Anda di halaman 1dari 7

BATIK MADIUN SENI TRADISIONAL

TUGAS 4
ESTETIKA

Disusun Oleh :
Shofia Ajiba Al - Haqiqi
C0915041

PROGRAM STUDI KRIYA TEKSTIL


FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
2016

Sebagai bangsa Indonesia kita patut berbangga karena pada tanggal


2 oktober 2009 UNESCO telah meresmikan batik sebagai aset kekayaan
budaya dunia yang berasal dari Indonesia. Batik adalah teknik rekalatar
menggunakan malam untuk merintang warna yanG selanjutnya melalui
tahap pencelupan warna dan pelorodan lilin malam. Tradisi membatik telah
diturunkan dari generasi ke generasi dengan tujuan agar kesenian ini dapat
terus lestari di tengah kehidupan masyarakat. Apabila pada zaman dahulU
batik hanya untuk kalangan raja dan bangsawan, di masa sekarang batik
telah berubah menjadi bahan sandang yang dapat dikenakan oleh segala
lapisan masyarakat dengan dikemas menjadi bermacam produk batik
Batik adalah seni melukis dilakukan diatas kain dengan
menggunakan lilin atau malam sebagai pelindung untuk mendapatkan
ragam hias diatas kain tersebut. Batik merupakan kerajinan yang memiliki
nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya
Jawa) sejak lama, karena sejarah pembatikan Indonesia terkait erat dengan
perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di tanah Jawa.
Bentuk apresiasi atas dikukuhkannya batik menjadi salah satu ikon
budaya asli Indonesia adalah dengan digunakannya batik sebagai seragam
kerja di berbagai daerah kota maupun kabupaten di seluruh Indonesia. Batik
yang yang digunakan sebagai seragam memiliki karakter dan ciri khas
berbeda beda. Batik Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat sampai ujung
Papua memiliki keanekaragaman motif batik yang dibuat beragam sesuai
dengan kebudayaan masing masing daerah. Madiun, sebagai salah satu
kota dan kabupaten di kawasan Jawa Timur melakukan pengembangan
motif batik untuk ikut menjaga dan melestarikan batik di Indonesia.
Pada tiap motif batik selalu termuat ungkapan jiwa dan karakter
budaya rakyat tempat batik itu dibuat. Seperti batik Madura dengan motif
Karapan Sapi, batik Malang dengan motif Apel, dan masih banyak lagi.
Salah satu daerah penghasil batik yang kurang mendapatkan perhatian dari
pemerintah adalah Kabupaten Madiun. Motif khas batik ini adalah motif

Porang dan motif Bunga Kenanga. Motif Porang merupakan motif yang
didapat dari penggubahan bentuk tumbuhan porang yaitu umbiumbian yang
banyak tumbuh di Desa Kenongorejo, Kabupaten Madiun.
Pada akhir tahun 1991, Madiun telah memiliki motif batik yang
pertama yakni motif batik kenanga. Dalam perkembangannya motif batik
kenanga mengalami kemunduran karena kurang mengertinya masyarakat
mengenai adanya motif batik khas Madiun. Bila tidak mendapat perhatian
serius, kerajinan batik di Madiun tidak akan bertahan.
Batik Madiun juga memiliki motif batik yang berbeda dengan motif
dari daerah lain. Motifnya berupa motif batik keris yang terinspirasi dari
cerita sejarah Madiun dan memiliki kaitan budaya berupa cerita sejarah
Madiun yaitu warisan keris pusaka yang diterapkan pada ragam hias utama
berupa keris. Terdapat pula motif batik porang terinspirasi dari tumbuhan di
Madiun yang berkaitan dengan kebudayaan mata pencaharian Madiun yaitu
berkebun dan diterapkan pada ragam hias utama berupa tumbuhan porang.
Motif porang ini terinspirasi dari tanaman porang yang banyak tumbuh di
Desa Kenongorejo yang terdapat di tepi hutan. Warna pada batik Madiun
tidak terikat, batik Madiun cenderung tergolong dalam batik pesisiran.
Kabupaten Madiun terletak di wilayah Provinsi Jawa Timur,
kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro di utara,
Kabupaten Nganjuk di timur, Kabupaten Ponorogo di selatan, serta
Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi di barat. Kabupaten Madiun
dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, dan kabupaten ini juga dilintasi
jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa. Bagian utara wilayah Madiun
berupa perbukitan, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng.
Bagian tengah merupakan dataran tinggi dan bergelombang. Sedang bagian
tenggara berupa pegunungan, bagian dari kompleks Gunung Wilis dan
Gunung Liman.

Potensi alam yang mempesona banyak menginspirasi para pengrajin


batik untuk menciptakan motif batik khas Madiun. Batik Madiun
sebenarnya sudah ada sejak jaman Mataram, karena terdapat sebagian
wilayah Madiun yang dulunya menjadi kekuasaan kerajaan Mataram.
Setelah sempat beberapa tahun punah, namun pada masa penjajahan
Belanda, Batik Madiun mulai bangkit kembali walau hanya beberapa tahun
saja. Batik Madiun sempat mengalami kejayaan pada tahun 1960-an sampai
1980-an.
Batik madiun memiliki banyak perkembagan walau sempat
meredup. Jadi saya sempat membaca di sebuah situs informasi bahwa
Madiun pernah mengadakan perlombaan mendesain motif batik. Hal ini di
lakukan untuk semakin giatnya para warga agar semakin mencintai budaya
batik. Kemudian muncul dan lahirlah motif batik keris. Motif batik keris
yang merupakan hasil perlombaan dengan tema Madiun ini, terinspirasi
dari kebudayaan Madiun berupa pusaka keris warisan babad Madiun. Keris
yang di Madiun mempunyai nama Keris Tundhung Madiun ini merupakan
senjata dari pahlawan wanita Madiun bernama Raden Ayu Retno Dumilah.
Berdasarkan ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa sumber ide yang
menjadi inspirasi motif batik keris adalah cerita sejarah, dalam hal ini cerita
tentang babad Madiun.
Ada pula batik porang. Pada tahun 1991 berkembang motif batik
kenanga, tidak ada pengaruh dari daerah lain karena kenanga diambil dari
nama desa Kenongorejo dan Madiun memiliki banyak tumbuhan kenanga.
Tahun 2009, motif batik Madiun mengalami perkembangan motif baru yang
menjadi motif batik khas Madiun yakni motif batik porang dan serat sengon.
Sumber ide berasal dari tumbuhan hasil kehutanan dan perkebunan yang
menjadi produk unggulan Madiun dan diperdagangkan. Berkebun
merupakan salah satu budaya Madiun, dari hasil berkebun didapatkan
tumbuhan porang.

Keris pada motif batik khas madiun terinspirasi dari cerita sejarah
berupa peninggalan atau warisan budaya Madiun berupa pusaka keris
Tundhung Madiun. Keris pada motif digambarkan secara utuh, dan
divariasikan dengan berbagai ragam hias. Keris pada seragam kerja
pemerintah kota Madiun divariasikan dengan ragam hias non-geometris
berupa selendang dan tombak, motif berupa bunga melati, ragam geometris
berupa matahari. Keris pada kain batik juga divariasikan dengan ragam hias
non-geometris berupa selendang dan tombak, ragam geometris berupa
matahari dan motif bunga. Ragam hias selendang menggambarkan
keanggunan Retno Dumilah.
Seringkali motif Porang digambarkan berwarna hijau. Berdasarkan
sebelas motif Porang yang ditampilkan, empat diantaranya berwarna hijau.
Warna kedua yang sering dipakai untuk motif Porang yaitu hitam dan
coklat. Untuk motif Porang, kebanyakan digunakan warna-warna yang
kontras dengan latar belakangnya. Seperti warna motif hijau untuk latar
belakang merah. Warna motif adalah warna yang diaplikasikan pada bidang
motif, sedangkan warna latar adalah warna latar dari keseluruhan batik atau
warna dasar yang berada di luar bidang motif. Adapun warna outline dari
motif-motif ini bermacam-macam. Antara lain kuning, coklat, hijau, dan
putih. Dari keempat outline yang telah disebutkan, kuning merupakan warna
yang paling sering digunakan sebagai warna outline dari batik motif Porang.
Berdasarkan duabelas motif bunga kenanga yang telah dianalisis, empat
diantaranya tidak diberi warna yang berbeda dengan warna latarnya. Hanya
outlinenya saja yang membedakannya dengan warna latar belakang. Warna
outline pada motif-motif ini merupakan warna yang lebih cerah atau kontras
dengan warna latar belakang sehingga dapat terlihat bentuk dari motif-motif
bunga kenanga ini walaupun tanpa diberi warna yang berbeda. Selain itu
bunga kenanga sering ditutup dengan lilin/malam sehingga warna dari motif
bunga kenanga sama dengan warna dasar dari kain yang digunakan yaitu
putih. Pada bagian pinggir motif sering terdapat warna kekuningan yang
merupakan hasil dari dua kali pewarnaan. Semburat kuning pada pinggirang

motif itu memang disengaja adanya. Tujuannya agar warna motif bunga
kenanga ini dapat menyatu dengan warna latar belakangnya sehingga tidak
terlihat terpisah. Warna latar motif yang paling sering digunakan oleh warga
adalah merah. Selain warna merah, warna yang sering diaplikasikan sebagai
warna latar adalah warna coklat. Mulai dari coklat kemerahan hingga coklat
kehitaman. Warna latar coklat biasanya dikombinasikan dengan motif
maupun outline berwarna oranye, putih, maupun kuning.
Berdasarkan Komposisi Motifnya, Motif Porang sebagai motif
utama digambarkan dengan ukuran yang besar sehingga mendominasi
komposisi dari motif secara keseluruhan. Motif Porang yang bercabang
seringkali disusun secara horisontal dengan panjang jarak antar motif yang
sama dengan posisi di bagian bawah bidang kain. Sedangkan motif Porang
yang

tidak

memiliki

batang

disusun

selangseling

dengan

motif

pendukungnya baik secara horisontal maupun vertikal. Jumlah daun pada


tiap rumpunnya tidak sama, sehingga pola yang dihasilkan dalam satu
lembar kain tidak sama persis bentuknya. Motif Porang tidak pernah
digunakan sebagai motif pendukung seperti halnya motif Bunga Kenanga.
Motif ini selalu ditonjolkan atau paling tidak memiliki posisi yang seimbang
dengan motif pendukungnya.
Motif Porang berdaun tunggal hanya terdiri atas satu daun yang
disusun menghadap lurus ke atas. Bagian pangkal daun terdapat tiga
lingkaran yang berjajar berhimpitan secara horisontal. Dari bentuk lingkaran
ini muncul dua garis spiral menyerupai isen ukel yang menjuntai ke bawah
dengan arah lingkaran yang bertentangan. Motif Bunga Kenanga seringkali
digambarkan dengan pola miring dipadu dengan motif Pilin atau parang
yang disusun secara selangseling. Motif Bunga Kenanga terdiri dari tiga
hingga enam mahkota bunga yang berbentuk ramping dan berujung runcing.
Biasanya, pada bagian bawah bunga ditambahi dua kelopak yang seringkali
disebut cangkup oleh parapembatik.

Daftar Pustaka
Anshori, Yusak dan Kusrianto, Adi. 2011. Keeksotisan Batik Jawa
Timur. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Musman, Asti dan Arini, Ambar B. 2011. Batik Warisan Adiluhung
Nusantara. Yogyakarta: G Media.
Utoro, Bambang. 1979. Pola-Pola Batik Dan Pewarnaan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai