Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TENTANG HUSNUDZAN

Disusun oleh:

Valentino Putra Renaldi

Septi Ariyadi Putri

Rafika Tri Cahya

Nuril Iliana Mingka

Akhmad Priyanto

Moh Abdussalam

Sri Rahayu Anggraini

Moh Rifai Marzuki

Wardhatul Hasanah

Ayu Wandira

Eva Ariestian

Akhmad Rifqi Aqil

Inayatin Fitriyah

MAN PAMEKASAN
SEPTEMBER 2016
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
makalah Pengertian Husnudzan ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula shalawat
serta salam kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang yaitu
Islam.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan serta masih
banyak kekurangan-kekurangan yang harus dilengkapi. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari Bapak Ibu Guru sangat kami harapkan. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, dan
khususnya antara muslim yang satu dengan muslim lainnya merupakan
sesuatu yang harus diupayakan dengan sebaik-baiknya.
Hal ini karena Allah SWT telah menggariskan bahwa mumin itu
bersaudara (QS 49: 10). Oleh sebab itulah segala bentuk sikap dan sifat yang
akan memperkokoh dan memantapkan persaudaraan harus ditumbuhkan
dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang dapat merusak
ukhuwah harus dihilangkan. Dan agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap
terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah
husnuzh zhan (berbaik sangka).
Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang
sesuatu yang terkait dengan pribadi seseorang apalagi seorang muslim,
maka kita harus melakukan tabayyun (pengecekan) terlebih dahulu sebelum
mempercayai apalagi meresponnya secara negatif, Allah SWT berfirman
yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS
49:6).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Husnudzan ?
2. Apa saja contoh dari perilaku Husnudzan ?
3. Bagaimana cara membiasakan diri dengan sikap Husnudzan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Husnudzan
2. Untuk mengetahui contoh dari sikap Husnudzan
3. Agar kita mengetahui cara membiasakan diri dengan sikap
Husnudzan

BAB II
PEMBAHASAN

HUSNUZAN
A.PENGERTIAN PERILAKU HUSNUZAN
Husnuzan artinya berbaik sangka, lawan katanya adalah suuzan yang
artinya berburuk sangka. Berbaik sangka dan berburuk sangka merupakan
bisikan jiwa, yang dapat diwujudkan melalui perilaku yakni ucapan dan
perbuatan. Perilaku husnuzan termasuk akhlak terpuji karena akan
mendatangkan manfaat. Sedangkan perilaku suuzan termasuk akhlak tercela
karena akan mendatangkan kerugian.
Sungguh tepat jika Allah SWT dan rasul-Nya melarang perilaku buruk sangka.
Sesuai dengan firman-Nya padasurat Al-Hujurat ayat 49 yang artinya:
Jauhkanlah dirimu dari berprasangka buruk, karena berprasangka buruk itu
sedusta-dusta pembicaraan (yakni jaukan dirimu dari sesorang berdasarkan
sangkaan saja). (H.R BUKHARI DAN MUSLIM)
B. CONTOH-CONTOH PERILAKU HUSNUZAN
1. Husnuzan kepada Allah SWT
Husnuzan kepada Allah SWT, bermakna berprasangka baik kepada
Allah Swt. Allah azza wa jalla memiliki sifat Maha Pengasih dan Penyayang,
dan mengasihi hambanya yang shaleh, serta tidak membebani seseorang
diluar batas kesanggupannya.
Di antara sikap perilaku terpuji, yang akan dilakukan oleh orang yang berbaik
sangka pada Allah SWT ialah syukur dan sabar.

a. Syukur

Menurut pengertian bahasa, kata syukur berasal bahasa Arab, yang


artinya terima kasih. Menurut istilah, syukur adalah berterima kasih kepada
Allah SWTdan pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia-Nya, melalui
ucapan, sikap, dan perbuatan.
Nikmat karunia Allah SWT sangat banyak dan bermacammacam. Ada nikmat yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri, dan ada
pula yang berasal dai luar diri manusia, ada nkmat yang besifat jasmani dan
ada pula yang bersifat rohani.
Nikmat karunia Allah yang bersifat jasmani dan terdapat dalam diri
manusia, seperti pancaindra, bentuk, dan susunan tubuh manusia yang lebih
sempuna dari hewan sehingga manusia bisa berlari cepat seperti kijang,
memanjat seperti kera, dan berenang seperti ikan. Sungguh tepat apa yang
telah difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran:
Nikmat Allah yang bersifat rohani, sebagai anugerah Allah SWT yang tidak
ternilai harganya, antara lain roh, akal, kalbu, dan nafsu.
Demikian juga nikmat-nikmat karunia Allah SWT yang terdapat di luar diri
manusia sungguh sangat banyak dan tidak ternilai harganya. Nikmat-nikmat
misalnya air, api, berbagai jenis makanan dan buah-buahan, aneka macam
barang tambang, daratan, lautan, dan angkasa raya. Itu semua memang
disediakan Allah SWT untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia.
Jika umat manusia menghitung-hitung nikmat karunia Allah SWT, tentu
tidak akan mampu menghitungnya (lihat dan pelajari Q.S Ibrahim, 14: 34 dan
Q.S Al-Baqarah, 2: 152).
Cara bersyukur kepada Allah SWT ialah dengan menggunakan segala
nikmat karunia Allah SWT untuk hal-hal yang diridai-Nya, yaitu:
Bersyukur dengan hati ialah mengakui dan menyadar bahwa segala nikmat
yang diperoleh manusia, merupakan karuni Allah SWT semata dan tidak ada
selain Allah SWT yang dapat memberikan nikmat-nkmat itu.
Bersyukur dengan lidah seperti membacaAlhamdulillah (segala puji bagi
Allah), mengucapkan lafal-lafal zkir lannya, membaca Al-Quran, dan
melaksanakan akmar makuf nahi mungkar.
Bersyukur dengan amal perbuatan, misalnya mengerjakan salat,
menunaikan ibadah haji jika mampu, berbakti kepada kedua orang tua, dan
berbuat baik pada sesama manusia.
Bersyukur dengan harta benda, misalnya dengan jalan membelanjakan
harta benda itu untuk hal-hal yang bemanfaat bagi kehidupan dunia dan
akhirat.

b. Sabar
Manusia dalam hidupnya di dunia ini silih berganti berada dalam dua
situasi, yaitu situasi yang senang karena memperoleh nikmat dan situasi
sedih atau susah karena mengalami musibah. Apabila manusia itu berada

dalam situasi senang hendaknya ia bersyukur, dan bila berada dalam situasi
susah hendaklah ia bersabar.
Setiap Muslim/Muslimah yang beprasangka baik pada Allah SWT, apabila
dikenai suatu musibah seperti sakit, bencana alam dan gagal dalam suatu
usaha, tentu akan bersabar. Ia tidak akan gelisah dan berkeluh kesah apalagi
beputus asa, karena ia menyadari bahwa musibah-musibah itu merupakan
ujian dari Allah SWT. (Lihat dan pelajari Q.S. Al-Baqarah, 2: 155-157 dan Q.S.
Yusuf, 12: 87!)
Seseorang dianggap suuzan terhadap Allah SWT, misalnya tatkala ia
mengalami kegagalan dalam suatu usaha, ia menduga Allahlah penyebab
kegagalannya, Allah mendengar doanya, Allah itu kikir, Allah tidak adil, dan
lain-lain dugaan yang negatif terhadap Allah SWT. Padahal Allah SWT itu
Maha Mendengar, Mahadermawan, Mahaadil. Allah SWT tidak menyuruh
hamba-Nya untu gagal dalam suatu usaha. Oleh karena itu, jika seseorang
gagal dalam suatu usaha, ia tidak boleh menyalahkan Allah SWT. Ia harus
mengntrospeksi diri, mungkin kegagalan itu karena usahanya belum
dilakukan secara sungguh-sungguh. Kegagalan dalam suatu usaha,
hendaknya dijadikan pelajaran, agar pada masa mendatang tidak mengalami
hal serupa.
2. Husnuzan kepada Diri Sendiri
Setiap muslim yang memiliki sikap berprasangka baik kepada diri sendiri
akan memiliki sikap optimis dan mau bekerja keras untuk menjalani hidup.
Namun, jika seseorang berburuk sangka kepada diri sendiri maka dia akan
erasa pesimis, minder, dan malas berusaha untuk mencukupi kebutuhannya
sendiri. Allah swt melarang hamba-Nya berputus asa dari rahmat-Nya
sebagaimana firman allah dalam surah yusuf ayat 87.

Perilaku terpuji terhadap diri sendiri yaitu percaya diri dan gigih.
a. Percaya Diri
Percaya diri termasuk sikap dan perilaku terpuji yang harus dimiliki oleh
setiap Muslim/Muslimah karena seseorang yang percaya diri tentu akan
yakin terhadap kemampuan dirinya, sehingga ia berani mengeluarkan
pendapat dan berani pula melakukan suatu tindakan. Muslim/Muslimah yang
berilmu pengetahuan tinggi dan memiliki keterampilan yang bermanfaat
apabila ia percaya diri, tentu ia akan memperoleh keberhasilan dalam hidup.
Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan apabila tidak
percaya diri tentu akan memperoleh kerugian dan mungkin bencana.
Muslim/Muslimah yang percaya diri akan melaksanakan kewajiban terhadap

dirinya sendiri, misalnya menjaga kesehatan jasmani dan rohani serta


memelihara diri agar tidak dikenai suatu bencana.
b. Gigih
Dalam
Kamus
Bahasa
Indonesia
disebutkan
bahwa
katagigih bahasa Minangkabau yang artinya berkeras hati, tabah, dan rajin.
Gigih juga dapat diartikan bersungguh-sungguh dalam meraih sesuatu. Sikap
dan perilaku gigihdalam meraih yang positif termasuk sikap mahmudah
(sikap terpuji) dan akhlakul karimah. Setiap muslim dan muslimah wajib
memiliki sikap gigih. Sikap gigih hendaknya diterapkan dalam kehidupan
antara lain dalam hal berikut:
1) Ibadah
2) Menuntut ilmu
Ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ilmu
pengetahuan tentang agama Islam (ilm hal) dan ilmu pengetahuan umum
(ilm gairu hal). Ilmu pengetahuan tentang agama Islam memberikan
pedoman hidup kepada umat manusia.
Ilmu pengetahuan umum bertujuan agar umat manusia dapat
memanfaatkan, menggali, dan mengolah kekayaan alam, baik yang ada di
darat dan di laut maupun yang ada di angkasa raya.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Kebaikan/kebahagiaan di dunia dan di akhirat beserta ilmu dan
keburukan/bencana di dunia dan di akhirat beserta kebodohan.
(H.R Bukhari)
3) Bekerja mencari rezeki yang halal
Bekerja mencari rezeki yang halal dapat dilakukan melalui berbagai bidang
usaha, misalnya pertanian, peternakan, dan perdagangan. Bekerja dalam
bidang apa pun hendaknya dilakukan dengan gigih dan sungguh-sungguh
dengan dilandasi niat ikhlas karena Allah SWT, untuk memperoleh rida dan
rahmat-Nya. Dengan cara seperti itu maka akan diperoleh hasil kerja yang
optimal. Islam melarang umat-Nya bermalas-malasan dan menjadi beban
orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Bekerja mencari rezeki yang halal itu wajib bagi setiap Muslim.
(H.R. Tabrani)

4) Berinisiatif
Kata inisiatif berasal
dari
bahasa
Belanda
yang
berarti prakarsa atau langkah pertama. Inisiatif juga berarti berbuat yang
sifatnya produktif ( memiliki etos kerja yang tinggi) dan tidak tergantung

kepada orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja
yang tingi. Seseorang yang memiliki inisiatif disebut inisiator.
Inisiatif dalam hal positif merupakan sifat terpuji yang harus dimiliki oleh
setiap orang muslim dan muslimah. Muslim/Muslimah yang berprasangka
baik terhadap dirinya, tentu akan berkeyakinan bahwa dirinya mampu
berinisiatif yang positif dalam bidang yang ditekuninya dan sesuai dengan
keahliannya.
Firman Allah swt:
Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya.
(Q.S. An Najm[53]: 39
3. Husnuzan kepada orang lain
Setiap muslim dilarang untuk berprasangaka buruk kepada sesama
manusia apalagi sesame umat islam, mencari-cari kesalahan, dan
menggibah terhadap orang lain. Perbuatan-perbuatan tersebut adalah
perbuatan dosa yang akan meretakkan hubungan persaudaraan, bahkan
Allah swt mengibaratkan orang yang menggibah seperti memakan daging
saudaranya yang sudah mati. Perbuatan ini tentu sangat menjijikkan.
Sebagai muslim kita harus hidup rukun dengan sesama muslim yang lain
serta menghormati hak dan kewajibannya.
Perwujudan dari husnuzan itu hendaknya diterapkan dalam kehidupan
berkeluarga, bertetangga dan bermasyarakat.

a. Kehidupan berkeluarga
Untuk mewujudkan rumah tangga yang memperoleh rida dan rahmat
Allah swt , bahagia dan sejahtera, baik di dunia maupun di akhirat.
Pasangan suami-istri hendaknya saling berprasangka baik dan tidak saling
curiga, saling memenuhi hak dan melaksanakan kewajiban masing-masing
dengan sebaik-baiknya.
Hubungan anak-anak dan orang tua dilandasi dengan prasangka baik dan
saling pengertian.
Anak-anak berbakti dan menyenangkan hati orang tua.
Orang tua memberi kepercayaan diri pada anak agar anak bisa
mengembangkan diri dan melakukan hal-hal yang bermanfaat.

b. Kehidupan bertetangga
Saling menghormati dan menghargai, baik secara sikap, ucapan lisan dan
perbuatan. Menghormati tetangga merupakan tanda-tanda dari manusia
beriman:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya
menghormati tetangganya. (H.R. Muslim)
Berbuat baik pada tetangga dengan cara melakukan kewajiban terhadap
tetangga dan perbuatan lainnya yang bermanfaat.

Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari
gangguan-gangguannya.(H.R. Muslim)
c. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Tujuan dari berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
ialah terwujudnya kehidupan yang aman, tenteram, adil dan makmur,
dibawah ampunan dari ridha Allah SWT. Hal ini bisa ditempuh dengan saling
berprasangka baik dan berperilaku terpuji.
1) Generasi tua menyayangi generasi muda, yaitu dengan membimbing mereka
agar kualitas hidupnya dalam berbagai bidang positif melebihi generasi tua.
Generasi muda hendaknya menghormati yang tua dengan bersikap, berkata
dan berperilaku yang bermanfaat.
Bukan dari golongan kami (umat Islam) orang yang tidak menyayangi yang
muda dan tidak menghormati yang tua. (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan
Hakim)
2) Saling tolong-menolong dalam kebaikan serta ketakwaan dan jangan saling
menolong dalam dosa serta pelanggaran. (lihat Q.S. Al-Maidah, 5: 2)
Pemerintah dan rakyat dari golongan mampu saling bekerja sama untuk
mengetaskan kemiskinan.
Pemerintah dan masyarakat bekerja sama dalam memberantas kejahatan dan
kemungkaran yang terjadi di lingkungan masyarakat.
C.MEMBIASAKAN DIRI BERLAKU HUSNUZAN
Setiap Muslim/Muslimah, hendaknya membiasakn diri dengan
berperilaku husnuzan terhadap Allah SWT, terhadap diri sendiri maupun
terhadap sesama manusia.
Seorang Muslim/Muslimah yang berperilaku husnuzan terhadap Allah
SWT, tentu akan senantiasa bertakwa kepadanya, di mana pun dan kapan
pun dia berada.Ia akan selalu bersyukur pada Allah SWT bila berada dalam
situasi yang menyenangkan dan akan senantiasa bersabar bila berada dalam
keadaan yang menyusahkan.
Seorang Muslim/Muslimah yang berperilaku husnuzan terhadap dirinya
sendiri, tentu akan membiasakan diri dengan bersikap dan berperilaku
terpuji yang bermanfaat bagi dirinya, seperti percaya diri, gigih, dan banyak
berinisiatif yang positif.
Demikian juga, setiap Muslim/Muslimah hendaknya membiasakan diri
untuk berperilaku husnuzan terhadap manusia,baik dalam kehidupan
berkeluarga dan bertetangga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Insya Allah, jika setiap Muslim/Muslimah dan setiap anggota
masyarakat, telag membiasakan diri untuk berperilaku husnuzan dalam
kehidupan sehari-hari, mereka akan memperoleh kebaikan-kebaikan yang
banyak.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Husnuzan artinya berbaik sangka, lawan katanya adalah suuzan yang
artinya berburuk sangka. Berbaik sangka dan berburuk sangka merupakan
bisikan jiwa, yang dapat diwujudkan melalui perilaku yakni ucapan dan
perbuatan. Perilaku husnuzan termasuk akhlak terpuji karena akan
mendatangkan manfaat. Sedangkan perilaku suuzan termasuk akhlak tercela
karena akan mendatangkan kerugian.
Husnuzan terhadap Allah SWT artinya berbaik sangka pada Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta dan segala isinya yang
bersifat dengan segala sifat kesempurnaan serta bersih dari segala sifat
kekurangan.
Menurut pengertian bahasa, kata syukur berasal bahasa Arab, yang
artinya terima kasih. Menurut istilah, syukur adalah berterima kasih kepada
Allah SWTdan pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia-Nya, melalui
ucapan, sikap, dan perbuatan.
Nikmat
karunia
Allah
SWT
sangat
banyak
dan
bermacammacam. Ada nikmat yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri, dan ada
pula yang berasal dai luar diri manusia, ada nkmat yang besifat jasmani dan
ada pula yang bersifat rohani.
Ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ilmu
pengetahuan tentang agama Islam (ilm hal) dan ilmu pengetahuan umum
(ilm gairu hal). Ilmu pengetahuan tentang agama Islam memberikan
pedoman hidup kepada umat manusia.
Kata inisiatif berasal
dari
bahasa
Belanda
yang
berarti prakarsa atau langkah pertama. Inisiatif juga berarti berbuat yang
sifatnya produktif ( memiliki etos kerja yang tinggi) dan tidak tergantung

kepada orang lain. Islam mengajarkan umatnya untuk memiliki etos kerja
yang tingi. Seseorang yang memiliki inisiatif disebut inisiator.

DAFTAR PUSTAKA

http://aljaami.wordpress.com/2011/03/25/husnuzhan-berbaik-sangka
http://hbis.wordpress.com/2008/12/04/husnuzhzhanprasangka-positif
http://id.scribd.com/doc/47337331/Contoh-contoh-Perilaku-Husnuzan
http://uginkosalihya.wordpress.com/category/membiasakan-perilaku-terpuji
http://www.duniaremaja.net/catatan/pengertian-perilaku-husnuzhan.html
http://www.duniaremaja.net/catatan/pengertian-perilaku-husnuzhanmenurut-ensiklopedia.html
LKS AL-QURAN HADITS/kelasXIsemester1/contoh-perilaku-husnudzan

DAFTAR ISI

COVER .... 1
KATA PENGANTAR .. 2
DAFTAR ISI. 3
BAB I : PENDAHULUAN... 4
A. Latar Belakang.. 4
B. Rumusan Masalah.....
4
C. Tujuan.... 4
BAB II : PEMBAHASAN..... 5
A. Pengertian Perilaku Husnudzan..
.. 5
B. Contoh-Contoh Perilaku
Husnudzan 5
C. Membiasakan Diri Berlaku
Husnudzan9
BAB III : PENUTUP...... 10
A. Kesimpulan..... 10

DAFTAR PUSTAKA...11

Anda mungkin juga menyukai