Pendahuluan
Jika menunjuk pada birokrasi yang
dikemukakan Weber, maka organisasi yang baik
adalah organisasi yang di dalamnya terdapat
aktor rasional, terdapat pembagian kerja yang
jelas (spesialisasi), kepemimpinan pada satu
pucuk pimpinan (hirarki), dan rentang kendali
yang memadai. Konsep birokrasi Weber ini harus diejawantahkan secara berhat-hati, sebab
bisa jadi konsep ini justeru memicu lahirnya
masalah pada birokrasi (biropathologi). Konsep
birokrasi ala Weberian dianggap kaku, dan tidak responsif terhadap kondisi yang dihadapi
organisasi. Pembagian kerja yang amat spesifik
Pertama, bahwa sesuai dengan asas negara hukum yang demokratis semua tindakan
hukum dan tindakan materiil Administrasi Pemerintahan yang dilakukan pejabat publik
harus berdasarkan kepada ketentuan hukum
dan peraturan perundang-undangan dan asasasas umum pemerintahan yang baik.
Kedua, bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang transparan, mudah,
cepat, tepat, pasti, efisien, efektif dan partisipatif memerlukan undang-undang yang memberikan perlindungan hukum kepada warga
masyarakat secara adil dan tidak berpihak.
Pertimbangan lahirnya RUU AP di atas,
setidaknya menunjukkan upaya pemerintah
untuk memberikan kepastian hukum atas setiap
tindakan yang dilakukan pemerintah dan upaya
untuk menciptakan perlindungan hukum kepada
warga masyarakat secara adil dan tidak berpihak guna mewujudkan penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan yang transparan, mudah, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif dan
partisipatif. Hal inilah yang menjadi sebab
mengapa good governance berhadap-hadapan
secara kasat mata dengan tindak pidana korupsi
yang berlaku di birokrasi1.
Hal di atas selaras pula dengan saran pemecahan masalah-masalah administrasi negara
pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional
VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia R.I. Seminar ini merekomendasikan diperlukan pendekatan dan dukungan
sistem administrasi negara yang mengindahkan
nilai-nilai dan prinsip good governance serta
asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang
baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) dan sumber daya aparatur negara (pejabat politik dan karier) yang memiliki integritas, kemampuan profesional, dan konsistensi
dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut,
dasar fakta yang dijadikan dasar suatu keputusan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kelima, asas kecermatan. Asas kecermatan
adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu
keputusan harus dipersiapkan terlebih dahulu
dan kemudian keputusan tersebut diambil
dengan cermat.
Keenam, asas tidak melampaui dan atau
mencampuradukan kewenangan. Asas tidak melampaui atau mencampuradukkan kewenangan
adalah asas yang mewajibkan setiap Pejabat
Administrasi Pemerintahan atau Badan tidak
menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya. Ketujuh, asas bertindak yang wajar. Asas bertindak yang wajar
adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan untuk tidak
bertindak dan membuat keputusan yang diskriminatif.
Kedelapan, asas keadilan. Asas keadilan
adalah setiap penyelenggaraan administrasi
pemerintahan harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara.
Kesembilan, asas kewajaran dan kepatutan.
Asas kewajaran dan kepatutan adalah asas yang
mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan
atau Badan untuk tidak bertindak sewenangwenang. Kesepuluh, asas menanggapi pengharapan yang wajar. Asas menanggapi pengharapan yang wajar adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi Pemerintahan atau
Badan menepati janjinya yang menimbulkan
pengharapan yang wajar kepada para pemohon
atas layanan dan tindakan yang dibutuhkan dari
pemerintah.
Kesebelas, asas meniadakan akibat-akibat
suatu keputusan yang batal. Asas meniadakan
akibat-akibat suatu keputusan yang batal adalah asas yang mewajibkan Pejabat Administrasi
Pemerintahan atau Badan untuk mengambil
tindakan segera atau mengganti kerugian yang
timbul sebagai akibat keputusan yang batal.
Keduabelas, asas perlindungan atas pandangan
hidup pribadi. Asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi adalah asas yang mewajibkan
Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan
menghormati pandangan hidup pribadi seseorang atau kelompok dan melakukan tindakan
serta memberikan layanan tanpa melakukan
diskriminasi kepada setiap warga masyarakat.
Ketigabelas, asas tertib penyelenggaraan
administrasi pemerintahan. Asas Tertib Penyelenggaraan administrasi pemerintahan adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Keempatbelas, asas keterbukaan. Asas
keterbukaan adalah asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan administrasi
pemerintahan dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan,
dan rahasia negara.
Kelimabelas, asas proporsionalitas. Asas
proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
warga atau penduduk yang berkepentingan dalam keputusan atau perilaku pejabat administrasi pemerintahan di satu fihak, dan antara
kepentingan warga dan penyelenggaraan pemerintahan di lain fihak. Keenambelas, asas
profesionalitas. Asas profesionalitas adalah asas
yang mengutamakan keahlian yang sesuai
dengan tugas dan kode etik yang berlaku bagi
Pejabat Administrasi Pemerintahan atau Badan
yang mengeluarkan keputusan administrasi
pemerintahan yang bersangkutan.
Ketujuhbelas, asas akuntabilitas. Asas
akuntabilitas adalah asas yang menentukan
bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedelapanbelas, asas kepentingan umum. Asas
kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, selektif dan tidak
diskriminatif.
Birokrasi sekarang dituntut untuk menunjukkan kinerja yang baik, yaitu dengan melakukan kegiatan pemenuhan urusan dan kepentingan publik dengan lebih produktif, berkualitas,
responsif, responsibel dan akuntabel. Agus
Dwiyanto mengemukakan ada 5 (lima) indikator
untuk mengukur kinerja birokrasi. Pertama,
produktivitas. Konsep produktivitas tidak hanya
mengukur tungkat efisiensi, tetapi juga efektifitas pelayanan. Kedua, kualitas pelayanan.
Isu mengenai kualitas layanan cenderung
menjadi semakin penting dalam menjelaskan
kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak
pandangan negatif terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan
masyarakat terhadap kualitas layanan yang
diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan
dapat dijadikan indikator kinerja organisasi
publik.
Ketiga, responsivitas. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan
prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Keempat,
responsibilitas. Responsibilitas menjelaskan
apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik
itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun
implisit. Kelima, Akuntabelitas. Akuntabelitas
publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada
para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik
tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan
sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat.6 Menunjuk pada hal di atas,
maka reformasi birokrasi harus mampu menciptakan birokrasi yang produktif, dengan kualitas pelayanan publik yang memadai, responsif,
responsibel dan akuntabel.
6
Dwiyanto Indiahono, 2006, Reformasi Birokrasi Amplop: Mungkinkah?. Yogyakarta: Gavamedia, hlm. 171175.
Ketiga, prosedur administrasi pemerintahan. Hal ini menunjuk pada upaya memberikan kepastian hukum dalam prosedur administrasi pemerintahan, diantaranya menjelaskan
para pihak yang berhak untuk ikut serta dalam
administrasi pemerintahan; menjelaskan kepastian bahwa seorang pejabat tidak berwenang untuk pembuatan keputusan administrasi pemerintahan jika memiliki hubungan
dengan para pihak yang terlibat; menjelaskan
kebolehan memberikan kuasa dalam hal tindakan dan prosedur administrasi pemerintahan;
menjelaskan proses pengujian administrasi pemerintahan; menjelaskan tentang proses dan
syarat yang dibutuhkan dalam legalisasi dokumen administrasi pemerintahan; adanya kewajiban bagi pejabat atau badan pemerintah
untuk melakukan dengar pendapat jika keputusan administrasi pemerintahan yang akibatnya memberatkan, membebani atau mengurangi hak orangperorangan.
Keempat, keputusan administrasi pemerintahan. Hal ini menunjuk pada upaya memberikan kepastian hukum pada beberapa hal,
diantaranya: menjelaskan syarat-sahnya keputusan administrasi pemerintahan; keberlakuan surat keputusan; batas-batas diskresi; dan
penyampaian keputusan; pencabutan, penarikan, pembatalan dan revisi keputusan administrasi pemerintahan. Hal ini menjadi sangat
penting agar warga negara terhindar dari sikap
arogan para pejabat publik atau institusi pemerintahan. Kepastian hukum ini akan menuntut sikap profesionalisme aparat pemerintah
serta tanggung jawab pemerintah dalam berhubungan dengan setiap warga negara.
Kelima, upaya administratif terhadap keputusan administrasi pemerintahan. Hal ini menunjuk adanya kepastian hukum tentang diperbolehkannya usaha untuk menyampaikan keberatan atas keputusan administrasi pemerintahan, tata cara, dan batas akhir menyampaikan keberatan. Kepastian hukum merupakan
perlindungan para pencari keadilan terhadap
tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seorang akan dapat memperoleh sesuatu
Ratnawati, Putusan Hakim antara Harapan dan Realitas (Refleksi Hasil Riset Putusan Hakim), Jurnal Ilmu
Hukum Amanna Gappa, Vol. 17 No. 1, Maret 2009,
Makassar: Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, hlm.
66.
10
12
13
Budaya unggul birokrasi dapat menciptakan kader-kader birokrasi yang juga unggul, siap mengawal prosesi reformasi birokrasi
secara lebih baik, lebih inovatif dan berani
mengambil perubahan baru untuk kehidupan
yang semakin dinamis.
Penutup
RUU AP sejatinya adalah undangundang yang mengatur bagaimana administrasi
pemerintahan dilakukan oleh pemerintah dan
warga negaranya. RUU ini memuat beberapa
Gray, Andrew. Government and Administration: Public Service and Public Servants.
Parliamentary Affairs. Academic Research Library. Vol. 58 No. 2. April 2005;
14
Daftar Pustaka
Da Rocha, Antonio L Casado. 2002. Pembangkangan Sipil. Pasuruan: Penerbit Tadarus;