Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

FRAKTUR DENTOALVEOLAR

Oleh :
Citra Dewi Wahyuningsih
15710092

Pembimbing
Drg. Henry Wahyu, Sp.BM

SMF ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
Fraktur Dentoalveolar. Penyusunan referat ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik di SMF Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut di RSUD Sidoarjo.
Penulis berharap referat ini akan berguna bagi kita semua, khususnya bagi
dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik untuk memperlancar
studinya. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada drg. Henry
Wahyu, Sp. BM yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu
dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan segala masukan serta kritik dan saran-saran dari
pembaca yang sangat diharapkan guna memperbaiki referat ini.
Sidoarjo, Januari 2016
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi ........................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2
2.1 Definisi......................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi................................................................................................ 2
2.3 Etiologi ........................................................................................................ 2
2.4 Klasifikasi..................................................................................................... 3
2.5 Diagnosis...................................................................................................... 13
2.6. Penatalaksanaan........................................................................................... 16
2.7 Pencegahan................................................................................................... 18
BAB 3 KESIMPULAN...................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA

20

BAB 1
PENDAHULUAN

Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas


jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya. Fraktur gigi dapat dimulai
dari ringan (melibatkan chipping dari lapisan gigi terluar yang disebut email
dan dentin) sampai berat (melibatkan fraktur vertikal, diagonal, atau
horizontal akar). Email dan dentin adalah dua lapisan pelindung terluar gigi.
Email adalah permukaan terluar yang keras dan berwarna putih. Dentin adalah
lapisan kuning yang terletak tepat di bawah email. Email dan dentin keduanya
berfungsi melindungi jaringan gigi bagian dalam. Mahkota terlihat sepertiga
dari gigi, sedangkan sisanya dua pertiga yang ditutupi dengan gusi disebut
akar.1
Puncak insidensi terjadi pada anak usia 2 - 3 tahun. Insidensi injuri
pada laki-laki dua kali lebih banyak daripada perempuan baik pada usia anak
maupun dewasa. Etiologi yang paling sering dilaporkan adalah akibat jatuh
dan kecelakaan olahraga.2
Klasifikasi fraktur dentoalveolar menurut WHO terdiri atas tiga tipe
rudapaksa yaitu tipe 1 yang menyangkut jaringan keras gigi dan pulpa, tipe 2
yaitu fraktur pada jaringan periodontal, seperti luksasi dan avulsi gigi, tipe 3
yaitu fraktur pada tulang pendukung dan tipe 4 yang mengenai jaringan lunak
mulut.3
Anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiografi diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosis fraktur dentoalveolar. Rencana
perawatan fraktur dentoalveolar secara umum adalah reposisi dan fiksasi gigi
yang mengalami trauma.
Dalam kesempatan ini, akan dibahas lebih dalam mengenai
epidemiologi, etiologi, klasifikasi, tata laksana, dan pencegahan dari trauma

dentoalveolar.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

DEFINISI
Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas
jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya yang disebabkan trauma.
Fraktur dentoalveolar didefinisikan sebagai fraktur yang meliputi avulsi,
subluksasi, atau fraktur gigi yang berkaitan dengan fraktur tulang alveolar.
Fraktur dentoalveolar dapat terjadi tanpa atau disertai dengan fraktur bagian
tubuh lainnya, biasanya terjadi akibat kecelakaan ringan seperti jatuh,
benturan saat bermain, berolahraga atau iatrogenik.1,4

2.2.

EPIDEMIOLOGI
Puncak insidensi terjadi pada anak usia 2 - 3 tahun, sebagai akibat
sekunder perkembangan koordinasi motorik. Pada gigi tetap, puncak insidensi
terjadi pada anak usia 10 tahun saat dimulainya aktivitas atletik. Insidensi
trauma dentoalveolar pada anak pada usia 5 tahun adalah 31-40% anak lakilaki dan 16-30% anak perempuan. Pada usia 12 tahun sebanyak 12-33% anak
laki-laki dan 4-19 % anak perempuan. Insidensi injuri pada laki-laki dua kali
lebih banyak baik pada usia anak maupun dewasa.1,2

2.3.

ETIOLOGI
a. Trauma
Etiologi yang paling sering dilaporkan adalah akibat jatuh dan kecelakaan
olahraga. Seiring pertambahan usia, etiologi paling banyak adalah
kecelakaan lalu lintas dan perkelahian.
Penyebab trauma dibagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung.
Trauma langsung jika benturannya itu langsung mengenai gigi, biasanya
pada regio anterior. Trauma tidak langsung terjadi ketika ada benturan
rahang bawah ke rahang atas, gigi patah pada bagian mahkota atau

mahkota-akar di gigi premolar dan molar, dan juga pada kondilus dan
simfisis rahang.1, 3
b. Kebiasaan buruk
Kebiasaan buruk yang sering menjejaskan kualitas gigi. Sebagai contoh,
banyak orang menggunakan gigi mereka sebagai alat pembuka botol dan
kemasan plastik atau mencabut label harga pada baju. Kebiasaan ini dapat
menyebabkan efek traumatis pada gigi, melemahkan tepi gigi bahkan bisa
menyebabkan maloklusi.3
c. Kehilangan sebagian besar struktur gigi
Kehilangan bagian email dan dentin gigi umumnya disebabkan oleh
kondisi karies yang meluas. Gigi yang mengalami karies yang meluas
akan mengurang kekuatan gigi untuk menahan daya untuk kegiatan harian
terutama mengunyah yang menyebabkan gigi lebih rentan fraktur.3
d. Suhu ekstrim
Orang yang mepaparkan email gigi kepada suhu ekstrim seperti makan
makanan panas kemudian minum air es. Perlakuan ini melemahkan email
gigi dan memudahkan terjadi fraktur gigi.3
e. Tambalan
Salah satu kebiasaan yang terjadi fraktur adalah ketika gigi mempunyai
tambalan yang besar. Kekuatan gigi yang rendah disebabkan oleh bahan
tambalan gigi yang tidak sama kuat dibandingkan dengan email atau
dentin, dapat menimbulkan resiko gigi menjadi fraktur.3
2.4.

KLASIFIKASI
Klasifikasi yang banyak dijadikan pedoman dalam penanganan fraktur
dentoalveolar adalah klasifikasi menurut World Health Organization (WHO).
Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO)
diterapkan pada gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi,
jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut. Pada pembahasan
ini

klasifikasi

WHO

yang

diterangkan

hanya

pada

trauma

yang

mengakibatkan fraktur dentoalveolar, yaitu cedera pada jaringan keras gigi


dan pulpa, jaringan
periodontal, dan tulang pendukung:1,5
a. Cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa

1. Enamel infraction: jenis fraktur tidak sempurna dan hanya berupa


retakan tanpa hilangnya substansi gigi.

Gambar 2.1. Enamel Infraction


2. Fraktur email: hilangnya substansi gigi berupa email saja.

Gambar 2.2. Fraktur Enamel


3. Fraktur email-dentin: hilangnya substansi gigi terbatas pada email
dan dentin tanpa melibatkan pulpa gigi.

Gambar 2.3. Fraktur Enamel-Dentin


4. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture): fraktur
email dan dentin dengan pulpa yang terpapar.

Gambar 2.4. Fraktur Mahkota Kompleks


5. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root
fracture): fraktur email, dentin, sementum, tetapi tidak melibatkan
pulpa.

Gambar 2.5. Fraktur Mahkota-Akar Tidak Kompleks


6. Fraktur mahkota-akar kompleks (complicated

crown-root

fracture): fraktur email, dentin, dan sementum dengan pulpa yang


terpapar.

Gambar 5.6. Fraktur Mahkota Akar Kompleks


7. Fraktur akar: fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan
pulpa, dapat disubklasifikasikan lagi menjadi apikal, tengah, dan
sepertiga koronal (gingiva).

Gambar 2.7. Fraktur Akar

Gambar 2. 8 Cedera pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa


b. Cedera pada jaringan periodontal
1. Concussion: tidak ada perpindahan gigi, tetapi ada reaksi ketika
diperkusi.

Gambar 2.9. Concussion


2. Subluksasi: kegoyangan abnormal tetapi tidak ada perpindahan
gigi.

Gambar 2.10. Subluksasi


3. Luksasi ekstrusif (partial avulsion): perpindahan gigi sebagian dari
soket.

Gambar 2.11. Luksasi Ekstrusif


4. Luksasi lateral: perpindahan ke arah aksial disertai fraktur soket
alveolar.

Gambar 2.12. Luksasi Lateral


5. Luksasi intrusif: perpindahan ke arah tulang alveolar disertai
fraktur soket alveolar.

Gambar 2.13. Luksasi Intrusif


6. Avulsi: gigi lepas dari soketnya

Gambar 2.14. Avulsi

Gambar 2.15. Cedera pada Jaringan Periodontal


c. Cedera pada tulang pendukung
1. Pecah dinding soket alveolar mandibula atau maksila : hancur dan
tertekannya soket alveolar, ditemukan pada cedera intrusif dan
lateral luksasi.

Gambar 2.16. Pecah Dinding Soket Alveolar


2. Fraktur dinding soket alveolar mandibula atau maksila : fraktur
yang terbatas pada fasial atau lingual/palatal dinding soket.

Gambar 2.17. Fraktur Dinding Soket Alveolar


3. Fraktur prosesus alveolar mandibula atau maksila : fraktur
prosesus alveolar yang dapat melibatkan soket gigi.

Gambar 2.18. Fraktur Prosesus Alveolar


4. Fraktur mandibula atau maksila : fraktur dengan atau tidak
melibatkan soket alveolar.

Gambar 2.19. Fraktur Mandibula

Gambar 2.20. Cedera pada Tulang Pendukung


d. Cedera pada jaringan lunak mulut
Fraktur dentoalveolar hampir selalu disertai vulnus. Pada bagian dalam
laserasi degloving sering ditemukan debris atau kotoran tanah, sehingga
debridement perlu diikuti dengan irigasi yang cermat.5
Sedangkan Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada
gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:1
a. Kelas 1
Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
b. Kelas 2
Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin
tetapi belum melibatkan pulpa.
c. Kelas 3
Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.
d. Kelas 4
Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
e. Kelas 5

Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.


f. Kelas 6
Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
g. Kelas 7
Perubahan posisi atau displacement gigi.
h. Kelas 8
Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan
fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak
mengalami perubahan.
i. Kelas 9
Kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

2.5.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan
penilaian terhadap kondisi pasien. Tujuh kriteria anamnesis yang harus
dipenuhi, antara lain adalah:1,5
1. Lokasi
2. Kualitas
3. Kuantitas dan keparahannya
4. Waktu
5. Keadaan yang memicu terjadinya keluhan
6. Faktor lain yang memperberat atau memperingan gejala
7. Gejala lain yang menyertai keluhan utama
Urgensi anamnesis pada kasus fraktur dentoalveolar sangatlah penting
karena akan menentukan prognosis dan perawatan yang cepat dan tepat
dalam menindaklanjuti kejadian fraktur dentoalveolar pada anak.
Anamnesis dapat berupa pertanyaan mengenai riwayat dental maupun
riwayat medis jika kondisi memungkinkan dan kesehatan umum baik.1
Selain itu ditanyakan juga tentang riwayat medis jika terdapat kelainan
sistemik pada pasien untuk pertimbangan perawatan dan premedikasi agar
komplikasi dapat dihindari selama perawatan dental,1
b. Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan menyeluruh diperlukan untuk menilai sejauh mana
cedera yang terjadi. Informasi penting harus dikumpulkan untuk setiap

pasien termasuk: tanda- tanda vital, review dari semua bagian kepala,
sistem dan pemeriksaan leher. Hal ini penting untuk mengurangi
cedera kepala, kerusakan mata, cedera tulang belakang, dan leher.
Sebuah evaluasi dari ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya dapat
menetapkan adanya cedera kepala. Hal penting yang harus
diperhatikan ketika terjadi cedera yang cukup berat adalah tanda-tanda
syok, seperti muka yang pucat, suhu badan dingin, nadi yang tidak
beraturan, dan hipotensi.1,5
2. Pemeriksaan Ekstra Oral
Pasien dengan fraktur dentoalveolar

harus

diperiksa

kondisi

kepalanya. Luka ekstra oral seperti bengkak, memar, dan laserasi dapat
mengindikasikan adanya fraktur pada tulang dan gigi. Tulang fasial
pun harus dipalpasi untuk mengetahui ada tidaknya diskontinuitas
tulang. Pemeriksaan lainnya adalah inspeksi pada kondisi sendi
temporomandibular, jika ada bengkak, kliking, atau krepitasi. Kondisi
pergerakan mandibula atau deviasi mandibula harus dicurigai adanya
fraktur atau dislokasi rahang.1,5, 6
3. Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan intra oral dievaluasi kondisi dalam rongga mulut, baik
jaringan keras maupun jaringan lunaknya. Berikut adalah pemeriksaan
intra oral yang harus dilakukan pada pasien fraktur dentoalveolar:1,5
a) Kegoyangan gigi
b) Reaksi pada perkusi
c) Warna gigi
d) Reaksi terhadap tes sensitifitas
e) Tes vitalitas pulpa
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk menegakkan diagnosa
dengan tepat. Macam foto rontgen yang dapat dilakukan, antara lain:1, 3, 6
a) Foto Periapikal, dapat memberikan gambaran terperinci pada trauma
alveolar dan gigi.
b) Foto oklusal, memberikan gambaran lebih mendetail fraktur prosesus
alveolaris dan gigi.
c) Foto Panoramik, dapat memberikan informasi gambaran fraktur
mandibula keseluruhan. Foto panoramik juga dapat memberikan

informasi mengenai keadaan nasal, septum nasi, dan periorbital


bawah.
d) Foto Posteroanterior, dapat menujukkan pergeseran medial atau lateral
fragmen fraktur, angulus, korpus, simfisis, orbita, dan sinus maksilaris.

Gambar 2.21. Gambaran Foto Rontgen pada Fraktur Gigi


2.6.

PENATALAKSANAAN
Perawatan fraktur dentoalveolar sebaiknya dilakukan sesegera
mungkin, karena penundaan perawatan akan mempengaruhi prognosis gigi
geligi. Bila fraktur dentoalveolar merupakan bagian dari fraktur wajah yang
lebih serius, perawatan dapat dilakukan secara efektif untuk menstabilkan
keadaan umum pasien terlebih dahulu.5
Tujuan perawatan fraktur dentoalveolar adalah mengembalikan bentuk
dan fungsi organ pengunyahan senormal mungkin. Prognosis fraktur
dentoalveolar dipengaruhi oleh keadaan umum dan usia pasien serta
kompleksitas fraktur.5
a. Trauma pada Gigi Sulung
Perawatan gigi sulung yang mengalami trauma pada umumnya tidak
berbeda dengan perawatan gigi tetap. Gigi sulung yang intrusi biasanya
akan erupsi secara spontan. Gigi yang tidak terlalu bergeser dan tidak
menyebabkan

gangguan

oklusi

dapat

diobservasi

saja.

Fraktur

dentoalveolar yang kompleks pada gigi sulung jarang terjadi karena


elastisitas tulang alveolar.5
b. Trauma pada Gigi Tetap
1. Trauma yang mengenai jaringan keras gigi
a) Fraktur mahkota

Fraktur email hanya memerlukan penghalusan bagian yang tajam,


atau penambalan dengan komposit. Fraktur dentin sebaiknya
ditambal sesegera mungkin, khususnya pada pasien muda karena
penetrasi bakteri melalui tubulus dentin cepat terjadi. Penambalan
dengan semen kalsium hidroksida dan restorasi komposit sudah
cukup ideal. Bila patahan gigi cukup besar, fragmen mahkota dapat
disemen kembali menggunakan resin komposit. Fraktur pulpa
dapat dirawat dengan pulp capping, pulpotomi, atau ekstirpasi
pulpa.3, 5, 6
b)

Fraktur akar
Fraktur mahkota yang oblik dapat meluas ke subgingiva (fraktur
mahkota-akar). Bila garis fraktur tidak terlalu jauh ke apikal dan
pulpa tidak terbuka, cukup ditambal dengan restorasi komposit.
Bila fraktur meluas sampai jauh ke apikal, atau bila gigi terbelah
secara vertikal, umumnya ekstraksi harus dilakukan. Fraktur akar
horizontal prognosisnya tergantung pada garis fraktur. Bila garis
fraktur terletak di dekat gingiva, fragmen mahkota dapat
diekstraksi dan dilakukan perawatan endodontik serta pembuatan
mahkota pasak. Bila garis fraktur terletak jauh ke apikal, gigi

sebaiknya diekstraksi.3, 5, 6
2. Trauma yang mengenai jaringan periodontal
a) Malposisi
Gigi yang luksasi, ekstrusi dan intrusi direposisi dan di-splint
untuk imobilisasi gigi selama 7-21 hari. Setelah periode
imobilisasi selesai vitalitas gigi tersebut harus diperiksa.5
b) Avulsi
Gigi yang avulsi dapat direplantasi dengan memperhatikan
sejumlah faktor, yaitu tahap perkembangan akar, lamanya
keberadaan gigi di luar soket, lamanya penyimpanan dan media
yang digunakan. Idealnya replantasi dilakukan sesegera mungkin.
Sebaiknya dipastikan bahwa sel ligamen periodontal tidak

mengering, yakni tidak lebih dari 30 menit. Kemudian dilakukan


imobilisasi dengan pemasangan splint.3, 4, 5
3. Trauma yang mengenai tulang alveolar
Perawatan fraktur tulang alveolar biasanya hanya memerlukan anastesi
lokal, dan paling baik dilakukan segera setelah trauma. Reduksi
tertutup fraktur alveolar tertutup biasanya

dilakukan dengan

manipulasi jari yang diikuti dengan splinting. Imobilisasi tersebut


harus menyertakan beberapa gigi yang sehat. Fiksasi intermaksilar
kadang-kadang diperlukan bila fragmen fraktur sangat besar, atau bila
prosedur splinting tidak menghasilkan imobilisasi yang adekuat,
dengan memperhatikan oklusi yang benar. Reduksi terbuka jarang
dilakukan untuk fraktur alveolar, kecuali bila merupakan bagian dari
perawatan fraktur rahang.3, 7, 5
Pada ekstraksi gigi yang menyebabkan komunikasi oro antral, harus
dilakukan penutupan segera dengan flap bukal. Pasien diberi obat tetes
hidung ephedrine 0,5% untuk membantu drainase antral, dan antibiotik
untuk mencegah timbulnya fistula oroantral.5
4. Trauma yang mengenai jaringan lunak mulut
Fraktur dentoalveolar hampir selalu disertai

vulnus.

Prinsip

perawatannya terdiri atas pembersihan, pembuangan jaringan nekrotik


(debridement), penghentian perdarahan dan penjahitan. Pada bagian
dalam laserasi degloving sering ditemukan debris atau kotoran tanah,
sehingga debridement perlu diikuti dengan irigasi yang cermat.
Fraktur dentoalveolar sering mengakibatkan luka terbuka, sehingga
perlu diberikan antibiotik profilaksis dan obat kumur antiseptik.5, 7, 8
2.7.

PENCEGAHAN
Penyebab fraktur dentoalveolar sering terjadi akibat kecelakaan, bukan
hanya saat berkendara tetapi juga saat berolahraga. Dihimbau kepada
masyarakat untuk menggunakan sabuk pengaman saat berkendara dan
memakai helm saat bersepeda. Hal ini dapat mengurangi resiko cedera saat
terjadi kecelakaan lalu lintas. Cedera saat berolahraga dapat dicegah dengan
mouth protector. Contoh olahraga yang biasanya membutuhkan alat ini adalah

olahraga dinamis, seperti sepakbola, hoki, baseball, softball, dan lain


sebagainya.1

BAB 3
KESIMPULAN
Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau putusnya kontinuitas
jaringan keras pada stuktur gigi dan alveolusnya yang disebabkan trauma.
Fraktur dentoalveolar dapat terjadi tanpa atau disertai dengan fraktur bagian
tubuh lainnya, biasanya terjadi akibat kecelakaan ringan seperti jatuh,
benturan saat bermain, berolahraga atau iatrogenik.
Klasifikasi fraktur dentoalveolar yang sering dipakai adalah menurut
terdiri atas empat tipe, yaitu tipe 1 yang menyangkut jaringan keras gigi dan
pulpa, tipe 2 yang mengenai jaringan periodontal, tipe 3 fraktur pada tulang
penyangga dan tipe 4 yang mengenai jaringan lunak mulut.
Diagnosis fraktur dentoalveolar ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan klinis yang meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan ekstra oral,
dan pemeriksaan intra oral, serta pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
gigi.
Perawatan fraktur dentoalveolar dilakukan berdasarkan jenis dan
kompleksitas fraktur. Tujuan perawatan fraktur dentoalveolar adalah untuk
mengembalikan bentuk dan fungsi organ pengunyahan senormal mungkin.
Prognosis fraktur dentoalveolar dipengaruhi oleh keadaan umum dan usia
pasien serta kompleksitas fraktur.

DAFTAR PUSTAKA
1. Asri F. 2012. Penggunaan Alat Stabilisasi pada Penanganan Fraktur
Dentoalveolar Anak. Bandung, Universitas Padjajaran.
2. Mendes F. A Prospective Study of Dentoalveolar Trauma at the Hospital das
Clinicas,

Sao

Paulo

University

Medical

School.

http://www.scielo.br/cgi-bin/fbpe/fb-text Maret 2008


3. Tiwana
P.
Dentoalveolar
Trauma.

Diunduh

Diunduh

dari
dari

http://www.cmf.hyperguides.com/tutorials/d ento_trauma Maret 2008


4. Banks P, Brown A. Fractures of The Facial Skeleton. Wright; 2001.p.40-2,729
5. Togi S; Sri; Merry S; Yastini R; Gemala B. 2008. Penatalaksanaan Fraktur
Dentoalveolar. Jakarta. Majalah Kedokteran FK UKI 2008 Vol XXVI No.2
6. Ellis E. Soft Tissue and Dentoalveolar Injuries. Dalam: Peterson LJ, Ellis E,
Hupp J, Tucker M. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th eds.
St.Lauis. Mosby Inc. 2003.
7. Pedersen G. Oral Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company,
1988.p.234-8
8. Kruger G. Textbook of Oral Surgery. 4th eds. St.Lauis. The C.V. Mosby
Company, 1974.

Anda mungkin juga menyukai