Anda di halaman 1dari 18

BAB III

PEMBAHASAN
A. DIAGNOSA
1.

Kejang Demam

1.1

Definisi dan Etiologi


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh biasanya >38C yang disebabkan oleh suatu proses-proses ekstrakranial, tidak
terbukti adanya gangguan elektrolit, infeksi susunan saraf pusat, dan riwayat kejang
tanpa demam sebelumnya, serta terjadi pada umur lebih dari 1 bulan. 1,2 Kejang
demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.2,7
1.2

Faktor Risiko dan Patofisiologi


Faktor risiko kejang demam meliputi umur, demam dan predisposisi. Umur

sebagai faktor risiko kejang demam terkait dengan fase perkembangan otak yaitu
masa developmental window. Masa developmental window merupakan masa
perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berumur kurang dari 2
tahun. Anak pada umur di bawah 2 tahun mempunyai nilai ambang kejang (threshold)
yang rendah sehingga mudah terjadi kejang demam. Anak berumur di bawah 2 tahun
dengan otak yang belum matang juga mempunyai excitability neuron lebih tinggi
dibandingkan otak yang sudah matang. Regulasi ion Na+, K+, dan Ca++ belum
sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi paska depolarisasi dan
meningkatkan excitability neuron.2,8,9
Demam terutama demam tinggi mempunyai peranan untuk terjadi perubahan
potensial membran dan menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai
ambang kejang. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksi jaringan termasuk jaringan otak dan
kekurangan energi karena metabolisme berjalan anaerob. Akibatnya kadar ion Na + di
dalam sel meningkat dan terdapat timbunan asam glutamat ekstrasel. Berubahnya

24

konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel mengakibatkan perubahan potensial


membran sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping
itu demam dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.3,5,6

Patofisiologi kejang demam


Faktor predisposisi timbulnya bangkitan kejang demam berhubungan dengan :3
1. Riwayat keluarga
Seorang anak yang mempunyai keluarga dengan riwayat kejang demam
mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam.
2. Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat kehamilan, persalinan, dan perawatan post natal sebagai faktor risiko
terjadinya kejang dikaitkan dengan pematangan otak maupun jejas otak akibat
prematuritas maupun proses persalinan. Beberapa masalah yang sering
berakibat kerusakan anatomik otak anak misalnya ibu merokok saat hamil, ibu
eklampsia, bayi lahir preterm, bayi asfiksia, IUFG (Intra Uterin Growth
Retardation). Bayi yang lahir dengan berat lahir rendah juga mempunyai

25

risiko timbul kejang demam.


3. Gangguan tumbuh kembang
Gangguan perkembangan otak sebagai akibat gangguan pertumbuhan otak
intrauteri bermanifestasi klinik sebagai developmental delay yang dapat
berisiko timbulnya kejang demam.
4. Infeksi berulang
Infeksi dengan panas lebih dari 4x dalam setahun bermakna untuk
meimbulkan kejang demam.
5. Kadar elektrolit, seng dan besi darah rendah
Demam juga mengakibatkan penurunan kadar Na+ darah 3,5% dan bangkitan
kejang demam 3,8%. Penurunan kadar Na+ darah lebih banyak terjadi pada
bangkitan kejang demam kompleks dibandingkan kejang demam sederhana.
52% penderita yang mempunyai riwayat kejang demam mempunyai kadar
Na+ darah kurang dari 135 mmol/L.3 Zat besi berperan pada proses sintesa dan
degradasi neurotransmitter. Zat besi berhubungan dengan aktivitas enzim
monoamin oksidase yang berperan dalam proses degradasi berbagai
neurotransmitter dan enzim untuk biosintesis GABA. Kadar besi dan elektrolit
serum yang rendah akan meningkatkan excitabilitas membran sel neuron dan
menurunkan nilai ambang kejang (threshold) terhadap kejang.3

1.3

Klasifikasi Kejang Demam


Kejang demam diklasifikasikan menjadi:10
Kejang demam sederhana
Kejang demam kompleks
Berlangsung singkat, <15 menit
Kejang lama >15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik, Kejang fokal atau parsial satu sisi,
umumnya berhenti sendiri, tanpa atau kejang umum didahului kejang

26

gerakan fokal
Tidak berulang dalam waktu 24 jam

parsial
Berulang dalam waktu 24 jam

Jika kejang demam berlangsung lebih dari 30 menit (baik kejang


tunggal maupun kejang berulang) tanpa pulihnya kesadaran di antara kejang,
diklasifikasikan sebagai febrile status epilepticus.11
1.4 Diagnosis Kejang Demam
Diagnosis Kejang demam ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada kasus ini, diagnosis kejang demam didasarkan pada:
Data Anamnesa
1. Adanya kejang, suhu sebelum/saat kejang, jenis kejang, kesadaran,
lama kejang, frekuensi dalam 24 jam, keadaan pasca kejang
Pada kasus ini, kejang terjadi saat anak demam tinggi yaitu 39 0C, 1 x
dalam 24 jam, berlangsung <5 menit, kejang bersifat umum, saat kejang
anak tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang anak sadar.
2. Usia anak (pada kasus ini, usia anak 15 bulan)
Umur 6 bulan sampai 5 tahun menjadi faktor risiko terjadinya kejang yang
didahului demam. Hal ini disebabkan nilai ambang kejang (treshold)
rendah, sehingga mudah menyebabkan hiper-eksitabilitas neuron otak3.
3. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang.3
Demam dapat timbul akibat adanya suatu infeksi. Pada infeksi, dilepaskan
pirogen endogen (IL-1 dan prostaglandin) yang berperan pada kenaikan
suhu dan eksitabilitas neuron serta menurunkan nilai ambang kejang.
Penurunan nilai ambang kejang didasarkan pengaruhnya terhadap kanal
ion dan metabolisme selular serta produksi ATP di neuron otak. Disamping
itu, demam dapat merusak reseptor GABA, sehingga efek inhibisi neuron
terganggu. Pada kasus ini, demam timbul 2 hari sebelum timbulnya
kejang.
4. Faktor predisposisi
Pada kasus ini, riwayat perinatal anak baik. Anak tidak mempunyai

27

riwayat kejang demam sebelumnya. Tidak didapatkan pula riwayat kejang


demam pada keluarga dan tidak didapatkan riwayat kejang tanpa demam
pada anak maupun keluarga. Pertumbuhan dan perkembangan anak baik
sesuai umur.
Data Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tanggal 26 Desember 2014, didapatkan kesan
umum: sadar, kejang (-), kurang aktif , napas spontan (+) adekuat, tampak
kesan gizi baik, terpasang infus (+). Dari pemeriksaan tanda vitalnya
didapatkan suhu tubuh pasien 37,8C dan frekuensi denyut jantung 118x
permenit.
Pada pasien ini juga didapatkan adanya faring hiperemis. Faringitis
akut di sini diduga sebagai fokus infeksi anak yang kemudian menyebabkan
demam. Lalu demam yang tinggi mendadak menjadi penyebab terjadinya
kejang demam simpleks pada anak. Pemeriksaan paru, jantung, abdomen,
ekstermitas, dan genital dalam batas normal.
Tidak didapatkan defisit neurologis (motorik, sensorik, autonom,
kesadaran, dan fungsi luhur) maupun tanda rangsang meningeal, sehingga
dapat disingkirkan penyebab kejang yang lain yaitu infeksi susunan saraf
pusat, seperti meningitis, ensefalitis dan meningoencepalitis. Namun menurut
kepustakaan dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi.2
Data Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau
kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah rutin, elektrolit, gula darah sewaktu
dan urinalisis. Pemeriksaan darah rutin didapatkan dalam batas normal, kadar
elektrolit darah didapatkan dalam batas normal, gula darah sewaktu dalam
batas normal dan urinalisis dalam batas normal. Pasien ini berusia 15 bulan
sehingga menurut kepustakaan danjurkan untuk dilakukan lumbal pungsi.

28

Lumbal pungsi sebagai salah satu pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui


adanya infeksi intrakranial. Pemeriksaan cairan serebrospinal untuk
menegakkan/ menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada pasien ini
didapatkan pemeriksaan cairan serebrospinal dalam batas normal.2
Usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
Usia 12-18 bulan
: dianjurkan
Usia >18 bulan
: tidak rutin dilakukan, kecuali ada tanda-tanda
meningitis
Dipikirkan meningitis jika ditemukan:
-

Kejang demam pertama kali pada anak berusia <6 bulan

Anak berusia <2 tahun: kejang demam kompleks, iritabel, letargi, salah
satu tanda/ gejala meningitis, menurunnya kesadaran setelah kejang
lama/ terdapat defisit neurologis.9

1.5 Tata Laksana Kejang Demam2,12


Algoritma penghentian kejang demam

Bagan Tatalaksana Kejang

Terapi

Jarak waktu setelah kejang

Di rumah

Diazepam 0,5 mg/ kgbb/ x


(5-10 mg) per rektal
Maksimal 2 kali, jarak 5
menit

0-10 menit

Di rumah sakit
Note:
Tambahan
UGD
5 mg/
kgbb iv
UGD/IC
ICU

Diazepam 0,25-0,5 mg/


kgbb iv (kecepatan 2
mg/menit,
10
Fenitoin
20maksimal
mg/ kgbbmg/
iv
Lorazepam
0,05-0,1
mg)
(injeksi
menit,
kgbb
iv dalam
(kecepatan
<2
mg/
Fenobarbital
2020
mg/
kgbb
Midazolam
0,2
mg/
kgbb
dalam
50
ml
NaCl
0,9%)
atau
menit)
iv
(injeksi
>atau
10 menit)
atau imstatus
Refrakter

10-20 menit

30-60
20-30menit
menit

29

Airway
Breathing
Circulation

Medikamentosa
Bila kejang berhenti dapat diberi pengobatan profilaksis intermiten berupa:
-

Antipiretik : Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4-6 kali sehari


atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.

Anti kejang : Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam atau
diazepam rectal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu tubuh
>38,5C. Efek samping: ataksia, iritabel, dan sedasi.

Pengobatan jangka panjang/ rumatan


Hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
-

Kejang lama >15 menit

Kelainan neurologi yang nyata sebelum/ sesudah kejang: hemiparesis,


paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus.

30

Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:


-

Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam 4 kali per tahun

Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari


dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/hari dibagi 2-3
dosis). Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Indikasi Rawat
-

Kejang demam kompleks

Hiperpireksia

Usia di bawah 12 bulan

Kejang demam pertama kali

Pasca kejang tidak sadar

Pada kasus ini anak diberikan:


- Infus D5 NS 480/20/5 tetes makro per menit di C1L1.
- Injeksi Diazepam 4 mg i.v ( bila kejang)
- Per oral : - Diazepam pulv 1 mg/8 jam
- Parasetamol syr 4mL /4-6 jam (jika t 38oC)
1.6

Komplikasi
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak

31

berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lebih lama (>15 menit) biasanya disertai apnoe, hipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat, hipotensi artrial, suhu tubuh makin meningkat,
metabolisme otak meningkat.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang berulang adalah .
1. Usia saat kejang pertama kali kurang dari 18 bulan
2. Adanya riwayat kejang demam dalam satu tingkat hubungan

keluarga

(saudara kandung, ayah, ibu)


3. Kejang demam terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (<380C, rektal)
4. Jarak antara awal panas dan terjadinya kejang < 1 jam
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari 1,2,3
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
2. Faringitis
Diagnosis faringitis akut didapatkan dari anamnesis, yaitu adanya
demam, nyeri telan, mual, kadang muntah, nyeri kepala, dan jarang disertai
batuk terutama yang tipe bakterial. Pada pasien ini didapatkan demam selama
5 hari dan intake makanan yang kurang dari biasanya.
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan faring hiperemis, seringnya
disertai dengan pembesaran tonsil dan hiperemis. Pada tipe bakterial akan
muncul palatal ptechiae. Kelenjar limfe anterior dapat membesar, kenyal, dan
nyeri pada penekanan. Pada pasien ini didapatkan faring yang hiperemis,
tanpa pembesaran tonsil, tidak teraba pembesaran kelenjar limfe di leher, dan
tidak ada palatal ptechiae.13

32

3. Demam Tifoid
3.1 Definisi dan Etiologi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi. Demam tifoid ini masih merupakan penyakit
endemic di Indonesia. Insiden di perkotaan lebih tinggi daripada di
pedesaan, hal ini berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang
kurang memadai dan sanitasi lingkungan yang kurang.
3.2 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya demam tifoid telah banyak diteliti. Penelitian
yang dilakukan di sebuah desa di Sulawesi Selatan pada tahun 2009 pada
134 kasus demam tifoid menunjukkan beberapa faktor risiko antara lain
konsumsi sayuran mentah, konsumsi air dengan kualitas rendah, tidak
mencuci tangan sebelum makan, dan tidak mengguanakan sabun saat
mencuci tangan
3.3 Diagnosis
Masa inkubasi demam tifoid pada anak antara 10-14 hari. Manifestasi
klinis seringkali tidak khas dan sangat bervariasi. Hal ini mempersulit
penegakan diagnosis demam tifoid. Penegakan diagnosis demam tifoid
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis biasanya didapatkan keluhan demam yang lebih dari 7 hari, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, mual, muntah, konstipasi atau diare, dan perasaan
tidak enak I perut. Pada pasien ini didapatkan demam 5 hari dan keluhan
konstipasi 4 hari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, bradikardi
relatif, lidah yang berselaput serta tremor, hepatomegal, splenomegali,
gangguan kesadaran berupa somnolen, stupor, bahkan koma. Pada pasien ini

33

ditemukan peningkatan suhu tubuh dan bradikardia relatif.


Dari pemeriksaan penunjang sering didapatkan leukopenia atau kadar
leukosit normal, LED dapat meningkat, peningkatan SGOT dan SGPT, uji
widal dan Tubex TF yang positif. Diagnosis pastinya adalah dengan kultur
darah yang positif. Pada pasien ini didapatkan kadar leukosit yang normal
dan tubex TF (+)5. 14
B. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK
Sesuai dengan prinsip pengelolaan pasien secara komprehensif dan holistik,
maka pada pasien tidak hanya diperhatikan dari segi kuratifnya saja, tetapi juga
meliputi upaya promotif, preventif, rehabilitatif dan psikososial. Upaya promotif
dan preventif dilakukan agar anak tidak sakit atau tidak mengalami kecacatan,
sedang upaya kuratif dan rehabilitatif dilakukan agar anak sembuh dan tidak cacat
atau kembali pada lingkungannya semula dengan memperhatikan faktor
psikososial anak.
1. Kuratif
Adalah upaya untuk mendiagnosis seawal mungkin dan mengobati secara
tepat dan rasional terhadap individu yang terserang penyakit. Upaya kuratif
yang dilakukan pada penderita ini meliputi:
a. Terapi Suportif:
-

Infus D5 NS 480/20/5 tpm makro

Parasetamol syrup 4 mL/4jam

b. Medikamentosa
Dalam penanggulagan kejang demam, perlu diperhatikan 4 faktor,
yaitu menghentikan kejang secepat mungkin, mencegah kejang
berulang, mencari etiologi kejang dan atasi kelainan lain.

34

Anti konvulsan Pemotong kejang:


o Short acting : diazepam, midazolam, obat-obat anestesi (i.v
atau anal)
o Long acting : injeksi fenobarbital 10 mg/kgBB i.v, injeksi
fenitoin 20 mg/kgBB i.v
o Pada kasus ini diberikan injeksi Diazepam 5 mg i.v (bila timbul
kejang)
Antikonvulsan Maintenance:
o Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, per oral.
o Fenobarbital 5-8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, per oral
Selama dirawat di RSDK, anak diberi Diazepam 1 mg/8 jam per oral.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi oleh bakteri, sehingga
penanganannya adalah dengan diberikan antibiotik. Antibiotik pilihan
untuk demam tifoid menurut IDAI adalah: (1) Kloramfenikol 100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau
sampai

5-7

hari

setelah

demam

turun,

(2)

Ampisilin

200

mg/KgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena, (3)


Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian secara
oral, (4) Kombinasi trimethoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ) : TMP
10 mg/kgBB/hari atau SMZ 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,
(5) Seftriaxon 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis
(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Cefixime oral 10-15
mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif. Untuk
pengobatan karier diberikan ampisilin/amoksisilin + probenesid selama
4-6 minggu. Kortikosteroid diberikan bila ditemukan gangguan
kesadaran, syok, atau demam berkepanjangan. Pada pasien ini

35

diberikan injeksi ampicilin 200mg/6 jam IV. Namun karena pasien


masih demam dan hasil pemeriksaan Tubex TF (+)5, obat diganti
dengan injeksi ceftriakson 700 mg/ 24 jam IV, karena menurut
kepustakaan golongan sefalosporin generasi ketiga terbukti lebih
efektif dalam menangani demam tifoid. 14,15
c. Dietetik
Pada kasus ini, kebutuhan cairan 24 jam adalah 80 cc. Digunakan
Infus D5 NS, dengan kandungan cairan 480 cc dan 81,6 kkal. Anak
makan 2x nasi lunak dan minum 8x 80 cc susu Pediasure dalam sehari.
Kebutuhan cairan, kalori dan protein sudah terpenuhi.
2. Preventif
Adalah usaha-usaha untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan
mencegah terjangkitnya penyakit tersebut. Ada tiga tingkat upaya pencegahan
yang dapat dilakukan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tertier.
Pencegahan primer merupakan tingkat pencegahan awal untuk menghindari
atau mengatasi faktor resiko. Pencegahan sekunder untuk deteksi dini penyakit
sebelum penyakit menimbulkan gejala yang khas. Pencegahan tertier dengan
melakukan tindakan klinis untuk mencegah kerusakan lebih lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit tersebut diketahui.
Terdapat beberapa upaya preventif yang perlu diedukasikan kepada
orangtua mengenai kejang demam yaitu:
1. Pada saat anak demam, ukur dengan termometer, bila suhu tubuh anak
diatas 37,50C , segera kompres anak dengan kain hangat. Obat penurun
panas yang mengandung parasetamol diberikan pada anak yang
panasnya terus meningkat, meskipun dengan kompres. Pada anak yang
pernah mengalami kejang demam, berikan informasi bahwa kejang
dapat berulang kembali bila anak demam.

36

2. Bila anak kejang:


-

Pindahkan benda benda keras atau tajam yang berada dekat anak
untuk mencegah cedera bila anak sedang kejang.

Bila kejang disertai muntah, miringkan tubuh anak untuk menghindari


tertelannya cairan muntahnya sendiri yang bisa mengganggu
pernafasan, dan jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut
anak.

Bila kejang terjadi, dapat diberikan obat diazepam rectal yang


dimasukkan ke dubur.

Jangan memberi minuman ataupun makanan segera setelah berhenti


kejang, tunggu beberapa saat setelah anak benar benar sadar untuk
menghindari anak tersedak.

Segera bawa anak ke dokter atau klinik untuk mendapat pertolongan


lebih lanjut. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang dan usahakan
untuk mencari dokter atau klinik yang terdekat dengan rumah untuk
menghindari resiko yang lebih berbahaya akibat terlambat mendapat
pertolongan pertama.

3. Promotif
Adalah upaya penyuluhan yang bertujuan untuk merubah kebiasaan yang
kurang baik dalam masyarakat agar berperilaku sehat dan ikut serta berperan
aktif dalam bidang kesehatan. Dalam kasus ini, upaya promotif yang dapat
dilakukan yaitu:
1. Pengetahuan tentang kejang demam
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang, orang tua menganggap bahwa anaknya akan meninggal, pemikiran
ini dapat diubah dengan pengetahuan penyebab kejang demam,
penanganan kejang demam di rumah, dan hal hal yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya kejang demam. Hal ini dapat dilakukan dengan

37

penyuluhan atau media massa, seperti poster, atau brosur.


2. Mencukupi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang meliputi:
o Asuh: memenuhi kebutuhan dasar (pangan, papan, perawatan
kesehatan dasar, pengobatan yang layak) dan memenuhi kebutuhan
tambahan (bermain).
o Asih: memberi rasa aman dan nyaman, dilindungi dan diperhatikan
(minat, keinginan dan pendapat anak), diberi contoh (bukan dipaksa),
dibantu, diberi dorongan, dihargai, penuh kegembiraan serta koreksi
(bukan ancaman/ hukuman)
o Asah: memberikan stimulasi emosional-sosial, kognitif, kreativitas,
kemandirian, kepemimpinan moral dan mental.
4. Rehabilitatif
Adalah upaya untuk menolong atau membantu anak terhadap
ketidakmampuannya dengan berbagai usaha, agar anak sedapat mungkin
kembali pada lingkungannya baik lingkungan sosial maupun keluarga. Untuk
menjaga anak tetap sehat, maka orang tua diberitahu untuk:
-

Menjaga kualitas dan kuantitas gizi anak sehari-hari di rumah agar


kebutuhan gizi anak tetap terpenuhi dengan baik dan anak memiliki
daya tahan tubuh yang baik pula sehingga tidak mudah terserang
penyakit infeksi yang mengakibatkan kejang demam.

Menganjurkan kepada orang tua untuk mengusahakan imunisasi booster


pada anak dengan membawa anak ke BKIA atau ke tempat pelayanan
kesehatan lainnya.

5. Psikososial
Aspek psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi, sikap,
pengetahuan, perilaku, keterampilan, nilai-nilai sosial budaya, kepercayaan,

38

dan adat istiadat dilingkungan sekitar anak. Meliputi mikrosistem, mesosistem,


mesosistem dan makrosistem.
Mikrosistem meliputi interaksi anak dengan ibunya. Ibu berperan
dalam pendidikan, gizi, imunisasi, dan pengobatan sederhana pada anak. Ibu
adalah orang pertama di rumah yang memegang peranan penting terhadap
proses tumbuh kembang anak dan perawatan anak ketika anak sakit.
Rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan juga mempengaruhi sikap yang
diambil ketika anak sakit, seperti usaha mengobati sendiri atau terlambat
membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan. Edukasi dan informasi
mengenai penyakit pasien menjadi sangat penting agar dapat ditangani segera
dan tidak menimbulkan komplikasi.
Minisistem meliputi interaksi anak dengan anggota keluarga lain,
lingkungan, tetangga, keadaan rumah dan suasana rumah dimana anak tinggal.
-

Interaksi sesama anggota keluarga


Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien adalah ayah, ibu, kakak,
dan nenek. Anak dilatih sejak dini, untuk menghormati ayah ibunya,
seperti panggilan dan perilaku yang sopan, sehingga tercipta suasana
yang kondusif di lingkungan rumah, untuk tumbuh kembang anak
yang optimal.

Ventilasi dan pencahayaan yang kurang


Pencahayaan yang kurang, diedukasikan kepada orangtua agar dapat
menciptakan ventilasi rumah yang cukup guna pertukaran udara dan
pencahayaan. Rumah harus memiliki ventilasi luas >15 % Luas lantai
rumah. Pencahayaan yang baik juga mendukung pendidikan anak
(untuk belajar di rumah).

Mesosistem merupakan lingkungan di sekitar pasien, yaitu tetangga, anak


seusianya, dan pelayanan kesehatan. Anak jarang bermain keluar rumah. Seharihari anak banyak bermain bersama nenek, kakak dan saudara sepupu.
Mengedukasikan orangtua untuk mulai memperkenalkan anak dengan teman

39

teman sebayanya di lingkungan tempat tinggal. Terdapat posyandu di dekat rumah


dan pasien rutin datang ke posyandu, namun puskesmas cukup jauh dari rumah
pasien.
Makrosistem yaitu berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sosial budaya
masyarakat, dan lembaga non pemerintahan yang ikut andil dalam usaha tumbuh
kembang anak yang optimal.
-

Ibu secara rutin dan teratur memeriksakan kesehatan dan memantau


perkembangan anaknya di Posyandu yang diadakan tiap bulan. Serta terus
mengikuti program imunisasi

dan booster yang dianjurkan oleh

pemerintah.
-

Keluarga mampu mengenalkan dan mengajarkan anak mengenai sosial


budaya dan norma yang berlaku di masyarakat.

Pentingnya pemerintah memperhatikan tata kota dan daerah pemukiman


penduduk, guna meningkatkan kesehatan warga dan mencegah penyakit
menular.

PROGNOSIS
Prognosis kejang demam baik. Angka kematian berkisar 0,64% 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh tanpa cacat, sebagian
kecil berkembang menjadi epilepsi, dan sangat jarang meninggalkan gejala
sisa berupa cacat neurologis atau gangguan mental. Sepertiga penderita kejang
demam pertama akan mengalami bangkitan ulang kejang demam.
Prognosis pasien ini
Prognosis untuk kehidupan (quo ad vitam) : baik (ad bonam) karena
tidak ada komplikasi, seperti defisit neurologis, serta keadaan pasien
membaik. Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) : meragukan tapi baik
(dubia ad bonam) pada anak ada kemungkinan terjadi kejang berulang saat
demam, jika demam dapat dengan cepat diatasi maka risiko kejang dapat

40

diturunkan. Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionam) : Baik (ad


bonam) tampak pada keadaan umum dan tanda vital, tidak ada defisit
neurologis, ataupun kecacatan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai