Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS :
Nama

: Tn. S

Usia

: 17 tahun

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Alamat

: Panguragan Lor

Pekerjaan

: Pelajar

Suku

: Jawa

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Tanggal pemeriksaan : Rabu, 29 November 2016


ANAMNESIS
Autoanamnesa
Keluhan utama :
Lepuh-lepuh kecil kemerahan di badan sejak 4 hari yang lalu dan disertai demam.
Riwayat penyakit sekarang :
Lepuh-lepuh kecil kemerahan di badan dialami sejak 4 hari yang lalu. Awalnya
timbul bentol-bentol kemerahan pada daerah dada yang kemudian menyebar ke leher, wajah,
punggung, perut dan lengan. Bentol-bentol merah kemudian berubah menjadi lepuh dan
berisi cairan. Penderita juga mengeluh ada rasa gatal pada daerah yang terdapat lepuh, rasa
nyeri disangkal penderita.
Demam dialami pasien sejak 3 hari yang lalu, dan disertai dengan rasa lemah badan,
sakit kepala dan batuk. Menurut keterangan pasien, Adik pasien menderita penyakit yang
sama 2 minggu yang lalu. Pasien belum pernah berobat ke dokter dan hanya memberikan
bedak untuk menguragi gatal. Pasien kemudian datang ke poliklinik penyakit kulit dan
kelamin untuk mendapat pengobatan.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien belum pernah mendapat sakit seperti ini.
1

Riwayat penyakit hati, ginjal, jantung, diabetes melitus disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit keluarga :
Adik pasien juga mengalami sakit kulit seperti ini 2 minggu yang lalu.
Riwayat alergi :
Makanan

: Disangkal

Obat

: Disangkal

Riwayat atopi :
Riwayat asma disangkal
Riwayat kebiasaan:
Pasien mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri, air yang
digunakan berasal dari air PAM dan pakaian dalam diganti 2 kali sehari.
Riwayat sosial:
Rumah permanen, lantai dan dinding beton, atap seng, dihuni oleh 4 orang dengan
jumlah kamar 3. Kamar mandi dan WC berada di dalam rumah dan terpisah. Sumber air
sumur dan sumber listrik PLN.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata:
Keadaan umum: Cukup

kesadaran: Kompos mentis

TD: 120 / 80 mmHg, Nadi: 88 x/menit, Respirasi: 22 x/menit, SB: 37,5 0C


Kepala

: Mata: Konjungtiva anemis (-/-)


Sclera Ikterus (-/-)
Mulut: lesi (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening ()

Thoraks

: Pergerakan napas kiri = kanan


Suara pernapasan vesikuler
Wheezing (), rhonki ()
Stem fremitus kiri = kanan

Abdomen

: Datar, lemas, nyeri tekan (), bising usus (+) normal,


2

Hati dan limpa tidak teraba


Ektremitas

: Akral hangat, edema ()

Status dermatologis :
Regio

: Punggung

Efloresensi

: Tampak vesikel-vesikel dengan dasar eritematosa, terdapat pustul, erosi (+)

dan krusta (+)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan.
DIAGNOSIS KERJA
Varisela
DIAGNOSIS BANDING
Herpes Zoster

PENANGANAN
1. Non-medikamentosa
a
b
c

Istirahat yang cukup.


Makan makanan yang bergizi
Menjaga kebersihan diri dengan tetap mandi walaupun masih banyak terlihat bintik-

bintik.
Tidak menggaruk dan memecahkan lepuh-lepuh tersebut karena dapat menimbulkan
bekas luka garukan dikulit.

2. Medikamentosa
Antivirus

: Asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari

Analgesik/antipiretik : Parasetamol 3 x 500 mg/hari, bila panas


Topikal

: Bedak salisil 2% pada lesi yang kering

Imunostimulan

: 1 x 1 tablet selama 7 hari

PROGNOSIS
Prognosis pada kasus ini adalah :
Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad fungsionam : Bonam


Quo ad sanationam

: Bonam

BAB II
4

TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Varicella adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster yang

menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1 Varicella merupakan penyakit infeksi virus akut
dan cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.2
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan sekunder.
Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang
pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi
sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.3
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi
primer, setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi varicella. Kemudian setelah
penderita varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten
(tanpa ada manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut
dapat menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes
Zoster.4
II.

EPIDEMIOLOGI
Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua golongan

umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang terutama anakanak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang dewasa, umumnya
gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varicella
sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi
vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung.
Masa penularannya, pasien dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit
timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung
dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di
lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan
kedua mungkin berupa penyebaran ke kulit pada herpes zoster.1,2,4,6
III.

ETIOLOGI
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini memberi

pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella, sedangkan
5

reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok
virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140200 nm.1,2,6
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya
dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri
dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan
sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang
merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap
hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan
varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita
varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk
laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga
menyebabkan Herpes Zoster.4,5,7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella
sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia.4

Gambar 3.1 Struktur partikel virus varicella-zooster


Sumber : http://www.bio-rad.com

IV.

PATOFISIOLOGI

Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus masuk
ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring (percikan
ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam
jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan
oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada
masa inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,9
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua
minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini
menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah,
terutama ke kulit dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul

berturut-berturut, yang

menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan
setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di
leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai
komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ
selain kulit.2,9
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi
pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap
varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi
sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang
selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya
resiko infeksi yang berat.9
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun,
neoplasia, supresi imun).3
V.

GEJALA KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih

lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan
pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap varicella.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala seperti
demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform. Stadium
7

erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang
berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak
memperlihatkan cekungan ditengah (unumbilicated).4
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise
dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang
dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan
embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan
kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi
keruh. Sementara proses ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan
gatal. Timbul lagi vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga
menimbulkan gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium
erupsi bergelombang.1,2,4

Gambar 5.1 Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster


Sumber : http://health.howstuff works.com
Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening
regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih
besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam yang seringkali

didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri
punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.9
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan
kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul
berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil
di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan lebih banyak
terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak
tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang
lebih besar di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.9

Gambar 5.2 Gambaran orang yang terkena infeksi varicella


Sumber : http://www.emedicinehealth.com

Gambar 5.3 Infeksi varicella pada penderita dengan imunisasi


Sumber : http://www.emedicinehealth.com
Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12 jam,
dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel,
pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan
aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding
tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti embun di atas daun
mawar. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga
mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 13 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang.
Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah
menyembuh dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama
beberapa minggu/bulan.9,14
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat
sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.9,14

10

Gambar 5.4 Lesi dengan spektrum luas


Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E.
Varicella. In: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine; seventh
edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.
Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan (terusmenerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective study
menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada kasus
sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena
paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan
lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.5,9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat
dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang
kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya.
Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium
vesikuler.9,14
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan varicella kongenital pada neonatus.1
Karena kemungkinan mendapat varicella pada masa kanak-kanak sangat besar, maka
varicella jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17%
dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat varicella ketika hamil akan menderita
kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah,
hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis,
11

atrofi kortikal, katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang
wanita hamil mendapat varicella dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari
neonatus yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala varicella kongenital pada waktu
dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya varicella yang timbul berlangsung ringan dan
tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varicella
dalam waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala
varicella kongenital pada umur 5-10 hari. Disini perjalanan penyakit varicella sering berat
dan menyebabkan kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun
waktu fetus berkontak dengan varicella dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada
fetus.4
VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk pemeriksaan varicella bahan diambil dari dasar vesikel dengan cara kerokan an
dicat dengan Giemsa dan Hematoksilin Eosin, maka akan terlihat sel-sel raksasa
(giant cell) yang mempunyai inti banyak dan epitel sel berisi Acidophilic Inclusion
Bodies atau dapat juga dilakukan pengecatan dengan pewarnaan imunofluoresen,

VII.

sehingga terlihat antigen virus intrasel.


Isolasi virus dapat dilakukan dengan menggunakan fibroblast pada embrio manusia.

Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel, kadang-kadang ada darah.


Antibodi terhadap varicella dapat dideteksi dengan pemeriksaan Complemen Fixation

Test, Neurailization Test, FAMA, IAHA, dan ELISA.


Tzanck test

DIAGNOSIS
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu penampilan

dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat
terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.9
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan
atau bahkan

tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan.

Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan


lesi pada membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat.2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan
sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti), pemeriksaan
mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan material biopsi (kultur),
dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3
12

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Herpes zoster : lesi monomorf, nyeri, biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga
sama-sama biasanya didahului oleh fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai
dengan rasa nyeri, perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan
berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa gelembunggelembung kecil yang berkelompok di aatas dasar eritematosa..3,6
Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang
eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan
pigmentasi.
Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi pustula dan
krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak menyerang mukosa
mulut.
Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya antara jarijari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.
IX.

PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik dengan

antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti
asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin
oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika
berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (varicella zoster
immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan varicella, diberikan intramuscular
dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat /
tirah baring. 1,2,4
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa analog
nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan analog
pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga
terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir
monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat

13

DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir
dibandingkan HSV.9
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan
frekuensi pemberian obat berkurang.9
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir
dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya
lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo.9
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Pengobatan
topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion
kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang
bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian
golongan salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma
Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.9
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir
(dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan
dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya
lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah
timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena varicella merupakan
infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus,
sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana
harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang
menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat
penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat
diberikan.6,9
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang dewasa
muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam
setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari) secara signifikan
mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan
menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang
dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir,
yang diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis
14

1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja
normal dan dewasa.
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama kehamilan karena
risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain
merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada trisemester ketiga
ketika organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko
pneumonia varicella, dan ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian
acyclovir intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai
dengan penyakit sistemik.9
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten dengan
pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah
sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan
takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella pada orang
yang imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi
okular, sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena.9
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela menunjukkan
bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden komplikasi yang
mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai
timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien
yang disertai dengan imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan
famciclovir atau valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan
kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada
penyakit berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam selama
7 hari.6,9
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita leukemia,
penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis. Vidarabine atau adenine
arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap virus varicella. Vidarabine dapat
digunakan dengan hasil yang baik pada penderita pneumonie varicella. Dosis yang dianjurkan
ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune
response.4

X.

PENCEGAHAN
15

Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif ataupun pasif.
Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin varicella berasal dari galur yang telah
dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno globulin
(ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan titer
antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi
herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak dengan penderita
varicella dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan defisiensi
imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan
pencegahan yang sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam
jumlah yang lebih besar.4
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster
dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari
setelah kontak dengan penderita varicella pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia
atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insidens varicella dan merubah
perjalanan penyakit varicella menjadi ringan dan dapat mencegah varicella untuk kedua
kalinya. Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan varicella jadi ringan tapi
tidak mencegah timbulnya varicella. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada
bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda
varicella. Ini dapat dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.4,5
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin varicella ini hanya diberikan kepada penderita
leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan defisiensi imunologis
untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh varicella. Pada anak
sehat sebaiknya vaksinasi varicella ini jangan diberikan karena bila anak tersebut terkena
penyakit ini, perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan
suatu penyakit laten dan akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu
diberikan. Angka serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan
atau lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat
diberikan setelah 4-6 tahun.1,4,5
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun.
Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis
yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan
masih terjadi, karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup
sudah timbul antara 3-6 hari setelah vaksinasi.1
16

Karakteristik vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi pada
awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella.
Vaksin varicella ini dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun
1988. Vaksin ini diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12
bulan dan yang lebih tua.9,12
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella antigen,
97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer antibodi yang
dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden vaksin mempertahankan antibodi
untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7
sampai 10 tahun setelah vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70%
sampai 90% terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.12,13
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang lebih
tua, rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu dosis, dan 99%
mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang diberikan 4 sampai 8 minggu
kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari pemberian vaksin
varicella setelah dosis kedua yang diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.12
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian besar
vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan lebih ringan,
dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada vesikuler.
Dimana kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi
demam.12,13
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan sebaliknya,
penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi sebagai faktor risiko untuk
terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua, penyelidikan baru-baru telah
mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan
usia sebagai faktor risiko untuk terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa menjadi
hasil dari beberapa faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi,
vaksin impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak akurat.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella meningkatkan kekebalan
dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak.12
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak tanpa
kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua
anak pada usia ini terlepas dari riwayat varicella.12
17

Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian . Dosis
kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu
setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak
berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28
hari setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini
juga dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada orangorang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.12
Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin varicella
telah terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan pada saat yang sama
sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum suntik yang terpisah. Jika vaksin
varicella dan MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian harus
dipisahkan setidaknya 28 hari. Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi
terpisah dengan jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.12
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa
vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100% dalam mencegah penyakit atau
terjadinya keparahan penyakit jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5
hari, setelah paparan. ACIP merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang
tidak terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang terpapar varicella.
Jika paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca paparan harus
diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan berikutnya.12
Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada tempat
penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin varicella
diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP merekomendasikan
pemberian dosis kedua vaksin varicella untuk pengendalian wabah. Jadi selama wabah
varicella, orang-orang yang telah menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima dosis
kedua, yang diberikan sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama
(3 bulan untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu untuk
orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).12
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis)
dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin
varicella. Orang dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan umum, penyakit
defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus divaksinasi dengan vaksin varicella.
Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian,
atau steroid aerosol bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang
18

imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk
kemoterapi) dapat divaksinasi.12,13
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima vaksin varicella. Anak yang
terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat
dipertimbangkan untuk vaksinasi.12
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak menerima
vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan kehamilan atau janin yang
dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak sengaja menerima vaksin varicella
sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP merekomendasikan kehamilan harus
dihindari selama 1 bulan setelah menerima vaksin varicella.12,13
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya ditunda
sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada penyakit yang cenderung ringan,
seperti otitis media dan infeksi saluran pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan
paparan atau pemulihan dari penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin varicella.
Meskipun tidak ada bukti bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk
tuberkulosis, vaksinasi tidak dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif.12
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti kuku digunting
agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering mungkin.4
XI.

KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi

pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis,


keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura).1,2
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi.
Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada
neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh
infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus
atau Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau
erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan
parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya.
19

Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin
eksfoliatif.9,14
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan
oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella jarang didapatkan
pada anak dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi
imunologis atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan.4
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif
terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan
berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.9
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan berlangsung
lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia
varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa pasien
gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan
dimana gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri
dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah
timbulnya ruam.9,14
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas
dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian
maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada
kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena
varicella pneumonia berat, tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara
subtansial meningkatkan kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai
komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat
menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella perinatal (varicella yang terjadi dalam
waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada varicella yang terjadi pada bayi yang
terinfeksi beberapa minggu kemudian.9,14
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas
mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang
semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan
penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi
dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis,
encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari

20

purpura yang ringan hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan
varicella malignansi.9,14
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia,
nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika
atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan
obesitas dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varicella dengan komplikasi
ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan
kelainan tingkah laku.4
Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara 1000
kasus. Varicella berhungan dengan sindroma Reye (ensepalopati akut disertai degenerasi
lemak di liver) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40%
pada semua kasus sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita
yang diterapi dengan aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri
akut lebih umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang
lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi
atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar
dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV
antibodi, dan VZV DNA pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan
infeksi secara langsung pada sistem saraf pusat.9
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan
iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim
secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigenantibodi kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.9,12
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut di
atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak
yang sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik,
demam reumatik) dan orang dewasa sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang
varicella pada penderita tersebut dapat menyebabkan kematian.4

XII.

PROGNOSIS

21

Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang
baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2
XIII. KESIMPULAN
Varicella merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang
kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi
di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21
hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang
dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang menjadi,
pustul, dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal
ke muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran nafas
bagian atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa
komplikasi yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang disertai dengan
defisiensi imun memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil dari
kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang diberikan pada
anak yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang diberikan pada orang
dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat pula diberikan antipiretik, dan
analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal untuk mencegah pecahnya vesikel secara
dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin varicella yang berasal dari galur yang
dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan diberikan vaksin ulangan 4-6
tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia 12 tahun dosis ulangan diberikan 4-8
minggu setelah dosis pertama. Pemberian vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis
0,5 ml.

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi Keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas Dermatologi;
edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,chicken pox). Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth Edition.
United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2. Jakarta: EGC;
2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from: http://www.emedicine.com.
8. Anonymous. Varicella zoster virus (VZV). (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun
14):(about

8p).

Available

from:

http://www.bio-

rad.com/prd/de/DE/CDG/PDP/LRLEAK15/Varicella-Zoster-Virus-(VZV).
9. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In: Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.
10. Anonymous. Varicella zoster virus infection face pictures. (homepage on the internet). 2013
(cited 2013 Jun 15):(about 9p). Available from: http://www.emedicinehealth.com/imagegallery/varicella-zoster_viru/images.htm.
11. Anonymous. Varicella zoster virus-chicken pox. (serial on the internet). 2013 (cited 2013 Jun
15):(about

9p).

Available

from:

http://health.howstuff

works.com/skin-

care/problems/medical/htm.
12. Anonymous. Varicella. (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun 14):(about 8p).
Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.
13. Anonymous. 2009. Varicella (chickenpox). (homepage on the internet). 2013 (cited 2013 Jun
17):(about 6p). Available from: http://www.ncirs.edu.au/ immunisation/fact-sheets.
14. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis; edisi
kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142.
23

24

Anda mungkin juga menyukai