Anda di halaman 1dari 14

Makalah Etika & Aspek Hukum

JASA KONSTRUKSI DAN KESELAMATAN KERJA


KECELAKAAN KERJA GREEN LAKE VIEW

Nama : Akram Yonda Putra


NPM : 1106070211
Jurusan : Teknik sipil

Departemen Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3
I.1

Latar Belakang ......................................................................................... 3

I.2

Tujuan ....................................................................................................... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 4


II.1

Undang-Undang No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi ............................ 4

II.2

Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja ......................... 5

BAB III STUDI KASUS ......................................................................................... 9


III.1

Kasus ..................................................................................................... 9

III.2

Kajian Analisa....................................................................................... 9

BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 11


BAB V PENUTUP ................................................................................................ 12
V.1

Argumentasi ........................................................................................... 12

V.2

Kesimpulan ............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

Latar Belakang
Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi,

sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai
sasaran guna menunjang agar tujuan pembangunan nasional dapat terwujud.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang merata material dan spiritual.
Pekerjaan konstruksi merupakan salah satu pekerjaan dengan kompleksitas
pekerjaan yang tinggi. Pekerjaan ini juga merupakan salah satu pekerjaan yang
cukup besar dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai pekerjaan yang memiliki
kompleksitas yang tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja, tidak heran bahwa
pekerjaan ini memiliki risiko yang besar pula terhadap terjadinya kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja dapat terjadi pada tenaga kerja, peralatan kerja dan
segala sesuatu yang berada di tempat kerja. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar, mulai dari kematian tenaga kerja yang dapat berujung
pada kasus hukum, kerusakan alat, kehancuran tempat kerja dan kecelakaan lain
yang dapat menyebabkan pekerjaan terhenti sehingga mengalami kerugian secara
material yang tidak sedikit.
Angka kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia cukup tinggi. Penyebab
kecelakaan kerja secara umum terjadi akibat kesalahan manusia (human error),
peralatan dan lingkungan. Akan tetapi, banyak dari kecelakaan yang terjadi,
terutama di bidang konstruksi, diakibatkan oleh kesalahan manusia.
I.2

Tujuan

Melalui penulisan makalah ini, penulis bertujuan:


untuk mengetahui pasal-pasal yang saling berkomplemen di antara UU
Jasa Konstruksi dengan UU Keselamatan Kerja, dan
untuk mengetahui implementasi dan permasalahan yang terjadi terkait
dengan kedua undang-undang tersebut.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1

Undang-Undang No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi

a. Persyaratan Keahlian dan Keterampilan (Pasal 9:4)


Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja
pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan
keahlian kerja.

b. Kontrak Kerja Konstruksi (Pasal 22:2l)


Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup mengenai
perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak
dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.

c. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi (Pasal 23:2)


Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan
tentang

keteknikan,

keamanan,

keselamatan

dan

kesehatan

kerja,

perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin


terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

d. Sanksi
Pasal 41
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif
dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini.
Pasal 42:1 (penyedia jasa) dan 2 (pengguna jasa)
Sanksi administratif yang dapat dikenakan berupa:
1) peringatan tertulis;
2) penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
3) pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
4) pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
5) pencabutan izin usaha dan/atau profesi.

Pasal 43:1
Perencana pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan
keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 10% dari nilai kontrak.
Pasal 43:2
Pelaksana pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai
dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana
paling lama 5 tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% dari
nilai kontrak.
Pasal 43:3
Pengawas pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi
kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi
melakukan

penyimpangan

terhadap

ketentuan

keteknikan

dan

menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan


bangunan dikenai pidana paling lama 5 tahun penjara atau dikenakan
denda paling banyak 10% dari nilai kontrak.

II.2

Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja

a. Istilah (Pasal 1:3)


Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung
sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri.

b. Ruang Lingkup
Pasal 2:1
Undang-undang ini mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.

Pasal 2:2
Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
o dipakai atau dipergunakan mesin, peralatan atau instalasi yang
berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan;
o dikerjakan pembangunan gedung atau bangunan lainnya;
o dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah; dan
o dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya kejatuhan benda.

c. Syarat-syarat Keselamatan Kerja (Pasal 3:1)


Dengan

peraturan

perundang-undangan

ditetapkan

syarat-syarat

keselamatan kerja untuk:


mencegah dan mengurangi kecelakaan;
memberi pertolongan pada kecelakaan;
memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya; dan
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

d. Pengawasan
Pasal 5:1
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undangundang ini, sedangkan para pegawai pengawas kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undangn
ini dan membantu pelaksanaannya.
Pasal 6:1
Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat
mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
Pasal 6:3
Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 8:1
Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi
mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya
maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan padanya.
Pasal 8:2
Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada
di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh
Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.

e. Pembinaaan (Pasal 9)
1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang :
o Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul
dalam tempat kerjanya;
o Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam semua tempat kerjanya;
o Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
o Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan peerjaannya.
2. Pengurus boleh mempekerjakan tenaga kerja setelah ia yakin bahwa
tenaga kerja paham
3. Pengurus wajib membina tenaga kerja dalam pencegahan kecelakaan,
peningkatan keselamatan dan pemberian pertolongan pertama dalam
kecelakaan

f. Kecelakaan (Pasal 11:1)


Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan pada pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja.

g. Kewajiban dan Hak Kerja Tenaga Kerja (Pasal 12)


Memberikan keterangan bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja
Memakai alat-alat perlindungan diri
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan
Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat
keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri diragukan olehnya.

h. Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja (Pasal 13)


Barang siapa yang akan memasuki suatu tempat kerja, diwajibkan
mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan.

i. Kewajiban Pengurus (Pasal 14)


Secara tertulis menempatkan semua syarat keselamatan kerja, sehelai
Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya pada tempattempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja
Memasang semua gambar keselamatan kerja pada tempat-tempat yang
mudah dilihat
Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri pada
tenaga kerja dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki
tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk

j. Sanksi (Pasal 15:2)


Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundang-undangan berupa
kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000,-

BAB III
STUDI KASUS
III.1

Kasus
Pada hari Minggu, 13 Januari 2013 tahun kemarin pukul 15.30 WIB ada

laporan bahwa telah terjadi kecelakaan kerja pada pembangunan apartemen Green
Lake View di Jalan Dewi Sartika RT 02 RW 09, Ciputat, Tangerang Selatan.
Diberitakan bahwa sebuah tower crane patah dan terjatuh menimpa beberapa
pekerja saat dilakukan peninggian crane. Korban tewas terdiri dari 3 orang yang
berusia 45, 50 dan 30 tahun dan korban terluka 1 orang berusia 25 tahun. Menurut
keterangan satpam yang berjaga pada saat terjadi kecelakaan, para pekerja telah
mengenakan helm dan sabuk pengaman sesuai standard. Seorang pekerja
mengatakan bahwa crane yang digunakan merupakan buatan Prancis bermerek
Simma tipe GT 185, produksi tahun 1980. Menurut Malkan Amin, Ketua Umum
Lembaga Penyelenggara Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), diduga terjadi
kesalahan prosedural pada saat dilakukan peninggian crane. Berdasarkan Undangundang, kontraktor dan konsultan perencana harus bertanggung jawab, karena
kesalahan terjadi pada perencanaan.
III.2

Kajian Analisa
Jika kesalahan yang terjadi diakibatkan oleh faktor alat, maka pihak yang

bertanggungjawab adalah pihak yang menyebabkan alat tersebut digunakan pada


proyek ini, yaitu konsultan perencana atau kontraktor. Jika kesalahan disebabkan
oleh kesalahan prosedural, maka pihak yang bertanggungjawab adalah pekerja
atau pihak yang mempekerjakannya. Tenaga kerja haruslah orang yang telah
dianggap layak baik oleh suatu lembaga atau oleh kontraktor. Jika pekerja sudah
dianggap layak namun terjadi kecelakaan akibat kelalaian/human error, maka
orang tersebutlah yang bersalah. Akan tetapi, jika tenaga kerja tidak memenuhi
kualifikasi tapi tetap dipekerjakan, maka pihak yang mempekerjakan dan orang
tersebut dapat dikatakan sama-sama bertanggungjawab.

Konsultan perencana dan kontraktor dianggap bertanggungjawab karena


diduga terjadi kesalahan atau kelalaian pada prose perencanaan. Crane yang
digunakan di dalam proyek tersebut sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga
kecelakaan tersebut kemungkinan besar diakibatkan oleh crane yang sudah tua
tersebut dan berisiko tinggi terjadi kecelakaan. Crane tersebut merupakan crane
yang disewa oleh kontraktor untuk digunakan di dalam proyek tersebut karena
harganya yang murah. Sebelumnya, crane yang akan digunakan bukanlah crane
tersebut. Akan tetapi, karena harganya lebih murah, crane tersebutlah yang disewa.
Hal inilah yang diduga terjadi kesalahan pada proses perencanaaan.

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan Undang-undang Jasa Konstruksi Pasal 9 ayat 4, setiap tenaga
kerja yang dipekerjakan harus memenuhi standar khusus sesuai bidang
keahliannya, akan tetapi belum diketahui apakah tenaga kerja tersebut sudah
memenuhinya. Jika belum, maka pihak penyelenggara konstruksi dapat dikenakan
sanksi karena telah melakukan pembiaran tenaga kerja yang tidak layak
dipekerjakan. Jika tenaga kerja telah memenuhinya, maka pihak penyelenggara
bebas dari pasal ini, namun belum dapat dikatakan tidak bersalah.
Pihak penyelenggara konstruksi dapat dikenai sanksi atas pelanggaran
pasal 22:21 jika para pihak tersebut tidak mencantumkan mengenai keselamatan
kerja di dalam kontrak kerja. Dengan pasal 23:2, penyelenggara konstruksi dapat
dikenai sanksi karena tidak dapat menciptakan tempat kerja yang aman.
Penyelenggara dapat terbebas dari pasal ini jika dalam melaksanakan tugasnya,
telah memenuhi semua kewajibannya dan kecelakaan yang terjadi disebabkan
oleh sesuatu yang di luar kekuasaannya.

BAB V
PENUTUP
V.1

Argumentasi
Melalui studi kasus ini, diketahui bahwa Undang-Undang No.18/1999

tentang Jasa Konstruksi saling terkait dan berkomplemen dengan Undang-Undang


No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja karena tidak ada pasal-pasal yang
bermasalah dan saling bertentangan di dalamnya. Undang-Undang tentang Jasa
Konstruksi lebih mengatur hubungan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa,
hak dan kewajiban yang harus dilakukan, termasuk dalam rangka menciptakan
tempat kerja yang aman dari bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja
terhadap tenaga kerja, tempat kerja dan benda-benda yang berada di tempat
tersebut. UU JK hanya mengatur bahwa penyelenggara konstruksi harus
memperhatikan keselamatan kerja, sedangkan penjabarannya terdapat pada
Undang-Undang tentang Keselamatan Kerja
UU KK mengatur tentang keselamatan kerja di segala tempat kerja dan
segala jenis pekerjaan. Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan yang sangat
kompleks dan sangat berisiko terjadinya kecelakaan, terutama pada proses
konstruksi berlangsung. Keselamatan kerja harus sangat diperhatikan, karena jika
tidak, akan menimbulkan kerugian yang besar seperti terhentinya pekerjaan yang
akan membuat cost bertambah.
Implementasi UU Keselamatan Kerja belum optimal, terutama pada
bidang pengawasan. Dari kasus tersebut dan kasus-kasus sejenisnya, terdapat
perbedaan-perbedaan mengenai siapa yang harus bertanggung jawab ketika terjadi
kasus seperti ini, apakah pekerja, pemimpin atau bukan keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan perbaikan terhadap Undang-undang tersebut agar lebih rinci, sehingga
dapat dengan mudah menentukan siapa pihak yang seharusnya bertanggung jawab
atas kasus-kasus seperti ini.

V.2

Kesimpulan

UU Jasa Konstruksi dan UU Keselamatan Kerja memiliki keterkaitan satu


sama lain dan saling melengkapi.
Tidak ada aturan di dalam kedua undang-undang tersebut yang saling
tumpang tindih dan yang saling bertentangan.
Penerapan UU No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja belum optimal,
terutama pada bidang pengawasan.
Diperlukannya perbaikan terhadap kedua Undang-Undang tersebut agar
lebih rinci dan tegas, sehingga tidak terjadi kesulitan saat menentukan
pihak yang harus bertanggungjawab atas kasus kecelakaan kerja.

DAFTAR PUSTAKA
http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/116290/Kasus-Crane-Ambruk-4Orang-Diperiksa, diakses 26 Maret 2013.
Republik Indonesia. 1970. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Lembaran Negara RI Tahun 1970, No. 1. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 54. Sekretariat Negara.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai