DAFTAR ISI
I.2
Tujuan ....................................................................................................... 3
II.2
Kasus ..................................................................................................... 9
III.2
Kajian Analisa....................................................................................... 9
Argumentasi ........................................................................................... 12
V.2
Kesimpulan ............................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi,
sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai
sasaran guna menunjang agar tujuan pembangunan nasional dapat terwujud.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
yang merata material dan spiritual.
Pekerjaan konstruksi merupakan salah satu pekerjaan dengan kompleksitas
pekerjaan yang tinggi. Pekerjaan ini juga merupakan salah satu pekerjaan yang
cukup besar dalam menyerap tenaga kerja. Sebagai pekerjaan yang memiliki
kompleksitas yang tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja, tidak heran bahwa
pekerjaan ini memiliki risiko yang besar pula terhadap terjadinya kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja dapat terjadi pada tenaga kerja, peralatan kerja dan
segala sesuatu yang berada di tempat kerja. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar, mulai dari kematian tenaga kerja yang dapat berujung
pada kasus hukum, kerusakan alat, kehancuran tempat kerja dan kecelakaan lain
yang dapat menyebabkan pekerjaan terhenti sehingga mengalami kerugian secara
material yang tidak sedikit.
Angka kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia cukup tinggi. Penyebab
kecelakaan kerja secara umum terjadi akibat kesalahan manusia (human error),
peralatan dan lingkungan. Akan tetapi, banyak dari kecelakaan yang terjadi,
terutama di bidang konstruksi, diakibatkan oleh kesalahan manusia.
I.2
Tujuan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1
keteknikan,
keamanan,
keselamatan
dan
kesehatan
kerja,
d. Sanksi
Pasal 41
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif
dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini.
Pasal 42:1 (penyedia jasa) dan 2 (pengguna jasa)
Sanksi administratif yang dapat dikenakan berupa:
1) peringatan tertulis;
2) penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
3) pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
4) pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
5) pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
Pasal 43:1
Perencana pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan
keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 tahun penjara atau
dikenakan denda paling banyak 10% dari nilai kontrak.
Pasal 43:2
Pelaksana pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai
dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan
kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana
paling lama 5 tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% dari
nilai kontrak.
Pasal 43:3
Pengawas pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi
kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi
melakukan
penyimpangan
terhadap
ketentuan
keteknikan
dan
II.2
b. Ruang Lingkup
Pasal 2:1
Undang-undang ini mengatur keselamatan kerja dalam segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
Pasal 2:2
Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
o dipakai atau dipergunakan mesin, peralatan atau instalasi yang
berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan;
o dikerjakan pembangunan gedung atau bangunan lainnya;
o dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah; dan
o dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya kejatuhan benda.
peraturan
perundang-undangan
ditetapkan
syarat-syarat
d. Pengawasan
Pasal 5:1
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undangundang ini, sedangkan para pegawai pengawas kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undangn
ini dan membantu pelaksanaannya.
Pasal 6:1
Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat
mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
Pasal 6:3
Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 8:1
Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi
mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya
maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan padanya.
Pasal 8:2
Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada
di bawah pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh
Pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.
e. Pembinaaan (Pasal 9)
1. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang :
o Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul
dalam tempat kerjanya;
o Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam semua tempat kerjanya;
o Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
o Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan peerjaannya.
2. Pengurus boleh mempekerjakan tenaga kerja setelah ia yakin bahwa
tenaga kerja paham
3. Pengurus wajib membina tenaga kerja dalam pencegahan kecelakaan,
peningkatan keselamatan dan pemberian pertolongan pertama dalam
kecelakaan
BAB III
STUDI KASUS
III.1
Kasus
Pada hari Minggu, 13 Januari 2013 tahun kemarin pukul 15.30 WIB ada
laporan bahwa telah terjadi kecelakaan kerja pada pembangunan apartemen Green
Lake View di Jalan Dewi Sartika RT 02 RW 09, Ciputat, Tangerang Selatan.
Diberitakan bahwa sebuah tower crane patah dan terjatuh menimpa beberapa
pekerja saat dilakukan peninggian crane. Korban tewas terdiri dari 3 orang yang
berusia 45, 50 dan 30 tahun dan korban terluka 1 orang berusia 25 tahun. Menurut
keterangan satpam yang berjaga pada saat terjadi kecelakaan, para pekerja telah
mengenakan helm dan sabuk pengaman sesuai standard. Seorang pekerja
mengatakan bahwa crane yang digunakan merupakan buatan Prancis bermerek
Simma tipe GT 185, produksi tahun 1980. Menurut Malkan Amin, Ketua Umum
Lembaga Penyelenggara Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), diduga terjadi
kesalahan prosedural pada saat dilakukan peninggian crane. Berdasarkan Undangundang, kontraktor dan konsultan perencana harus bertanggung jawab, karena
kesalahan terjadi pada perencanaan.
III.2
Kajian Analisa
Jika kesalahan yang terjadi diakibatkan oleh faktor alat, maka pihak yang
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan Undang-undang Jasa Konstruksi Pasal 9 ayat 4, setiap tenaga
kerja yang dipekerjakan harus memenuhi standar khusus sesuai bidang
keahliannya, akan tetapi belum diketahui apakah tenaga kerja tersebut sudah
memenuhinya. Jika belum, maka pihak penyelenggara konstruksi dapat dikenakan
sanksi karena telah melakukan pembiaran tenaga kerja yang tidak layak
dipekerjakan. Jika tenaga kerja telah memenuhinya, maka pihak penyelenggara
bebas dari pasal ini, namun belum dapat dikatakan tidak bersalah.
Pihak penyelenggara konstruksi dapat dikenai sanksi atas pelanggaran
pasal 22:21 jika para pihak tersebut tidak mencantumkan mengenai keselamatan
kerja di dalam kontrak kerja. Dengan pasal 23:2, penyelenggara konstruksi dapat
dikenai sanksi karena tidak dapat menciptakan tempat kerja yang aman.
Penyelenggara dapat terbebas dari pasal ini jika dalam melaksanakan tugasnya,
telah memenuhi semua kewajibannya dan kecelakaan yang terjadi disebabkan
oleh sesuatu yang di luar kekuasaannya.
BAB V
PENUTUP
V.1
Argumentasi
Melalui studi kasus ini, diketahui bahwa Undang-Undang No.18/1999
V.2
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/116290/Kasus-Crane-Ambruk-4Orang-Diperiksa, diakses 26 Maret 2013.
Republik Indonesia. 1970. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Lembaran Negara RI Tahun 1970, No. 1. Sekretariat
Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 54. Sekretariat Negara.
Jakarta.