Anda di halaman 1dari 12

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi ekonomi yang tinggi; potensi
yang mulai diperhatikan dunia internasional. Indonesia - ekonomi terbesar di
Asia Tenggara - memiliki sejumlah karakteristik yang menempatkan negara ini
dalam posisi yang bagus untuk mengalami perkembangan ekonomi yang pesat.
Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir ada dukungan kuat dari pemerintah
pusat untuk mengekang ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas
(mentah), sekaligus meningkatkan peran industri manufaktur dalam
perekonomian. Pembangunan infrastruktur juga merupakan tujuan utama
pemerintah, dan yang perlu menyebabkan efek multiplier dalam perekonomian.
Sebelumnya, Indonesia sering disebutkan sebagai kandidat yang tepat untuk
dimasukkan ke dalam kelompok negara BRIC (Brazil, Rusia, India dan China).
Kelompok lain yang sering disebutkan sebelumnya - yang tergabung dalam
akronim CIVETS (yaitu Colombia, Indonesia, Vietnam, Mesir, Turki dan Afrika
Selatan) - juga mendapat perhatian karena anggotanya memiliki sistem
keuangan yang cukup canggih dan populasi yang tumbuh cepat. Beberapa tahun
yang lalu produk domestik bruto (PDB) dari CIVETS itu diperkirakan
berkontribusi sekitar setengah dari ekonomi global pada 2020. Namun, karena
perlambatan ekonomi global yang berkepanjangan setelah tahun 2011 kita
jarang mendengar istilah BRIC dan CIVETS lagi.
Contoh lain yang menggambarkan pengakuan internasional akan pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang kuat adalah kenaikan peringkat dari lembaga
pemeringkat kredit internasional seperti Fitch Ratings, Moody's dan Standard &
Poor's. Pertumbuhan ekonomi yang tangguh, utang pemerintah yang rendah dan
manajemen fiskal yang bijaksana dijadikan alasan untuk kenaikan penilaian
tersebut. Hal itu juga merupakan kunci dalam masuknya arus modal keuangan
yang berupa dana asing ke Indonesia: baik aliran portofolio maupun investasi
asing langsung (foreign direct investment, FDI) yang meningkat secara
signifikan. Arus masuk FDI ini, yang sebelumnya relatif lemah selama satu
dasawarsa setelah Krisis Keuangan Asia, menunjukkan peningkatan tajam
setelah krisis keuangan global pada 2008-2009 (namun derasnya FDI melemah
kembali setelah tahun 2014 waktu Indonesia mengalami perlambatan ekonomi
yang berkepanjangan di antara tahun 2011 dan 2015).

BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian daya saing
Pada dasarnya sebuah wilayah yang memiliki suatu produk akan berhasil bila
suatu produk yang dibuatnya/diciptakan memiliki sesuatu yang lebih dari yang
lain sehingga harga yang akan dibuatnya akan semakin tinggi. Maka dari itu
hari-hari ini banyak produk yang dipasarkan sehingga muncul sebuah daya
saing yang ketat dan yang memenuhi syarat pengujian.
Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang
memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat
memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan
daerah menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi
dengan tetap terbuka terhadap persaingan eksternal.
Daya saing juga dapat juga diartikan sebagai kapasitas bangsa untuk
menghadapi tantangan persaingan pasar internasional dan tetap menjaga atau
meningkatkan pendapatan riil-nya.
Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan
suatu negara dalam perdagangan internasional. Berdasarkan badan pemeringkat
daya saing dunia, IMDWorld Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing
Indonesia dalam beberapa tahun semakin menurun. IMDWorld Competitiveness
Yearbook (WCY) adalah sebuah laporan mengenai daya saing negara yang
dipublikasikan sejak tahun 1989.
Ada beberapa pengertian daya saing yang mencakup wilayah, sebagai
berikut :
1. Daya saing tempat (lokalitas dan daerah) merupakan kemampuan ekonomi

dan masyarakat lokal (setempat) untuk memberikan peningkatan standar hidup


bagi warga/penduduknya .
2. Daya saing daerah berkaitan dengan kemampuan menarik investasi asing
(eksternal) dan menentukan peran produktifnya .
3. Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai
pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap
terbuka pada persaingan domestik dan internasional .
Pada tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43
dari 49 negara. Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu
menduduki peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih
menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun 2003, posisi daya
saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57. Tahun 2004
menduduki peringkat 58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58. Tahun
2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.
Selama lima tahun terakhir (2005-2009) pertumbuhan ekspor Indonesia
cenderung meningkat sebesar 20% pertahun, begitu pula pertumbuhan impor
cenderung meningkat sebesar 9,7% pertahun. Pada Tahun 2009 Indonesia
menduduki peringkat ke-29 dalam ekspor dunia dan posisi ke-28 dalam impor
dunia. Selama tahun 2009, sektor Industri menyumbang 75,3%, pertambangan
20,2% dan pertanian 4,5 % terhadap total eskpor Indonesia. Negara yang
menjadi mitra Dagang utama Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat
Singapura, RRT dan India
Indonesia telah mengalami kemajuan yang mantap dalam penerapan
reformasi perdagangan pada beberapa tahun terakhir dan hal itu merupakan
salah satu dari beberapa faktor yang membantu berkembangnya penyerapan
tenaga kerja di sektor resmi, memangkas tingkat kemiskinan dan
mengembangkan tingkat menengah penduduk Indonesia. Selain itu, Indonesia
lebih beruntung dibanding negara-negara tetangganya dengan berhasil melewati
krisis keuangan dunia secara relatif mulus.
Hal ini memberikan kesempatan yang unik bagi Indonesia pasca krisis
untuk meningkatkan penjualan dalam negeri dan pangsa pasar dunianya. Untuk
meraih kesempatan ini sebaik-baiknya, Indonesia harus terus mendorong
reformasi perdagangan dan menghindari protektionisme yang akan menghambat
efisiensi dan inovasi. Selain Indonesia, hanya Hong Kong dan Cina saja yang
pada tahun 2010 berhasil mengembalikan nilai perdagangan internasionalnya ke
tingkat absolut pra-krisis keuangan dunia.
Walaupun pertumbuhan ekspor komoditas berbasis sumber daya
meningkat tajam, Indonesia hanya mencatat kemajuan yang terbatas dalam
meningkatkan ekspor produk-produk manufaktur dan terproses. Produsenprodusen Indonesia telah menyuarakan keprihatinan akan daya saing mereka
melawan produsen berbiaya rendah, baik di dalam negeri maupun di pasar
asing. Penurunan pertumbuhan bidang manufaktur dan menyurutnya pangsa

ekspor sektor manufaktur juga menimbulkan tanda tanya mengenai daya saing
sektor manufaktur Indonesia.
Satu bidang yang memberati perdagangan sehingga menurunkan daya
saing produk-produk Indonesia dibanding produk impor luar negeri adalah
rendahnya tingkat hubungan perdagangan Indonesia yang merupakan akibat
dari buruknya sistem logistiknya. Hubungan perdagangan adalah masalah yang
memberikan tantangan yang berbeda bergantung pada apakah hambatannya
mempengaruhi hubungan perdagangan internasional, antar pulau atau dalam
pulau. Tingginya biaya transportasi barang-barang bernilai tinggi seperti udang
dari belahan Timur Indonesia ke pusat-pusat pemrosesan di pulau Jawa
melambungkan harga mereka ke titik yang terlalu mahal untuk diekspor, dan
juga lebih murah untuk mengimpor buah jeruk dari Cina dibanding
mengirimkannya dari pulau Kalimantan ke pulau Jawa. Itulah beberapa contoh
buruknya efisiensi dalam perdagangan antar pulau.
Contoh tingginya biaya logistik dalam pulau termasuk parahnya
kemacetan di pulau Jawa, terutama di Jabotabek, dan juga buruknya kualitas
jalan di luar pulau Jawa, yang secara keseluruhan menempatkan biaya
transportasi darat di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata biaya di Asia. Buruknya
kinerja pelabuhan-pelabuhan utama di Jakarta dan Surabaya, karena rendahnya
produktivitas pelabuhan dan tidak penuhnya penerapan National Single Window
(NSW), juga merintangi hubungan perdagangan internasional.
Tingginya biaya dan ketidakpastian jalur transportasi domestik tersebut
juga menghalangi Indonesia untuk lebih terintegrasi ke dalam jaringan produksi
persediaan-minim (just-in-time) produk-produk yang bernilai tinggi. Perijinan
dan harga yang diatur oleh pemerintah menurunkan insentif untuk berinvestasi
dalam layanan yang lebih baik dan membatasi persaingan antara perusahaanperusahaan pengiriman darat dan laut di dalam negeri. Pembatasan investasi
asing di bidang logistik makin memperburuk keadaan dengan terbatasnya akses
terhadap teknologi baru.
Sementara Indonesia telah membuat kemajuan dalam meningkatkan
tingkat efisiensi pelabuhan dan bea cukai, masih dibutuhkan peningkatan lebih
lanjut. Rata-rata waktu tunggu kontainer impor di terminal utama kontainer
adalah lima hari, dibanding kurang dari tiga hari pada kebanyakan pelabuhanpelabuhan di wilayah tersebut. Impor kontainer kosong selesai kurang dari
setengah lamanya waktu yang dibutuhkan kontainer yang penuh, menunjukkan
bahwa sebagian besar penundaan disebabkan oleh pengawas perbatasan dan
prosedur pemeriksaan dan bukan karena tidak memadainya prasarana.
Prosedur-prosedur administratif yang membebani dan tidak jelas juga
turut memperburuk penundaan impor dan mengundang korupsi, sehingga
menurunkan daya saing industri-industri yang menggunakan komponen impor.
Selain itu, walaupun Indonesia memiliki ekonomi yang sangat terbuka dalam
hal tarif, halangan non-tarif-nya tetaplah berarti dan belakangan ini terjadi
peningkatan yang mencemaskan dalam halangan non-tarif tersebut.

Ada beberapa yang sangat berpengaruh terhadap daya saing, yaitu :


1. Iklim yang kondusif
Pada hal ini peningkatan daya saing bergantung kepada iklim. Contoh saja
suatu produk teh, jika saja iklim tidak mendukung maka daya saing di pasar
akan menurun karena tanaman teh belom dapat diproduksi. Ini dikarenakan
iklim yang tidak mendukung bisa kemarau yang berkepanjangan atau ada sebab
lain.
2. Keunggulan komparatif
Teori keunggulan komparatif merupakan teori yang dikemukakan oleh David
Ricardo. Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan
keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan
komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan
jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya.
Adapun keunggulan kompetitif lebih mengarah pada bagaimana suatu daerah
itu menggunakan keunggulan-keunggalannya itu untuk bersaing atau
berkompetisi dengan daerah lain.
Sebagai contoh, Indonesia dan Malaysia sama-sama memproduksi kopi dan
timah. Indonesia mampu memproduksi kopi secara efisien dan dengan biaya
yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi timah secara efisien dan murah.
Sebaliknya, Malaysia mampu dalam memproduksi timah secara efisien dan
dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi kopi secara efisien
dan murah. Dengan demikian, Indonesia memiliki keunggulan komparatif
dalam memproduksi kopi dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam
memproduksi timah. Perdagangan akan saling menguntungkan jika kedua
negara bersedia bertukar kopi dan timah. Akan tetapi dalam kerangka
perdagangan kopi dunia, keunggulan kompetitif Indonesia akan lebih besar
dibanding Malaysia untuk bersaing di pasar internasional. Sebaliknya dalam
perdagangan Timah, Malaysia memiliki keunggulan kompetitif lebih baik
dibanding Indonesia.
3. Keunggulan kompetitif
Seperti contoh diatas, keunggulan kompetitif Indonesia akan lebih besar
dibanding Malaysia untuk bersaing di pasar internasional. Sebaliknya dalam
perdagangan Timah, Malaysia memiliki keunggulan kompetitif lebih baik
dibanding Indonesia.
Ada beberapa indikator meningkatnya daya saing :
1.
Pertama yakni makroekonomi, di mana indikator daya saing dilihat dari
beberapa aspek seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan
pencapaian keseimbangan neraca antara ekspor dan impor.

2.

Kedua, kualitas infrastruktur. Meskipun masih banyak yang harus dilakukan


untuk meningkatkan sektor infrastruktur, sektor ini diketahui telah mengalami
peningkatan dari semula dari peringkat 96 menjadi peringkat 90.

3.

Ketiga, kesehatan dan pendidikan dasar yang meningkat dari peringkat 82


menjadi peringkat 62. Menurut laporan Program (Millenium Development
Goals/MDG's), pada 2010 bidang kesehatan masih perlu ditingkatkan terutama
dalam masalah gizi buruk, kematian ibu sewaktu melahirkan, dan penyakit HIV
AIDS.
Sedangkan untuk bidang pendidikan menunjukkan kenaikan. Partisipasi
masyarakat dalam mengenyam pendidikan SD tercatat sebesar 94,7 persen,
SMP sebesar 66,5 persen, serta melek huruf sebesar 99,4 persen.
Dengan adanya peningkatan peringkat daya saing Indonesia, ini menunjukkan
peningkatan kepercayaan dunia usaha terhadap upaya Pemerintah dalam
memperbaiki infrastruktur dan iklim usaha di Indonesia. Selain itu kenaikan
peringkat ini diharapkan akan mendorong masuknya investasi asing ke
Indonesia.

1.
2.
3.
4.
5.

Adapula indikator utama pembentuk daya saing :


Lingkungan usaha produktif
Sebagai contoh :
Perekonomian daerah
Ketenagakerjaan dan sumberdaya manusia
Infrastruktur, sumberdaya alam dan lingkungan
Perbankan dan lembaga keuangan

Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat daya saing


setiap variabel adalah sebagai berikut :
1.
Variabel perekonomian daerah, dengan sub variabel :
Nilai Tambah
X1=PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
X2=Laju Pertumbuhan PDRB
X3=PDRB Per Kapita
Tabungan
X4=Tabungan
X5=Laju Pertumbuhan Tabungan

Kinerja Sektoral
X6=Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Industri
X7=Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Jasa
X8=Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian
2.

Variabel infrastruktur dan sumber daya alam (SDA), dengan sub variabel :
Modal Alamiah
Y1=Ketersediaan dan Kualitas Sumber Daya Lahan
Y2=Sumber Daya Air
Y3=Sumber Daya Hutan
Modal Fisik
Y4=Luas Wilayah Perkotaan
Y5=Panjang Jalan per Luas Wilayah Wilayah Perkotaan
Y6=Kualitas Jalan Raya
Y7=Produksi Listrik
Y8=Fasilitas Telepon per Kapita

3.

Variabel sumber daya manusia (SDM), dengan sub variabel :


Angka ketergantungan, angkatan kerja, prosentase angkatan kerja, jumlah
penduduk usiaproduktif terhadap total penduduk, jumlah penduduk.
B. Liberalisasi Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Pendukung yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah
suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan
internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun.
Dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan
beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong
industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan
multinasional.
Menurut Amir M.S.,bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di
dalam negeri, maka perdagangan internasional sangat rumit dan kompleks.
Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karenaadanya batas batas ploitik

dan ke negaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan bea,


tarif atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbil karena adanya
perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum
dalam perdagangan.

Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai


berikut:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
Banyak faktor faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi
disetiap negara. Faktor faktor tersebut diantaranya :

Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain lain. Denga
adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuuhan
yang tidak dapat diproduksi sendiri.
1. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan
perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi
oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut
mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
2. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para
pengusaha tidak menjalankan masing masing (alat produksinya) dengan
maksimal karena mereka kawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang
mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Demngan adanya
perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin
mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut ke
luar negeri.
3. Tranfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara
cara manajemen yang lebih modern.
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional diantaranya sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan
negara.

3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pegetahuan dan


teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
4. Adanya kelebihan produksi dari negeri sehingga perlu pasar baru untuk
menjual produk tersebut.
5. Adanya perbedaan keadaan sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatsan produksi.
6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari
negara lain.
8. Terjadinya eraglobalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat
hidup sendiri.

DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................i


Daftar isi ......................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan .......................................................................................1
Bab 2 Pembahasan...................................................................................... 2
A. Pengertian Daya Saing ................................................................................. 2
B.Liberalisasi Perdagangan Internasional.......................................................... 7

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Daya Saing, Liberalisasi Perekonomian
Internasional.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Makassar, 30 Oktober 2016

Penyusun

MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA

DAYA SAING & LIBERALISASI PERDAGANGAN

KELOMPOK 10

MASITA (02320140335)
NOVA PUSPITA SARI (02320140395)
USNUL PATIMAH (02320140340)
OFIN SUWARNI HALIM (02320140519)

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN 2016

Anda mungkin juga menyukai