Menghitung interval kelas.
Perhitungan nilai 2.
Bandingkan nilai 2 terhadap 2cr.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.6 Tabel nilai parameter Chi-Kuadrat Kritis, 2cr


() Derajat Kepercayaan
Dk

0,995

0,99

0,975

0,95

0,05

0,025

0,01

0,005

0,0000393

0,000157

0,000982

0,00393

3,841

5,024

6,635

7,879

0,0100

0,0201

0,0506

0,103

5,991

7,378

9,210

10,597

0,0717

0,115

0,216

0,352

7,815

9.,48

11,345

12,838

4
5
6

0,207
0,412
0,676

0,297
0,554
0,872

0,484
0,831
1,237

0,711
1,145
1,635

9,488
11,070
12,592

11,143
12,832
14,449

13,277
15,086
16,812

14,860
16,750
18,548

7
8
9

0,989
1,344
1,735

1,239
1,646
2,088

1,69
2,18
2,7

2,167
2,733
3,325

14,067
15,507
16,919

16,013
17,535
19,023

18,475
20,09
21,666

20,278
21,955
23,589

10
11
12

2,156
2,603
3,074

2,558
3,053
3,571

3,247
3,816
4,404

3,940
4,575
5,226

18,307
19,675
21,026

20,483
21,492
23,337

23,209
24,725
26,217

25,188
26,757
28,300

13
14
15

3,565
4,075
4,601

4,107
4,660
5,229

5,009
5,629
6,161

5,892
6,571
7,261

22,362
23,685
24,996

24,736
26,119
27,488

27,688
29,141
30,578

29,819
31,319
32,801

16
17
18

5,142
5,697
6,265

5,812
6,408
7,015

6,908
7,564
8,231

7,962
8,672
9.,90

26,296
27,587
28,869

28,845
30,191
31,526

32,000
33,409
34,805

34,267
35,718
37,156

19
20
21

6,844
7,434
8,034

7,633
8,260
8,897

8,907
9,591
10,283

10,117
10,851
11,591

30,144
31,410
32,671

32,852
34,17
35,479

36,191
37,566
38,932

38,582
39,997
41,401

22

8,643

9,542

10,982

12,338

33,924

36,781

40,289

42,796

23

9,260

10,196

11,689

13,091

36,172

38,076

41,638

44,181

24

9,886

10,856

12,401

13,848

36,415

39,364

42,980

45,558

25

10,52

11,524

13,120

14,611

37,652

40,646

44,314

46,928

26
27
28

11,16
11,808
12,461

12,198
12,879
13,565

13,844
14,573
15,308

15,379
16,151
16,928

38,885
40,113
41,337

41,923
43,194
44,461

45,642
46,963
48,278

48,290
49,645
50,993

29

13,121

14,256

16,047

17,708

42,557

45,722

49,588

52,336

30

13,787

14,953

16,791

18,493

43,773

46,979

50,892

53,672

Sumber : Soewarno (1995)

Universitas Sumatera Utara

2.2.4.2 Metode Smirnov-Kolmogorof


Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-Kolmogorof
dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
-

Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.

Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut


tersebut P(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya :
P(X i )

i
n 1

(2.16)

Keterangan :
n = jumlah data.
i = nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya.
-

Tentukan peluang teoritis masing masing data yang sudah di urut


tersebut P (Xi ) berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang diplih
(Gumbel, Normal, dan sebagainya).

Hitung selisih (Pi ) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data
yang sudah diurut :
Pi = P(Xi) P (Xi)

(2.17)

5. Tentukan apakah Pi < P kritis, jika tidak artinya distribusi


probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
6. P kritis lihat tabel 2.7

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7 tabel nilai P kritis Smirnov-Kolgomorof


n
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
n>50

0,2
0,45
0,32
0,27
0,23
0,21
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15
1,07/n

() Derajat Kepercayaan
0,1
0,05
0,51
0,56
0,37
0,41
0,30
0,34
0,26
0,29
0,24
0,27
0,22
0,24
0,20
0,23
0,19
0,21
0,18
0,20
0,17
0,19
1,22/n
1,36/n

0.01
0,67
0,49
0,40
0,36
0,32
0,29
0,27
0,25
0,24
0,23
1,693/n

Sumber : Soewarno (1995)


2.3 Intensitas Hujan Rencana
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan
atau volume hujan tiap satuan waktu. (Wesli, 2008). Sifat umum hujan adalah
makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin
besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.(Suripin, 2004).
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara
statistik maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan dengan
durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam- jaman.
Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan
alat pencatat hujan otomatis. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia,
yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan
rumus Mononobe.

R 24
I 24
24 tc

2/3

(2.18)

Universitas Sumatera Utara

0,78 L2

t c
1000 S

0,385

(2.19)

Keterangan :
I
= Intensitas hujan (mm/jam)
R24
= Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
tc
= Waktu konsentrasi (jam)
L
= panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau
debitnya (km)
S
= kemiringan daerah saluran/sungai = H/L

2.4 Koefisien Aliran Pengaliran


Koefisien pengaliran (C) didefinisikan sebagai nisbah antara aliran
permukaan terhadap intensitas hujan (Suripin, 2004). Faktor ini merupakan
variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Pemilihan harga
C yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas. Berikut disajikan
koefisien pengaliran (C) pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Koefisien Pengaliran, C
Diskripsi lahan/karakter permukaan
Business
perkotaan
pinggiran
Perumahan
rumah tunggal
multiunit, terpisah
multiunit, tergabung
perkampungan
apartemen
Industri
ringan
berat
Perkerasan
aspal dan beton
batu bata, paving
Atap

Koefisien aliran, C
0,70 - 0,95
0,50 - 0,70
0,30 - 0,50
0,40 - 0,60
0,60 - 0,75
0,25 - 0,40
0,50 - 0,70
0,50 - 0,80
0,60 - 0,90
0,70 - 0,95
0,50 - 0,70
0,75 - 0,95

Universitas Sumatera Utara

Halaman, tanah berpasir


datar, 2%
rata-rata, 2% - 7%
curam, 7%
Halaman, tanah berat
datar, 2%
rata-rata, 2% - 7%
curam, 7%
Halaman kereta api
Taman tempat bermain
Taman, perkuburan
Hutan
datar, 0 - 5%
bergelombang, 5% - 10%
berbukit, 10% - 30%
Sumber : Suripin (2004)

0,05 - 0,10
0,10 - 0,15
0,15 - 0,20
0,13 - 0,17
0,18 - 0,22
0,25 - 0,35
0,10 - 0,35
0,20 - 0,35
0,10 - 0,25
0,10 - 0,40
0,25 - 0,50
0,30 - 0,60

2.5 Analisa Debit Banjir


Untuk mencari hubungan antara hujan yang jatuh dan debit yang terjadi
maka dilakukan pengalih-ragaman dari data hujan menjadi debit aliran. Dalam
hal ini pengalih-ragaman dilakukan dengan menggunakan metode Hidrograf
Satuan Sintesis Nakayasu sedangkan penelusuran debit rencana digunakan
metode Muskingum.
2.5.1 HSS Nakayasu
-

Waktu kelambatan (time lag, t g) :


tg

= 0,4 + 0,058L

untuk L > 15 km

(2.20)

tg

= 0,21L0.7

untuk L < 15 km

(2.21)

Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintesis :


tp

= tg + 0,8Tr

(2.22)

Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak :


t0,3

= x tg

(2.23)

Universitas Sumatera Utara

Waktu puncak :
tp

= tg + 0,8Tr

(2.24)

Debit puncak hidrograf satuan sintesis :

Qp

1
1
A R0
0,3 t p t 0.3
3,6

(2.25)

Keterangan :
tp
= waktu keterlambatan (jam)
L
= panjang sungai (m)
t0.3
= waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit pumcak (jam)
1.5 t0.3 = waktu saat debit sama dengan 0.3 2 kali debit puncak (jam)

= koefisien, nilainya antara 1.5 - 3.0


tp
= waktu puncak (jam)
Qp
= debit puncak (m3/det)
A
= luas DPS (km2)
Tr
= durasi hujan (jam) = (0.5 x t g) s/d (1 x tg)
R0
= satuan kedalaman hujan (mm)
-

Bagian lengkung naik (0 < t < tp) :


t
Q Qp
t
p

2.4

(2.26)

Keterangan :
Q
= debit sebelum mencapai debit puncak (m 3/det)
t
= waktu (jam)

Gambar 2.5 HSS Nakayasu

Universitas Sumatera Utara

Bagian lengkung turun :

Jika tp < t < t0.3


t t p

Q Q p 0.3 t0.3

(2.27)

Jika t0.3 < t < 1.5t0.3


t t p 1.5t0.3

Q Q p 0.3

1.5t0.3

(2.28)

Jika t > 1.5t0.3


t t p 1.5t0.3

Q Q p 0.3

2t 0.3

(2.29)

2.5.2 Muskingum Method (Penelusuran Sungai)


Asumsi yang digunakan dalam model penelusuran Muskingum Method adalah :
-

Tidak ada aliran ke luar dan masuk sungai sepanjang sungai yang ditinjau,
artinya penambahan atau kehilangan air di sepanjang sungai tinjauan
diabaikan.

Sungai hampir lurus.


Persamaan pengatur yang digunakan dalam penelusuran Muskingum

Method adalah persamaan kontuinitas dan persamaan momentum.


Persamaan kontuinitas :
dS
IO
dt

(2.30)

Keterangan :
S
= tampungan, storage (m3)
I
= inflow atau aliran masuk ke titik tinjauan (m3/dt)
O
= outflow atau aliran keluar titik tinjauan (m3/dt)
t
= waktu (jam)
Jika interval penelusuran diubah dari dt menjadi t maka :

Universitas Sumatera Utara

I j I j1

(2.31)

O j O j1

(2.32)

dS S j1 S j

dt
t

(2.33)

Selanjutnya jika persamaan (2.31) s/d (2.33) dimasukkan ke persamaan


(2.30) akan didapat persamaan :
S j1 S j
t

I j I j1

O j O j1

(2.34)

atau
S j1 S j

I j I j1
2

O j O j1
2

(2.35)

Keterangan :
Sj+1
= tampungan pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya belum diketahui
Sj
= tampungan pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui
Ij
= inflow pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui
Ij+1
= inflow pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya diketahui
Oj
= outflow pada langkah penelusuran ke j; nilainya diketahui
Oj+1 = outflow pada langkah penelusuran ke j+1; nilainya belum diketahui
Jadi terdapat 2 variabel yang nilainya belum diketahui dari persamaan
(2.35) yaitu : Sj+1 dan Oj+1
Jika dalam 1 persamaan terdapat 2 variabel yang nilainya belum diketahui
maka dalam penyelesaiannya memerlukan 1 persamaan lagi, dalam hal ini
persamaan Tampungan.
Persamaan tampungan yang digunakan dalam Muskingum method adalah
persamaan tampungan sungai, yaitu :
S = f (I, O)

(2.36)

Universitas Sumatera Utara

atau
S = K [X(t)+(t-X) x O]

(2.37)

Keterangan :
S
= tampungan sungai (m3)
K
= koefisien tampungan, yaitu perkiraan waktu perjalanan aliran dari
titik tinjauan 1 ke titik tinjauan berikutnya (misalnya titik tinjauan
2). Satuannya adalah jam atau hari. Harga K dianggap konstan
selama pengaliran.
X
= faktor pembobot (0 s/d 0.5) tidak berdimensi. Harga X dianggap
konstan selama pengaliran.
Jika periode penelusuran dt diubah menjadi t maka dari persamaan (2.37)
diperoleh :
Sj = K [X (Ij) + (1 X) x Oj]

(2.38)

Sj+1 = K [X (Ij+1) + (1 X) x Oj+1]

(2.39)

Berdasarkan persamaan (2.38) dan (2.39) diperoleh :


Sj+1 - Sj = K [X (Ij+1) + (1 X) x Oj+1] - K [X (Ij) + (1 X) x Oj]

(2.40)

Oleh karena suku sebelah kiri sama dengan dari persamaan (2.35) dan
persamaan (2.40) adalah sama, maka berdasarkan kedua persamaan tersebut
diperoleh persamaan :
I j I j1
2

O j O j1
2

t K[(X(I j1 I j )) ((1 X) (O j1 Oj))]

(2.41)

Dengan menyusun ulang suku-suku dari persamaan (2.41) dan suku Oj+1
dinyatakan secara eksplisit maka akan diperoleh persamaan :
Oj+1 = C1 x Ij+1 + C2 x Ij + C3 x Oj
Keterangan :

(2.42)

C1

t 2 K X
2 K (1 X) t

(2.43)

C2

t 2 K X
2 K (1 X) t

(2.44)

Universitas Sumatera Utara

C3

2 K (1 X) t
2 K (1 X) t

(2.45)

Syarat : C1 + C2 + C3 = 1

Gambar 2.6 Skema perhitungan dengan Muskingum method


Nilai K dan X ditentukan dengan kalibrasi terhadap hidrograf inflow dan
hidrograf outflow yang nilainya sudah diketahui dari ruas sungai yang ditinjau.
Kalibrasi nilai K dan X dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
-

Masukkan nilai inflow dan outflow pada table perhitungan.

Hitung nilai tampungan (S).

Hitung nilai S kumulatif

Masukkan nilai coba dari X ke persamaan :


(X x (Ij+1 Ij)) + ((1-X) x (Oj+1 Oj))

Hitung nilai kumulatif dari hasil perhitungan pada langkah ke-4 diatas.

Gambar hubungan antara S kumulatif dan (X x (Ij+1 Ij)) + ((1-X) x (Oj+1


Oj)) kumulatif.

Oleh karena nilai S kumulatif dan (X x (Ij+1 Ij)) + ((1-X) x (Oj+1 Oj))
kumulatif mempunyai bentuk yang liniear maka nilai yang dipilih adalah

Universitas Sumatera Utara

nilai X yang memberikan kurve tersempit atau hamper membentuk 2 garis


yang berimpit.
-

Setelah ditemukan kurve yang membentuk 2 garis yang hamper berimpit,


hitung nilai K dengan cara K = nilai maksimum S kumulatif dibagi nilai
maksimum (X x (Ij+1 Ij)) + ((1-X) x (Oj+1 Oj)) kumulatif.

2.6 Analisa Kapasitas Sungai


Perhitungan kapasitas sungai dari lokasi yang ditinjau menggunakan
rumus Manning :
Q

1
A R 2/3 S1/2
n

(2.46)

Keterangan :
Q
= Kapasitas debit (m3/det)
= koefisien kekasaran Manning
n
R

= Jari-jari hidrolik (m) dimana R

S
A
P

= kemiringan dasar saluran


= luas penampang basah (m2)
= keliling penampang basah (m)

A
P

Universitas Sumatera Utara

No
1

Tabel 2.9 Nilai Kekasaran Manning (n)


Harga n
Tipe Saluran dan Jenis Bahan
Minimum Normal Maksimum
Beton
Gorong-gorong lurus dan bebas dari
kotoran
Gorong-gorong dengan lengkungan
dan sedikit kotoran / gangguan
Beton dipoles

0,001

0,011

0,013

0,011

0,013

0,014

0,011
0,013

0,012
0,015

0,014
0,017

Bersih baru

0,016

0,018

0,020

Bersih telah melapuk

0,018

0,022

0,025

Berkerikil

0,022

0,025

0,030

Berumput pendek, sedikit tanaman


pengganggu

0,022

0,027

0,033

Bersih lurus

0,025

0,030

0,033

Bersih, berkelok-kelok

0,033

0,040

0,045

Banyak tanaman pengganggu

0,050

0,070

0,080

Dataran banjir berumput pendek-tinggi

0,025

0,030

0,035

0,035

0,050

0,070

Saluran pembuang dengan bak kontrol


2

Tanah, lurus dan seragam

Saluran Alam

Saluran di belukar
(Sumber : Suripin, 2004)
2.7 Analisa Kebutuhan Lebar Pintu

Disini digunakan perencanaan pintu Romijn dikarenakan biaya yang


murah daripada pintu air lainnya.
a) Lebar efektif pintu Romijn
Dengan rumus (Kriteria Perencanaan 04, 1986) :
Q C d C v 2/3 (2/3 g) B h 1

1.5

(2.47)

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
Q
= debit banjir (m3/det)
Cd
= koefisien debit
= 0.93 + 0.1 * H1/L, dengan L = Hmax
Cv
= koefisien kecepatan datang
= Cd * A/A1
A
= luas penampang basah diatas meja Romijn
A1
= luas penampang basah saluran pintu
B h1
h1
Cv
= Cd
Cd
B (h 1 0.5)
(h 1 0.5)
g
= percepatan gravitasi = 9.81 m/det2
B
= lebar efektif pintu Romijn (m)
H1
= tinggi energi diatas meja Romijn (m)
h1
= tinggi energi hulu di atas meja Romijn (m)

(2.48)
(2.49)

(2.50)

= H1

V1
2g

(2.51)

V1 = kecepatan dihulu alat ukur (m/det)


b) Lebar total pintu Romijn
Lebar tiap pintu Romijn yang direncanakan :
Bp

= be + (Kp + Ka).Hmax

(2.52)

Keterangan :
Bp
= lebar pintu Romijn di pinggir
Be
= lebar efektif tiap pintu Romijn
Kp
= Koefisien pilar
Ka
= Koefisien abutmen
Hmax = tinggi muka air banjir di atas mercu
c) Lebar total bangunan pintu Romijn
Br

= N x (br +

(2.53)

Keterangan :
Br
= lebar total banguna pintu Romijn
N
= jumlah pintu
Bp
= lebar tiap pintu Romijn
t = lebar pilar

= lebar abutmen

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai