Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Untuk Memenuhi Tugas


Pendidikan Profesi Ners Departemen Jiwa

Oleh:
MIRA RAMDHANI
150070300011054
Kelompok 13

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

ISOLASI SOSIAL

1. DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun
komunikasi dengan orang lain (Keliat et al, 2005).
2. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan isolasi sosial dibedakan
menjadi 2, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan
ini

tidak

dapat

dipenuhi,

maka

akan

menghambat

masa

perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang


memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih saying, perhatian,
dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya

diri.

Rasa

ketidakpercayaan

mengembangkan tingkah laku curiga

tersebut

dapat

pada orang lain maupun

lingkungan dikemudian hari. Oleh karena itu, komunikasi yang


hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam

keluarga

dapat

menjadi

kontribusi penting dalam mengembangkan gangguan tingkah laku


seperti

sikap

bermusuhan/hostilitas,

sikap

mengancam,

merendahkan dan menjelek-jelekkan anak, selalu mengkritik,


menyalahkan,

dan

anak

tidak

diberi

kesempatan

untuk

mengungkapkan

pendapatnya,

kurang

kehangatan,

kurang

memperhatikan ketertarikan pada pembicaraan anak, hubungan


yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak
diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah, ekspresi emosi
yang tinggi, double bind,
disampaikan

saat

dua pesan yang bertentangan

bersamaan

yang

membuat

bingung

dan

kecemasannya meningkat
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan
merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang
dianut oleh satu keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
d. Faktor biologis
Faktor genetik
maladaptif.

Bukti

dapat

berperan

terdahulu

dalam

menunjukkan

respon

sosial

keterlibatan

neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap


diperlukan penelitian lebih lenjut.
Adanya faktor genetic inheritance
Hipotesis dopamin, dimana gejala muncul terutama karena
aktivitas hiperdopaminergik
Studi neuroanatomik, temuan adalah pembesaran ventrikular,
atropiserebellar, fungsi premorbid buruk, respons terapi buruk,
dan kerusakankognitif
2. Faktor presipitasi
a. Faktor eksternal
Stress sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunya stabilitas unit
keluarga seperti perceraian, berpisah dari orang yang berarti,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal
jauh, dan dirawat di rumah sakit atau di penjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Faktor internal
Stress Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan

ansietas tingkat tinggi. Koping individu yang tidak efektif misal :


saat individu menghadapi kegagalan, menyalahkan orang lain,
ketidakberdayaan,

menyangkal

tidak

mampu

menghadapi

kenyataan dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tingginya


ideal diri dan tidak mampu menerima realitas dengn rasa syukur.
3. RENTANG RESPON
Rentang respon sosial

1) Respon adaptif
Adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut :
Menyendiri (solitude)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
Otonomi
Suatu
kemampuan
individu
untuk
menentukan

dan

menyampaikan ide-ide pikiran.


Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
hubungan interpersonal.
2) Respon Maladaptif
Adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan
suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku maladaptif :

Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk
tidak berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan
sementara waktu.
Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek dan berorientasi pada diri
sendiri ataupun tujuan, bukan berorientasi pada orang lain.
Individu tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan
kemampuan yang dimiliki.
Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar
dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian
yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus

berusaha

mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris,


pencemburuan dan marah jika orang lain tidak mendukung.

4. TANDA DAN GEJALA


Menurut Townsend 2009, NANDA 2007, Keliat, dkk 2005 :
1) Tanda dan gejala fisik
Tanda dan gejala fisik merupakan manifestasi respon fisiologis
tubuh terhadap masalah isolasi ditandai dengan kurang energi,
lemah, insomnia/hipersomia, penurunan atau peningkatan nafsu
makan.

Klien

malas

beraktivitas,

kurang

tekun

bekerja

dan

bersekolah, dan kesulitan melaksanakan tugas yang komplek. Kondisi


fisik berupa keterbatasan atau kecacatan fisik/mental dan penyakit
fisik juga akan menunjukkan perilaku yang maladaptif pada klien yaitu
isolasi sosial.
2) Tanda dan gejala kognitif
Tanda dan gejala kognitif terkait dengan pemilihan jenis koping,
reaksi emosi, fisiologik dan emosi. Penilaian kognitif merupakan
tanggapan atau pendapat klien terhadap diri sendiri, orang lain, dan

lingkungan (Stuart & Laraia, 2005). Hal ini ditandai dengan adanya
penilaian individu bahwa adanya perasaan kesepian dan ditolak oleh
orang lain, tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan,
merasa tidak memiliki tujuan hidup. Klien menjadi kebingungan,
kurangnya perhatian, merasa putus asa, merasa tidak berdaya, dan
merasa tidak berguna.
3) Tanda dan gejala perilaku
Tanda dan gejala perilaku dihubungkan dengan tingkah laku yang
ditampilkan atau kegiatan yang dilakukan klien berkaitan dengan
pandangannya terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart
& Laraia, 2005). Pada klien isolasi sosial perilaku yang ditampilkan
yakni; kurangnya aktifitas, menarik diri, tidak/jarang berkomunikasi
dengan orang lain, tidak memiliki teman dekat, melakukan tindakan
berulang dan tidak bermakna, kehilangan gerak dan minat, menjauh
dari

orang

lain,

menunjukkan

perilaku

bermusuhan,

menolak

berhubungan dengan orang lain, menunjukkan perilaku yang tidak


dapat diterima oleh kultur, mengulang-ulang tindakan, tidak ada
kontak mata, berdiam diri di kamar.
4) Tanda dan Gejala Afektif
Tanda dan gejala afektif terkait dengan respon emosi dalam
menghadapi masalah (Stuart & Laraia, 2005). Respon emosi sangat
bergantung dari lama dan intensitas stressor yang diterima dari waktu
ke waktu. Tanda dan gejala yang ditunjukkan klien isolasi sosial
meliputi merasa sedih, afek tumpul, kurang motivasi, serta merasa
bosan dan lambat menghabiskan waktu. Rasa sedih karena
kehilangan terutama terhadap sesuatu yang berarti dalam kehidupan
sering kali menyebabkan seseorang menjadi takut untuk menghadapi
kehilangan berikutnya.
5. POHON MASALAH
Resiko bunuh diri
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis
Koping individu tidak efektif

(Iyus, 2009)
6. DATA YANG PERLU DIKAJI

Masalah Keperawatan
Isolasi sosial

Data yang Perlu Dikaji


Subjektif

Klien mengatakan malas bergaul dengan


orang lain

Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani


perawat dan meminta untuk sendirian

Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan


orang lain

Tidak mau berkomunikasi

Data tentang klien biasanya didapat dari


keluarga yang mengetahui keterbatasan klien
(suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman
dekat).

Riwayat keluarga terkait penyakit gangguan

jiwa
Riwayat penyakit pasien dan pengobatannya
Riwayat trauma (bio, psiko, sosio, spiritual)
Pemeriksaan fisik meliputi TTV, head to toe,

dan keadaan umum


Perkembangan fungsi

keluarga, dan mekanisme kopingnya


Pengkajian psikososial sebelum dan sesudah

sakit
Stres lingkungan yang dialami klien
Pemicu gejala: kesehatan lingkungan, sikap

keluarga,

konflik

dan prilaku individu, seperti : gizi buruk, kurang


tidur,infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkungan

yang

penuh

perumahan, kelainan
stress

agngguan

kritik,

masalah

terhadap penampilan,
dalam

berhubungan

interpersonal, kesepian, tekanan, pekerjaan,

kemiskinan, keputusasaan.
Objektif

Kurang spontan

Apatis (acuh terhadap lingkungan)

Ekspresi wajah kurang berseri

Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan


kebersihan diri

Tidak ada atau kurang komunikasi verbal

Mengisolasi diri

Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan


sekitarnya

Asupan makanan dan minuman terganggu

Retensi urine dan feses

Aktivitas menurun

Kurang berenergi atau bertenaga

Rendah diri

Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus


atau janin (khususnya pada posisi tidur)

7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Isolasi sosial
b) Harga diri rendah kronis
c) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d) Koping individu tidak efektif
e) Koping keluarga tidak efektif
f) Intoleransi aktivitas
g) Defisit perawatan diri
h) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

8. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tgl/
No Dx

Tindakan Keperawatan untuk Pasien


SP 1

Tindakan Keperawatan untuk


Keluarga
SP 1

1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial


2. Berdiskusi dengan pasien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang
lain
3. Berdiskusi
kerugian

dengan
tidak

pasien

tentang

berinteraksi

dengan

1. Menjelaskan masalah yang


dirasakan

merawat pasien
2. Menjelaskan
tanda
Sosial,

orang lain
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan
dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien
kegiatan

latihan

memasukkan

keluarga

dan
dan

dalam

pengertian,

gejala

Isolasi

jenis

Isolasi

Sosial yang dialami pasien,


serta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara merawat
pasien dengan Isolasi Sosial

berbincang-bincang

dengan orang lain dalam kegiatan


harian
SP 2

SP 2

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian


pasien
2. Memberikan

1. Melatih

keluarga

mempraktikkan cara merawat


kesempatan

kepada

pasien mempraktekkan cara berkenalan


dengan satu orang
3. Membantu
pasien

pasien dengan Isolasi Sosial


2. Melatih keluarga melakukan
cara

memasukkan

merawat

langsung

pasien Isolasi Sosial

kegiatan berbincang-bincang dengan


orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian
SP 3

SP 3

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian


pasien
2. Memberi kesempatan kepada pasien
untuk berkenalan dengan dua orang
atau lebih
3. Menganjurkan

pasien

memasukkan

dalam jadwal kegiatan harian


DAFTAR PUTAKA

1. Membantu

keluarga

untuk

membuat jadwal aktivitas di


rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2. Menjelaskan follow up pasien
setelah pulang

Afdol, M dkk. 2012. Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Asuhan


Keperawatan Jiwa pada Pasien dengan Masalah Isolasi Sosial di Ruangan
Rawat Inap Jiwa
Doenges.E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri, edisi 3.
EGC : Jakarta.
Hermawati, (2008), Terapi Supportif Keluarga pada Keluarga dengan klien
gangguan jiwa, Draft terapi spesialis keperawatan jiwa.
Keliat, Budi Anna dll. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC: Jakarta.
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai